Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pengoperasian Krendet Umpan

2 kondisi daerah penangkapan ikan. Perairan Wonogiri umumnya memiliki kontur dasar karang dengan cekungan kedung sempit yang memanjang. Oleh karena itu bentuk krendet empat persegi panjang patut diujicobakan dengan harapan hasil tangkapan spiny lobster lebih banyak. Pengaruh perbedaan bentuk konstruksi krendet terhadap hasil tangkapan spiny lobster belum pernah diuji dan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk 1 Menentukan komposisi hasil tangkapan krendet ujicoba; 2 Menentukan bentuk krendet yang lebih baik dalam menangkap spiny lobster Panulirus spp..

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis maupun akademis berikut 1 Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian lain yang berhubungan; 2 Bagi kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi nelayan krendet khususnya dan pihak-pihak lain yang membutuhkan untuk pengembangan konstruksi alat tangkap krendet agar mendapatkan hasil yang lebih optimal. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Udang Barong Spiny Lobster

2.1.1 Klasifikasi dan identifikasi

Klasifikasi spiny lobster menurut Burukovskii 1974 diacu dalam Isnansetyo 1993 adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Class : Crus tacea Sub Class : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Reptantia Seksi : Palinura Famili : Palinuridae Genus : Panulirus Spesies : Panulirus homarus Panulirus penicillatus Panulirus ornatus Panulirus versicolor Panulirus longipes Panulirus polyphagus Spiny lobster dapat diidentifikasi dengan melihat pola-pola pewarnaan tubuh, ukuran dan bentuk kepala. Selain itu, pola-pola duri di kepala, dapat juga dijadikan sebagai tanda spesifik dari setiap jenis spiny lobster Adnyanawati 1994. Spiny lobster mudah dibedakan dari jenis udang lain, karena kulitnya yang kaku, keras dan berwarna indah, sedangkan kulit udang biasa tipis, bening dan tembus cahaya. Kulit spiny lobster yang keras dan berwarna indah sebenarnya tidak mengandung zat-zat warna hidup. Sifat-sifat pewarnaan yang indah sebenarnya disebabkan oleh zat warna yang dipancarkan oleh butir-butir warna chromatoblasts pada lapisan kulit lunak yang ada di bawahnya Subani 1978. 4

2.1.2 Morfologi dan habitat

Spiny lobster dan true lobster memiliki perbedaan dari segi morfologi serta habitatnya. True lobster dari segi morfologinya memiliki capit besar yang terbentuk dari pertumbuhan sempurna pasangan kaki pertama dari kaki jalannya. Ujung kaki- kaki jalan spiny lobster tidak bercapit tetapi tumbuh berupa kuku lancip. True lobster terdapat di perairan subtropis atau daerah dingin, sedangkan spiny lobster terdapat di perairan subtropis dan tropis termasuk perairan Indonesia Subani 1978. Morfologi spiny lobster dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Morfologi spiny lobster Panulirus spp.. Sumber : Nontji 1993 diacu dalam Nawangwulan 2001 lempeng antenula duri abdomen periopod tangkai antena karapas antena Pleura somite Pale band eksopod telson flagelata 5 Spiny lobster memiliki dua buah antena. Antena kesatu lebih kokoh, panjang dan ditutupi duri. Antena kesatu berfungsi sebagai alat perlindungan. Hal ini terlihat saat spiny lobster merasa terancam, yaitu dengan reaksi menyilangkan kedua antena tersebut. Antena yang kedua berukuran lebih pendek, tidak berduri, bercabang dan lebih halus. Antena kedua berfungsi sebagai indera perasa yang cukup peka terhadap rangsangan suara, cahaya dan bau. Apabila spiny lobster merasakan adanya rangsangan, maka antena kedua akan bergerak seperti bergetar Herrnkind 1980 diacu dalam Prasetyanti 2001. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan 1989, setiap jenis spiny lobster memiliki kecenderungan hidup yang berbeda satu sama lain, terutama dapat dilihat dari toleransi terhadap habitat hidupnya. Jenis pertama dari spiny lobster adalah Panulirus homorus. Jenis ini hidup di perairan dangkal dengan kisaran kedalaman 11- 19 meter dan tinggal di dalam lubang batuan. Jenis ini toleran terhadap perairan keruh dan menyukai perairan yang bergelombang serta mengalami pergolakan turbulent. Jenis yang kedua adalah Panulirus penicillatus. Jenis ini hidup di perairan dalam dan luar terumbu karang, yaitu di bagian yang menerima hempasan ombak yang keras atau tubir. Jenis yang ketiga adalah Panulirus ornatus. Jenis ini hidup di perairan yang dasar terumbu karangnya dangkal. Umumnya penangkapan jenis ini dilakukan dengan cara menyelam, karena sulit ditangkap menggunakan perangkap. Spiny lobster jenis ini dit emukan pada kedalaman 5-20 meter di perairan keruh dan berarus kuat. Jenis keempat adalah Panulirus versicolor. Jenis ini hidup berlindung diantara karang pada kedalaman 1-10 m. Spiny lobster jenis ini toleran terhadap arus pasang surut dan kekeruhan. Pada siang hari jenis ini ditemukan di kedalaman 6-10 m, sedangkan pada malam hari bermigrasi ke daerah pantai dengan kedalaman sekitar 1 meter. Jenis yang kelima adalah Panulirus longipes. Jenis ini hidup di tempat yang terlindung seperti di dalam lubang batu karang dan di dalam kedung. Pada malam hari Panulirus longipes bergerak ke tubir pantai untuk mencari makan. Jenis ini 6 ditemuk an di perairan jernih pada kedalaman lebih dari 18 meter sampai perairan keruh yang dangkal, yaitu sekitar 1 meter. Jenis yang terakhir adalah Panulirus polyphagus. Jenis ini memiliki ukuran panjang maksimum 40 cm. Spiny lobster jenis ini ditemukan pada kedalaman 8-12 m dan berlindung di celah batuan karang.

2.1.3 Tingkah laku

Spiny lobster dikenal sebagai udang karang, karena hampir sepanjang hidupnya memilih tempat-tempat di batu karang, baik batu karang yang masih hidup maupun yang mati. Spiny lobster umumnya tidak menyukai tempat yang terbuka terutama yang arusnya kuat. Spiny lobster tidak pandai berenang walaupun memiliki kaki renang. Spiny lobster bergerak dengan cara merangkak. Spiny lobster yang sedang merangkak, ketika berhadapan dengan predator, akan segera mundur dengan cepat mengandalkan kekuatan otot-otot abdomennya Subani 1978. Indera penglihatan spiny lobster secara langsung tidak begitu berperan untuk pergerakannya. Bagian tubuh yang paling berperan adalah antenanya Herrnkind 1971. Spiny lobster termasuk hewan nokturnal, yaitu hewan yang pada malam hari keluar dari tempat persembunyiannya untuk mencari makan dan siang harinya bersembunyi. Hewan nokturnal memiliki pola dimana aktivitas yang paling tinggi terjadi pada permulaan menjelang malam hari. Aktivitas spiny lobster mulai berhenti ketika matahari terbit Cobb dan Wang 1985. Spiny lobster dapat memakan hewan-hewan laut baik yang masih hidup maupun mati. Makanannya adalah udang-udang kecil, bulu babi, chiton dan berbagai hewan lunak lainnya. Spiny lobster menggunakan kukunya yang lancip untuk mencengkeram mangsanya sebelum dimakan Subani 1978. Menurut Cobb dan Wang 1985, bau makanan dapat mudah direspon oleh indera perasa spiny lobster dengan adanya bantuan arus air yang membawa bau makanan, sehingga spiny lobster tertarik untuk bergerak ke arah sumber bau tersebut. Tingkah laku spiny lobster ketika akan memasuki perangkap diawali dengan memutari permukaan terluar dari sebuah perangkap. Spiny lobster akan menggunakan antena yang kedua untuk 7 merasakan bau dari umpan. Antena kesatu akan bergerak memutar 90 ke arah luar tubuhnya. Setelah itu spiny lobster akan memutari perangkap, kemudian mencari pintu masuk kedalam perangkap. Arah pergerakan spiny lobster tidak dapat diperkirakan untuk memasuki sebuah perangkap Anwar 2001. Spiny lobster tidak suka bergerombol dalam pola tertentu, tetapi spiny lobster memiliki kecenderungan suka akan hidup berkelompok. Hal ini terutama dilakukan pada masa juvenil Hindley 1977 diacu dalam Anwar 2001.

2.1.4 Daur hidup

Berbeda dengan bangsa udang lainnya, spiny lobster mempunyai siklus hidup yang cukup lama. Umur induk pertama kali matang gonad ditaksir antara 5-8 tahun dengan bobot tubuh antara 760-3.840 gram Ditjen Perikanan 1989. Spiny lobster memiliki 5 fase utama dalam daur hidupnya, yaitu fase dewasa, telur, phyllosoma tahap larva, puerulus tahap post- larva dan juvenil. Saat mendekati usia dewasa, banyak spiny lobster yang bermigrasi dari daerah perawatan menuju habitat batu karang di perairan yang lebih dalam untuk mencari tempat bereproduksi Phillips dan Kittaka 2000. Spiny lobster akan membawa telur yang telah dibuahi selama kira-kira 20 hari. Telur yang menetas disebut phyllosoma. Larva phyllosoma menyukai cahaya dan hidup bergerombol di dekat permukaan air. Setelah itu, larva phyllosoma akan berubah mengalami pertumbuhan menjadi stadia puerulus. Kemudia n puerulus akan menyerupai spiny lobster dewasa, yaitu aktif berenang dan terkadang terbawa arus laut menuju daerah pembesaran weed bed di perairan dangkal. Lama kehidupan spiny lobster sebagai puerulus diperkirakan 10-14 hari dan mencapai ukuran panjang total 5-7 cm Rimmer, D. W dan Phillips 1979 diacu dalam Prasetyanti 2001.

2.2 Unit Penangkapan Krendet

Satu unit penangkapan krendet sistem tunggal terdiri atas alat tangkap krendet dan tenaga kerjanya yaitu nelayan. Keduanya merupakan kesatuan unsur yang mendukung kegiatan operasi penangkapan spiny lobster. Pengoperasian krendet 8 sistem tunggal tidak memerlukan kapal sebagai sarana penangkapan, karena daerah operasi penangkapannya dilakukan di pantai berkarang Widiarso 2005.

2.2.1 Alat tangkap krendet

Krendet adalah suatu alat tangkap pasif dan tergolong sebagai alat perangkap trap dengan bantuan umpan. Alat ini sudah berkembang di Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Gunung Kidul sejak awal tahun 1980. Latar belakang munculnya alat tangkap krendet semula berawal dari digunakannya jaring insang dasar bottom gillnet monofilament untuk menangkap spiny lobster . Oleh karena sering rusak dan sulit diperbaiki akhirnya muncul ide dari para nelayan jaring insang dasar untuk memodifikasinya. Para nelayan kemudian memanfaatkan jaring insang dasar bekas atau rusak tersebut menjadi alat baru yang dikenal dengan nama ”krendet” Warta Mina 1989. Di Perairan Baron, Daerah Istimewa Yogyakarta, bentuk krendet bermacam- macam, namun umumnya nelayan setempat menggunakan bentuk lingkaran Setiyadi 1990. Krendet terbuat dari lembaran jaring yang diberi kerangka besi, kayu, bambu atau rotan. Diameter kerangka berbentuk lingkaran sekitar 80-100 cm dan di dalamnya dipasang lembaran jaring dua atau tiga rangkap dengan mesh size jaring sekitar 4-5,5 inchi. Bagian tengah kerangka diberi tali dari bahan PE poly ethylene untuk memasang umpan. Selain itu, dipasang juga tali pengangkat dari bahan PE poly ethylene berdiameter 3-6 mm yang diikatkan pada kerangka Direktorat Jenderal Perikanan 1989. Berdasarkan cara tertangkapnya spiny lobster, yaitu terpuntal, maka alat tangkap ini digolongkan ke dalam kelompok entangled net. Menurut Setyadi 1990, seperti umumnya alat penangkap ikan tradisio nal, krendet mempunyai desain dan konstruksi yang sederhana. Alat ini terbuat dari lembaran jaring yang diberi kerangka besi masif berdiameter antara 4-8 mm. Diameter kerangka krendet rata-rata berkisar antara 80-150 cm. Di dalam kerangka dipasang lembaran jaring dari bahan senar nomor 70 rangkap dua atau tiga dengan ukuran mata jaring sampai dengan 5 inchi. 9 Pada tengah lingkaran dipasang dua buah tali umpan yang tegak lurus satu sama lain membentuk jari- jari lingkaran Gambar 2. Gambar 2 Alat tangkap krendet. Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan 1989

2.2.2 Nelayan

Salah satu faktor yang juga berpengaruh dalam pengoperasian satu unit penangkapan ikan adalah nelayan. Jumlah nelayan dalam setiap pengoperasian satu unit penangkapan ikan bergantung pada ukuran kapal. Pada unit penangkapan trap, dalam hal ini krendet, jumlah nelayan disesuaikan dengan sistem pengoperasiannya, yaitu sistem tunggal atau rawai. Pengoperasian sistem tunggal membutuhkan tenaga nelayan tidak lebih dari dua orang. Dalam pengoperasian sistem rawai, jumlah nelayan biasanya antara dua hingga empat orang Nawangwulan 2001.

2.3 Pengoperasian Krendet

Pengoperasian krendet di pantai Nampu, dapat dilakukan langsung dari pantai atau dari atas tebing pantai yang sangat terjal. Pengoperasian krendet dibagi ke dalam empat tahap, yaitu tahap persiapan, penurunan krendet atau setting, perendaman atau soaking dan tahap pengangkatan atau hauling. Pada tahap persiapan nelayan mempersiapkan alat tangkap, umpan dan perbekalan. Tahap penurunan atau setting dilakukan setelah semua tahap persiapan selesai dilakukan. Waktu yang diperlukan untuk satu kali setting di pantai maupun di tebing kurang lebih 5-10 menit. Waktu perendaman atau soaking krendet kurang lebih selama 10-12 jam. Jika setting dilakukan sore hari, maka hauling dilakukan pada pagi di hari berikutnya. Tali pengangkat atau penyambung Kerangka besi; diameter 4-8 mm Lembaran jaring Tali untuk memasang umpan 10 Sebaliknya jika setting dilakukan pagi hari, maka hauling dilakukan sore hari. Waktu surut air laut terjadi hanya 2-3 jam, namun demikian pada pengoperasian di tebing waktu perendaman bisa diatur sesuai dengan keinginan nelayan untuk melakukan hauling dan setting lagi Widiarso 2005.

2.4 Umpan

Umpan memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha penangkapan spiny lobster , terutama dengan alat tangkap krendet. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih umpan adalah 1 Kebiasaan makan ikan sasaran penangkapan; 2 Dapat memberikan rangsangan bau dan penglihatan terhadap ikan sasaran; 3 Ukuran umpan harus disesuaikan dengan jenis ikan sasaran; dan 4 Harga umpan harus murah dan tersedia secara terus menerus Subani 1978. Jenis umpan yang digemari spiny lobster terutama dari golongan molusca dan echinodermata. Umpan lain yang digemari spiny lobster adalah jenis hewan air yang mengandung protein, terutama yang mengandung lemak. Apabila terjadi kekurangan makanan, maka spiny lobster juga ternyata memakan alga, tumbuh-tumbuhan, maupun organisme epiphiton Phillips dan Kittaka 2000. Secara umum, jenis umpan spiny lobster yang biasa digunakan oleh nelayan di Indonesia diantaranya adalah potongan ikan runcah seperti ikan pari, ikan cucut, ikan sebelah dan jenis ikan lain yang sudah tidak dikonsumsi manusia lagi. Selain itu, umpan berupa kelapa yang dibakar serta umpan pikatan kulit kambing dapat pula digunakan sebagai penimbul aroma yang dapat menarik perhatian spiny lobster Kholifah 1998. Penggunaan bubu dan krendet untuk spiny lobster yang terpenting ialah menggunakan umpan. Spiny lobster menyukai jenis umpan yang mengandung kadar protein, kadar lemak yang tinggi, bau yang menyengat dan mengandung chitine. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai umpan untuk spiny lobster adalah dengan menggunakan kulit sapi, kulit kambing dan ikan runcah. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan kulit sapi sebagai umpan menghasilkan tangkapan 11 yang lebih besar dibandingkan dengan kulit kambing atau ikan runcah. Hal ini disebabkan kulit sapi mempunyai kadar protein dan kadar lemak yang tinggi serta mengandung chitine lebih banyak, sehingga menghasilkan bau menyengat yang berasal dari asam amino yang terdapat dalam protein Febrianti 2000.

2.5 Musim