14
sebelumnya harus ada pembedaan antara konsep jender itu sendiri dengan konsep jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis kelamin pada laki-laki dan
perempuan yang ditentukan secara biologis dan memiliki sifat-sifat permanen yang tidak dapat berubah dan ditukarkan antara keduanya. Sifat tersebut merupakan kodrat yang
diberikan oleh Tuhan kepada setiap laki-laki dan perempuan. Sedangkan jender menurut Mansour Fakih adalah pemilahan peran, fungsi, kedudukan, tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang berfungsi untuk mengklasifikasikan perbedaan peran yang dikonstruksi secara sosial dan kultural oleh masyarakat, dan bersifat tidak tetap serta bisa dipertukarkan
antar keduanya.
19
Jender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan seseorang dan dapat menentukan pengalaman hidup yang akan ditempuhnya. Jelasnya, jender akan
menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan seseorang untuk membuat keputusan dan bertindak secara otonom. Akhirnya, genderlah yang banyak menentukan seseroang akan
menjadi apa nantinya.
2.4.1 Jender dalam perspektif pustaka dan teori
Sebelum membahas jender, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan seks. Seks dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan
yang secara biologis memiliki ciri-ciri tersendiri. Secara kodrati, keduanya memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Perbedaan inilah yang berpengaruh dan
berkaitan dengan faktor sosial, geografis dan kebudayaan suatu masyarakat, sehingga melahirkan konsep jender. Dalam bahasa Inggris, kata “gender” yaitu pengelompokkan
kata benda atau kata ganti yang menyatakan sifat laki-laki dan perempuan. Kata “gender” diartikan kelompok laki-laki, perempuan atau perbedaan jenis kelamin.
Namun, di Indonesia kata “jender” termasuk kosa kata dibidang ilmu sosial, maka jender merupakan istilah. Jender genus adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki
19
Mansour Fakih. Analisi Gender Transformasi Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996, 12-23
15
atau perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun kebudayaan, tergantung pada waktu tren dan tempatnya.
Jender bisa didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.
20
Definisi lain tentang jender dikemukakan oleh Elaine Showalter. Menurutnya, ‘jender’ adalah pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi
sosial budaya. Showalter menambahkan bahwa jender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
21
Pemahaman atau studi mengenai jender pada hakekatnya telah berlangsung dalam kurun waktu yang sedemikian lama, dan juga telah diidentifikasi tahapannya
sesuai dengan konteks serta situasi yang berkaitan. Tahap awal studi kritis mengenai jender dilakukan oleh Stoller dalam tulisan Oakley dimana salah satu pembuktian yang
dilakukan adalah menganalisa tentang seks yang pada hakikatnya ada dua perbedaan yaitu “jantan” dan “betina” atau “laki-laki” dan “ perempuan”.
22
Selanjutnya Oakley mengungkapkan bahwa jender lebih bersifat terma psikologis dan kultural dari pada
konotasi biologis. Apabila dalam terma biologis dengan tepat seksualitas dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan yang dalam jender lebih dikenal sebagai “maskulin”
dan “feminim”. Menurut Oakley, dalam jender mengandung unsur maskulinitas dan femininitas yang ada dalam diri seseorang yang dapat bercampur bahkan dapat
mengalami tumpang tindih yang realitanya dapat diadopsi oleh kebanyakan orang.
23
Jadi menurut beberapa pendapat diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa jender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang didasarkan
pada bentuk-bentuk sosial dan kultural masyarakat peran, fungsi, kedudukan, tanggung
20
Hilary M. Lips Sex and Gender: An Introduction. London: My Field Publishing Company.1993, 4
21
Julia Cleves Mosse. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar, 1996
22
Ann Oakley. Sex, Gender, and Society. Aldershot: Gower Press, 1992, 158
23
Oakley, Sex,159
16
jawab dan bukan atas dasar perbedaan jenis kelamin. Perbedaan jender sering menimbulkan ketidakadilan jender gender inequalities, terutama terhadap kaum
perempuan baik di lingkungan rumah tangga, pekerjaan, masyarakat, kultur, maupun negara. Ketidakadilan tersebut termanifestasi dalam berbagai macam bentuk antara
lain
24
: 1.
Marginalisasi Marginalisasi adalah proses peminggiran penyingkiran terhadap suatu
kaum yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan pelemahan ekonomi kaum tertentu. Marginalisasi terjadi karena berbagai hal, seperti kebijakan pemerintah,
keyakinan, agama, tradisi, kebiasaan, bahkan karena asumsi ilmu pengetahuan sekalipun.
2. Subordinasi
Subordinasi merupakan penempatan kaum tertentu perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi berawal dari anggapan yang menyatakan
bahwa perempuan adalah kaum yang irrasional atau emosional sehingga kaum perempuan tidak cakap dalam memimpin.
3. Stereotipe
Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap kaum tertentu. Akan tetapi pada permasalahan jender, stereotipe lebih mengarah pada
pelabelan yang bersifat negatif terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena pemahaman yang seringkali keliru terhadap posisi perempuan.
4. Kekerasan violence
Kekerasan violence adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan karena bias jender disebut jender related
24
Achmad Mutali’in. Bias Jender Dalam Pendidikan. Surakarta: Muhamadiah University Press.2001, 32-40
17
violence. Kekerasan tersebut terjadi karena disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Bentuk-bentuk kekerasan violence
jender terhadap perempuan antara lain : pemerkosaan, serangan fisik dalam rumah tangga, kekerasan dalam pelacuran dan pornografi, pemaksaan dalam
sterilisasi Keluarga Berencana KB, serta pelecehan seksual. 5.
Beban kerja ganda double burden Beban kerja ganda disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan lebih
cocok mengurusi dan bertanggung jawab atas pekerjaan domestik menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangga, memasak, mencuci, bahkan memelihara
anak. Pekerjaan domestik dianggap tidak bernilai dan lebih rendah bila dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki karena tidak produktif. Konsekuensi
tersebut harus diterima oleh perempuan yang bekerja di satu sisi harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya, di sisi lain harus bisa bertanggung
jawab atas rumah tangganya. Hal inilah yang menyebabkan bahwa bias jender menjadikan perempuan menanggung beban kerja yang bersifat ganda.
25
Demikianlah pendikotomian laki-laki dan perempuan berdasarkan hubungan jender nyata sekali telah mendatangkan ketidakadilan jender bagi perempuan yang
termanifestasi dalam berbagai wujud dan bentuknya. Karena diskriminasi jender perempuan diharuskan untuk patuh pada kodratnya yang telah ditentukan oleh
masyarakat untuknya. Karena diskriminasi pula perempuan harus menerima stereotype yang dilekatkan pada dirinya yaitu bahwa perempuan itu irrasional, lemah, emosional
dan sebagainya sehingga kedudukannya pun selalu subordinat terhadap laki-laki, tidak dianggap penting bahkan tidak dianggap sejajar dengan laki-laki, sehingga perempuan
diasumsikan harus selalu menggantungkan diri dan hidupnya kepada laki-laki.
25
Fakih, Analisis Gender, 12-23
18
Bertolak dari kondisi demikianlah maka jika dulu Karl Marx memperjuangkan kesamaan kelas, kini kaum feminis menggemakan perjuangannya, untuk memperoleh
kesetaraan gender. Untuk memperoleh kedudukan dan hak yang sama dengan laki-laki.
2.4.2 Teori pembagian peran dalam perspektif jender