Hukum Tentang Bunga Bank LC Bukan Hutang-Piutang Biasa Ketertiban Beracara

3.13. Hukum Tentang Bunga Bank

Putusan Pengadilan Tinggi yang mengabulkan bunga ganti rugi sebesar 6 setahun juga menurut pendapat Pemohon Kasasi adalah melanggar hukum yang berlaku tentang bunga pinjaman di bank. Penggugat Asal tidak dapat membuktikan bahwa antara Tergugat Asal I dengan Penggugat Asal ada suatu hubungan hukum. Sehingga, dengan demikian telah tidak terbukti pula bahwa antara Tergugat asal I dengan Penggugat asal ada perjanjian mengenai bunga. Dari Putusan Mahkamah Agung tanggal 7 Agustus 1975 No. 1114 KSip1972 dapat diketahui dengan jelas bahwa tuntutan bunga harus diperjanjikan dalam perjanjian, tanpa ada diperjanjikan, tuntutan bunga harus ditolak. Dalam perkara a quo , bunga yang dituntut sebagai ganti rugi tersebut tidak diperjanjikan dalam perjanjian LC dan tuntutan bunga ganti rugi sebesar 13 per tahun bukan merupakan bunga bank sebagaimana lazimnya.

3.14. LC Bukan Hutang-Piutang Biasa

Selain itu perjanjian LC bukan merupakan perjanjian hutang-piutang biasa antara satu orang dengan orang lain yang mungkin berdasarkan rasa keadilan dapat ditetapkan oleh Pengadilan besarnya bunga sebagai ganti rugi, melainkan merupakan suatu perjanjian pinjam meminjam antar bank di satu pihak dengan peminjam di lain pihak. Menurut Pendapat Penulis dalam LC peminjam, bukan suatu hubungan hukum hutang-piutang, tetapi surat tanda bukti Pembiayaan Internasional oleh suatu Bank the issuing Bank berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Sehingga, seharusnya tentang bunga secara tegas dicantumkan dalam perjanjian dan apabila tidak adalah merupakan resiko bank sendiri.

3.15. Ketertiban Beracara

Putusan Pengadilan Tinggi yang menguatkan dengan perbaikan Putusan Pengadilan Negeri menurut Pemohon Kasasi terdapat ketidaktertiban dalam beracara dan mengandung kontradiksi dan kabur, serta melanggar Pasal 181 1 HIR dan Pasal 184 1 HIR. Dalam pertimbangan hukumnya, Pengadilan Negeri menyatakan bahwa telah terbukti berdasarkan hukum bahwa Tergugat asal II mempunyai kekurangan pembayaran kepada Penggugat Asal sejumlah US. 169.000,- hingga dengan demikian tuntutan Penggugat asal sepanjang Tergugat Asal II tidak memenuhi kewajibannya kepada Penggugat asal sejumlah US. 169.000,- harus dikabulkan. Akan tetapi dalam amarnya, apa yang telah dipertimbangkan itu sama sekali tidak tercantum. Sewaktu dalam tingkat Banding, terhadap hal tersebut telah diajukan keberatan oleh Tergugat Asal I dalam memori bandingnya, sehingga Pengadilan Tinggi hendak memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri tentunya hal tersebut dipertimbangkan. Akan tetapi, kenyataannya hal tersebut tidak dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi. Andaikata Pengadilan Tinggi hendak mengadili sendiri, menurut Pemohon Kasasi seharusnya Pengadilan Tinggi membatalkan Putusan Pengadilan Negeri lebih dahulu dan kemudian dengan pertimbangannya sendiri memberikan putusannya. Putusan Pengadilan Negeri mengenai ganti rugi dan tanggung renteng adalah tepat. Sehingga, Tergugat Asal I tidak memperoleh lagi dalam memori bandingnya, akan tetapi kenyataannya Pengadilan Tinggi telah meninjau Putusan Pengadilan Negeri yang tidak dibanding itu dan mengubahnya dengan mengabulkan tuntutan Penggugat Asal akan bunga ganti rugi dan tanggung renteng. Sehingga menurut Pemohon Kasasi dalam hal ini Pengadilan Tinggi telah menyimpang dari Putusan Mahkamah Agung tanggal 2 Desember 1975 No.261 KSip1973. Kecuali itu, menurut Pemohon Kasasi Putusan Pengadilan Tinggi juga mengandung kontradiksi dan kabur, karena di satu pihak menyatakan bahwa kerugian yang diderita Penggugat asal adalah sebanyak sisa pelunasan LC yang masih harus dibayar oleh Tergugat Asal I telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan dihukum untuk membayar kerugian yang diderita Penggugat Asal sebesar US. 169.000,- secara tanggung renteng, meskipun Penggugat asal tidak dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya itu adalah akibat perbuatan Tergugat Asal I. Kemudian ternyata pula bahwa Putusan Pengadilan Tinggi telah melanggar Pasal 181 1 HIR jo. Pasal 184 1 HIR tentang biaya perkara, yaitu dalam putusannya, Pengadilan Tinggi telah memutuskan bahwa Tergugat Asal I dan II telah melakukan perbuatan melawan hukum dan karenanya menghukum Tergugat Asal I dan II secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat asal uang sejumlah US. 169.000,- sehingga ini berarti bahwa Tergugat Asal I dan II dinyatakan sebagai pihak yang kalau dan berdasarkan Pasal 181 1 HIR jo 184 1 HIR harus dihukum untuk membayar biaya perkara. Akan tetapi kenyataannya dalam amar, yang dihukum untuk membayar biaya perkara hanya Tergugat Asal I. Judex Facti baik dalam proses pemeriksaan dan dalam putusannya terdapat keanehan-keanehan dan ketidaktertiban dalam beracara. Pertimbangan pengadilan Negeri menyatakan Tergugat asal II terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu tidak melunasi kekurangan pembayaran LC kepada Penggugat asal, akan tetapi anehnya amar putusannya tidak mencantumkan hukuman terhadap Tergugat Asal II. Malah, yang dicantumkan adalah hukuman terhadap Tergugat Asal I, meskipun Penggugat Asal tidak dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya adalah akibat perbuatan Tergugat Asal I. Pada waktu putusan diucapkan jelas dinyatakan oleh Majelis Pengadilan Negeri bahwa biaya perkara dibebankan kepada Tergugat Asal II, demikian pula sebagaimana tercantum dalam akta banding, tetapi dalam amar putusan, yang dihukum membayar biaya perkara adalah Tergugat Asal I. Putusan Pengadilan Tinggi terdapat kontradiksi dan kabur, karena di satu pihak menyatakan bahwa kerugian yang diderita Penggugat Asal adalah karena belum dilunasinya sisa pembayaran LC oleh Tergugat Asal II dan karena itu tuntutan tersebut dapat dikabulkan, akan tetapi anehnya, Tergugat Asal I juga turut dihukum secara tanggung renteng, meskipun Penggusal asal tidak dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya adalah akibat perbuatan Tergugat Asal I. Lebih aneh lagi, menurut Pemohon Kasasi bahwa berkas perkara dikirim oleh Pengadilan Negeri tanggal 21 November 1985, tetapi telah diterima oleh Pengadilan Tinggi pada tanggal 19 November 1985.

3.16. Pertimbangan-pertimbangan Mahkamah Agung