Bab IV Hasil Analisis dan Pembahasan

(1)

24

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Komponen Variabel Mutu Benih 1. Daya Kecambah

Daya berkecambah merupakan parameter yang dapat menggambarkan status kemampuan perkecambahan benih. Hasil sidik ragam daya berkecambah (Lampiran 2a) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan respon yang signifikan terhadap daya berkecambah benih bawang merah. Pada Tabel 3 berikut ini disajikan rerata daya berkecambah benih bawang merah yang telah diamati selama 1 minggu.

Tabel 3. Rerata daya berkecambah benih pada berbagai perlakuan

Perlakuan Daya Kecambah (%)

Kontrol 50.00 b

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 93.33 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 60.00 b ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 56.67 b ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 56.67 b ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 53.33 b EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 66.67 b EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 66.67 b EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 70.00 ab EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 73.33 ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa daya berkecambah benih paling tinggi yakni pada pemberian GA3 0,1 g/L, dengan lama perendaman 30 menit dengan daya kecambah benih sebesar 93 % , namun perlakuan GA3 0,1 g/L menunjukkan hasil yang non signifikan dengan ekstrak kecambah kacang hijau konsentrasi 200 g/L, dengan perendaman 15 dan 30 menit. Hal ini dikarenakan kandungan giberelin dalam GA3 sintetis lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan giberellin pada


(2)

25

organ tanaman. Adanya induksi giberellin sintetis tersebut mampu mengaktifkan senyawa dalam benih. Dalam hal ini giberelin memacu pertumbuhan sel, karena meningkatkan hidrolisis pati atau cadangan makanan lainnya, menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protease dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat-zat yang dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease di transpor ke embrio dan zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah.

Setelah perkecambahan terjadi , terutama akibat meningkatnya kelembapan , sel aleuron mengeluarkan sejumlah enzim hidrolisis (α-amilase) yang mencerna pati, protein,fitin, RNA, dan bahan dinding sel tertentu yang terdapat dalam sel endosprema (Salisbury dan Ross 1991). Kemampuan benih untuk berkecambah tergantung dari tersedianya energi dan senyawa-senyawa tersebut untuk sintesis sel-sel penyusun organ kecambah yang meliputi akar dan pucuk. Semakin tinggi ketersediaan senyawa tersebut, maka semakin tinggi pula kemampuan benih untuk berkecambah, berarti benih tersebut memiliki kemampuan perkecambahan tinggi.

Pada pemberian ekstrak rebung bambu konsentrasi 1000 g/L, 2000 g/L dengan lama perendaman 1 jam dan 2 jam dan ekstrak kecambah kacang hijau pada konsentrasi 100 g/L, 200 g/L dengan lama perendaman 15 dan 30 menit , cenderung tidak menunjukkan respon yang nyata. Hal ini dikarenakan kandungan giberellin dalam kedua organ tanaman tersebut belum mampu untuk mengaktifkan tunas bawang merah yang dorman. Menurut Carr (1972) dalam Gardner et al


(3)

berbeda-26

beda tetapi sumber terkaya dan mungkin tempat sintesisnya ditemukan pada buah,biji,tunas, daun muda dan ujung akar. Kandungan GA sangat bervariasi tergantung pada jenis jaringan dan tahap pertumbuhannya. Pada tunas bambu didapatkan kandungan giberellinsebesar 0,3 µg/kg ,dan kandungan giberelin dalam spesies Phaseolus sp mencapai 18 mg/kg (Pessarakli,2001).

Giberellin dalam ekstrak rebung dan ekstrak kecambah kacang hijau, pada proses perkecambahan konsentrasinya berkurang karena giberelin yang terikat dengan glukosa , juga digunakan untuk mengaktifkan enzim amilase dalam proses perkecambahan, seperti dinyatakan oleh Gardner et al (1991) bahwa pada saat perkecambahan, fitohormon giberelin menggiatkan aktifitas enzim hidrolitik , diantaranya enzim amilase.

Tunas dorman disebabkan oleh kandungan giberelin yang rendah dari normalnya dan respon terhadap giberellin eksogen seperti dinyatakan Anwarudin dkk (1996) dalam Silvina (2007) bahwa penggunaan hormon tumbuh eksogen hanya dapat berpengaruh terhadap fisiologi tanaman, jika kandungan hormon di dalam jaringan tanaman belum mencukupi sehingga menjadi faktor pembatas.

2. Index Vigor

Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Hasil analisis sidik ragam index vigor (Lampiran 2b) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan respon beda nyata


(4)

27

memberikan hasil vigor terbaik yakni pada pemberian GA3 0,1 g/Ldengan lama perendaman 30 menit, yakni sebesar 2,6157 dimana artinya setiap hari ada 2,6157 benih yang berkecambah. Pada perlakuan pemberian ekstrak rebung dan ekstrak kecambah kacang hijau pada berbagai konsentrasi dan lama perendaman tidak menunjukkan respon nyata pada hasil index vigor.

Tabel 4. Rerata index vigor pada berbagai perlakuan

Perlakuan Index Vigor (jumlah/hari)

Kontrol 0.9710 b

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 2.6157 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 1.6230 b ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 1.2080 b ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 1.1383 b ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 1.0357 b EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 1.3473 b EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 1.4650 b EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 1.5440 b EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 1.6700 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.

Hal ini disebabkan oleh adanya kinerja dalam benih yakni proses reaksi kimia selama perkecambahan, seperti adanya reaski enzim dan aktivitas respirasi.Adanya induksi giberelin sintetik dari luar, akan mendorong pembentukan RNA baru, cara kerjanya giberelin sintetik menginduksi enzim hodrolase, yang membuat cadangan makanan pada umbi dirombak menjadi energi untuk pertumbuhan tunas sehingga dormansi terpatahkan. Nilai index vigor berkaitan dengan jumlah benih yang berkecambah tiap hari (kecepatan berkecambah), semakin besar jumlah benih yang berkecambah setiap harinya, maka semakin besar pula nilai index vigornya.


(5)

28

Benih yang memiliki vigor yang baik akan menghasilkan semai normal jika ditumbuhkan pada kondisi yang optimum dan dikatakan memiliki kekuatan tumbuh. Benih yang memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi akan dapat menghasilkan tanaman yang tegar di lapangan meski kondisi lapangan atau lingkungan tempat tumbuh tidak optimum. Parameter kekuatan tumbuh benih dapat diungkapkan oleh tiga kelompok tolak ukur yaitu laju perkecambahan, keserempakan tumbuh dan vigor spesifik (Sadjad et al.1999) .

3. Koefisien Perkecambahan

Kecepatan berkecambah berhubungan erat dengan vigor benih, benih yang kecepatan berkecambahnya tinggi,tanaman yang dihasilkan cenderung lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Hasil analisis sidik ragam koefisien perkecambahan (Lampiran 2c) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan respon nyata terhadap nilai koefisien perkecambahan.

Tabel 5. Rerata koefisien perkecambahan pada berbagai perlakuan

Perlakuan Koefisien Perkecambahan

(%/hari)

Kontrol 18.216 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 22.071 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 22.504 a ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 19.797 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 19.070 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 20.532 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 18.947 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 20.100 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 19.705 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 20.570 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.


(6)

29

Nilai histogram koefisien perkecambahan, seperti tersaji pada Gambar 1 . Nilai koefisien perkecambahan yang cenderung tertinggi yakni pada pemberian ekstrak rebung 1000 g/L dengan lama perendaman 1 jam (P2) , yakni sebesar 22,504 % / hari . Nilai koefisien perkecambahan yang cenderung paling rendah yakni pada perlakuan kontrol sebesar 18,216 % /hari (P0) . Nilai kecepatan berkecambah tidak berkaitan dengan jumlah benih yang berkecambah,namun berkaitan dengan waktu. Semakin lama waktu yang dibutuhkan benih untuk berkecambah, maka akan memperkecil nilai koefisien berkecambah.

Gambar 1. Histogram Koefisien Perkecambahan Keterangan :

P0 = Kontrol

P1 = GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit

P2 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 1 jam P3 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 2 jam P4 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 1 jam P5 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 2 jam

P6 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 15 menit P7 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 30 menit P8 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 15 menit P9 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 30 menit

0 5 10 15 20 25

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

K

oe

fi

is

ie

n

pe

rkecam

bahan

(%

/

hari

)

Perlakuan


(7)

30

B. Komponen Variabel Pertumbuhan Tanaman

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan parameter yang sering diamati sebagai salah satu indikator pertumbuhan maupun sebagai indikator untuk pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diberikan. Hasil sidik ragam tinggi tanaman (Lampiran 3a), menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan respon nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah.

Tabel 6. Rerata tinggi tanaman pada minggu ke-7

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

Kontrol 28.289 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 28.322 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 27.089 a ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 31.633 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 29.833 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 27.833 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 32.478 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 30.067 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 32.011 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 28.411 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.

Pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap tinggi tanaman ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Grafik tinggi tanaman hingga minggu ke 7 setelah tanam

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

1 2 3 4 5 6 7

T ing g i T a na m a n (cm )

Minggu Setelah Tanam Tinggi Tanaman

Kontrol

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam EKH 100 g/L, perendaman 15 menit EKH 100 g/L , perendaman 30 menit EKH 200 g/L, perendaman 15 menit EKH 200 g/L, perendaman 30 menit


(8)

31

Pada Gambar 2 , tersaji grafik tinggi tanaman dari minggu ke 0 setelah tanam, hingga minggu ke 7 setelah tanam. Terlihat bahwa pada Gambar 2 tersebut, terjadi peningkatan yang signifikan di minggu ke 2 setelah tanam. Hingga pada minggu ke 6 dan ke 7 setelah tanam, laju pertumbuhan mengalami angka yang cenderung konstan. Pada Gambar 2, menunjukkan bahwa pada minggu terakhir pengamatan (minggu ke -7) perlakuan yang cenderung memberikan hasil tertinggi adalah ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L dengan lama perendaman 15 menit dengan tinggi tanaman 32,478 cm. Sedangkan perlakuan yang cenderung memberikan hasil terendah yakni pada ekstrak rebung bambu 1000 g/L, dengan lama perendaman 1 jam, dengan tinggi 27,089 cm. Hal ini dikarenakan efek dari giberelin terhadap tinggi tanaman yang berkaitan dengan fungsi giberelin yang berperan dalam pemanjangan dan pembelahan sel. Giberelin memacu pembentangan sel melalui stimulasi enzim dinding sel Xyloglucan

Endotranslycosylase (XET), yang memutuskan ikatan-ikatan pada molekul

pembentuk dinding sel, yakni hemiselulose yang menyebabkan perluasan dinding sel, dan hal ini yang menyebabkan tanaman bertambah tinggi , seperti yang dikemukakan oleh Dengler (2008) dalam (Sinay ,2011).

Selain itu juga karena terdapat senyawa lain, selain giberelin yang berperan meningkatkan tinggi tanaman. Kandungan senyawa dalam ekstrak kecambah kacang hijau selain giberelin , mengandung sejumlah senyawa seperti karbohidrat ,protein, Ca, P, Fe , kalium, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C sebagai sumber pertumbuhan (Amilah dan Astuti, 2006).


(9)

32

Sedangkan kandungan unsur hara penting dalam ekstrak rebung adalah P, K, dan Ca. Phospor berfungsi sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organis disamping itu fosfor mampu merangsang pembentukan bunga dan buah. Fungsi kalsium yaitu mengatur permeabilitas dari dinding – dinding sel serta garam-garam kalsium mampu mencegah derajat kemasaman air sel yang bekerja sebagai penyangga tanaman. Kalium berfungsi sebagai pembentuk jaringan-jaringan penyokong (penguat) daun dan tangkai, meningkatkan permeabilitas dinding sel, sebagai asimilasi zat arang, dan berfungsi sebagai persenyawaan adsortif di dalam zat-zat putih telur dalam cytoplasmaserta sebagai ion di dalam cairan sel (Rifai et al. 1979 dalam Maretza 2009).

2. Jumlah Daun

Banyaknya jumlah daun penting dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena bersangkutan dengan proses fotosintesis. Hasil sidik ragam jumlah daun (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan respon nyata terhadap jumlah daun.

Tabel 7. Rerata jumlah daun pada minggu ke-7

Perlakuan Jumlah daun (helai / tanaman)

Kontrol 35.222 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 35.556 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 35.333 a ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 36.556 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 36.889 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 36.889 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 37.000 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 40.444 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 43.000 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 41.556 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.


(10)

33

Pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap jumlah daun, di sajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik jumlah daun per tanaman hingga minggu ke 7 setelah tanam Pada Gambar 3 berikut, tersaji grafik jumlah daun dari minggu ke 0 setelah tanam, hingga minggu ke 7 setelah tanam. Terlihat bahwa pada grafik tersebut, jumlah daun mengalami peningkatan signifikan, seiring bertambahnya umur tanaman. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pada pengamatan pada minggu terakhir (minggu ke-7) jumlah daun terbanyak yakni pada pemberian ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, dengan lama perendaman 15 menit, dengan jumlah daun 43 helai. Sedangkan jumlah daun paling sedikit ditunjukkan pada perlakuan kontrol yakni sebesar 35,22 helai. Hal ini disebabkan oleh adanya induksi giberelin yang menstimulasi kinerja IAA. Selain itu karena adanya kandungan protein di dalam ekstrak kecambah kacang hijau, digunakan sebagai sumber N (nitrogen), yang berperan dalam penggunaan karbohidrat dan sintesis asam amino, yang berguna untuk membentukan klorofil. Hal ini sesuai dengan Lakitan (2008) yang menyatakan bahwa nitrogen dalam jaringan tanaman

0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7

Ju

m

lah

Dau

n

(

h

e

lai

)

Minggu Setelah Tanam

Jumlah Daun

KOntrol

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam ERB 2000 g/L,perendaman 1 jam ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam EKH 100 g/L, perendaman 15 menit EKH 100 g/L, perendaman 30 menit EKH 200 g/L , perendaman 15 menit EKH 200 g/L, perendaman 30 menit


(11)

34

merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino. Nitrogen merupakan unsur penyusun protein dan enzim, selain itu juga terkandung klorofil, hormone sitokinin, dan auksin, sebagai hasil kerja dari hormon giberelin.

Salisbury dan Ross (1995) dalam Annisah (2009) menyatakan kapasitas fotosintesis meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah daun pada tanaman. Fotosintat yang dihasilkan pada daun dan sel-sel fotosintetik lainnya diangkut ke organ atau jaringan lainnya agar dpat dimanfaatkan oleh jaringan lain tersebut untuk pertumbuhan atau cadangan makanan (Lakitan ,2007) dalam Nurhasanah (2012).

3. Jumlah Anakan

Anakan bawang merah merupakan pangkal dari sejumlah daun bawang merah. Hasil analisis sidik ragam jumlah anakan (Lampiran 3c) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan respon nyata terhadap jumlah anakan bawang merah.

Tabel 8. Rerata jumlah anakan pada minggu ke-7

Perlakuan Jumlah anakan (tunas / tanaman)

Kontrol 6.0000 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 7.1111 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 6.4444 a ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 6.8889 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 6.8889 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 6.5556 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 7.1111 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 7.2222 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 7.1111 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 7.6667 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.


(12)

35

Pengaruh perlakuan aplikasi hormon giberelin sintetis dan giberelin alami,terhadap jumlah anakan bawang merah ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik jumlah anakan per tanaman hingga minggu ke -7 setelah tanam Pada Gambar 4 terlihat bahwa pada minggu ke-2 setelah tanam hingga minggu ke 6, terjadi peningkatan jumlah anakan, setelah melewati minggu ke 6, jumlah anakan stabil. Hal ini dikarenakan pada fase pertumbuhan generatif atau pembentukan umbi bawang merah terjadi pada umur ± 35 -50 hari dan fase pematangan umbi terjadi pada umur ± 51-56 hari setelah tanam.

Berdasarkan Gambar 4, pada pengamatan terakhir (minggu ke-7) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak kecambah kacang hijau konsentrasi 200 g/L, dengan lama perendaman 30 menit, cenderung memberikan nilai terbaik, sedangkan perlakuan yang cenderung memberikan nilai terendah, yakni pada perlakuan kontrol. Hal ini selain disebabkan oleh kinerja dari giberelin,juga disebabkan adanya kandungan unsur hara nitrogen, kalium, fosfor serta unsur hara makro dan miko lainnya yang cukup tinggi, yang berperan dalam pembentukan tubuh tumbuhan.

0 2 4 6 8 10

1 2 3 4 5 6 7

Ju

m

lah

an

akan

Minggu Setelah Tanam

Jumlah Anakan

Kontrol

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam

ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam

ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam

EKH 100 g/L, perendaman 15 menit

EKH 100 g/L, perendaman 30 menit

EKH 200 g/L, perendaman 15 menit EKH 200 g/L, perendaman 30 menit


(13)

36

Pembentukan anakan disebabkan banyak faktor salah satunya banyaknya tunas lateral yang dihasilkan. Seperti dikemukakan (Cohat, 1982 dalam Huda 2007) bahwa ukuran bahan tanaman, jumlah tunas lateral dan waktu tanam mempengaruhi jumlah anakan per tanaman, ukuran umbi dan hasil umbi. Tunas lateral adalah tunas lain yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Banyaknya tunas lateral yang dihasilkan tersebut, dipengaruhi oleh kinerja hormon giberelin yang diinduksikan ke dalam umbi bawang merah. Giberellin menstimulasi kinerja auksin, yang mempengaruhi aktivitas meristem pada mata tunas untuk membentuk tunas lateral. Dari tunas lateral ini dapat membentuk cakram baru yang tumbuh menjadi kelopak daun, sehingga terbentuklah umbi baru.

4. Laju Pertumbuhan Tanaman

Penghitungan laju pertumbuhan tanaman dilakukan pada saat umur tanaman 2 minggu dan 4 minggu. Laju pertumbuhan tanaman menunjukkan pertambahan berat dalam komunitas tanaman per satuan luas tanah, dalam satu satuan waktu (Sulistyaningsih dkk, 2005 dalam Kusuma 2012).

Tabel 9. Rerata laju pertumbuhan tanaman

Perlakuan CGR (g/cm2/minggu)

Kontrol 0.00566 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 0.00566 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 0.00750 a ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 0.00650 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 0.00800 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 0.01033 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 0.00933 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 0.01050 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 0.01083 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 0.01083 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.


(14)

37

Hasil sidik ragam pada Lampiran 3d, menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan respon nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman . Berdasarkan histogram laju pertumbuhan tanaman (Gambar 5) , menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan hasil laju pertumbuhan tanaman cenderung tinggi yakni pada perlakuan P8 (EKH 200 g/L dengan lama perendaman 15 menit) dan P9 (EKH 200 g/L dengan lama perendaman 30 menit), yakni sebesar 0,010833 g/cm2/minggu. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan berat kering tanaman bawang merah pada perlakuan P8 dan P9 sebesar 0,010833 g untuk setiap 1 cm2 luas lahan dalam setiap minggunya, dari 2 MST- 4 MST.

Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan giberelin, yang mempengaruhi pembesaran sel (peningkatan jumlah ukuran) dan mempengaruhi pembelahan sel (peningkatan jumlah). Jumlah sel yang meningkat, termasuk di dalam jaringan pada daun memungkinkan terjadinya peningkatan fotosintesis, yang dapat mempengaruhi bobot tanaman (Salisbury dan Ross, 1995 dalam Annisah 2009). Adanya kemampuan berfotosintesis dengan baik, menyebabkan fotosintat yang dihasilkan semakin meningkat. Fotosintat tersebut didistribusikan ke organ vegetatif tanaman,sehingga memacu pertumbuhannya. Organ-organ tanaman yang semakin cepat laju pertumbuhannya menyediakan tempat untuk terakumulasinya fotosintat, sehingga berat kering tanaman juga akan meningkat.


(15)

38

Gambar 5. Histogram Laju Pertumbuhan Tanaman Keterangan :

P0 = Kontrol

P1 = GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit

P2 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 1 jam P3 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 2 jam P4 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 1 jam P5 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 2 jam

P6 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 15 menit P7 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 30 menit P8 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 15 menit P9 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 30 menit

5. Berat Umbi Konsumsi

Hasil analisis sidik ragam berat umbi bawang merah seperti tersaji pada Lampiran 3e, menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan respon nyata terhadap berat umbi bawang merah. Pada Gambar 6, ditunjukkan bahwa berat umbi dengan nilai cenderung tinggi yakni pada perlakuan ekstrak kecambah kacang hijau pada konsentrasi 200 g/L, dengan lama perendaman 30 menit, yakni sebesar 73,389 g. Sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh perlakuan kontrol yakni sebesar 62,422 g.

0 0,01 0,02

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

CGR

(g/c

m

2/m

in

g

g

u

)

Perlakuan


(16)

39

Tabel 10. Rerata berat umbi bawang merah per tanaman

Perlakuan Berat Umbi (g)

Kontrol 62.422 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 63.533 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 63.044 a ERB 1000 g/lL, perendaman 2 jam 63.567 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 64.144 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 64.022 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 65.533 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 72.744 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 71.233 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 73.389 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.

Gambar 6. Histogram berat umbi konsumsi per tanaman Keterangan :

P0 = Kontrol

P1 = GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit

P2 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 1 jam P3 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 2 jam P4 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 1 jam P5 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 2 jam

P6 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 15 menit P7 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 30 menit P8 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 15 menit P9 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 30 menit

55.000 60.000 65.000 70.000 75.000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

B

e

rat

Um

b

i (

g

)

Perlakuan


(17)

40

Berat umbi tersebut dipengaruhi oleh kinerja giberellin yang menstimulasi kinerja auksin, yang akan mempengaruhi aktivitas meristem pada mata tunas untuk membentuk tunas lateral, dan dari tunas lateral inilah terbentuk anakan / umbi baru. Jumlah anakan cenderung berpengaruh terhadap ukuran umbi. Umumnya semakin banyak jumlah anakan, semakin kecil umbinya, begitu juga sebaliknya, dimana hal ini berpengaruh nyata terhadap hasil umbi.

Selain itu juga kandungan protein yang membentuk nitrogen, kalium dan fosfor yang lebih tinggi pada ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, dengan lama perendaman 30 menit, yang meningkatkan pertumbuhan vegetatif. Keseimbangan unsur hara tersebut, berperan dalam sintesis karbohidrat dan pembentukan protein. Unsur kalium sangat dibutuhkan untuk pembentukan pati dan translokasi hasil-hasil fotosintesis seperti gula. Sedangkan fosfor berperan dalam membantu penyerapan kalium, pembentukan lemak dan albumin, pembentukan buah (pembesaran umbi), bunga dan biji (fase generatif) serta merangsang perkembangan akar.

6. Hasil Umbi

Hasil analisis sidik ragam hasil umbi bawang merah seperti tersaji pada Lampiran 3f, menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan beda nyata terhadap hasil umbi bawang merah. Pada Gambar 7, ditunjukkan bahwa hasil umbi dengan nilai lebih tinggi yakni pada perlakuan P9 (ekstrak kecambah kacang hijau pada konsentrasi 200 g/L, dengan lama perendaman 30


(18)

41

menit) , yakni sebesar 19,556 ton/ha. Sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh perlakuan kontrol yakni sebesar 16,644 ton/ha.

Tabel 11. Rerata hasil umbi per hektar

Perlakuan Hasil umbi (ton/ha)

Kontrol 16.644 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 16.967 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 16.789 a ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 16.933 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 17.122 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 17.067 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 17.489 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 19.400 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 19.000 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 19.556 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.

Berdasarkan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bantul (2013), potensi hasil umbi bawang merah varietas Tiron yakni sebesar 9- 13 ton / ha (Lampiran 4) . Adanya selisih angka yang cukup tinggi pada perlakuan yang diberikan dengan realita potensi hasil yang diperoleh di lapangan, disebabkan karena penelitian yang dilakukan menggunakan polibag, sehingga tidak saling terjadi kompetisi antar tanaman dalam menyerap air, unsur hara, dan kebutuhan sinar yang tercukupi.

Gambar 7. Histogram hasil umbi per hektar 15.000

16.000 17.000 18.000 19.000 20.000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

H

asi

l

u

m

b

i

(t

o

n

/h

a)

Perlakuan

Hasil Umbi


(19)

42 Keterangan :

P0 = Kontrol

P1 = GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit

P2 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 1 jam P3 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 2 jam P4 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 1 jam P5 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 2 jam

P6 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 15 menit P7 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 30 menit P8 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 15 menit P9 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 30 menit


(1)

37

Hasil sidik ragam pada Lampiran 3d, menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan respon nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman . Berdasarkan histogram laju pertumbuhan tanaman (Gambar 5) , menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan hasil laju pertumbuhan tanaman cenderung tinggi yakni pada perlakuan P8 (EKH 200 g/L dengan lama perendaman 15 menit) dan P9 (EKH 200 g/L dengan lama perendaman 30 menit), yakni sebesar 0,010833 g/cm2/minggu. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan berat kering tanaman bawang merah pada perlakuan P8 dan P9 sebesar 0,010833 g untuk setiap 1 cm2 luas lahan dalam setiap minggunya, dari 2 MST- 4 MST.

Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan giberelin, yang mempengaruhi pembesaran sel (peningkatan jumlah ukuran) dan mempengaruhi pembelahan sel (peningkatan jumlah). Jumlah sel yang meningkat, termasuk di dalam jaringan pada daun memungkinkan terjadinya peningkatan fotosintesis, yang dapat mempengaruhi bobot tanaman (Salisbury dan Ross, 1995 dalam Annisah 2009). Adanya kemampuan berfotosintesis dengan baik, menyebabkan fotosintat yang dihasilkan semakin meningkat. Fotosintat tersebut didistribusikan ke organ vegetatif tanaman,sehingga memacu pertumbuhannya. Organ-organ tanaman yang semakin cepat laju pertumbuhannya menyediakan tempat untuk terakumulasinya fotosintat, sehingga berat kering tanaman juga akan meningkat.


(2)

38

Gambar 5. Histogram Laju Pertumbuhan Tanaman

Keterangan :

P0 = Kontrol

P1 = GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit

P2 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 1 jam P3 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 2 jam P4 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 1 jam P5 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 2 jam

P6 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 15 menit P7 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 30 menit P8 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 15 menit P9 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 30 menit

5. Berat Umbi Konsumsi

Hasil analisis sidik ragam berat umbi bawang merah seperti tersaji pada Lampiran 3e, menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan respon nyata terhadap berat umbi bawang merah. Pada Gambar 6, ditunjukkan bahwa berat umbi dengan nilai cenderung tinggi yakni pada perlakuan ekstrak kecambah kacang hijau pada konsentrasi 200 g/L, dengan lama perendaman 30 menit, yakni sebesar 73,389 g. Sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh perlakuan kontrol yakni sebesar 62,422 g.

0 0,01 0,02

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

CGR

(g/c

m

2/m

in

g

g

u

)

Perlakuan


(3)

39

Tabel 10. Rerata berat umbi bawang merah per tanaman

Perlakuan Berat Umbi (g)

Kontrol 62.422 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 63.533 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 63.044 a ERB 1000 g/lL, perendaman 2 jam 63.567 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 64.144 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 64.022 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 65.533 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 72.744 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 71.233 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 73.389 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.

Gambar 6. Histogram berat umbi konsumsi per tanaman

Keterangan :

P0 = Kontrol

P1 = GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit

P2 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 1 jam P3 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 2 jam P4 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 1 jam P5 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 2 jam

P6 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 15 menit P7 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 30 menit P8 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 15 menit P9 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 30 menit

55.000 60.000 65.000 70.000 75.000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

B

e

rat

Um

b

i (

g

)

Perlakuan


(4)

40

Berat umbi tersebut dipengaruhi oleh kinerja giberellin yang menstimulasi kinerja auksin, yang akan mempengaruhi aktivitas meristem pada mata tunas untuk membentuk tunas lateral, dan dari tunas lateral inilah terbentuk anakan / umbi baru. Jumlah anakan cenderung berpengaruh terhadap ukuran umbi. Umumnya semakin banyak jumlah anakan, semakin kecil umbinya, begitu juga sebaliknya, dimana hal ini berpengaruh nyata terhadap hasil umbi.

Selain itu juga kandungan protein yang membentuk nitrogen, kalium dan fosfor yang lebih tinggi pada ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, dengan lama perendaman 30 menit, yang meningkatkan pertumbuhan vegetatif. Keseimbangan unsur hara tersebut, berperan dalam sintesis karbohidrat dan pembentukan protein. Unsur kalium sangat dibutuhkan untuk pembentukan pati dan translokasi hasil-hasil fotosintesis seperti gula. Sedangkan fosfor berperan dalam membantu penyerapan kalium, pembentukan lemak dan albumin, pembentukan buah (pembesaran umbi), bunga dan biji (fase generatif) serta merangsang perkembangan akar.

6. Hasil Umbi

Hasil analisis sidik ragam hasil umbi bawang merah seperti tersaji pada Lampiran 3f, menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan beda nyata terhadap hasil umbi bawang merah. Pada Gambar 7, ditunjukkan bahwa hasil umbi dengan nilai lebih tinggi yakni pada perlakuan P9 (ekstrak kecambah kacang hijau pada konsentrasi 200 g/L, dengan lama perendaman 30


(5)

41

menit) , yakni sebesar 19,556 ton/ha. Sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh perlakuan kontrol yakni sebesar 16,644 ton/ha.

Tabel 11. Rerata hasil umbi per hektar

Perlakuan Hasil umbi (ton/ha)

Kontrol 16.644 a

GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit 16.967 a ERB 1000 g/L, perendaman 1 jam 16.789 a ERB 1000 g/L, perendaman 2 jam 16.933 a ERB 2000 g/L, perendaman 1 jam 17.122 a ERB 2000 g/L, perendaman 2 jam 17.067 a EKH 100 g/L, perendaman 15 menit 17.489 a EKH 100 g/L, perendaman 30 menit 19.400 a EKH 200 g/L, perendaman 15 menit 19.000 a EKH 200 g/L, perendaman 30 menit 19.556 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada jenjang nyata 5 % berdasarkan uji DMRT.

Berdasarkan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bantul (2013), potensi hasil umbi bawang merah varietas Tiron yakni sebesar 9- 13 ton / ha (Lampiran 4) . Adanya selisih angka yang cukup tinggi pada perlakuan yang diberikan dengan realita potensi hasil yang diperoleh di lapangan, disebabkan karena penelitian yang dilakukan menggunakan polibag, sehingga tidak saling terjadi kompetisi antar tanaman dalam menyerap air, unsur hara, dan kebutuhan sinar yang tercukupi.

Gambar 7. Histogram hasil umbi per hektar

15.000 16.000 17.000 18.000 19.000 20.000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

H asi l u m b i (t o n /h a) Perlakuan

Hasil Umbi


(6)

42

Keterangan :

P0 = Kontrol

P1 = GA3 0,1 g/L, perendaman 30 menit

P2 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 1 jam P3 = Ekstrak rebung 1000 g/L, perendaman 2 jam P4 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 1 jam P5 = Ekstrak rebung 2000 g/L, perendaman 2 jam

P6 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 15 menit P7 = Ekstrak kecambah kacang hijau 100 g/L, perendaman 30 menit P8 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 15 menit P9 = Ekstrak kecambah kacang hijau 200 g/L, perendaman 30 menit