Penatalaksanaan Hipoplasia Mandibula dan Zigoma pada Pasien Sindroma Treacher Collins

(1)

PENATALAKSANAAN

HIPOPLASIA MANDIBULA DAN ZIGOMA

PADA PASIEN SINDROMA TREACHER COLLINS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

JUPITA FRANTISKA

NIM : 060600023

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Jupita Frantiska

Penatalaksanaan Hipoplasia Mandibula dan Zigoma pada Pasien Sindroma Treacher Collins.

ix + 40 halaman

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan genetik yang jarang dijumpai dan ditandai dengan adanya cacat kraniofasial. Etiologi sindroma ini disebabkan oleh faktor keturunan (autosomal dominan) atau karena adanya mutasi gen. Deformasi yang terjadi pada sindroma ini sangat kompleks, sehingga menimbulkan kecacatan yang parah. Ciri khas dari penderita sindroma ini dapat dilihat jelas dari penampilan wajahnya, terdapat koloboma pada kelopak mata bawah, absen tulang malar dan mikrogenia. Kelainan yang berhubungan dengan rongga mulut seperti masalah gigi-geligi yang mengalami maloklusi parah, gigitan terbuka anterior, lidah protrusi dan palatum yang tinggi. Tingkat malformasi yang ada sejak lahir dinyatakan relatif stabil dan tidak progresif seiring pertambahan usia.

Perawatan pasien sindroma ini perlu memperhatikan berbagai aspek, misalnya kerja-sama antar tim dokter spesialis, usia penderita, jenis kelamin, keadaan penderita dan gigi geliginya. Kerja-sama antar tim dokter spesialis penting untuk menentukan rencana perawatan yang tepat, dimana perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap individu. Perawatan terhadap kondisi ini merupakan perawatan terhadap simptom yang muncul, bersifat jangka panjang dan memerlukan


(3)

pendekatan yang multidisiplin. Keberhasilan perawatan tergantung pada kerja-sama antar tim dokter spesialis, rencana perawatan yang tepat dan keadaan dan kooperatif pasien.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 11 Januari 2010

Pembimbing : Tanda tangan :

Indra Basar Siregar, drg., M.Kes NIP : 19470206 197603 1 003


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 11 Januari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Abdullah, drg

2. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM 3. Indra Basar Siregar, drg.,M. Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku kepala Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Indra Basar Siregar, drg.,M. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.

4. M. Zulkarnain, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Rudy Setiawan dan ibunda Fan Mirah atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan serta


(7)

segala bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada saudara-saudaraku Minar Intan dan Gunawan Wijaya Setiawan yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

6. Teman-teman terdekat penulis: Yoselinda’05, Yumira’06, Steffie’06, Nelly’06, Lenny’06, Dorinda’06, dan Amanda’06, telah banyak membantu penulis selama ini. Teman-teman lain yang memberikan dukungan pada penulis : Shella, Nora, Yemima’06, Fannie’06, Lydia’03 serta teman-teman stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini kurang sempurna, tetapi penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.

Medan, 11 Januari 2010 Penulis,

( Jupita Frantiska ) NIM : 060600023


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB 2 SINDROMA TREACHER COLLINS 2.1 Definisi ... 4

2.2 Etiologi ... 5

2.3 Patogenesis ... 6

2.4 Manifestasi Klinis ... 9

2.4.1 Tulang tengkorak ... 10

2.4.2 Hidung dan Jaringan Lunak Wajah ... 11

2.4.3 Mata ... 11

2.4.4 Telinga ... 12

2.4.5 Mandibula ... 13

2.4.6 Maksila ... 15

2.5 Diagnosa ... 16

BAB 3 PENATALAKSANAAN HIPOPLASIA MANDIBULA DAN ZIGOMA PADA PASIEN SINDROMA TREACHER COLLINS 3.1 Perawatan Emergensi ... 18

3.1.1 Penatalaksanaan jalan nafas ... 19

3.1.1.1 Trakeostomi ... 20

3.1.1.2 Adhesi lidah-bibir/ glosopeksi ... 23

3.1.2 Penatalaksanaan pemberian makan (feeding)... 24


(9)

3.2.1 Penatalaksanaan hipoplasia zigoma ... 26

3.2.2 Penatalaksanaan hipoplasia mandibula ... 28

3.2.2.1 Distraksi osteogenesis... 28

3.2.2.2 Bedah orthognatik ... 32

BAB 4 KESIMPULAN ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan………. 6

2 Dasar perkembangan anomali kraniofasial Sindroma Treacher Collins. ... 7

3A Perkembangan neuroepithelium pada pasien Sindroma Treacher Collins ... 9

3B Diagram alir patogenesis terjadinya Sindroma Treacher Collins... 9

4 Tulang tengkorak dengan defek kraniofasial pada pasien Sindroma Treacher Collins………. 10

5 CT Scan pada pasien Sindroma Treacher Collins tanpa tulang pipi…. 11 6A Mata yang miring ke bawah pada Sindroma Treacher Collins……….. 12

6B Adanya koloboma pada kelopak mata bawah……… 12

7 Malformasi bentuk telinga luar……….. 13

8 Retrognasia pada pasien Sindroma Treacher Collins……….. 14

9 Bayi dengan posisi prone……….. 20

10A Insisi berbentuk ”X” pada pertengahan lekukan sternal dengan kartilago krikoid……… 22

10B Insisi berbentuk “+” pada dinding trakea anterior………. 22

10C Stoma berbentuk bintang……… 23

11 Adhesi lidah bibir……… 24


(11)

13A Bone graft kranial ketebalan penuh untuk rekonstruksi lengkung

zigoma dan lateral orbita rim……… 26 13B Bone graft diosteotomi agar sesuai dengan bentuk microplate………… 26 14A Gambaran radiografi lateral kanan pasien Sindroma Treacher Collins

yang berusia 18bulan menggunakan alat distraksi internal……… 31 14B Gambaran radiografi lateral kanan pasien menunjukkan pertambahan

panjang mandibula……….. 31

15 Tampilan frontal dan lateral preoperatif dan postoperatif pasien yang

mengalami Sindroma Treacher Collins………. . 32 16 Tampilan frontal dan lateral preoperatif dan postoperatif pasien

berumur 16 tahun dengan Sindroma Treacher Collins………. 33


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan genetik yang ditandai dengan adanya kelainan bentuk kraniofasial.1 Gambaran yang sangat umum dari Sindroma Treacher Collins yaitu kelopak mata yang miring ke bawah (89% dari kasus), hipoplasia tulang zigoma (81 % dari kasus) dan mandibula (78% dari kasus).2

Para peneliti memperkirakan bahwa Sindroma Treacher Collins dialami sekitar 1 dari setiap 50.000 kelahiran hidup. Sekitar 40% dari kasus Sindroma Treacher Collins diturunkan oleh orang tua, sementara 60% dari kasus Sindroma Treacher Collins timbul sebagai mutasi de novo.2,3,4,5,6 Prevalensi jenis kelamin pria dan wanita yang terkena Sindroma Treacher Collins adalah sama.5,6

Sindrom ini diberi nama Sindroma Treacher Collins setelah dokter spesialis mata terkemuka Inggris Edward Treacher Collins (1862-1932), yang menggambarkan ciri-ciri penting sindrom ini dalam sebuah makalah pada tahun 1900.1,3,4,6 Di benua Eropa, nama yang lebih umum untuk kondisi ini adalah Sindroma Franceschetti-Zwahlen-Klein, didasarkan pada studi yang ekstensif terhadap disostosis mandibulofasial yang diterbitkan oleh dokter spesialis mata Franceschetti dari Swiss dan dokter spesialis genetika Klein (1949).3,4,6 Sedangkan Van der Meulen menggolongkan kondisi ini sebagai displasia zigoauromandibular.3

Salah satu penyebab terjadinya Sindroma Treacher Collins adalah adanya mutasi gen TCOF1, pada kromosom 5q32-q33.1. Gen ini mengkode protein yang disebut treacle dan telah dihipotesis berperan dalam penyortiran protein selama tahap


(13)

tertentu dalam perkembangan embrio, terutama pada struktur kepala dan wajah. Kelainan ini diturunkan dalam pola autosomal dominan.1,2,3,5,7,8 Apabila terdapat riwayat keluarga, diagnosa dapat ditegakkan dengan mudah berdasarkan evaluasi klinis dan dapat dikonfirmasikan dengan studi genetik.6,9 Untuk mendiagnosa bayi dalam kandungan dapat digunakan alat ultrasonografi.2

Untuk mencegah anomali sindroma ini, telah dilakukan percobaan pada model hewan dengan menghambat fungsi p53. Namun, p53 berperan penting dalam fungsi seluler dan penekanan fungsi p53 secara total sangat beresiko. Karena itu, dilakukan penghambatan p53 secara genetik dan khemis untuk menekan apoptosis neuroepithelial yang dikaitkan dengan Sindroma Treacher Collins sehingga dapat mencegah patogenesis anomali kraniofasial dari sindroma tersebut.2,10

Penatalaksanaan pasien dengan Sindroma Treacher Collins memerlukan perawatan multidisiplin dari sejak ia lahir dan sepanjang hidupnya untuk meminimalkan atau mengkoreksi masalah fungsional dan cacat kraniofasial.2,3 Perawatan emergensi umumnya ditujukan untuk mengatasi masalah pernafasan yang mungkin diakibatkan mikrognasia dan obstruksi hipofaring oleh lidah pada bayi baru lahir dengan Sindroma Treacher Collins. Selain itu, apabila bayi mengalami kesulitan menelan, perlu dilakukan pemberian makan dengan gavage atau tube gastrostomi. Sedangkan perawatan definitif dilakukan setelah pasien selesai masa pertumbuhannya. Keseluruhan rencana perawatan Sindroma Treacher Collins harus berorientasi sesuai masalah, namun cukup fleksibel untuk memenuhi keinginan serta kebutuhan pasien dan orang tua pasien.1,2,3,6


(14)

Didalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai Sindroma Treacher Collins sendiri serta cara penatalaksanaan pasien Sindroma Treacher Collins dengan hipoplasia mandibula dan zigoma.


(15)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Jupita Frantiska

Penatalaksanaan Hipoplasia Mandibula dan Zigoma pada Pasien Sindroma Treacher Collins.

ix + 40 halaman

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan genetik yang jarang dijumpai dan ditandai dengan adanya cacat kraniofasial. Etiologi sindroma ini disebabkan oleh faktor keturunan (autosomal dominan) atau karena adanya mutasi gen. Deformasi yang terjadi pada sindroma ini sangat kompleks, sehingga menimbulkan kecacatan yang parah. Ciri khas dari penderita sindroma ini dapat dilihat jelas dari penampilan wajahnya, terdapat koloboma pada kelopak mata bawah, absen tulang malar dan mikrogenia. Kelainan yang berhubungan dengan rongga mulut seperti masalah gigi-geligi yang mengalami maloklusi parah, gigitan terbuka anterior, lidah protrusi dan palatum yang tinggi. Tingkat malformasi yang ada sejak lahir dinyatakan relatif stabil dan tidak progresif seiring pertambahan usia.

Perawatan pasien sindroma ini perlu memperhatikan berbagai aspek, misalnya kerja-sama antar tim dokter spesialis, usia penderita, jenis kelamin, keadaan penderita dan gigi geliginya. Kerja-sama antar tim dokter spesialis penting untuk menentukan rencana perawatan yang tepat, dimana perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap individu. Perawatan terhadap kondisi ini merupakan perawatan terhadap simptom yang muncul, bersifat jangka panjang dan memerlukan


(16)

pendekatan yang multidisiplin. Keberhasilan perawatan tergantung pada kerja-sama antar tim dokter spesialis, rencana perawatan yang tepat dan keadaan dan kooperatif pasien.


(17)

BAB 2

SINDROMA TREACHER COLLINS

Sindroma Treacher Collins, yang dikenal sebagai disostosis mandibulofasial dan Sindroma Franceschetti-Zwahlen-Klein, merupakan kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal dominan dan biasanya terjadi secara bilateral. Karakterisitik dari Sindroma Treacher Collins meliputi hipoplasia tulang wajah, terutama mandibula dan tulang zigoma, celah palatum, fisur palpebra yang miring ke bawah dengan koloboma pada kelopak mata bawah dan kelainan bentuk telinga bagian luar.1,2,3,4 Gejala yang ditimbulkan bervariasi dari ringan sampai parah. Pada pasien dengan dismorfologi kraniofasial yang parah dapat terdeteksi sebelum kelahiran dengan USG, sedangkan pasien dengan dismorfologi kraniofasial yang ringan, mungkin terdiagnosis pada saat lahir.3,6

2.1 Definisi

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan yang timbul akibat penyimpangan dalam perkembangan struktur wajah selama morfogenesis histodiferensiasi antara 20 hari dan minggu ke-12 IU.9,11 Walaupun pertama sekali dilaporkan oleh Thompson (1846), sindroma ini dikenal masyarakat karena Berry dan terutama Treacher Collins (1900), dokter mata Inggris, melaporkan 2 kasus dan mendeskripsikan komponen penting sindroma ini. Franceschetti dan Klein (1944) menulis revisi yang ekstensif tentang deskripsi kasus


(18)

dan mengemukakan istilah “disostosis mandibulofasial” yang dikenal dalam literatur.3,11

2.2 Etiologi

Sindroma Treacher Collins merupakan gangguan perkembangan kraniofasial yang disebabkan kelainan genetik. Kelainan genetik ini dapat terjadi karena diturunkan oleh orang tua ataupun mutasi baru.3,12

Pertama, terjadinya Sindroma Treacher Collins sebagai hasil dari mutasi de novo (60% dari kasus).2,3,4,10 Ini berarti bahwa kedua orang tua pasien menurunkan gen yang normal kepada anaknya dan terjadinya mutasi akibat perubahan salah satu gen.12,13

Kedua, jika salah satu dari orang tua menderita Sindroma Treacher Collins maka dapat diasumsikan bahwa penyebab terjadinya sindroma ini diperoleh dari gen orang tua yang diturunkan secara autosomal dominan kepada anaknya (40 % dari kasus).2,3,4,10,11 Terdapat probabilitas 50% bagi anak untuk menderita Sindroma Treacher Collins apabila salah satu dari orang tua memiliki gen abnormal pada kromosom autosomal.5,7,12,13 Namun, dapat terjadi hambatan secara klinis untuk mengetahui apakah orang tua pasien menderita sindroma ini. Karena orang tua pasien mungkin hanya mengalami gejala yang ringan sehingga tidak terdeteksi.12


(19)

Gambar 1. Kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan,T mewakili gen dominan, yang menyebabkan terjadinya Sindroma Treacher Collins; t mewakili gen resesif yang merupakan gen normal14

2.3 Patogenesis

Terjadinya Sindroma Treacher Collins disebabkan karena adanya mutasi dari gen TCOF1. Gen TCOF1 terpeta dalam kromosom band 5q31.3-33.3. Gen ini mengkode protein treacle, yang diperlukan dalam perkembangan kraniofasial yang normal.2,6 Mutasi tunggal pada gen ini mengakibatkan terminasi prematur dari produk protein (The Treacher Collins Syndrome Collaborative Group, 1996; Wise, 1997).6

Dixon (1996) meninjau gambaran klinis dan molekular Sindroma Treacher Collins, dari total 20 mutasi gen TCOF1, 2 diantaranya merupakan mutasi nonsense, 5 terjadi insersi, 11 terjadi delesi, dan 2 terjadi mutasi penyambungan. Keseluruhan mutasi diamati menyebabkan terminasi kodon yang prematur, sehingga terjadi


(20)

haploinsufisiensi dimana hal ini sebagai mekanisme molekular yang mendasari terjadinya sindroma ini. Menurut Dixon, selama perkembangan embrio, treacle dinyatakan berada pada level puncak dalam lengkung brakhial pertama dan kedua.6,9

Gambar 2. Dasar perkembangan anomali kraniofasial Sindroma Treacher Collins2 2A.Pewarnaan Skeletal pada embrio tipe liar, 2B. Pewarnaan Skeletal pada embrio yang terkena STC menunjukkan keparahan hipoplasia frontonasal, 2C. Terjadi migrasi neural-crest pada embrio tipe liar, 2D. Terjadi pengurangan populasi sel neural-neural-crest yang parah pada embrio yang terkena STC, 2E. Pewarnaan untuk melihat apoptosis pada embrio tipe liar menunjukkan rendahnya level kematian sel endogen, 2F. Pewarnaan untuk melihat apoptosis pada embrio yang terkena STC menunjukkan peningkatan tingkat kematian sel , 2G. Pewarnaan untuk melihat proliferasi embrio tipe liar, 2H. Pewarnaan untuk melihat proliferasi yang terkena STC menunjukkan penurunan proliferasi sel, 2I. Pewarnaan untuk melihat ribosom pada embrio tipe liar, 2J. Pewarnaan untuk melihat ribosom pada embrio yang terkena STC menunjukkan kekurangan biogenesis ribosom

Sel neural crest adalah populasi sel yang multipoten, stem dan progenitor, dibentuk dalam ektoderm neural pada batas dengan ektoderm non-neural sepanjang sumbu tubuh selama awal embriogenesis. Sel neural crest menjalani sebuah transisi ephitelial-mesenkimal dan di region kranial, sel-sel ini dideliminasi dari ektoderm neural dan bermigrasi ke jarak yang luas ke perifer wajah, menjadi tulang rawan, tulang, jaringan ikat dan jaringan saraf perifer di kepala. Kebanyakan kelainan


(21)

kraniofasial diperkirakan disebabkan oleh defek pada pembentukan, proliferasi, migrasi dan atau diferensiasi dari sel neural crest kranial (Gambar 2).2,10

Treacle merupakan protein yang sangat sederhana yang dikode oleh TCOF1 dan berperan dalam biogenesis ribosom serta mengatur kelangsungan hidup neuroepithelial dan proliferasi sel neural crest. Haploinsufisiensi TCOF1 mengurangi biogenesis ribosom yang diukur dengan produksi 28s subunit dalam neuroepithelial dan sel neural crest, dimana defisiensi biogenesis ribosom berhubungan dengan kurangnya proliferasi dalam sel neural crest dan sel neuroepithelial yang diamati pada mutan TCOF1. Akibat kekurangan biogenesis ribosom yang tidak dapat mengimbangi kebutuhan seluler dan metabolik dari populasi sel yang berproliferasi tinggi, menyebabkan terjadinya aktivasi p53. Stabilisasi p53 mengaktifkan banyak gen efektor proapoptotik, seperti Ccng1, Trp53inp1, Noxa, Perp dan Wig1, dalam neuroepithelium, yang secara kolektif bertanggungjawab terhadap tingginya tingkat kematian jaringa n tertentu yang diamati dalam patogenesis Sindroma Treacher Collins.2,10

Korelasi langsung antara stabilisasi nuklear protein p53, aktivasi transkripsi gen p53 dependent, dan induksi apoptosis neuroepithelial menunjukkan defisiensi yang diamati dalam migrasi sel neural crest pada Sindroma Treacher Collins. Dari percobaan yang dilakukan, diketahui penghambatan p53 secara genetik berhasil menghambat apoptosis neuroepithelial yang terjadi tanpa mengubah biogenesis ribosom yaitu dengan menghambat p53 secara genetik dan khemis, aktivitas Ccng1 diblok dan mengembalikan populasi migrasi sel neural crest dan mencegah


(22)

hipoplasia kraniofasial dan menghasilkan perkembangan kraniofasial yang normal setelah dilahirkan.2

Gambar 3. A. Gambar kiri menunjukkan perkembangan neuroepithelium yang normal, gambar tengah menunjukkan apoptosis neuroepithelium dan pengurangan pembentukan dan migrasi sel neural crest, gambar kanan menunjukkan penghambatan p53 dan migrasi sel neural crest yang normal, B. Diagram alir yang menunjukkan patogenesis terjadinya Sindroma Treacher Collins.2

2.4 Manifestasi Klinis

Wajah yang khas dari Sindroma Treacher Collins biasanya membuat diagnosa lebih mudah. Terdapat fisur palpebra yang miring ke bawah (antimongoloid), tulang malar yang tidak berkembang atau bahkan absen, mandibula yang retrusif dan retrogenia. 3,4,15,16,17


(23)

2.4.1 Tulang Tengkorak

Abnormalitas yang terjadi umumnya secara bilateral dan simetris.6 Panjang kranial anterior lebih pendek dengan kompensasi peningkatan panjang kranial posterior, dan panjang keseluruhan tulang tengkorak normal atau berkurang dibandingkan dengan kontrol. Prosesus mastoideus sering tidak memiliki rongga (unpneumatized) dan mungkin skrelotik.3,9,18 Basis kranial secara progresif mengalami pembengkokan (kyphotic) dan kalvaria umumnya normal. Sudut basis kranial tinggi, menyebabkan penyempitan anteroposterior dari ruang faring.3,6

Gambar 4. Tulang tengkorak dengan defek kraniofasial pada pasien Sindroma Treacher Collins20

Derajat ketidak berkembangan atau absennya tulang malar bervariasi dan cenderung cukup simetris. Hipoplasia tulang malar menyebabkan orbit menjadi dangkal dan berotasi secara inferolateral, menghasilkan bentuk oval. Selain tulang


(24)

malar dan arkus zigoma yang tidak berfusi, sinus paranasal juga mengalami hipoplasia.3,6,18,19

Gambar 5. CT Scan pada pasien Sindroma Treacher Collins tanpa tulang pipi20

2.4.2 Hidung dan Jaringan Lunak Wajah

Sudut frontonasal yang tinggi dan hipoplastik tulang malar dan ridge supraorbital membuat hidung tampak lebih menonjol. Lebar dasar hidung meningkat, tetapi hidung biasanya berukuran normal atau optimal.3,5,6 Sekitar 25% dari kasus, kulit berambut meluas turun ke pipi dari regio temporal.3,21,22,23 Kulit yang melapisi tulang malar yang hipoplastik sering tipis dengan jaringan subkutan yang minimal.3

2.4.3 Mata

Hampir seluruh pasien dilaporkan memiliki beberapa masalah okular dan adneksal.3 Pasien Sindroma Treacher Collins sering memiliki mata yang miring ke arah bawah, bulu mata yang jarang dan ada lekukan (notch) di kelopak mata bawah


(25)

yang disebut koloboma.11,18,24,25 Kemiringan antimongoloid pada celah palpebra dan ligamen lateral kanthus yang terletak inferior dan rudimenter hampir seragam. Koloboma sejati terjadi pada 25% kasus, dan koloboma pseudo muncul sekitar 50% kasus, dimana cenderung berada di sepertiga luar dari kelopak mata bawah. Yang umum terjadi adalah gangguan refraktif, dan jarang terjadi ambliopia.3

Gambar 6A. Mata yang miring ke bawah pada Sindroma Treacher Collins26 6B. Adanya koloboma pada kelopak mata bawah27

2.4.4 Telinga

Pada telinga luar (pinna) penderita Sindroma Treacher Collins dapat terjadi kelainan yang berbeda dalam bentuk, ukuran dan posisi.1,3,26 Pinna juga mungkin relatif normal dalam bentuk dan ukuran, diikuti kehadiran ada penonjolan kecil (tag) telinga dengan satu atau lebih.3 Dengan derajat kecacatan apapun, pinna cenderung terletak lebih anterior dan inferior dan tampak kusut.3,23

Cacat meatus auditorius eksternal berkisar dari menjadi paten hingga oklusi tulang yang komplit. Pada sebagian besar kasus, sangat sedikit terjadi stenosis jaringan lunak. 3


(26)

Telinga tengah hampir selalu hipoplastik dengan sebagian besar mempengaruhi rongga timpani bagian atas di atas membran timpani (attic).2,3 Rantai osikular sering abnormal dan keparahannya bervariasi, rantai sering berpindah secara anterolateral. Telinga dalam biasanya normal dengan beberapa pemendekan dan perpindahan anterior dari nervus fasialis yang desending.3,5,13,23

Gambar 7. Malformasi bentuk telinga luar21

2.4.5 Mandibula

Komponen mandibula sering mengalami hipoplasia, dengan bentuk cekung pada permukaan bawah bodi mandibula. Terjadi hipoplastik mandibula pada ramus ascending , bodi dan proyeksi dari dagu. Selain itu mandibula juga menunjukkan adanya hipoplasia kondilus dan koronoid sehingga secara klinis tampak sebagai dagu


(27)

yang retrusi.1,3,11,24,28 Notch antegonial yang ditandai muncul dengan sudut gonial yang tumpul dan kecenderungan dagu untuk berputar inferior.3,5,12 Ini memberikan mandibula tampak dibengkokkan. Pola pembengkokan ini berbeda dari yang tampak pada kondisi lain seperti penyakit Still’s, dan beberapa perbedaan telah diukur. Selain itu juga dijumpai abnormalitas perlekatan muskular dari pterigomasseter.3

Gambar 8. Retrognasia pada pasien Sindroma Treacher Collins29


(28)

2.4.6 Maksila

Maksila cenderung memiliki palatum yang melengkung tinggi atau celah palatum (30% kasus).3,11,21 Tinggi gigi posterior menjadi rendah dengan tingkat hiperproyeksi maksila. Pada beberapa kasus, hiperproyeksi tampak sangat nyata, dan menjadi sulit untuk memastikan apakah abnormalitas terletak pada maksila atau basis cranial.3

Choanal atresia mungkin terjadi, dimana keberadaannya menyebabkan masalah jalan nafas, terutama pada periode neonatal. Hubungan skeletal rahang biasanya Klas II dengan gigitan terbuka anterior.3,4,23,24 Gigi biasanya berkembang dengan normal dan mempunyai ukuran normal. Namun, mandibula yang mempunyai lengkung sempit dan berbentuk abnormal sering mengakibatkan gigi berjejal yang parah.3

Derajat malformasi yang terlihat sewaktu bayi dilahirkan dengan Sindroma Treacher Collins diyakinkan relatif stabil dan tidak progresif seiring usia. Robert dkk (1975) meninjau berturut-turut radiografi sefalometri dari pasien Sindroma Treacher Collins dan mendokumentasikan stabilitas batas inferior mandibula dari waktu ke waktu. Garner (1967) melaporkan penemuannya terhadap analisis sefalometri 3 pasien dengan variasi umur yang dikonfirmasikan menderita Sindroma Treacher Collins. Dia mendokumentasikan deformasi yang relatif stabil yang diobservasi pada umur yang bervariasi. Tidak ada bukti pasti yang mengkonfirmasi secara signifikan bahwa dismorfologi Sindroma Treacher Collins makin memburuk dengan pertumbuhan wajah.5


(29)

Diagnosa Sindroma Treacher Collins ini dibuat berdasarkan gambaran klinis karena karakteritiknya yang khas dengan mata yang miring ke bawah, abnormalitas telinga dan rahang bawah yang kecil dan pemeriksaan radiografi seperti Computerized tomography (CTscan) dapat digunakan untuk menentukan derajat ketidakberkembangan struktur tulang wajah.30

Ada banyak sindroma yang penampilan wajahnya menyerupai Sindroma Treacher Collins. Pemeriksaan fisik yang lengkap terhadap sistem tubuh yang lain dapat membantu menegakkan diagnosis Sindroma Treacher Collins. Sindroma Treacher Collins dapat dibedakan dari Sindroma Nager dan Sindroma Miller jika tidak ada abnormalitas pada tangan atau lengan. Dengan keterlibatan wajahnya bilateral (mengenai kedua sisi wajah) dan spinal column normal, Sindroma Treacher Collins dapat dibedakan dari kondisi Oculoauriculovertebral (OAV) seperti Sindroma Goldenhar.30

Jika terdapat beberapa orang dalam sebuah keluarga mengalami Sindroma Treacher Collins, studi hubungan (linkage) genetik dapat dilakukan. Studi hubungan ini memerlukan sampel darah dari berbagai anggota keluarga, yang terkena dan yang tidak terkena.30 Ditandai pada gen TCOF1 dan dianalisa serta dibandingkan untuk menentukan terjemahan gen yang dibagi kepada anggota keluarga yang terkena. Gen yang menyebabkan terjadinya Sindroma Treacher Collins ada pada semua anggota keluarga yang terkena, dan absen pada semua anggota yang tidak terkena. Studi hubungan dapat dilakukan pada bayi belum lahir untuk menentukan apakah bayi mewarisi gen yang menyebabkan sindroma tersebut. Ultrasonografi prenatal dapat digunakan untuk melihat gambaran fasial dari sindroma ini. Adapun beberapa


(30)

laporan tentang diagnosa prenatal dengan ultrasonografi saja, bayi dengan manifestasi ringan dapat terlihat normal. Deteksi tergantung pada keterampilan dokter yang melakukan ultrasonografi dan pengalamannya terhadap gambaran Sindroma Treacher Collins.30


(31)

BAB 3

PENATALAKSANAAN HIPOPLASIA MANDIBULA DAN ZIGOMA PADA PASIEN SINDROMA TREACHER COLLINS

Karena terdapat banyak anomali kraniofasial, penatalaksanaan pasien Sindroma Treacher Collins serta orang tua pasien harus memiliki tujuan yang spesifik dan bertujuan untuk memaksimalkan potensi anak. Keseluruhan rencana perawatan Sindroma Treacher Collins harus berorientasi sesuai masalah, namun cukup fleksibel untuk memenuhi keinginan serta kebutuhan pasien dan orang tua pasien. Perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap individu, dimana perawatan terhadap kondisi ini merupakan perawatan terhadap simptom yang muncul, bersifat jangka panjang dan memerlukan pendekatan yang multidisiplin.3,6 Karena hipoplasia mandibula dan zigoma merupakan kasus yang sering dijumpai pada Sindroma Treacher Collins, maka akan dibahas penatalaksanaannya berikut ini.

3.1 Perawatan Emergensi

Pada bayi yang baru lahir dengan Sindroma Treacher Collins, perlu segera diperhatikan jalan nafas dan kemampuan menelan.3,6,12 Hambatan jalan nafas dapat terjadi akibat dari dua faktor. Pertama adalah hipoplasia maksila, yang cenderung mengkonstriksikan jalan lintasan nasal dan menyebabkan derajat penyempitan koana (choanal stenosis). Kedua adalah mandibula yang mikrognasia dan lidah yang retroposisi akan mengobstruksi ruang orofaring dan hipofaring. Tergantung pada


(32)

keparahan deformasi, kesulitan jalan nafas dapat timbul dan diperlukan posisi bayi yang khusus dan rawat inap di rumah sakit dengan monitor denyut oksimeter.3,6,23

Pada bayi dengan manifestasi parah dimana inadekuat jalan nafas merupakan gambaran yang menonjol setelah dilahirkan, maka dilakukan trakeostomi. Alternatif lain jika anak tidak dapat memperoleh oksigen secara adekuat yaitu dengan memanjangkan mandibula sehingga lidah dan struktur dasar mulut dapat diposisikan anterior .3,6,7,23

Tingkat malformasi muskuloskeletal pada Sindroma Treacher Collins juga mengakibatkan kesulitan menelan cairan dengan efektif dan memperoleh nutrisi yang adekuat.Diperlukan pemberian makan dengan bantuan gavage, atau yang ekstrem dengan penempatan tube gastrostomi untuk memastikan asupan jumlah kalori dan hidrasi yang adekuat. 3,12,13

3.1.1 Penatalaksanaan jalan nafas

Obstruksi yang ringan umumnya dapat ditangani dengan cara yang sangat konservatif yaitu dengan perubahan posisi. Obstruksi ini disebabkan mandibula yang kecil dan ukuran lidah yang normal. Dengan meletakkan bayi dalam posisi prone, yakni wajah menghadap ke bawah, gravitasi menarik lidah ke depan dan menghasilkan jalan nafas yang lebih lebar.31


(33)

Gambar 9. Bayi dengan posisi prone32

Penatalaksanaan obstruksi jalan nafas yang sedang sampai parah dapat dilakukan dengan trakeostomi dan glosopeksi. Diindikasikan ketika kesulitan bernafas tetap terjadi walaupun telah dilakukan perubahan posisi.31

3.1.1.1 Trakeostomi

Trakeostomi masih merupakan penatalaksanaan standar dalam menangani sumbatan jalan nafas yang parah.Tube trakeostomi secara efektif melewati obstruksi di faring dan hipofaring. Ketika obstruksi jalan nafas bayi telah diselesaikan, tube trakeostomi dapat disingkirkan. Sayangnya, tube trakeostomi memerlukan pemantauan yang ketat. Jika tube ini terjadi penyumbatan atau lepas, pasien dapat mengalami penahanan respiratori akut (acute respiratory arrest).6,33


(34)

Trakeostomi neonatal berhubungan secara signifikan terhadap morbilitas dan mortalitas, termasuk terhambatnya proses berbicara, penyumbatan oleh lendir, pelepasan tube trakeostomi atau trakeomalasia. Neonatal yang telah melakukan trakeostomi memerlukan monitoring 24 jam, memberikan beban yang besar kepada pengasuh. Insiden yang berkaitan dengan komplikasi trakeostomi dilaporkan 19 sampai 49% dan mortalitas terkait 2 sampai 8.5% .31 Jika trakeostomi dilakukan sebagai penatalaksanaan kegawat daruratan jalan nafas, distraksi mandibula dapat dilakukan pada bayi untuk mempercepat dekanulasi. 6

Trakeostomi Starplasti adalah teknik baru berdasarkan geometri tiga dimensi dari Z-plasti.34 Prosedur Starplasti adalah teknik secara langsung yang mudah dilihat, terutama bagi ahli bedah yang sering melakukan trakeostomi. Dari insisi sampai selesai, prosedur ini biasanya memerlukan waktu sekitar 30 menit. Jaringan harus ditangani dengan lembut, dengan memperhatikan hemostasis, mengontrol bidang jaringan dan melakukan penjahitan yang akurat. Lampu penerangan diperlukan, dan penggunaan lup bedah sangat membantu, terutama pada anak kecil.35


(35)

Gambar 10A. Insisi berbentuk ”X” pada pertengahan lekukan sternal dengan kartilago krikoid34

Gambar 10B. Setelah pembuangan lemak subkutan dan diseksi ke trakea, insisi berbentuk “+” pada dinding trakea anterior. Ujung flap trakea (panah warna putih) dijahitkan pada flap kulit34


(36)

Gambar 10C. Stoma berbentuk bintang34

3.1.1.2 Adhesi lidah-bibir/ Glosopeksi

Pada obstruksi minor dapat dikoreksi dengan pertimbangan adhesi lidah-bibir. Pembedahan adhesi dilakukan antara lidah, bibir dan anterior mandibula.6

Adhesi lidah-bibir diawali oleh Douglas tahun 1946. Insisi transversal dibuat pada permukaan ventral lidah dan permukaan lingual dari bibir bawah. Harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari bukaan kelenjar sublingual. Dilakukan penjahitan pada permukaan tersebut, tambahan jahitan retensi ditempatkan dari dasar lidah tepat di atas epiglotitis ke permukaan anterior dagu, biasanya melalui kancing untuk mencegah erosi pada permukaan lidah dan kulit. Adhesi sementara ini dilakukan untuk memperbaiki kesulitan bernafas sampai selesai dilakukan distraksi osteogenesis.33,36


(37)

Tingkat keberhasilan lidah-bibir adhesi dalam menghilangkan obstruksi jalan napas dilaporkan kira-kira 33% hingga 83%. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah terbukanya adhesi. Polisomnografi pasca operasi menunjukkan adanya perbaikan obstructive apnea. Diperlukan pemeriksaan jangka panjang dan tindak lanjut pasien yang menunjukkan perlunya prosedur sekunder pada kebanyakan obstruksi berulang dan kesulitan menelan.33

Gambar 11. Adhesi lidah bibir36

3.1.2 Penatalaksanaan pemberian makan (feeding)

Bayi dengan Sindroma Treacher Collins juga mengalami kesulitan dalam pemberian makan. Karena posisi mandibula yang abnormal, bayi dengan mandibula yang kecil biasanya sulit untuk mengkontraksikan otot orbikularis oris dan menekan


(38)

puting ibu. Pada beberapa kasus, adanya celah palatum menghambat produksi tekanan negatif untuk menghisap selama menyusui. Selain itu, adanya celah palatum menimbulkan hubungan yang luas antara kavitas oral dan nasal yang menimbulkan resiko tersedak dan masalah pemberian makan lainnya sehingga disarankan melakukan konsultasi dengan spesialis. Pada beberapa kasus, seperti diinstruksikan, seorang ibu dapat memberi makan dengan botol ketika bayi dalam posisi setengah duduk. Pada pasien dengan keluhan yang lebih parah, diperlukan pemberian makan secara temporer dengan gavage atau feeding tube. Jika tidak adanya peningkatan selama berbulan-bulan, bayi memerlukan tube gastrotomi. Setelah anak mengembangkan kemampuan untuk makan secara oral, tube tersebut dapat disingkirkan.33

Gambar 12. Feeding tube

3.2 Perawatan definitif

Perawatan definitif terhadap deformasi kraniofasial umumnya ditunda sampai pasien berumur 16 atau 18 tahun, dimana pertumbuhannya telah stabil.3,6,22 Berikut


(39)

ini akan dibahas tentang perawatan definitif terhadap hipoplasia zigoma dan mandibula dengan rekonstruksi malar dan bedah orthognatik.

3.2.1 Penatalaksanaan hipoplasia tulang zigoma

Rekonstruksi zigoma dapat dilakukan sekitar usia 8 tahun. Rekonstruksi pada usia awal tidak memperoleh keuntungan dan sosial, psikologi dan perkembangan pendidikan anak merupakan hal penting dalam menentukan waktu untuk melakukan rekonstruksi zigoma. Metode yang lebih disukai untuk rekonstruksi malar adalah penggunaan outer table calvarial bone graft yang difiksasi pada tempatnya dengan sekrup, plat atau keduanya.3

Gambar 13 A. Bone graft kranial ketebalan penuh untuk rekonstruksi lengkung zigoma dan lateral orbita rim37

13 B. Bone graft diosteotomi agar sesuai dengan bentuk microplate37

Perencanaan pembedahan difasilitasi oleh penggunaan CT Scan tiga dimensi untuk merekonstruksi. Model stereolithoraphic juga mungkin berguna. CT Scan memberikan informasi tentang deformasi celah palatum dan juga tentang ketebalan calvarium di area donor. Jika tulang tampak terlalu tipis untuk memperoleh outer table calvarial bone graft, dapat dilakukan kraniotomi, dan tulang tersebut dapat


(40)

dibagi di meja samping. Tempat donor dipilih untuk ketebalan dan kurvatura, CT Scan tiga dimensi dapat memfasilitasi perencanaan ini. Jika satu lapisan tulang calvarial tidak cukup tebal sesuai yang dikehendaki untuk mengkontour dalam rekonstruksi zigoma, maka dapat dilapisi dan difiksasi dengan menggunakan sekrup, plat atau keduanya. 3

Insisi kulit bikoronal dilakukan pada tempat donor dan area yang akan direkonstruksi. Jika defisiensi zigoma melibatkan komponen anterior, kelopak mata bawah, infraorbital, diperlukan insisi transconjunctival. Pemilihan insisi tergantung pada perluasan dan bentuk deformasi kelopak mata.3

Rekonstruksi tulang zigoma dengan kombinasi dari graft onlay dan inlay untuk memproduksi kontur tulang normal. Sejumlah kecil overkoreksi diperlukan untuk mengkompensasi apabila terdapat resorpsi dan jaringan lunak yang tipis. Pada beberapa kasus jaringan lunak dapat diaugmentasi dengan penggunaan flap dua sisi perikranial yang dilipat dan dilapisi di atas bone graft.3

Pada beberapa kasus rekonstruksi malar awal perlu dilakukan osteotomi malar untuk mengoptimalkan posisi mereka. Untuk melakukan osteotomi malar konvensional, perlu ditunda sampai selesai pertumbuhan. Jika diperlukan reoperasi, perlu dinilai jumlah tulang sebelum operasi dengan CT Scan tiga dimensi karena memerlukan bone graft lebih lanjut.3

Strategi lain untuk merekonstruksi malar meliputi rib grafts, dimana, walaupun lebih mudah untuk dimanipulasi dan dikontour dibandingkan tulang cranial, cenderung mudah resorpsi dan memerlukan area donor yang jauh. 3


(41)

Pada beberapa kasus dimana rekonstruksi malar dilakukan secara bersamaan dengan pembedahan ramus mandibula, ada resiko terjadinya ankilosis. Resiko ini meningkat apabila digunakan fiksasi intermaksila. Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya kedua prosedur dilakukan terpisah.3

Beberapa spesialis menggunakan bahan alloplastik untuk merekonstruksi malar. Teknik ini sering menghasilkan bentuk dan kontur yang sangat baik, namun dapat menimbulan resiko infeksi seumur hidup. Walaupun tidak sering, infeksi ini dapat menghasilkan jaringan parut dan kerusakan yang signifikan karena sifat dasar hipoplastik jaringan sehingga lebih disukai rekonstruksi secara autologous. 3

3.2.2 Penatalaksanaan hipoplasia mandibula

Setelah selesai pertumbuhan, dilakukan perawatan definitif bedah orthognatik. Rencana ini harus mengikuti urutan konvensional dan harus didahului perawatan ortodonti yang diperlukan. Penatalaksanaan hipoplasia mandibula dapat berupa distraksi osteogenesis dan bedah orthognatik.

3.2.2.1 Distraksi Osteogenesis

Distraksi dapat dilakukan pada bayi baru lahir untuk mencegah trakeostomi atau dapat dilakukan kemudian untuk menyingkirkan tube trakeostomi dan distraksi osteogenesis awal harus disediakan untuk pasien yang memiliki hambatan jalan nafas yang parah (misalnya pada pasien yang tergantung pada trakeostomi atau mengalami sleep apnea yang sedang sampai parah). Pada kasus tersebut, distraksi mandibula secara bilateral dapat menyelamatkan hidup jika ia dapat menyebabkan dekanulasi. Bagaimanapun, jika tidak digunakan alat distraksi intraoral, teknik ini dapat


(42)

menyebabkan jaringan parut pada kulit. Benih gigi yang sedang berkembang dan bundel neurovaskular inferior gigi juga mempunyai resiko. Makin muda dan makin kecil mandibula, makin membutuhkan teknik dalam melakukan prosedur ini, dan makin besar resiko terjadi komplikasi. Jika distraksi dilakukan dalam periode sebelum selesainya pertumbuhan, mungkin diperlukan pembedahan mandibula selanjutnya. 3

Untuk memperoleh kesuksesan perawatan, diperlukan kooperasi dan komitmen yang tinggi dari pasien dan orang tua. Alat distraksi ini diputar setiap hari, dijaga tetap bersih untuk mencegah infeksi dan dilindungi dari trauma. Prosedur harus direncanakan secara hati-hati, dengan memperhitungkan jumlah pemanjangan, tempat pemanjangan (misalnya pada ramus, badan mandibula atau kombinasi), dan oklusi akhir yang diinginkan. Desain dari alat distraksi dan tempat pemanjangan yang diinginkan menentukan tempat ideal untuk peletakan pin dan tempat serta sudut potongan kortikotomi. Perencanaan ini dilakukan mengikuti pemeriksaan klinis dan radiografi, dan perawatan ortodonti juga bermanfaat dilaksanakan pada tahap ini.3

Prosedur bedah dilakukan di bawah anestesi umum. Permukaan medial dan lateral mandibula diekspos secara transoral dan melindungi bundel neurovaskular inferior. Potongan kortikotomi ditandai dan diletakkan pin superior untuk alat distraksi secara transkutan. Titik entri kulit untuk pin superior harus caudal terhadap titik entri tulang untuk meminimalkan jaringan parut. Setelah kortikotomi, border posterior dari mandibula perlu diberikan perhatian khusus. Pin bawah dimasukkan dan sekali lagi menarik kulit, dimana kali ini dalam arah kranial. Luka intraoral ditutup dengan jahitan resorbable. Dalam periode postoperatif, dimulai dengan


(43)

pemberian makanan cair dan distraksi dimulai pada hari ke-5. Distraksi 1mm per hari merupakan jumlah yang dapat diterima. Pasien harus meneruskan makanan semisolid dan alat distraksi dilepas 3 sampai 4 minggu setelah selesai didistraksi. Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah 3 hari distraksi untuk memastikan distraksi yang tepat dan tidak ada yang menggantung di kortikotomi. Jika ada yang menggantung, kortikotomi kembali dilakukan di bawah anestesi umum untuk membantu distraksi yang telah direncanakan.3

Mengingat distraksi osteogenesis menambah massa jaringan keras, jaringan lunak di sekeliling termasuk otot terutama diregangkan, tetapi otot dapat beradaptasi pada waktunya. Karena kualitas jaringan lunak di sekitarnya memainkan peranan penting dalam perkembangan tulang wajah, pengaruh terhadap struktur jaringan lunak oleh distraksi osteogenesis harus mengarah pada hasil estetis dan fungsional jangka panjang. Selain bedah, ortodonti dan fisioterapeutik mengupayakan berbagai malformasi sindroma mandibula dengan problem yang berbeda, sehingga cukup sulit untuk memprediksikan hasil yang diperoleh pasien setelah perawatan jangka panjang. Terjadinya relaps tampaknya tidak terelakkan, karena overkoreksi tidak mampu mengkompensasi gangguan pertumbuhan sentral ataupun malfungsi muskular. Namun demikian, distraksi osteogenesis mandibula tidak hanya merupakan metode yang sangat berguna untuk mengatasi masalah pernafasan dan penelanan pada defisiensi mandibula yang parah pada usia awal, tetapi juga meningkatkan penampilan estetis.38


(44)

Gambar 14 A. Gambaran radiografi lateral kanan pasien Sindroma Treacher Collins yang berusia 18bulan menggunakan alat distraksi internal6

Gambar 14 B. Gambaran radiografi lateral kanan pasien yang sama (gambar 14A) menunjukkan pertambahan panjang mandibula6


(45)

Gambar 15 A.Tampilan frontal preoperatif menunjukkan pasien yang mengalami sindroma Treacher Collins, B. Tampilan frontal postoperatif dari pasien yang sama setelah osteotomi dan penempatan alat. Distraksi dimulai 5-7 hari setelah insersi alat dengan pengaktifan 1mm per hari, C. Pandangan lateral perioperatif pasien dengan trakeostomi menunjukkan mikrogenia retrognatik, D. Pandangan lateral postoperatif menunjukkan pemanjangan dalam arah vertikal dan horizontal. Setelah 5 minggu dilakukan distraksi, pasien akhirnya mampu lepas dari trakeostomi.39

3.2.2.2 Bedah orthognatik

Selain distraksi osteogenesis, osteotomi mandibular dapat dilakukan untuk memperpanjang rahang dan menyeimbangkan oklusi gigi. Tahap rekonstruksi ini adalah tahap yang paling invasif dan memberatkan fisik pasien. Prosedur tambahan seperti rhinoplasti dan genioplasti dapat dilakukan setelah osteotomi mayor.5 Tidak ada timbul kesulitan tambahan yang muncul selain perlunya melepas alat metal jika prosedur yang sama diulangi. Pada kasus ringan dapat digunakan osteotomi sagital split, namun tetap lebih disukai osteotomi inverted L.3

Keuntungan dari osteotomi inverted L ini adalah dapat memperpanjang mandibula atau memperluas mandibula ketika digunakan dengan tulang atau tulang sintetis untuk grafting, mengkoreksi prognatism mandibula atau asimetri, prosesus koronoid dan otot temporal tetap berada di posisi yang sebenarnya. Sedangkan kerugiannya yaitu prosedur ini membutuhkan cangkok tulang dengan tulang ataupun


(46)

tulang sintetis untuk memperpanjang ramus mandibula, proses penyembuhan membutuhkan waktu lebih lama. 3

Prosedur ini tidak mempengaruhi laju pertumbuhan, tetapi perubahan posisi dan orientasi dari segmen proksimal dapat mengubah vektor pertumbuhan rahang berikutnya. Diperkirakan prosedur ini dapat dilakukan kira-kira pada anak berusia di atas 12 tahun.3

Gambar 16 A. Tampilan frontal preoperatif pasien berumur 16 tahun dengan sindroma Treacher Collins. Tidak pernah dilakukan koreksi sebelumnya, B. Pandangan frontal postoperatif, C.Pandangan lateral preoperative pasien yang sama, D. Pandangan lateral postoperatif 1 tahun setelah dilakukan bedah orthognatik25


(47)

BAB 4 KESIMPULAN

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan yang diwariskan secara autosomal dominan yang timbul akibat penyimpangan dalam pengembangan struktur wajah selama morfogenesis histodiferensiasi antara 20 hari dan minggu ke-12 IU.9,11 Penyebab terjadinya Sindroma Treacher Collins dapat berupa mutasi de novo (60% dari kasus) atau diwariskan oleh orang tua kepada anaknya (40% dari kasus).2,3,4,10

Patogenesis terjadinya Sindroma Treacher Collins disebabkan karena adanya mutasi dari gen TCOF1. Gen TCOF1 terpeta dalam kromosom band 5q31.3-33.3. Gen ini mengkode protein treacle, yang diperlukan dalam perkembangan kraniofasial yang normal. Haploinsufisiensi TCOF1 mengurangi biogenesis ribosom, dimana defisiensi biogenesis ribosom berhubungan dengan kurangnya proliferasi dalam sel neural crest dan sel neuroepithelial yang diamati pada mutan TCOF1. Sebagai stabilisasi diaktifkan banyak gen efektor proapoptotik sehingga terjadi tingkat kematian jaringan yang tinggi yang diamati dalam patogenesis Sindroma Treacher Collins. 2,6,10

Manifestasi klinis Sindroma Treacher Collins dapat terjadi pada tulang tengkorak, hidung dan jaringan lunak wajah, mata, telinga, mandibula dan maksila. Gambaran yang sangat umum dari Sindroma Treacher Collins yaitu mata yang miring ke bawah (89% dari kasus), hipoplasia mandibula (78% dari kasus) dan tulang zigoma (81 % dari kasus).6,9 Diagnosa Sindroma Treacher Collins dapat berdasarkan karakteristik klinis, pemeriksaan radiografi dan studi genetik.2,30


(48)

Penatalaksanaan pasien dibagi menjadi perawatan emergensi dan perawatan definitif. Perawatan emergensi umumnya ditujukan untuk menangani jalan nafas bayi yang baru dilahirkan dengan Sindroma Treacher Collins, dimana karena adanya hipoplasia mandibula dan lidah yang retroposisi, menghambat jalan nafas bayi. Penatalaksanaan jalan nafas dapat dengan melakukan trakeostomi, pembedahan adhesi lidah-bibir, dan distraksi osteogenesis. Sedangkan perawatan definitif ditujukan untuk mengkoreksi cacat kraniofasial yang diderita pasien, biasanya dilakukan bedah orthognatik pada pasien yang telah selesai pertumbuhannya.3,5,6,10,12,13


(49)

DAFTAR RUJUKAN

1. Anonymous. Treacher Collins syndrome. <http://en.wikipedia.org/wiki/ Treacher_Collins_syndrome> (22 Agustus 2009).

2. Trainor PA, Dixon J, Dixson MJ. Treacher collins syndrome : etiology, pathogenesis and prevention. European Journal of Human Genetics 2009; 17: 275-83.

3. Koppel DA, Moos KF. Treacher Collins Syndrome . In : Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. Vol II. 2nd ed St. Louis : Churchill Livingstone Elsevier, 2007 : 947-59.

4. Junior HM, Colette RD, Miranda RT, et al. Orofacial features of treacher collins

syndrome. 2009.

5. Posnick JC, Ruiz DL. Treacher collins syndrome : current evaluation, treatment, and future directions. The Cleft Palate-Craniofacial Journal 2000; 37(5): 434. 6. Tolarova MM, Wong GB. Mandibulofasial dysostosis (treacher collins

syndrome). 2007.

Agustus 2009).

7. Avery GB. Neonatology pathophysiology and management of the newborn. 2nd Philadelphia : J.B. Lippincott Company, 1981 : 881.

8. Marks MW. Fundamental of plastic surgery. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1997 : 138, 152.


(50)

9. Belet N, Oztruk P, Belet U, et al. Treacher Collins Syndrome associated with foot deformity and genital anomalies. Ankara Üniversitesi Tıp Fakültesi Mecmuası 2006; 59:19-22.

10.Sakai D, Trainor PA. Unmasking the role of Tcof1/treacle. The International Journal of Biochemistry and Cell Biology 2009; 41 : 1229-32.

11.Magalhaes MHCG, Moreira CR, Paulo S. Clinical and imaging correlations of treacher Collins syndrome. Oral Surg Oral Med Oral Patholl Pral Radiol Endod 2007; 103 : 836-42

12.Johnson C. A guide to understanding treacher collins syndrome. <http://www.ccakids.com/Syndrome/TreacherCollins.pdf> (23 Agustus 2009) 13.Cleft Palate Foundation. Treacher collins syndrome.

<http://www.cleftline.org/publications/treacher_collins> (23 Agustus 2009) 14.Anonymous. TCS genetic. <http://www.treachercollins.co.uk/gene/genes.htm>

(20 September 2009)

15.Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial pathology. 2nd ed St. Louis : Mosby, 2004 : 39.

16.Arvedson JC, Brodsky L. Pediatric swallowing and feeding assessment and management. Delhi : A.IT.B.S. Publishers & Distributors, 1993 : 25.

17.Tunnessen WW . Signs and symptoms in pediatrics. Philadelphia : J.B. Lippincott Company, 1983 : 159, 193, 245.

18.Shafer WG, Hine MK, Leny BM. A textbook of oral pathology. 4th ed Canada : W.B.Sounders Company, 1983 : 681-2.


(51)

19.David DJ. Treacher collins syndrome. In: Plastic and reconstructive surgery. England : Bailliere Tindall, 1986 : 103-117.

20.Barton S. What is treacher collins syndrome.?. <http:// www.associatedcontent.com/image/482060/index.html?cat=25> (24 Oktober 2009)

21.International Archives of Otolaryngology. Treacher collins syndrome: review of the literature. <http://www.arquivosdeorl.org.br/conteudo/acervo_eng.asp?id= 492> (24 Oktober 2009)

22.Marszalek B, et al. Clinical features, treatment and genetic background of treacher collins syndrome. J Appl Genet 2002; 43(2) : 223-33.

23.Katsanis SH, Cutting GR. Treacher collins syndrome. <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=gene&part=tcs> (20 Oktober 2009)

24.Behrents RG, McNamara JA, Avery JK. Prenatal mandibulofacial dysostosis (treacher collins syndrome). Cleft Palate Journal 1997; 14(1) : 13-34.

25.Kliegman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed Philadelphia : Saunders Elsevier, 2007 : 1533-4.

26.Anonymous. Congenital craniofacial disorders: other craniofacial diagnoses. <http://www.chsd.org/body.cfm?id=555753> (24 Oktober 2009)

27.Anonymous. Notching of lower eyelid. <http://www.jisppd.com/ articles/2008/26/2/images/JIndianSocPedodPrevDent_2008_26_2_88_41625_5.jp


(52)

28.Sanders B. Pediatric oral and maxillofacial surgery. St. Louis : The C.V. Mosby Company, 1979 : 67.

29.El-Dawlatly AA, Alshimy A, Alhassan K. Difficult laryngoscopy made easy using wuscope-univent tube technique for treacher collin's syndrome . The Internet Journal of Anesthesiology 2003; 1 (7).

30.Gale T. Treacher collins syndrome.

<http://www.novelguide.com/a/discover/gegd_0002_0002_0/gegd_0002_0002_0 _00422.html> (26 Oktober 2009)

31.Thimmappa B, Hopkins E, Schendel SA. Management of micrognathia. American Academy of Pediatrics 2009; 10(10).

32.Stastny P. Back to sleep. <http://pennystastny.com/sids/back-to-sleep/> (4 November 2009)

33.Tolarova MM. Pierre robin malformation: treatment & medication. <http://emedicine.medscape.com/article/995706-treatment> (4 November 2009)

34.Eliashar R, Gross M, Attal P, Hocwald E,

Sichel JY. “Starplasty” prevents tracheostomy complications in infants. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2004; 68: 325-9.

35.Koltai JP. Starplasty: a new technique of pediatric tracheostomy. Archives of Otolaryngology - Head & Neck Surgery 1998; 124 (10) :1105-12.

36.Parsons RW, Smith DJ. A modified tongue lip adhesion for pierre robin anomalad. Cleft Palate Journal 1980. 17 (2). 144-7

37.Jackson TI, Malhotra G. Congenital syndromes. < http://emedicine.medscape.com/article/1280034-overview> (20 Oktober 2009)


(53)

38.Klein C. Importance of distraction osteogenesis for treacher collins syndrome and syndromic severe mandibular hypoplasia. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2005; 34 : 53-4.

39.International Craniofacial Institute. Treacher collins syndrome. <http://www.craniofacial.net/treacher_collins_syndrome.htm > (20 Oktober 2009)


(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Jupita Frantiska

Tempat/ Tanggal Lahir : Tanjung Balai / 17 Juli 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Veteran No 19 K, Medan Orangtua

Ayah : Rudy Setiawan Ibu : Fan Mirah

Alamat : Jl. Asahan No 106 , Tanjung Balai

Riwayat Pendidikan

1. 1993-1994 : TK Sisingamangaraja XII, Tanjung Balai 2. 1994-2000 : SD Sisingamangaraja XII, Tanjung Balai 3. 2000-2003 : SLTP Swasta Sutomo 1, Medan

4. 2003-2006 : SMA Swasta Sutomo 1, Medan


(1)

DAFTAR RUJUKAN

1. Anonymous. Treacher Collins syndrome. <http://en.wikipedia.org/wiki/ Treacher_Collins_syndrome> (22 Agustus 2009).

2. Trainor PA, Dixon J, Dixson MJ. Treacher collins syndrome : etiology, pathogenesis and prevention. European Journal of Human Genetics 2009; 17: 275-83.

3. Koppel DA, Moos KF. Treacher Collins Syndrome . In : Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. Vol II. 2nd ed St. Louis : Churchill Livingstone Elsevier, 2007 : 947-59.

4. Junior HM, Colette RD, Miranda RT, et al. Orofacial features of treacher collins

syndrome. 2009.

5. Posnick JC, Ruiz DL. Treacher collins syndrome : current evaluation, treatment, and future directions. The Cleft Palate-Craniofacial Journal 2000; 37(5): 434. 6. Tolarova MM, Wong GB. Mandibulofasial dysostosis (treacher collins

syndrome). 2007.

Agustus 2009).

7. Avery GB. Neonatology pathophysiology and management of the newborn. 2nd Philadelphia : J.B. Lippincott Company, 1981 : 881.

8. Marks MW. Fundamental of plastic surgery. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1997 : 138, 152.


(2)

9. Belet N, Oztruk P, Belet U, et al. Treacher Collins Syndrome associated with foot deformity and genital anomalies. Ankara Üniversitesi Tıp Fakültesi Mecmuası 2006; 59:19-22.

10. Sakai D, Trainor PA. Unmasking the role of Tcof1/treacle. The International Journal of Biochemistry and Cell Biology 2009; 41 : 1229-32.

11. Magalhaes MHCG, Moreira CR, Paulo S. Clinical and imaging correlations of treacher Collins syndrome. Oral Surg Oral Med Oral Patholl Pral Radiol Endod 2007; 103 : 836-42

12. Johnson C. A guide to understanding treacher collins syndrome. <http://www.ccakids.com/Syndrome/TreacherCollins.pdf> (23 Agustus 2009) 13. Cleft Palate Foundation. Treacher collins syndrome.

<http://www.cleftline.org/publications/treacher_collins> (23 Agustus 2009) 14. Anonymous. TCS genetic. <http://www.treachercollins.co.uk/gene/genes.htm>

(20 September 2009)

15. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial pathology. 2nd ed St. Louis : Mosby, 2004 : 39.

16. Arvedson JC, Brodsky L. Pediatric swallowing and feeding assessment and management. Delhi : A.IT.B.S. Publishers & Distributors, 1993 : 25.

17. Tunnessen WW . Signs and symptoms in pediatrics. Philadelphia : J.B. Lippincott Company, 1983 : 159, 193, 245.

18. Shafer WG, Hine MK, Leny BM. A textbook of oral pathology. 4th ed Canada : W.B.Sounders Company, 1983 : 681-2.


(3)

19. David DJ. Treacher collins syndrome. In: Plastic and reconstructive surgery. England : Bailliere Tindall, 1986 : 103-117.

20. Barton S. What is treacher collins syndrome.?. <http:// www.associatedcontent.com/image/482060/index.html?cat=25> (24 Oktober 2009)

21. International Archives of Otolaryngology. Treacher collins syndrome: review of the literature. <http://www.arquivosdeorl.org.br/conteudo/acervo_eng.asp?id= 492> (24 Oktober 2009)

22. Marszalek B, et al. Clinical features, treatment and genetic background of treacher collins syndrome. J Appl Genet 2002; 43(2) : 223-33.

23. Katsanis SH, Cutting GR. Treacher collins syndrome. <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=gene&part=tcs> (20 Oktober 2009)

24. Behrents RG, McNamara JA, Avery JK. Prenatal mandibulofacial dysostosis (treacher collins syndrome). Cleft Palate Journal 1997; 14(1) : 13-34.

25. Kliegman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed Philadelphia : Saunders Elsevier, 2007 : 1533-4.

26. Anonymous. Congenital craniofacial disorders: other craniofacial diagnoses. <http://www.chsd.org/body.cfm?id=555753> (24 Oktober 2009)

27. Anonymous. Notching of lower eyelid. <http://www.jisppd.com/ articles/2008/26/2/images/JIndianSocPedodPrevDent_2008_26_2_88_41625_5.jp


(4)

28. Sanders B. Pediatric oral and maxillofacial surgery. St. Louis : The C.V. Mosby Company, 1979 : 67.

29. El-Dawlatly AA, Alshimy A, Alhassan K. Difficult laryngoscopy made easy using wuscope-univent tube technique for treacher collin's syndrome . The Internet Journal of Anesthesiology 2003; 1 (7).

30. Gale T. Treacher collins syndrome.

<http://www.novelguide.com/a/discover/gegd_0002_0002_0/gegd_0002_0002_0 _00422.html> (26 Oktober 2009)

31. Thimmappa B, Hopkins E, Schendel SA. Management of micrognathia. American Academy of Pediatrics 2009; 10(10).

32. Stastny P. Back to sleep. <http://pennystastny.com/sids/back-to-sleep/> (4 November 2009)

33. Tolarova MM. Pierre robin malformation: treatment & medication. <http://emedicine.medscape.com/article/995706-treatment> (4 November 2009)

34. Eliashar R, Gross M, Attal P, Hocwald E, Sichel JY. “Starplasty” prevents tracheostomy complications in infants. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2004; 68: 325-9.

35. Koltai JP. Starplasty: a new technique of pediatric tracheostomy. Archives of Otolaryngology - Head & Neck Surgery 1998; 124 (10) :1105-12.

36. Parsons RW, Smith DJ. A modified tongue lip adhesion for pierre robin anomalad. Cleft Palate Journal 1980. 17 (2). 144-7


(5)

38. Klein C. Importance of distraction osteogenesis for treacher collins syndrome and syndromic severe mandibular hypoplasia. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2005; 34 : 53-4.

39. International Craniofacial Institute. Treacher collins syndrome. <http://www.craniofacial.net/treacher_collins_syndrome.htm > (20 Oktober 2009)


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Jupita Frantiska

Tempat/ Tanggal Lahir : Tanjung Balai / 17 Juli 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Veteran No 19 K, Medan Orangtua

Ayah : Rudy Setiawan Ibu : Fan Mirah

Alamat : Jl. Asahan No 106 , Tanjung Balai

Riwayat Pendidikan

1. 1993-1994 : TK Sisingamangaraja XII, Tanjung Balai 2. 1994-2000 : SD Sisingamangaraja XII, Tanjung Balai 3. 2000-2003 : SLTP Swasta Sutomo 1, Medan

4. 2003-2006 : SMA Swasta Sutomo 1, Medan