ini merupakan yang terbaik untuk menginderaan kedalaman perairan dangkal Sutanto 1992; Lillesand dan Kiefer 1994; Richard 1995.
2.4 Penginderaan Jauh untuk Menduga Kedalaman
Lyzenga 1985, mencoba mengembangkan pemetaan batimetri dengan memanfaatkan dua sumber citra yang berskala dari citra perekaman sensor aktif radar
dan perekaman sensor pasif multispektral. Model ini bertujuan untuk menggabungkan keunggulan dari tiap-tiap jenis citra sehingga didapatkan ketelitian pemetaan yang cukup
tinggi. Penelitian dilakukan di Pantai Pulau Bahama pada tahun 1978 dengan hasil ketelitian pemetaan yang cukup tinggi.
Jupp 1988 menyimpulkan dari beberapa hasil penelitian di perairan Great Barrier Reef Australia mengatakan bahwa citra yang dapat digunakan dalam penentuan
kedalaman air adalah: 1
Citra Landsat TM band 1 mempunyai kemampuan penetrasi kedalaman perairan sampai kedalaman 25 meter, band 2 sampai kedalaman 15 meter, band 3 sampai
kedalaman 5 meter dan band 4 sampai kedalamn 0.5 meter. 2
Citra Landsat MSS band 4 mempunyai kemampuan penetrasi kedalaman perairan hingga kedalaman 15 meter, band 5 hingga kedalaman 5 meter, band 6 hingga
kedalaman 0.5 meter dan band 7 sepenuhnya diserah oleh air. 3
Citra SPOT band 1 mempunyai kemampuan penetrasi kedalaman perairan hingga 0.5 meter.
Hal tersebut diperoleh dengan syarat kondisi citra yang bebas awan, sudut elevasi matahari tidak terlalu besar dan wilayah perairannya bebas dari kekeruhan.
Hashim 1990, mengemukakan tentang kesempatan dan keterbatasan pemetaan batimetri dari citra satelit. Lokasi yang dipilih adalah di Kepulauan Langkawi dan Kuala
Perlis, Kelang, Malaysia. Data yang digunakan adalah SPOT 1 dan Landsat 5 MSS. Model-model yang dikembangkan adalah 1 radiative transfer model, 2 single band
reflectance model dan 3 two band reflectance model. Dari penelitiannya diperoleh
formula Y=a+b1x1+b2x2 atau Y=ax1+bx2+c dengan c=28.22; a=-0.19; b=-0.16; R
2
=0.62, dimana x adalah citra asli dan Y adalah citra hasil pengolahan. Kelemahan dari penelitian
ini yaitu 1 pada kedalaman kurang dari 1 meter mempunyai simpangan yang sangat besar 3-10 meter, 2 pada kedalaman 1.1-14 meter simpangannya hanya 1.5 meter. Hal
ini menggambarkan bahwa model ini tidak dapat diterapkan pada air yang sangat dangkal. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa model-model tersebut potensial untuk menentukan
atau menurunkan dengan cepat informasi kedalaman perairan, namun informasi yang didapat tergantung pada jenis satelit atau sistem yang digunakan dan penyebab
kesalahan-kesalahan yang terjadi seperti tipe substrat dasar, arus dan sedimen tersuspensi.
Hengel dan Spitzer 1991 mencoba mengembangkan algoritma pemetaan kedalaman perairan dengan memanfaatkan data multitemporal. Penelitian tersebut
dilakukan di Pulau Vlieland dan The de Richel, Itali. Algoritma yang diperkenalkan merupakan penjabaran dari pendapat yang mengatakan bahwa kedalaman air berbanding
lurus dengan algoritma radiasi dan nilai kedalaman air relatif data digital yang dapat diperoleh dengan melakukan transformasi khusus terhadap nilai radiasi khusus tiap band.
Algoritma ini memanfaatkan 3 citra multitemporal sebagai input data yaitu citra Landsat TM bulan Juni 1986 pada masa surut, citra Landsat TM bulan Juni 1986 pada masa pasang air
serta Landsat TM bulan Juli 1987. Hasil yang diperoleh yaitu metode rotasi nilai radiasi berdasarkan pendapat Lyzenga dapat digunakan untuk memperoleh data kedalaman air
laut dari citra satelit. Peta kedalaman air relatif dapat diperoleh tanpa terlebih dahulu harus mengetahui nilai kedalaman air yang sebenarnya. Peta kedalaman air absolut
didapat dari hasil perhitungan korelasi antara nilai kedalaman yang sebenarnya dengan nilai kedalaman air relatif. Metode ini diyakini memiliki kesalahan yang lebih kecil
dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Bierwirth
et al. 1993 dari Australian Geological Survey Organizations AGSO
pernah melakukan penelian dengan tujuan serupa. Lokasi penelitian di Hamelin Pool, Shark Bay, Australia Barat. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan memperhitungkan
nilai koefisien attenuasi air terhadap masing-masing panjang gelombang pada citra Landsat
TM. Band yang digunakan adalah band pada panjang gelombang sinar tampak band 1, band 2 dan band 3. Koefisien attenuasi yang diperoleh untuk masing-masing
band yaitu 0.1 untuk band 1 panjang gelombang sinar biru, 0.13 untuk band 2 panjang
gelombang sinar hijau dan 0.194 untuk band 3 panjang gelombang sinar merah. Selain itu juga menghasilkan peta kedalaman perairan hingga 11 meter dari perkiraan maksimal
24 meter dengan interval 1 meter.
Green et al.
2000 mencoba untuk membandingkan beberapa model pemetaan kedalaman perairan di Caicos Bank. Model yang dievaluasi adalah model dari 1 Benny
dan Dawson menghasilkan koefisien korelasi r sebesar 0.52, 2 Interpolated DOP Depth of Penetration
dengan koefisien korelasi r 0.71, 3 Calibrated DOP Depth of Penetration dengan koefisien korelasi r 0.91 dan 4 Lyzenga dengan koefisien korelasi r 0.53.
Algoritma standar yang biasa digunakan untuk memetakan kedalaman perairan Lyzenga 1978 memerlukan 7 buah koefisien masukan untuk mengestimasi kedalaman
perairan dangkal. Penggunaan algoritma Lyzenga 1978 ini seringkali bermasalah terutama untuk daerah yang mempunyai albedo yang rendah. Stumpf et al. 2003
mengembangkan sebuah model rasio yang membandingkan 2 buah faktor reflektansi air. Penelitian ini dilakukan di dua buah pulau atol di Hawai, menggunakan citra Ikonos dan
Lidar. Hasil penelitian ini menunjukkan algoritma Lyzenga 1978 hanya bisa mengestimasi kedalaman air sampai dengan 15 meter sedangkan model rasio bisa
mengestimasi kedalaman perairan sampai dengan 25 meter.
2.5 Karakteristik LANDSAT-7 ETM