Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

(1)

TESIS

ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU YANG DINILAI DENGAN COPD ASSESSMENT TEST (CAT) DAN UJI JALAN 6 MENIT

O C T A R I A N Y

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

TESIS

PPDS MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA / RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul Penelitian : Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

Nama Peneliti : Octariany

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik dan Dokter Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan

Biaya Penelitian : Rp. 17.020.000,-

Lokasi Penelitian : RSUP Haji Adam Malik Medan dan RS Siti Hajar Medan Pembimbing : dr. P.S. Pandia, Sp.P(K)

Dr.dr. Amira Permatasari Tarigan, Sp.P , M.ked(paru) Prof.dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH


(3)

PERNYATAAN

Judul Penelitian : Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan, Peneliti


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Oktober 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Penguji I : Prof. dr. Luhur Soeroso, Sp.P(K)

Penguji II : Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K)

Penguji III : dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H

Penguji IV : dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K), M.ked(paru)


(5)

ABSTRAK

Objektif : Untuk melihat perubahan kualitas hidup dan kapasitas fungsional penderita PPOK stabil yang berobat jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan setelah mengikuti program rehabilitasi paru

Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimen semu dengan metode pre test dan post test desain dengan tujuan menilai perubahan kualitas hidup penderita PPOK setelah mengikuti program rehabilitasi paru dimana sampel diambil di poli PPOK RSUP Haji Adam Malik Medan .

Hasil : Dari 14 sampel dijumpai penderita keseluruhannya berjenis kelamin laki – laki (100%) dan berdasarkan umur penderita didapati kelompok usia rata- rata >66 tahun. Riwayat merokok sampel pada penelitian ini merupakan bekas perokok dengan rata – rata nilai Indeks Brinkman >600 (derajat berat). Dari hasil spirometri, penderita PPOK yang terbanyak adalah penderita PPOK derajat berat dengan nilai 30% < VEP1 < 50% nilai prediksi. Didapati peningkatan yang bermakna terhadap rerata jarak jalan 6 menit sebesar 81,21 meter setelah mengikuti program rehabilitasi paru. Dalam hal penilaian kualitas hidup didapati penurunan yang bermakna pada nilai CAT yaitu sebesar 7,07 poin.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian didapatkan peningkatan kualitas hidup serta peningkatan jarak jalan 6 menit pada pasien PPOK


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini, yang merupakan persyaratan akhir dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, baik keluarga, guru - guru yang penulis hormati dan para sejawat asisten paru. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. dr. H. Luhur Soerosos, SpP (K)

Sebagai Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan yang tiada henti - hentinya memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang baik selama masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.

Dr. H. Zainuddin Amir, SpP (K)

Sebagai Ketua Tim Koordinator Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (TKP-PPDS) FK USU yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama masa pendidikan.

Dr. Pantas Hasibuan, SpP (K)

Sebagai Sekretaris Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan yang banyak berjasa dan tiada jenuh memberikan kesempatan,


(7)

Dr.dr. Amira Permatasari Tarigan, SpP, M.ked(paru)

Sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK

USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan dan sebagai pembimbing II saya yang banyak

memberikan bimbingan dan masukan dan pengarahan dalam penyempurnaan tulisan ini. .

Dr. Noni Novisari Soeroso, SpP, M.ked(paru)

Sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak memberikan motivasi,

bimbingan selama masa pendidikan hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, SpP (K)

Sebagai Koordinator Penelitian Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan dan Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia

(PDPI) Cabang Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan, masukan dan arahan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tulisan ini.

Dr. P.S. Pandia, SpP (K), M.ked(paru)

Sebagai pembimbing I saya yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan pengetahuan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan penulisan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Prof.Dr. Sori Muda Sarumpaet MPH

Sebagai Pembimbing Statistik yang telah banyak membantu penulis dalam bidang statistik dan penulisan ilmiah.


(8)

Penghargan dan terima kasih sebesar - besarnya penulis sampaikan kepada dr. Hilaluddin Sembiring, SpP (K), DTM&H, dr, Widirahardjo, SpP (K), dr. Fajrinur Syarani Sp.P (K), dr. Parluhutan Siagian, SpP,M.ked(paru), dr. Bintang YM Sinaga, SpP,M.ked(paru) dr. Setia Putra Tarigan, SpP, dr. Ucok Martin, SpP, dr. Netty Damanik, SpP, yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan arahan pada penulis dalam penyelesaian tulisan akhir ini.

Izinkanlah penulis ucapkan terima kasih kepada: Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, dan Direktur RS Siti Hajar Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas selama penulis melakukan pendidikan di RSUP H. Adam Malik Medan.

Terima kasih saya ucapkan pada teman sejawat peserta Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Respirasi FK USU Medan yang telah bekerja sama dan membantu penulis selama mengikuti pendidikan.

Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas saya sampaikan kepada ayahanda tercinta H. Muhammad Kasim dan ibunda (Almh) Hj. Martiani yang telah rela berkorban membesarkan, mendidik, dan memberikan dorongan kepada penulis hingga selesai pendidikan. Terima kasih juga kepada kakanda saya Heri Syahputra, SE dan adinda saya Briptu Defri Nanda Putra yang telah memberikan dorongan, semangat dan nasehat kepada penulis di dalam menyelesaikan tulisan ini. Penulis ucapkan terima kasih sebesar - besarnya kepada suami tercinta Arief Budi Waluyo SE dan putri tersayang Shakira Athaya yang selalu sabar dan penuh pengertian mendampingi penulis selama pendidikan.

Akhirnya dalam kesempatan ini penulis sampaikan permohonan maaf yang sebesar - besarnya atas segala kekhilafan dan kesalahan kepada semua pihak yang telah diperbuat selama ini. Semoga ilmu dan pengalaman yang penulis dapatkan selama pendidikan


(9)

bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa, serta diridhoi oleh Allah SWT. Amin ya Robbal Alamin.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS IDENTITAS

Nama : Dr. Octariany

Tempat/Tgl/Lahir : Pekanbaru, 11 Oktober 1982 Agama : Islam

Pekerjaan : Dokter

Alamat : Jl. Karya Jaya Komp.Taman Citra Mandiri Blok H-3 Medan

KELUARGA

Bapak : H.Muhammad Kasim Ibu : Hj.Martiani ( Almh ) Istri : Arief Budi Waluyo, SE Anak : Shakira Athaya

PENDIDIKAN

1. SD Karang Anyar Dumai Ijazah 1995 2. SMP Negeri 4 Pekanbaru Ijazah 1998 3. SMA Negeri 1 Pekanbaru Ijazah 2001 4. FK UISU Medan Ijazah 2007

PEKERJAAN

1. Dokter Peserta PPDS Ilmu Penyakit Paru 1 Januari 2010

PERKUMPULAN PROFESI

1. Anggota IDI kota Pekanbaru 2008- sekarang 2. Anggota muda PDPI cabang Sumatera Utara 2010 – sekarang


(11)

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Laporan Kasus dengan topik Multiple Bulla Yang Dilakukan Bulektomi pada Penderita TB Paru pada KONAS XI PDPI, Bukit Tinggi 2011

2. Peserta pada PIPKRA di Jakarta tahun2013 Peserta pada beberapa kegiatan ilmiah Paru


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR TESIS ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... .... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Permasalahan ... 5

I.3 Tujuan Penelitian ... 5

I.3.1 Tujuan Umum ... 5

I.3.2 Tujuan Khusus ... 6

I.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

II.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) ... 8

II.2 Mekanisme Pernapasan dan Disfungsi Otot Skletal Pada PPOK... 11

II.3 Rehabilitasi Paru pada PPOK ... 14


(13)

II.3.2 Edukasi dan Dukungan Psikososial ... 21

II.3.3 Latihan Relaksasi ... 22

II.3.4 Latihan Pernapasan ... 23

II.3.5 Terapi Fisik Dada ... 27

II.3.6 Latihan Fisik (Exercise Training) ... 27

II.4. Kualitas Hidup Penderita PPOK ... 30

II.5. Kerangka Teoritis... .. 34

II.6. Kerangka Konsep ... 35

II.7. Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

III.1. Desain Penelitian ... 36

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

III.3 .Populasi dan Subjek Penelitian ... 36

III.3.1. Populasi Penelitian ... 36

III.3.2. Sampel Penelitian ... 37

III.3.3. Kriteria Inklusi dan Eklusi ... 37

III.4. Besar Sampel ... 38

III.5. Cara Kerja Penelitian ... 38

III.6. Definisi Operasional ... 42

III.7. Analisis Data ... 43

III.8. Pengolahan Data ... 44

III.9. Jadwal Kegiatan ... 44

III.10. Perkiraan Biaya ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47


(14)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(15)

DAFTAR ISTILAH

ATS = American Thoracic Society

COPD = Chronic Obstructive Pulmonary Disease

GOLD = Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

KPT = Kapasitas Paru Total KV = Kapasitas Vital KVP = Kapasitas Vital Paksa

PPOK = Penyakit Paru Obstruktif Kronik

RS = Rumah Sakit

RSU = Rumah Sakit Umum RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama KVP = Kapasitas Vital Paksa

RS = Rumah Sakit

RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga ERS = European Respiratory Society

BTS = British Thoracic Society

ACCP = American College of Chest Physician

NIH = National Institute of Health


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1. Klasifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan 11

Tabel II.2. Lembar Praktis Penggunaan CAT ... 32

Tabel III.1. Jadwal Kegiatan ... 44

Tabel IV.1 Karakteristik Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin ... ... 47

Tabel IV.2 Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur ... 47

Tabel IV.3 Karakteristik Penderita Berdasarkan Indeks Brinkman... 48

Tabel IV.4 Karakteristik Penderita Berdasarkan Derajat IB ... 49

Tabel IV.5 Karakteristik Penderita Berdasarkan nilai VEP1 ... 49

Tabel IV.6 Karakteristik Penderita Berdasarkan Derajat Obstruksi .. 49

Tabel IV.7 Validitas dan Reliabilitas Lembar Penilaian CAT dan Uji Jalan 6 menit ... 50


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 Penurunan Kualitas Hidup Pasien PPOK ... 14

Gambar II.2 Gambaran Pasien PPOK yang Harus Diberikan Rehabilitasi Paru ... 18

Gambar II.3 Teknik Pursed Lip Breathing ... 26

Gambar II.4 Latihan Fisik yang Dapat Dilakukan pada Program Rehabilitasi Paru ... 30

Gambar II.5 Kerangka Konsep ... 35

Gambar II.6 Kerangka Operasional ... 36


(18)

ABSTRAK

Objektif : Untuk melihat perubahan kualitas hidup dan kapasitas fungsional penderita PPOK stabil yang berobat jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan setelah mengikuti program rehabilitasi paru

Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimen semu dengan metode pre test dan post test desain dengan tujuan menilai perubahan kualitas hidup penderita PPOK setelah mengikuti program rehabilitasi paru dimana sampel diambil di poli PPOK RSUP Haji Adam Malik Medan .

Hasil : Dari 14 sampel dijumpai penderita keseluruhannya berjenis kelamin laki – laki (100%) dan berdasarkan umur penderita didapati kelompok usia rata- rata >66 tahun. Riwayat merokok sampel pada penelitian ini merupakan bekas perokok dengan rata – rata nilai Indeks Brinkman >600 (derajat berat). Dari hasil spirometri, penderita PPOK yang terbanyak adalah penderita PPOK derajat berat dengan nilai 30% < VEP1 < 50% nilai prediksi. Didapati peningkatan yang bermakna terhadap rerata jarak jalan 6 menit sebesar 81,21 meter setelah mengikuti program rehabilitasi paru. Dalam hal penilaian kualitas hidup didapati penurunan yang bermakna pada nilai CAT yaitu sebesar 7,07 poin.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian didapatkan peningkatan kualitas hidup serta peningkatan jarak jalan 6 menit pada pasien PPOK


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dewasa ini penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) telah berkembang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia yang makin penting. PPOK menjadi penyakit berbahaya yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun dengan asap rokok sebagai faktor resiko penting selain faktor lain seperti polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja.

Pada dua dasawarsa ini, PPOK merupakan problem kesehatan masyarakat yang makin penting tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Angka morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat tajam. WHO memperkirakan pada tahun 2020, PPOK akan menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian terbanyak, dengan perkiraan akan menduduki peringkat ke-4 penyebab kematian terbanyak pada tahun 2030 meningkat dari sebelumnya rangking ke-6 (tahun 1990).

1

Tidak diragukan lagi bahwa PPOK mengakibatkan ketidakmampuan penderita melakukan aktivitas sehari-hari, hilangnya produktivitas, dan menurunnya kualitas hidup, kesemuanya semakin memburuk sejalan dengan bertambah parahnya penyakit.

2

Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran napas dan paru. Respons inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema, dan mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residu fungsional, yang terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan.1 Selain itu, penderita PPOK juga mengalami gangguan ekstrapulmonal, salah satunya


(20)

adalah gangguan otot-tulang rangka. Khususnya pada pasien dengan PPOK berat, kombinasi hiperinflasi paru dan kekurangan gizi menyebabkan kelemahan otot, sehingga mengurangi kapasitas pernapasan otot untuk menghasilkan tekanan selama pernapasan tidal. Selain itu, beban terhadap otot pernapasan meningkat karena adanya peningkatan resistensi saluran napas. Hiperinflasi paru menyebabkan pemendekan dan pendataran dari diafragma. Selama pernapasan tidal pada subjek normal, inspirasi dicapai oleh kontraksi dari diafragma dan ekspirasi secara pasif, dan tergantung pada elastisitas paru-paru dan dinding dada. Akibatnya, pasien dengan PPOK perlu menggunakan otot-otot tulang rusuk mereka dan otot inspirasi aksesori, seperti sternomastoid, bahkan selama pernapasan tenang.3 Gangguan otot tulang rangka juga terjadi pada pasien PPOK terutama akibat hipoksia, muscle wasting, dan kurangnya nutrisi sehingga terjadi penurunan kontraktiliti dan ketahanan terhadap kelelahan. Gangguan otot tulang rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.4

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah mengurangi gejala dan mengurangi resiko yang akan memperberat penyakit. Penderita PPOK sebaiknya mengerti tentang penyakit yang mereka derita serta berperan aktif bersama-sama dengan petugas kesehatan dalam penatalaksanaan penyakit sehingga tercapai tatalaksana yang optimal.

2

Penatalaksanaan pasien sebaiknya berdasarkan panduan dan disesuaikan dengan gejala dan tingkat gangguan kemampuan. Salah satu strategi penatalaksanaan PPOK adalah dengan rehabilitasi paru. Terdapat bukti dari Randomised Controlled trials (RCTs) oleh Duerden Martin tahun 2006 terhadap manfaat rehabilitasi paru yag menunjukkan perbaikan sesak napas, kapasitas latihan dan kualitas hidup. National Institue for Health and Clinical Excellence telah merekomendasikan bahwa rehabilitasi paru harus diberikan pada seluruh penderita PPOK yang mengalami gangguan fungsi paru.5


(21)

Komponen utama program rehabilitasi paru adalah meliputi evaluasi, edukasi dan dukungan psikososial, latihan relaksasi, latihan pernapasan, terapi fisik dada, dan latihan fisik.2,6 Melihat lingkupnya yang luas, program rehabilitasi paru membutuhkan kerjasama tim yang terintegrasi antar berbagai disiplin keahlian, dokter, paramedis, fisioterapis, psikolog, ahli gizi dan keahlian lain yang terkait.2,7

Manfaat rehabilitasi paru terhadap peningkatan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien PPOK sudah terbukti.

Penelitian mengenai manfaat rehabilitasi paru terhadap kapasitas fungsional dan kualitas hidup pernah dilakukan oleh Riyadi tahun 2005 dengan jangka waktu 6 minggu didapatkan peningkatan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien PPOK.8 Sedangkan menurut Ikalius pada tahun 2007 yang melakukan rehabilitasi paru terhadap 21 pasien PPOK terdapat peningkatan jarak rerata pada uji jalan 6 menit sebesar 55 m dengan simpangan baku sebelum rehabilitasi sebesar 65,7.

Abidin melakukan penelitian untuk mendapatkan efek rehabilitasi paru terhadap kapasiti fungsional dan kualiti hidup pasien PPOK di RS Persahabatan Jakarta tahun 2007. Pasien PPOK dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan rehabilitasi paru selama 6 minggu dan dilakukan penilaian ulang terhadap uji jalan 6 menit. Terdapat peningkatan rerata jarak uji jalan 6 menit pada kelompok perlakuan sebesar 62.2 meter yang setelah dilakukan uji statistik didapatkan hasil yang bermakna jika dibandingkan kelompok kontrol.

9

Yves Lacasse dkk. dari Universitas Toronto/Canada melakukan rehabilitasi paru terhadap penderita PPOK selama 4 minggu dan didapati peningkatan rerata uji jalan 6 menit sebesar 55,7 m dan peningkatan kapasitas latihan dengan sepeda statis sebesar 8,3 W.

10

11

Fabio Pitta dkk. juga melakukan studi terhadap 29 pasien PPOK yang mengikuti program rehabilitasi paru selama 3 bulan dan didapati peningkatan kapasitas latihan,


(22)

kekuatan otot, dan kualitas hidup dimana terdapat peningkatan lebih baik setelah latihan dilanjutkan selama 6 bulan.

Menurut John M Seymour dkk. dari London Hospital pada 60 pasien PPOK post eksaserbasi menyimpulkan bahwa program rehabilitasi paru dapat mengurangi kekambuhan eksaserbasi pasien PPOK. Setelah dilakukan evaluasi oleh beberapa peneliti didapatkan penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup apabila program rehabilitasi ini dihentikan.

12

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek program rehabilitasi paru terhadap kapasitas fungsional dan juga kualitas hidup penderita PPOK dengan menjalankan rehabilitasi paru selama 8 minggu. Dilihat apakah program rehabilitasi paru yang diberikan dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien PPOK dengan melakukan penilaian uji jalan 6 menit dan dan CAT (COPD Assessment Test) sebelum dan pada setiap tahapan latihan yang telah diselesaikan oleh pasien.

13

CAT (COPD Assessment Test ) merupakan lembar penilaian yang mudah dan ringkas, dapat dipergunakan dalam praktek kedokteran sehari-hari dan dapat digunakan untuk menilai seluruh aspek pada penderita PPOK. Walaupun CAT hanya terdiri dari beberapa buah pertanyaan saja, namun sudah mencakup area luas yang dapat menilai kualitas hidup pasien. Telah banyak tersedia lembaran penilaian status kesehatan pasien PPOK seperti The St George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ), Chronic Respiratory Diseases Questionnaire (CRQ), The COPD Clinical Questionnaire (CCQ), MRC (Medical Research Council) Dyspnoe Scale, dan juga BODE Index. Akan tetapi penilaian status kesehatan pasien PPOK diatas terlalu banyak dan terlalu kompleks sehingga sulit diterapkan dalam praktik sehari-hari. CAT hanya terdiri dari selembar kertas dan hanya dibutuhkan waktu beberapa menit dalam penilaiannya sehingga jauh lebih mudah dipergunakan dan lebih praktis dalam praktik sehari-hari.14


(23)

Berbeda dari penelitian sebelumnya yang menggunakan St. George’s Respiratory Questionnaire yang terdiri 76 butir pertanyaan, CAT hanya terdiri dari 8 butir pertanyaan saja. Dodd JW juga telah melakukan penelitian pada tahun 2011 di St. George Hospital

London yang membuktikan bahwa CAT merupakan penilaian sederhana yang dapat memberikan perkiraan perubahan status pasien PPOK setelah menjalani rehabilitasi paru.

I.2. Permasalahan

15

Belum diketahui peningkatan kualitas hidup dan kapasitas fungsional penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis berdasarkan penilaian CAT (COPD Assesment Test) serta peningkatan kemampuan jalan 6 menit.

I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum :

Untuk menilai efek program rehabilitasi paru terhadap kualitas hidup dan kapasitas fungsional penderita PPOK

I.3.2. Tujuan Khusus :

a. Untuk melihat karakteristik penderita PPOK berdasarkan umur

b. Untuk melihat karakteristik penderita PPOK berdasarkan spirometri di RSUP H. Adam Malik

c. Untuk menilai kualitas hidup penderita PPOK sebelum menjalani program rehabilitasi paru

d. Untuk menilai kapasitas fungsional penderita PPOK sebelum menjalani program rehabilitasi paru

e. Untuk menilai pengaruh program rehabilitasi paru terhadap kualitas hidup penderita PPOK


(24)

f. Untuk menilai pengaruh program rehabilitasi paru terhadap kapasitas fungsional penderita PPOK

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK di RSUP. H. Adam Malik Medan setelah mengikuti program rehabilitasi paru yang dinilai dengan CAT

1.4.2.Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam melaksanakan Program Rehabilitasi Paru pada penderita PPOK dalam hal menunjang penatalaksanaan pada penderita PPOK

1.4.3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder untuk penelitian PPOK lebih lanjut

1.4.4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan dan pihak RSUP.H. Adam Malik Medan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan melalui program rehabilitasi paru


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.

Di Indonesia tidak ada yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari waktu ke waktu tampak bahwa sekitar sepertiga morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk didalamnya PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan Republik Indonesia (SKRT) 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada SKRT 1995 menduduki peringkat kelima. Diperkirakan di Indonesia terdapat 4,8 juta penderita PPOK dengan prevalensi 5,6%.

1

Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasiens dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7%, seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5.014 juta jiwa dan Vietnam sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,5%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.

16

1

Di negara Amerika serikat dibutuhkan dana sekitar 29,5 US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dengan biaya tak langsung sebesar 20,4 US$.2


(26)

Berdasarkan kriteria ATS, penderita terbanyak berusia antara 71-80 yaitu 33,9 dan kurang dari 50 tahun hanya 7,7% serta sebagian penderita adalah laki-laki. Pada orang normal penurunan faal paru yaitu volume ekspirasi detik pertama 28 ml per tahun, sedangkan pada pasien PPOK antara 50-80 ml. Di RS Persahabatan sebagai pusat rujukan paru nasional, PPOK menduduki peringkat ke-5 dari jumlah penderita yang berobat jalan serta menduduki peringkat ke-4 dari jumlah penderita yang dirawat.17

Asap rokok diketahui merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK. Asap rokok bersama partikel berbahaya lainnya menyebabkan kerusakan jaringan paru, disfungsi mukosilier dan inflamasi saluran napas dan sistemik. Mekanisme tersebut diperberat dengan berulangnya eksaserbasi penyakit dan berperan pada terjadinya hiperinflasi dinamik paru, keterbatasan aliran udara ekspirasi, perubahan vaskuler paru dan disfungsi otot perifer yang memberikan gejala sesak napas, batuk disertai produksi sputum, kelelahan, intolerans latihan, depresi dan kecemasan yang seluruhnya menjadi faktor penentu kualiti hidup pasien PPOK.

18

Tidak banyak abnormalitas yang dijumpai pada pemeriksaan fisik. Wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkorelasi dengan keparahan obstruksi. Pemeriksaan klinis yang selalu dijumpai pada PPOK simptomatik adalah waktu ekspirasi memanjang yang paling baik di dengar di depan laring saat manuver forced expiratory. Ekspirasi yang > 4 detik suatu indikasi yang bermakna dari obstruksi. Jika penyakit bertambah berat, kelainan fisik bertambah jelas. Tampak barrel chest, pursed lip breathing, badan tambah kurus.

PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya dapat memberi arah diagnosis PPOK. Pada tipe emfisema terlihat hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung atau pendulum. Pada tipe bronkitis kronik, foto toraks bisa normal atau corakan vaskuler bertambah pada 21% kasus.

19

Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosa PPOK dan menilai derajat keparahan penyakit. Spirometri sekarang menjadi baku emas untuk mendiagnosa


(27)

PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP1/KVP selalu

kurang dari 70% nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai unutk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Panduan mengenai derajat/klassifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society (ERS), British Thoracic Society (BTS) dan terakhir adalah Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Keempat panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP

1,2,19

1/KVP dan nilai VEP1

Tabel II.1. Klassifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan .

Derajat I

20,21

50≤ VEP1

Ringan 70≤ VEP1

Ringan 60≤VEP1<80 Derajat 0 (beresiko) Derajat I (Ringan) 80≥VEP1 Derajat I

(Ringan) 80≥VEP1 Derajat II 35≤ VEP1<50 Sedang 50≤ VEP1<70 Sedang 40≤ VEP1<60 Derajat IIa (Sedang) 50≤VEP1<80 Derajat IIb 30≤VEP1<50 Derajat II (Sedang) 50≤VEP1<80 Derajat III (Berat) 30≤VEP1<50 Derajat III VEP1 < 35 Berat VEP1<50 Berat VEP1<40 Derajat III (Berat) VEP1 <50 & gagal nagas atau

gagal jantung kanan atau

VEP1<30

Derajat IV (Sangat berat) VEP1 <50 & gagal

nagas atau gagal jantung kanan atau

VEP1<30 ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2011

II.2. Mekanisme Pernapasan Dan Disfungsi Otot Skletal Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PPOK merupakan suatu penyakit progresif yang mengakibatkan kemunduran fungsi paru dan pertukaran gas secara bertahap. Manifestasi dini dari gejala PPOK adalah sesak napas


(28)

saat beraktivitas dan pengurangan aktivitas. PPOK merupakan penyakit yang progresif dengan kerusakan dan remodelling jaringan paru, kurangnya elastic recoil, perubahan ventilasi dan perfusi, peningkatan frekuensi napas membuat sesak napas semakin menonjol ketika beraktivitas.

Kelainan saluran napas dan parenkim paru yang terjadi berpengaruh pada kerja otot-otot respirasi. Usaha inspirasi pasien PPOK meningkat lebih dari empat kali dibandingkan orang normal. Kehilangan elastic recoil menyebabkan volume paru saat relaksasi meningkat dan terjadi penutupan saluran napas kecil pada awal ekspirasi (hiperinflasi statis). Ventilasi semenit saat istirahat meningkat 50% sebagai kompensasi terhadap gangguan pertukaran gas. Meningkatnya frekuensi napas menurunkan compliance paru dibawah nilai normal. Keterbatasan aliran udara ekspirasi yang terjadi pada 60% pasien PPOK menghambat proses pengosongan paru sehingga inspirasi dimulai pada saat paru belum mencapai volume relaksasinya (hiperinflasi dinamik).

22

Penelitian terkini menyatakan bahwa PPOK bukan hanya sebagai penyakit saluran napas yang hanya memberikan gejala di saluran napas saja tetapi juga memiliki efek sistemik diantaranya inflamasi sistemik, kehilangan berat badan, gangguan nutrisi, disfungsi otot rangka, penyakit kardiovaskular, gangguan sistem saraf dan efek pada tulang rangka. Disfungsi otot didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya kekuatan dan atau ketahanan otot. Kekuatan otot adalah kemampuan untuk menghasilkan tenaga maksimal dan ketahanan otot adalah kemampuan otot mempertahankan kerja dengan beban tertentu selama beberapa waktu.

23

24

Disfungsi otot rangka menjadi penyebab utama keterbatasan aktiviti atau intolerans latihan pada pasien PPOK selain beberapa faktor lain yang diperkirakan dapat menjelaskan terjadinya kemunduran otot rangka pada pasien PPOK. Kurangnya aktivitas, kurangnya penggunaan otot rangka menyebabkan atrophy otot rangka. Hal lain yang juga berperan adalah inflamasi sistemik, ketidakseimbangan nutrisi, pemakaian kortikosteroid sistemik,


(29)

hipoksemia, dan juga gangguan elektrolit. lnflamasi sistemik PPOK berhubungan dengan perubahan biokimiawi tubuh dan fungsi organ secara bermakna. lnflamasi sistemik dianggap menjadi dasar terjadinya kaheksia, kehilangan berat badan, osteoporosis, muscle wasting, gagal jantung, aterosklerosis, demensia, depresi dan kanker.

Perubahan otot rangka pasien PPOK terutama terjadi pada otot-otot tungkai seperti otot quadriseps. Otot ini mengalami kehilangan serat tipe I (tipe aerobik), pengurangan enzim oksidatif dan meningkatnya apoptosis.

25,26

27,28

Gosker dkk mendapatkan persentase serat otot tipe l sebanyak 16% pada pasien emfisema dibandingkan dengan kontrol 45%.28 Kelemahan otot juga berhubungan dengan level lnterleukin-8 dalam sirkulasi. Faktor lain yang menyebabkan kelemahan otot adalah stres oksidatif. Tavilani H pada tahun 2012 telah membuktikan terjadinya penurunan kapasitas antioksidan plasma pada pasien PPOK dan juga perokok serta terjadinya peningkatan stres oksidatif pada kedua kelompok ini.29 Saat latihan terjadi peningkatan produksi radikal bebas oleh mitokondria dan jika mekanisme pertahanan tidak mencukupi akan terjadi proses oksidasi lemak dan protein. Atrofi otot dapat dilihat pada otot secara keseluruhan atau pada tingkat miosit tetapi dapat juga dinilai dengan memperkirakan kehilangan fat-free mass di tungkai. Perubahan otot rangka ini disebabkan oleh berubahnya gaya hidup pasien PPOK. Kemampuan oksidatif otot ini akan berkurang dari keadaan asidosis laktat akan lebih mudah terjadi pada latihan yang bersifat incremental. Asidosis laktat menjadi alasan mengapa pasien akan lebih awal menyelesaikan latihannya dan peningkatan ventilasi dibutuhkan untuk mengurangi kelebihan karbondioksida sebagai mekanisme kompensasi terhadap asidosis laktat.

Sindrom metabolik seperti hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia serta penyakit jantung sering dilaporkan sebagai faktor penyerta pada PPOK. Gangguan atau penyakit tersebut dapat memperburuk toleransi latihan pada pasien PPOK. Crisafulli dkk mendapatkan prevalens sindrom metabolik sebanyak 61% dan penyakit jantung 24% sebagai penyerta pada


(30)

2962 pasien PPOK yang diteliti. Seluruh penyakit penyerta dalam penelitian ini memperburuk toleransi dan mengurangi efektifiti rehabilitasi.

Gas dan partikel berbahaya

31

Karakteristik penyakit Gejala

Keterbatasan ekspirasi, hiperinflasi Sesak, batuk , sputum Perubahan vaskuler Lelah

Disfungsi otot perifer Intolerans latihan Depresi, cemas Gambar II.1. Penurunan kualitas hidup pasien PPOK

II.3. Rehabilitasi Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

16

Sejarah rehabilitasi pertama kali dikembangkan pada penderita PPOK, kemudian diterapkan pada penyakit paru kronik misalnya penyakit interstisial, fibrosis kistik, bronkiektasis, bentuk dada abnormal, persiapan operasi dan evaluasi setelah operasi. Rehabilitasi dapat juga digunakan pada pascatrauma paru akut. penderita yang menggunakan ventilator yang lama dan penderita dengan gejala respirasi yang tidak stabil.30

Tujuan utama rehabilitasi paru adalah mengurangi sesak napas dan menghilangkan rasa takut penderita akan timbulnya sesak napas yang menghambat penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Rehabilitasi paru berusaha untuk memulihkan individu ke arah potensi fisik, medik, mental, emosional, ekonomi, sosial sepenuhnya menurut

Individu dengan penyakit pernapasan yang kronik seperti PPOK sering mengalami gejala-gejala yang mengganggu seperti sesak napas dan kehilangan nafsu makan, keterbatasan aktivitas dan penurunan kualitas hidup.

QOL

Kerusakan jaringan Disfungsi mukosilier Inflamasi lokal dan i t ik

Progresifitas penyakit


(31)

kemampuannya. Melalui program rehabilitasi paru, penderita diajar untuk memahami lebih dalam tentang penyakitnya, pilihan-pilihan terapi dan strategi-strategi untuk mengatasinya. Mereka di dorong untuk secara aktif terlibat dalam usaha-usaha pemeliharaan kesehatan, lebih mandiri dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari, dan tidak terlalu bergantung pada petugas kesehatan atau sumber-sumber daya medis lain yang mahal. Tiap usaha harus dilakukan untuk membawa penderita ke arah perbaikan fisik yang maksimal dan memelihara efisiensi pemakaian energi yang maksimal, sehingga penderita bisa melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Jika hal ini tidak mungkin, maka diusahakan latihan bekerja yang lebih ringan. Bahkan jika tidak mungkin memperoleh pekerjaan yang lebih menguntungkan, titik berat harus diletakkan agar penderita mempunyai kepercayaan diri semaksimal mungkin dan mengurangi ketergantungan pada orang sekitar.

Definisi awal yang dianut oleh Komite Rehabilitasi Paru American College of Chest Physician (ACCP) sejak tahun 1974 menyatakan bahwa rehabilitasi paru adalah suatu seni pengobatan dimana melalui diagnosis yang tepat, terapi, dukungan psikologis, dan edukasi, dirancangkan suatu program multidisipliner untuk masing-masing penderita guna menstabilkan atau menyembuhkan gangguan fisiologis pernapasan, dengan maksud mengembalikan penderita kepada tingkat kapasitas fungsional tertinggi yang masih mungkin dicapai dalam kondisi penyakitnya.

30,32

30,33

Sedangkan menurut ATS ( American Thoracic Society ) pada tahun 1999 Rehabilitasi paru adalah suatu program dengan multidisiplin yang memberikan perhatian pada pasien PPOK melalui suatu disain yang dapat mengoptimalkan kemampuan fisik dan kehidupan sosial serta mampu mandiri. Melibatkan berbagai spektrum seperti strategi pengobatan, latihan fisik, edukasi, nutrisi, dukungan psikososial dan kedisiplinan yang merupakan suatu kesatuan pada managemen terapi jangka panjang penderita PPOK.34


(32)

Menurut National Institutes of Health (NIH) Workshop an Pulmonary, rehabilitasi paru adalah pelayanan langsung multidisiplin secara terus menerus kepada seseorang dengan penyakit paru dan keluarganya, menggunakan interdisiplin tim spesialis, dengan tujuan meningkatkan dan mempertahankan tingkat kemampuan tertinggi untuk mandiri dan berguna bagi lingkungannya.

Rehabilitasi paru merupakan program yang telah mantap dan diterima secara luas sebagai penyempurnaan terapi standard penderita PPOK. Tujuan utama dari program ini adalah :

30

a. Meningkatkan pemahaman terhadap penyakit dan memperbaiki self-management.

b. Mengendalikan atau meringankan gejala penyakit dan komplikasi gangguan pernapasan semaksimal mungkin.

c. Mengembalikan penderita pada tingkat aktivitas fisik mandiri tertinggi yang masih mungkin tercapai

d. Memperbaiki kemampuan fisik dan psikologis pasien dalam interaksi dengan lingkungannya

e. Mencegah suatu kondisi yang membuat keterbatasan aktivitas dan pergerakan pada penderita PPOK oleh karena sesak napas yang dialaminya 34

Rehabilitasi paru secara menyeluruh mencakup beberapa hal yaitu evaluasi penderita, edukasi dan dukungan psikososial,latihan relaksasi, latihan pernapasan, latihan fisik dada, dan latihan fisik (exercise training).

II.3.1. Evaluasi Penderita

Penilaian pasien PPOK untuk program rehabilitasi paru bertujuan mendapatkan kandidat pasien yang tepat untuk diberikan program latihan. Pasien PPOK yang dianjurkan mengikuti program rehabilitasi paru adalah pasien dengan derajat 2 atau PPOK sedang atau


(33)

Tampilan Klinis

pasien yang memiliki VEP1 kurang dari 80% dari nilai prediksi. Pasien dengan derajat PPOK

ringan dan sangat berat juga dapat dianjurkan untuk melakukan rehabilitasi paru. Rehabilitasi paru secara umum diindikasikan untuk penderita PPOK yang telah mengalami gejala pernapasan yang menetap, penurunan kapasitas latihan, penurunan aktivitas dan penurunan kualitas hidup. Akan tetapi sebenarnya tidak ada suatu penurunan fungsi paru spesifik yang dijadikan standar pada program rehabilitasi paru. Kontraindikasi relatif rehabilitasi paru adalah pasien yang tidak dapat berjalan disebabkan kelainan ortopedi atau saraf, angina pektoris tidak stabil atau infark miokard, gangguan psikiatrik atau kognitif tidak dapat berkomunikasi dengan efektif. 34

Gambar II.2. Gambaran pasien PPOK yang harus diberikan rehabilitasi paru 34

Intervensi

Gagal napas Beresiko Simptomatik Eksaserbasi

Berhenti merokok

Management penyakit

Lain – lain

Gejala

VEP1


(34)

Tahap awal rehabilitasi paru adalah menentukan penderita dan dievaluasi untuk disesuaikan dengan tujuan program. Proses evaluasi terdiri atas:

a. Wawancara

Wawancara merupakan langkah pertama yang penting untuk mengenalkan pasien tentang program, mengetahui riwayat penyakit dan problem psikososial. Anggota keluarga dan lingkungannya dilibatkan dalam wawancara ini. Komunikasi dengan dokter yang merawat dan petugas rehabilitasi penting untuk menentukan prioriti pertanyaan medis dalam mengawali program sehingga setiap individu mendapatkan jenis program yang sesuai dengan harapan.

b. Evaluasi medis

Sebelum proram rehabilitasi dilakukan, penting kiranya mengetahui kondisi penyakit penderita serta therapy yang diberikan selama ini apakah sudah optimal.34

c. Uji diagnostik

Riwayat penyakit penyerta harus diperhatikan untuk menentukan tingkat program. Data dasar harus dicatat termasuk faal paru, kemampuan uji latih, analisis gas darah (AGDA), foto toraks, elektro kardiografi (EKG), kadar hemoglobin (Hb), fungsi ginjal dan lainnya.

Uji faal paru digunakan untuk menentukan karakteristik penyakit paru dan derajat kelainan. Spirometri digunakan untuk mengukur faal paru. Parameter yang sering diukur adalah kapasiti difusi, tahanan jalan napas dan tekanan maksimal respirasi. Uji latih membantu untuk menentukan toleransi latihan, perubahan hipoksemia dan hiperkapnia selama latihan sehingga dapat menentukan intensiti latihan yang aman. Toleransi latihan juga ditentukan oleh persepsi gejala sesak napas. Pengukuran yang dilakukan selama monitoring adalah besarnya beban kerja, heart rate, EKG, oksigen arteri, analisis gas darah, konsumsi oksigen (VO2) dan gejala sesak napas. Pemeriksaan AGDA sebelum dan selama latihan penting untuk mengukur kapasiti latihan yang menginduksi hipoksemia.


(35)

d. Status psikososial

Keberhasilan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh penanganan masalah fisis pasien tetapi juga masalah psikologi, emosi dan sosial. Penderita dengan problem psikososial sering tidak dapat menentukan masalahnya sendiri. Kelainan neuropsikologi

sering ditemukan pada PPOK, pasien menjadi depresi, takut, cemas dan sangat tergantung kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Gejala sesak yang progresif adalah gejala yang sangat ditakuti karena sedikit aktiviti akan bertambah sesak sehingga menghasilkan rasa takut dan cemas yang berlebih. Pada akhirnya aktiviti penderita akan terbatas. Status psikososial dan perhatian terhadap masalahnya dapat ditentukan waktu wawancara misalnya tingkat dukungan keluarga dan lingkungannya, aktiviti harian, hobi dan tingkat keterbatasannya. Kunci penting saat wawancara adalah memperhatikan komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah, sikap tubuh, sikap tangan dan gerakan tubuh. Kelainan kognitif yang terbatas pada pasien dapat secara baik diidentifikasi. Anggota keluarga dan lingkungan dapat dimasukkan dalam proses seleksi dan program bila memungkinkan.

e. Target yang akan dicapai

Target rehabilitasi ditentukan berdasarkan derajat penyakit, kebutuhan dan harapan penderita. Target harus realistik dan objektif sesuai dengan program. Keluarga dan lingkungan lainnya dilibatkan dalam penentuan target.

Pada sistem International Classification of impairment disability and handicap (ICIDH) WHO, penyakit paru diklasifikasikan menjadi empat tingkat yaitu patologi, impairment, disability dan handicap. Impairment saluran napas merupakan hilangnya atau abnormaliti psikologis, fisiologis, struktur anatomi atau fungsi akibat penyakit saluran napas. Impairment merupakan keadaan patologi dan dapat ditentukan dengan pengukuran laboratorium. Pada penyakit saluran napas impairment menunjukkan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan udara yang terperangkap pada uji faal paru atau


(36)

penurunan kekuatan otot quadriceps pada uji fungsi otot. Disability saluran napas akibat penyakit paru menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan aktiviti normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan fungsi dinamis dan keterbatasan kerja fisis. Pada rehabilitasi paru keadaan disability ditentukan oleh uji lapangan seperti uji jalan dalam waktu yang ditentukan dan kuesioner indeks sesak untuk mengukur derajat sesak.Handicap saluran napas adalah suatu keadaan akibat impairment dan disability sehingga pasien tidak mampu berperan dalam masyarakat seperti yang diharapkan, misalnya penurunan kinerja latihan saat uji jalan dalam waktu yang ditentukan merupakan disability tetapi kumpulan ketidakmampuan untuk mempertahankan pekerjaan adalah handicap.

II.3.2. Edukasi dan Dukungan Psikososial

35

Edukasi pasien bertujuan agar setiap pasien PPOK memahami kondisi penyakitnya dan keterbatasan aktifitas yang disebabkan oleh progresifiti PPOK. Edukasi program komponen haruslah mencakup review terapi yang telah digunakan selama ini, pemakaian oksigen, mekanisme penyakit, modifikasi gaya hidup. Pasien PPOK selayaknya memahami penyakit yang diderita agar meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian. Pasien harus mengerti bagaimana memakai obat inhalasi secara tepat. Kebiasaan merokok harus dihentikan karena dapat memperburuk kapasiti fungsional pasien dan juga karena pasien yang masih tetap merokok biasanya akan menolak program rehabilitasi dengan alasan yang tidak jelas. Penderita PPOK cenderung untuk kehilangan berat badannya, terutama bagi penderita dengan derajat obstruksi yang berat. Kehilangan berat badan selalu dihubungkan dengan tingkat kematian yang tinggi. Oleh karena itu, jika hal ini dapat diatasi maka akan meningkatkan survival rate. Dibutuhkan dukungan nutrisi pada penderita PPOK. Obesitas pada penderita PPOK juga harus dikurangi untuk menghindari komplikasi pada kardiorespirasi sistem dengan jalan pengaturan diet.35


(37)

Dukungan psikososial berguna untuk memberikan rasa percaya diri pasien PPOK dan mencegah depresi yang akan berakibat menurunkan efektifiti rehabilitasi paru. Pasien PPOK harus dihindari dari keadaan depresi yang juga dapat menjadi alasan drop out program rehabilitasi.

II.3.3. Latihan Relaksasi

Prevalens serangan panik pada pasien PPOK sepuluh kali lebih besar daripada orang normal. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya partisipasi penderita dalam kegiatan-kegiatan sosial termasuk dalam hal hubungan seksual. Bimbingan psikologis sebaiknya dilakukan terhadap pasien PPOK terutama mereka yang memiliki kecenderungan mengalami serangan panik. Psikoterapi baik dalam bentuk penyuluhan atau edukasi maupun terapi relaksasi dan desentisasi sesak napas yang diintegrasikan dalam komponen rehabilitasi paru lainnya diharapkan dapat mengurangi kecemasan, depresi, dan sesak napas, serta meningkatkan rasa percaya diri.

Tujuan latihan relaksasi adalah:

a. Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan. b. Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.

c. Memberikan sense of well being

Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu merasa tegang, cemas dan takut. Untuk mengatasi keadaan ini penderita berusaha membuat posisi yang menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan memutar bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini selalu diambil setiap akan memulai latihan pernapasan dan terapi fisik dada . Agar penderita memahami, latihan ini harus diperagakan. Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang dan posisi yang nyaman.

II.3.4. Latihan Pernapasan

36


(38)

Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:

a. Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping b. Memperbaiki fungsi diafragma

c. Memperbaiki mobilitas sangkar toraks

d. Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan

e. Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.

Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan diafragma sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi meningkat barulah digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang) ini terjadi bila ventilasi melampaui 50 l/menit. Pada penderita PPOK terdapat hambatan aliran udara terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya letak diafragma rendah dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga secara mekanis otot-otot pernapasan bekerja kurang efektif. Fungsi diafragma penderita PPOK kurang dari 35% volume tidal, akibatnya penderita selalu menggunakan otot-otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PE max) sekitar 37%. Latihan pernapasan meliputi:

36

a.1. Latihan pernapasan diafragma

Melatih kembali penderita untuk menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi otot-otot asesorius. Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut:

a.1.1.Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas yang reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus dilakukan drainase


(39)

postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah.

a.1.2. Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar .

a.1.3. Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan dada minimal, dinding dada dan otot bantu napas relaksasi.

a.1.4.Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah.

a.1.5. Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5-1 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini. Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga

a.2. Pursed lips breathing

36

Tujuan program ini adalah mengurangi napas pendek dan aktiviti otot asesorius, mencegah kolaps saluran napas kecil selama ekspirasi, meningkatkan P02 dan menurunkan PC02. Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti


(40)

bersiul, lamanya ekspirasi 2-3 kali lamanya inspirasi, sekitar 4-6 detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras. PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung, karena terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang menutup lubang nasofaring. Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu, kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain itu PLB dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan memberikan keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada penderita. Pursed lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan bersama-sama dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang efektif terlihat setelah latihan berlangsung lebih dari 10 menit. 36

a.Menarik napas b. Bibir seolah-olah c. Buang napas perlahan-lahan akan meniup perlahan-lahan melalui hidung melalui mulut Gambar II.3. Tekhnik pursed lips breathing

a.3. Latihan batuk

37

Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda asing atau sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus memenuhui kriteria: 1) Kapasitas vital yang


(41)

cukup untuk mendorong sekret. 2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi. Cara melakukan batuk yang baik: Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga menimbulkan tekanan intratorak. Tungkai bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut. Penderita diminta menarik napas melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan otot-otot dinding perut serta badan sedikit membungkuk ke depan. Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan dengan melakukan Iatihan pernapasan diantara latihan batuk.36

II.3.5. Terapi Fisik Dada

Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan menyumbat saluran napas dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman. Infeksi mengakibatkan radang yang menambah obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus sehingga mengganggu mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret merupakan penyulit yang cukup serius. Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan membantu menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea, dapat dilakukan dengan cara drainase postural, perkusi dinding dada, vibrasi menggunakan tangan (manual) atau dengan bantuan alat (mekanik). Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan (clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi paru terutama pada penderita PPOK dengan produksi sputum yang meningkat (>30 ml/ hari). Drainase postural adalah cara membersihkan jalan napas dari lendir dengan meletakkan penderita pada berbagai posisi pada waktu tertentu sehingga gravitasi akan membantu aliran lendir. Lendir digerakkan dari


(42)

bronkial ke bronkus dan menuju trakea untuk dibatukkan. Posisi lobus yang akan didrainase diletakkan lebih tinggi daripada bronkus utama. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari selama 5 menit. Sebelum dilakukan drainase postural sebaiknya penderita minum banyak atau diberikan mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan pengaliran sekret.

II.3.6.Latihan Fisik (Exercise Training)

36

Latihan rekondisi merupakan kunci kesuksesan dalam program latihan pada pasien PPOK. Masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana mendisain pola latihan secara individual dengan mempertimbangkan kelainan kardiovaskuler dan sistem rangka yang mungkin sudah terjadi. Program latihan harus mempertimbangkan tiga hal utama yaitu intensiti, spesifisiti dan reversibiliti. Latihan harus dilakukan sedikitnya tiga hingga lima hari seminggu dan intensiti latihan antara 40-80 % dari cadangan ambilan oksigen (perbedaan antara ambilan oksigen pada waktu istirahat dengan ambilan oksigen maksimal). Latihan dilakukan selama lebih dari 20 menit secara kontiniu atau dengan interval. Latihan fisis sebanyak 20 sesi terbukti memberi manfaat yang lebih baik daripada 10 sesi. Sebagian program rehabilitasi melakukan latihan 3 kali seminggu diawasi langsung dengan durasi 3-4jam. Biasanya durasi program rehabilitasi selama 6 hingga 12 minggu.

lntensiti latihan yang rendah memperbaiki gejala pasien PPOK, kualiti hidup dan beberapa aspek aktifiti harian. Manfaat fisiologis lebih besar didapat pada intensiti latihan yang lebih berat .lntensiti latihan berat pada orang normal adalah intensitas tertentu yang dapat meningkatkan kadar laktat dalam darah. lntensiti melebihi 60% kapasiti puncak latihan dianggap cukup meningkatkan kemampuan.

25

38

Spesifisiti latihan pasien PPOK umumnya dilakukan dengan memusatkan perhatian pada latihan tungkai dengan menggunakan treadmill, sepeda statis atau dengan latihan berjalan secara incremental. Aktifiti latihan juga dilakukan terhadap otor-otot lengan dengan menggunakan arm cycle ergometer, free weights dan elastic bands. Latihan terhadap otot


(43)

lengan dapat mengurangi sesak sewaktu aktifiti dengan menggunakan lengan dan menurunkan kebutuhan ventilasi sewaktu mengangkat lengan. Orang normal membutuhkan peningkatan ambilan oksigen sebanyak 16% dan peningkatan ventilasi 24% sewaktu mengangkat lengan.

Endurance exercise dilakukan dengan cara berjalan atau bersepeda termasuk latihan yang sering dilakukan dalam program rehabilitasi paru. Durasi latihan efektif harus melebihi 30 menit. Beberapa pasien sulit diperoleh durasi latihan yang kontiniu dan sebagai alternatif dapat dilakukan latihan secara interval dengan cara membagi durasi latihan menjadi beberapa sesi dengan selingan istirahat atau latihan dengan intensiti lebih rendah. Strength exercise

dapat memberikan perbaikan massa dan kekuatan otot daripada endurance exercise.

18,30

Oca dkk melaporkan bahwa latihan bersepeda meningkatkan kapasiti fungsional pasien PPOK sebesar 19% lebih besar daripada uji jalan 6 menit yang hanya meningkatkan 1% kapasiti fungsional pasien.38

Latihan fisik dapat mengurangi gejala sesak napas dengan cara mengurangi hiperinflasi dinamik pada pasien PPOK. Hiperinflasi dinamik terjadi pada saat latihan fisik yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ventilasi dan berkurangnya waktu ekspirasi hingga terjadi air trapping. Latihan fisik menurunkan kebutuhan ventilasi dan frekuensi napas sehingga memberikan waktu yang cukup untuk ekspirasi dan mengurangi hiperinflasi paru. Desensitisasi perasaan sesak terjadi di otak melalui mekanisme yang belum dapat dijelaskan. Kecemasan dan depresi pada pasien PPOK berkurang sebagai efek dari peningkatan kapasiti latihan.

Resistance training dilakukan dengan cara memberi beban tertentu terhadap kelompok otot kecil secara berulang. Alasan dilakukannya latihan ini karena pada pasien PPOK biasanya terjadi kelemahan otot perifer yang juga berperan pada kelelahan pada waktu latihan. Latihan yang dilakukan pada otot perifer dapat mengurangi sesak pada pasien. Spruit


(44)

dkk membandingkan efek resistance dengan endurance training pada pasien PPOK yang mengalami kelemahan otot tungkai. Terdapat hasil bermakna pada peningkatan jarak uji jalan 6 menit sebesar 54 meter tetapi tidak terdapat perbedaan hasil antara resistance dan endurance training pada pasien yang diteliti.39

Peningkatan jarak minimum bermakna menurut rekomendasi British Thoracic Society (BTS) adalah 54 meter sedangkan menurut American Thoracic Society (ATS) 50 meter.

39

Gambar II.4. Latihan fisik yang dapat dilakukan pada program rehabilitasi paru

II.4. KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

37

Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkup kemampuan keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas hidup dapat menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada berbagai bidang misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi.

Konsep pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan biasanya merujuk paling sedikit pada salah satu dari 4 domain atau komponen penting yaitu sensasi somatik, fungsi fisis, status emosi, atau psikososial dan interaksi sosial.

Pengukuran kualitas hidup biasanya menggunakan kuesioner yang dapat mewakili 4 domain tersebut. Akan tetapi kuesioner kesehatan umum kurang sensitif terhadap derajat berat


(45)

Respiratory Questionaire (SGRQ) yang dikembangkan oleh Jones dkk, Clinical COPD Questionnaire (CCQ), MRC (Medical Research Council) Dyspnoe Scale, BODE Index, dan juga CAT (COPD assessment Test) yang merupakan kuesinoer paling baru yang sedang dikembangkan.

CAT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009, merupakan lembar penilaian yang mudah dan ringkas, dapat dipergunakan dalam praktik kedokteran sehari-hari, merupakan lembar penilaian yang dapat digunakan untuk menilai seluruh aspek pada penderita PPOK, dan juga meningkatkan komunikasi antara dokter-pasien. Walaupun CAT hanya terdiri dari beberapa buah pertanyaan saja, namun sudah mencakup area luas yang dapat menilai kualitas hidup pasien. Validasi terhadap CAT telah dilakukan di Amerika Serikat dan di beberapa negara di Eropa, diharapkan juga efektif di Asia.

14

Berdasarkan data yang telah diambil dari enam negara telah membuktikan bahwa pengukuran CAT telah melingkupi seluruh penilaian pasien PPOK. Data tersebut juga telah membuktikan bahwa CAT relevan dengan populasi PPOK dan dapat digunakan secara global.

40

CAT merupakan kuesioner dengan delapan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sangat mudah. Penderita harus menjawab dengan memberi tanda silang pada angka yang memberikan gambaran terbaik kondisinya saat itu. Dokter tidak boleh mengarahkan jawaban yang akan diberikan kepada pasien. Setiap pertanyaan memiliki nilai dari 0 sampai 5. 0 artinya kondisinya sangat baik dan 5 berarti kondisinya sangat tidak baik. Namun lembar penilaian tidak memberikan nilai ukur terhadap skor 0-5 untuk setiap pertanyaan yang sudah ada, oleh karena itu untuk memudahkan proses pengisian lembar CAT, maka peneliti memberi penjelasan terhadap makna skor 0-5 dari setiap lembar penilaian CAT.

Delapan pertanyaan tersebut adalah (lembar penilaian CAT terlampir) :


(46)

a. Kondisi batuk penderita b. Kondisi dahak penderita c. Apakah ada rasa berat di dada

d. Bagaimana kondisi sesak napas saat mendaki/naik tangga e. Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari

f. Apakah ada kekhawatiran untuk keluar dari rumah akibat penyakit yang dideritanya

g. Apakah penderita dapat tidur dengan nyenyak atau tidak h. Apakah pasien merasa bertenaga atau tidak

Tabel II.2. Lembar Praktis Penggunaan COPD Assessement Test (CAT)

Skor CAT Level Gambaran klinis terhadap skor CAT

Penatalaksanaan yang mungkin dilakukan

 30 Sangat tinggi

Pada kondisi ini pasien sangat sulit untuk melakukan aktifitasnya, setiap hari ia akan terganggu akan penyakit PPOKnya. Pasien juga kan sulit walau hanya akan melakukan aktivitas seperti mandi atau sekedar keluar dari rumah. Bahkan terkadang pasien akan sulit untuk meninggalkan tempat tidur atau kursinya. Pada kondisi ini, pasien sering menjadi lelah menjadi manusia yang tidak berguna

Pasien harus mendapatkan perhatian yang serius

- Harus mendapatkan

pengobatan dari spesialis

- Pertimbangkan pemberian obat tambahan

- Rujuk ke rehabilitasi paru

- Pertimbangkan pendekatan pengobatan terbaik untuk

mencegah terjadinya eksaserbasi

 20 Tinggi PPOK menggangu hampir seluruh aktivitasnya. Pasien akan merasa sesak walau hanya mandi, memakai baju atau berjalan di sekitar rumahnya. Pasien juga terkadang merasa sesak saat berbicara. Pasien sering merasa lelah dan merasa nyeri di dada yang dapat mengganggu tidur mereka. Pada keadaan ini pasien merasa semua aktivitas


(47)

besar. Terkadang pasien juga merasa stress dan panik terhadap penyakitnya

10-20 Sedang PPOK merupakan masalah utama pasien ini. Mereka kadang memiliki beberapa hari yang baik dalam satu minggu, tetapi tetap mengeluhkan selalu adanya batuk disertai dahak setiap hari, dan mengalami satu atau lebih eksaserbasi setiap tahunnya. Pasien sering terbangun dari tidur karena keluhan sesak napas. Pasien hanya dapat melakukan aktifitas harian dengan perlahan-lahan

- Periksa pengobatan yang telah diberikan selama ini. Sudah optimal apa belum.

- Rujuk ke pusat rehabilitasi paru

- Pertimbangkan pendekatan pengobtan terbaik untuk mencegah terjadinya eksaserbasi

- Periksa faktor pemberat. Apakah pasien masih merokok?

< 10 Rendah Pasien tidak terlalu

mengeluhkan gejala PPOK, tetapi terkadang mengganggu aktifitas. Pasien mengeluhkan adanya batuk dalam beberapa hari setiap minggunya, dan mengalami sesak napas ketika berolahraga atau bekerja keras. Pasien juga mudah mengalami kelelahan.

- Berhenti merokok

- Vaksinasi influenza setiap tahun

- Cegah terpapar dengan faktor resiko

- Berikan pengobatan sesuai dengan hasil pemeriksaan

Uji jalan 6 menit

Pada awal tahun 1960 Balke mengembangkan uji sederhana untuk mengevaluasi kapasitas fungsional dengan mengukur jarak jalan dalam periode waktu tertentu. Uji jalan 12 menit dikembangkan untuk menilai hasil latihan orang sehat dan penderita bronkitis kronik. Uji jalan 6 menit dikembangkan dan ternyata hasilnya sebaik 12 menit, lebih mudah ditoleransi pasien dan lebih menggambarkan keadaan aktivitas sehari-hari. Indikasi utama uji jalan 6 menit adalah untuk mengukur respon pengobatan pasien dengan kelainan jantung atau paru derajat ringan sampai berat. Indikasi lain adalah untuk mengukur status fungsional pasien dan memprediksi mortaliti dan morbiditi penyakit. Uji jalan 6 menit mempunyai


(48)

korelasi bermakna dengan konsumsi oksigen maksimum (r=0,73) dan mempunyai korelasi bermakna dengan pengukuran kualitas hidup.

II.5. Kerangka Teoritis

42,43

Gambar II.5. Kerangka Teoritis

Asap rokok

Perubahan struktur

PPOK

Inflamasi berulang

Hambatan aliran udara

Penurunan kapasitas

fungsional

Peningkatan

kapasitas

fungsional

Penurunan kualitas

hidup

Peningkatan

kualitas hidup

Rehabilitasi paru


(49)

II.6 Kerangka Konsep

Gambar II.6. Kerangka Konsep

II.7 Hipotesis

II.7.1 Adanya peningkatan kualitas hidup penderita PPOKsetelah menjalani program rehabilitasi paru

II.7.2 Adanya peningkatan kapasitas fungsional penderita PPOK setelah menjalani program rehabilitasi paru

PPOK stabil derajat ringan sampai

berat

Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

Perlakuan

Rehabilitasi 8 minggu

Analisis statistik

Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit

Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit pada setiap

tahapan latihan


(50)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu eksperimen semu dengan metode pre test dan post test desain dengan tujuan menilai perubahan kualitas hidup penderita PPOK setelah mengikuti program rehabilitasi paru.

Rehabilitasi Paru

Pre test Post test

Kualitas hidup Kualitas hidup Kapasitas fungsional Kapasitas fungsional

Gambar III.1. Desain Penelitian

III.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poli rawat jalan PPOK RSUP H. Adam Malik dan instalasi rehabilitasi medis RS Siti Hajar Medan. Rencana penelitian ini akan dilaksanakan selama kurun waktu 12 minggu.

III.3. Populasi dan Subjek Penelitian

III.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penderita PPOK stabil yang di rawat jalan di poli PPOK RSUP. H. Adam Malik Medan

III.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan diambil secara consecutive sampling


(51)

III.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria inklusi

a.1 Penderita PPOK rawat jalan derajat ringan sampai dengan berat a.2 Kisaran umur 40-65tahun

a.3.Memiliki riwayat merokok dinilai berdasarkan Indeks Brinkman

a.4. VEP1 lebih dari 30% prediksi a.5. VEP1/KVP < 70%

a.6. Tidak sedang mengalami eksaserbasi a.7. Meneruskan obat-obatan dari poli PPOK

a.8. Setelah prosedur penelitian dijelaskan kepada penderita, penderita setuju untuk mengikuti program rehabiltasi paru dan bersedia menandatangani formulir persetujuan setelah penjelasan atau informed consent yang ada. b. Kriteria Eksklusi :

b.1. Menderita kelainan jantung b.2. Menderita kor pulmonale

b.3. Menderita gangguan sendi, rheumatoid arthitis b.4. Menderita kelainan neurologis

b.5. Menderita gangguan kognitif

III.4. Besar Sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus : A = { (zα + zβ)2 s }

(x

2

2

Zα : kesalahan alfa adalah resiko membuat kesalahan positif semu )

: 0,05 dengan “confidence level “ 95% maka Z= 1,960


(52)

: 0,2 maka Z = 0,842

S : simpang baku kedua kelompok = 65,7 X

Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini : : perubahan uji jalan 6 menit = 50

A = { (1,960 + 0,842)2 65,7 }2 ( 50 )

= 13,55

Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini = 14 orang

2

III.5. Cara Kerja Penelitian

Penderita PPOK yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan :

III.5.1 Anamnesis tentang lama penyakit, kapan serangan terakhir, faktor pencetus serangan, frekuensi serangan dan penggunaan obat-obat bronkodilator III.5.2 Pemeriksaan fisik dan tanda vital

III.5.3 Pemeriksaan faal paru dengan spirometri III.5.4. Pemeriksaan EKG

III.5.5. Pengisian lembar kuesioner CAT yang telah dijelaskan sebelumnya III.5.6 Dilakukan uji jalan 6 menit dan dicatat pencapaian jarak jalan dalam meter,

penderita boleh berhenti tidak meneruskan jika penderita lelah atau sesak III.5.7. Pengisian CAT dan pengukuran uji jalan 6 menit dilakukan pada setiap

tahapan latihan

III.5.8. Setelah 8 minggu dilakukan pemeriksaan nomor 3,5,6 III.5.9. Penderita tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian bila :

a. Tidak mengikuti program latihan Stationary Cycling

b. Mendapatkan eksaserbasi lebih dari 3 kali

III.5.10. Jika terjadi eksaserbasi latihan dihentikan dan diteruskan kembali bila stabil III.5.11. Membuat catatan obat-obat yang dipakai sebelum dan sesudah perlakuan


(53)

Cara melakukan latihan dengan Stationary Cycling

a. Tentukan target heart rate range (THRR) dengan rumus Carnoven : THRR = 40-85% (denyut nadi maksimal –denyut nadi latihan) – denyut nadi istirahat b. Indikasi penghentian latihan bila terdapat salah satu dari :

- Kesulitan berbicara atau frekuensi napas > 30 kali/menit

- Skala Borg 7-8

- Saturasi O2 < 90%

- Denyut nadi melebihi THRR

c. Setelah dan saat latihan dicatat bila ada keluhan

Latihan

Lama : 8 minggu (2 bulan)4 tahap Intensitas : 2 kali seminggu

Durasi : 45 menit persesi

Waktu : sebaiknya Pagi (09 –11.00 wib ) Jumlah : 4 – 10 orang persesi

Tahap I ( 2 minggu )

Kegiatan Durasi Modaliti

Edukasi dan dukungan psikososial

15 menit -peninjauan ulang terhadap tatalaksana PPOK

-informasi nutrisi

Pemanasan 5 menit -latihan relaksasi

-latihan pernapasan -peregangan otot

Atas : leher, bahu, siku, lengan atas & bawah, tlg vertebra

-bawah : lutut dan tumit

Latihan sepeda ergometer 5 menit -15 putaran permenit tanpa hambatan

Pendinginan 5 menit -latihan pernapasan

-peregangan otot Terapi fisik dada 15 menit -clapping

-vibrasi

-postural drainase


(54)

Tahap II ( 3 minggu )

Kegiatan Durasi Modaliti

Pemanasan 5 menit -latihan relaksasi

-latihan pernafasan

-peregangan : atas & bawah (idem) Latihan Utama

Bersepeda ergometri 10 Menit -tanpa hambatan dengan kecepatan sesuai dengan kemampuan pasien Latihan beban lengan atas 5 menit -dengan 1 kg beban atau botol air

mineral 500 ml Pendinginan

Terapi fisik dada

Total

5 menit

15 menit

40 menit

-latihan pernapasan

-peregangan : atas & bawah ( idem )

-clapping -vibrasi

-postural drainase

Tahap III ( 2 Minggu )

Kegiatan Durasi Modaliti

Pemanasan 5 menit -latihan relaksasi

-latihan pernapasan -peregangan : atas, bawah Bersepeda ergometri 10 menit -tanpa hambatan sesuai dengan

kemampuan pasien

Latuhan naik turun tangga 10 menit Ukuran standar > 12 langkah per menit

Pendinginan 5 menit -latihan pernapasan diafragma -peregangan : atas dan bawah Terapi fisik dada 15 menit -clapping

-vibrasi

-postural drainase


(55)

Tahap IV ( 1 Minggu )

Kegiatan Durasi Modaliti

Pemanasan 5 Menit -latihan relaksasi

-latihan pernapasan diafragma -peregangan : atas, bawah Bersepeda ergometri 10 menit Tanpa kemiringan

Pilihan pasien 10 menit Kombinasi : latihan lengan atas, latihan naik turun tangga

Pendinginan 5 menit -latihan pernapasan diafragma -peregangan

Terapi fsik dada 15 menit -clapping

-vibrasi

-postural drainase

Total 45 menit Pengukuran uji jalan 6 menit dan CAT

Bahan dan alat kerja

a. Spirometri

b. Lembar kuesioner CAT c. Stationary Cycling

d. Stop watch

e. Tensimeter (tipe), stetoskop (Littman)

f. Pulse oksimeter

g. Tabung oksigen

h. Alat nebulizer

i. Agonis β2 dan Deksametason j. Formulir data dasar

k. Formulir persetujuan

III.6. DEFINISI OPERASIONAL

III.6.1. Derajat Obstruksi

Derajat obstruksi diukur secara objektif dengan menggunakan alat spirometer.Pemeriksaan yang dapat diterima adalah yang memenuhi ke empat


(56)

a. Pemeriksaan dilakukan sampai selesai. b. Waktu ekspirasi minimal 3 detik.

c. Permulaan pemeriksaan harus cukup baik. d. Grafik flow volume mempunyai puncak grafik.

Berdasarkan Global Initiative for Obstructive Lung Disease 2010, maka pembagian derajat obstuksi penderita PPOK, dibagi atas :

1. Derajat ringan, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan VEP1

2. Derajat sedang, dengan nilai VEP

≥ 80% prediksi.

1/KVP < 70% dan 50% < VEP1

3. Derajat berat, dengan nilai VEP

< 80% prediksi.

1/KVP < 70% dan 30% < VEP1

4. Derajat sangat berat, dengan nilai VEP

< 50% prediksi.

1/KVP < 70% dan VEP1 < 30% prediksi,

atau VEP1

III.6.2. Derajat berat merokok diukur dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun .

< 50% prediksi disertai dengan adanya gagal napas kronik.

1. Ringan : 0-200 2. Sedang : 200-600 3. Berat : >600

III.6.3. CAT (COPD Assessment Test) adalah kuesioner penilaian terhadap kualitas hidup pasien PPOK serta keparahan derajat penyakitnya diisi oleh penderita PPOK.

1. Sangat Tinggi : nilai CAT > 30

2. Tinggi : nilai CAT > 20 3. Sedang : nilai CAT 10-20 4. Rendah : nilai CAT < 10


(57)

III.6.4. Uji jalan 6 menit adalah penilaian terhadap status fungsi atau kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari penderita PPOK yang diukur dalam meter dilakukan selama 6 menit

III.7. Analisa Data

III.7.1 Univariat : Untuk melihat karakteristik PPOK berdasarkan umur, jenis kelamin, kualitas hidup dan kapasitas fungsional sebelum dan setelah intervensi yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi

III.7.2 Bivariat : Untuk melihat bagaimana pengaruh program rehabilitasi paru terhadap kapasitas fungsional dan kualitas hidup yang dihitung dengan uji perbedaan Mean ( t test) yang dilanjutkan dengan uji t test dependent

III.8. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan menggunakan perangkat komputer dengan langkah - langkah berikut :

III.8.1 Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

III.8.2 Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer. III.8.2 Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program


(58)

III.9. Jadwal Kegiatan

No KEGIATAN I

II-III

IV-VI

VII-VIII

IX X XI XII

1 Persiapan

2 Pengumpulan Data

3 Pengolahan Data

4 Penyusunan Laporan

5 Seminar Hasil

Tabel III.1. Jadwal Kegiatan

III.10. Perkiraan Biaya Penelitian

a. Pengumpulan kepustakaan Rp.

500.000,-b. Pembuatan proposal Rp.

500.000,-c. Seminar proposal Rp.

2.000.000,-d. Pelaksanaan, terdiri dari

Dana transportasi 16x kunjungan

(@Rp.30.000/org/kunjungan) Rp. 6.720.000,-

Obat-obatan Rp. 1.000.000,-

Pulse oksimeter Rp. 1.000.000,-

Makanan dan minuman Rp. 1.600.000,-

e. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp.

700.000,-f. Biaya tim penelitian Rp.

2.000.000,-g. Seminar hasil penelitian

Jumlah Rp. 17.020.000 Rp.


(59)

2.000.000,-BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian

Kelompok yang diteliti adalah penderita PPOK stabil sebanyak 14 orang. Jenis kelamin kelompok yaitu laki-laki sebanyak 14 orang (100%) dan semua berasal dari poli PPOK RSUP. Haji Adam Malik Medan yang didapatkan dengan cara consecutive sampling.

Semua penderita dapat mengikuti penelitian ini sampai selesai. 4.1.1 Karakteristik penderita berdasarkan jenis kelamin

Dari 14 orang jumlah penderita yang masuk dalam penelitian ini didapatkan laki-laki sebanyak 14 orang (100%) dan perempuan tidak ada (0%). Adapun gambaran karakteristik penderita berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik penderita berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n %

Laki-laki 14 100

Perempuan 0 0

Total 14 100

4.1.2 Karakteristik penderita PPOK berdasarkan umur

Dari 14 penderita PPOK yang masuk dalam penelitian ini didapatkan rentang umur terbanyak yaitu 61-65 tahun sebanyak 4 orang (28,6%) dan juga umur ≥66 tahun sebanyak 4 orang (28,6%) serta rentang umur yang paling sedikit yaitu umur 40-45 tahun sebanyak 1 orang (7,1%) dan umur 46-50 tahun sebanyak 1 orang (7,1%). Adapun karakteristik penderita PPOK berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Karakteristik Penderita PPOK berdasarkan umur

Usia n %

40-45 1 7,1

46-50 1 7,1

51-55 2 14,3

56-60 2 14,3

61-65 4 28,6

≥ 66 4 28,6


(60)

4.1.3 Distribusi penderita PPOK berdasarkan nilai Indeks Brinkman

Dari 14 orang yang ikut dalam penelitian ini didapatkan nilai Indeks Brinkman tertinggi >600 sebanyak 10 orang (71,4%) dan nilai Indeks Brinkman terendah <200 sebanyak 0 orang (0%). Adapun distribusi penderita PPOK berdasarkan nilai Indeks Brinkman dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Distribusi penderita PPOK berdasarkan nilai Indeks Brinkman

Indeks Brinkman n %

< 200 0 0

200-600 4 28,6

> 600 10 71,4

Total 14 100

4.1.4 Distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat Indeks Brinkman

Dari 14 orang yang ikut dalam penelitian ini di dapatkan derajat Indeks Brinkman yang berat pada 10 orang (71,4%) dan derajat Indeks Brinkman sedang sebanyak 4 orang (28,6%) dan derajat Indeks Brinkman yang ringan sebanyak 0 orang (0%). Adapun distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat Indeks Brinkman dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat Indeks Brinkman

Derajat Indeks Brinkman N %

Ringan 0 0

Sedang 4 28,6

Berat 10 71,4

Total 14 100

4.1.5 Distribusi penderita berdasarkan nilai VEP1

Dari 14 orang yang masuk dalam penelitian ini didapatkan nilai VEP1 terbanyak yaitu 30% < VEP1 < 50% prediksi sebanyak 6 orang (42,9%) dan nilai VEP1 yang paling sedikit yaitu VEP1 >80% prediksi sebanyak 1 orang (7,1%). Adapun distribusi penderita berdasarkan nilai VEP1 dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.


(1)

11. Catat berapa jarak yang ditempuh dalam meter


(2)

LAMPIRAN 5

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang, Bapak/Ibu/Sdr/i, saya dr.Octariany, PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, saat ini sedang melakukan penelitian dengan judul ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU di RSUP H.ADAM MALIK MEDAN yang DINILAI DENGAN CAT dan UJI JALAN 6 MENIT dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup penderita PPOK. Bacalah informasi ini sebelum anda memutuskan apakah anda akan turut berpartisipasi atau tidak. Janganlah ragu-ragu untuk bertanya bila ada hal-hal yang belum dimengerti. Bila anda memutuskan untuk berpartisipasi, kami berharap anda akan menjalankan instruksi yang diberikan.

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah penyakit sumbatan di saluran napas yang sudah berlangsung lama dan kebanyakan disebabkan oleh rokok. Keluhan-keluhan yang dialami penderita PPOK adalah sesak nafas, batuk berdahak dan nafas berbunyi, selain itu PPOK juga bisa menimbulkan keluhan-keluhan di luar paru seperti kelemahan otot-otot pernafasan yang akhirnya juga dapat memperberat sesak nafas dan mengurangi kemampuan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu dilakukan suatu program rehabilitasi paru yang merupakan bagian terapi PPOK selain terapi obat-obatan. Saat ini kami akan meneliti manfaat rehabilitasi tersebut terhadap PPOK, apakah dapat meningkatkan faal paru, kualitas hidup dan kemampuan sehari-hari.

Jika Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia mengikuti penelitian ini, sebelum penelitian akan dilakukan pemeriksaan spirometri untuk mengukur fungsi paru, uji jalan 6 menit dimana


(3)

Bapak/Ibu/Saudara/i melakukan jalan biasa selama 6 menit dan boleh beristirahat bila kelelahan dan boleh berhenti sebelum 6 menit bila tidak sanggup untuk menyelesaikannya dan mengisi kuesioner CAT (COPD Assessment Test). Setelah 8 minggu akan dilakukan pemeriksaan ulang spirometri, uji jalan 6 menit dan pengisian kuesioner CAT (COPD Assessment Test)

Latihan akan berjalan selama 8 minggu, seminggu 2 kali dalam waktu 5-30 menit setiap latihan. Apabila selama program latihan pernafasan dan uji jarak jalan 6 menit timbul efek samping berupa sesak nafas, kelelahan dan denyut jantung yang meningkat, maka peserta diistirahatkan dan diberi oksigen, pengasapan pelega pernafasan dan anti pembengkakan sampai kondisi membaik

Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam penelitian ini karena selain bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat bagi penderita yang lain di Indonesia.Selama penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/i tidak dibebankan biaya apapun. Semua data dan hasil penelitian ini bersifat rahasia, tidak diketahui orang lain. Apabila berkeberatan, Bapak/Ibu/Saudara/i bebas untuk menolak mengikuti penelitian ini, tanpa khawatir akan mengurangi pelayanan kami. Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini, Bapak/Ibu/saudara/i dapat mengisi lembar persetujuan.

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu/saudara/i sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan pada penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/i dapat menghubungi saya.

Nama :Dr. Octariany

Alamat Kantor :Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU- RS HAM - Jl.Bunga Lau no.17, Telp.061-8365915


(4)

Alamat rumah : Jl.Karya Jaya komplek Taman Citra Mandiri Blok C 20 Telp: 08126555699

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini banyak bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2012 Peneliti


(5)

LAMPIRAN 6

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN ( INFORMED CONSENT ) Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ... Umur : ... Jenis kelamin : ... Pekerjaan : ... Alamat : ...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU di RSUP H.ADAM MALIK MEDAN yang DINILAI DENGAN CAT DAN UJI JALAN 6 MENIT, dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan sukarela menjadi subjek penelitian tersebut dan patuh akan ketentuan-ketentuan yang dibuat peneliti. Jika sewaktu-waktu ingin berhenti, saya berhak untuk tidak melanjutkan mengikuti penelitian ini tanpa ada sanksi apapun

Yang menyatakan Peneliti


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

8 116 108

Pengaruh Depresi terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis

3 29 103

HUBUNGAN DERAJAT OBSTRUKSI PARU DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) Hubungan Derajat Obstruksi Paru Dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).

0 2 13

PENGARUH ZINC PADA KADAR NETROFIL SPUTUM, SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT) DAN LAMA RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI.

0 4 4

TESIS ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU YANG DINILAI DENGAN COPD ASSESSMENT TEST (CAT) DAN UJI JALAN 6 MENIT OCTARIANY

0 0 17

I. DATA PRIBADI - Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 20

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) - Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 6

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 20