11 yang lebih besar dibandingkan dengan kulit kambing atau ikan runcah. Hal ini
disebabkan kulit sapi mempunyai kadar protein dan kadar lemak yang tinggi serta mengandung chitine lebih banyak, sehingga menghasilkan bau menyengat yang
berasal dari asam amino yang terdapat dalam protein Febrianti 2000.
2.5 Musim
Menurut Muljanah et al. 1994, pada perikanan spiny lobster dikenal dua siklus musim, yaitu :
1 Siklus musim lima tahunan Siklus ini merupakan siklus musim yang terjadi setiap 4-5 tahun sekali. Siklus ini
pernah dialami pada tahun 1986 yang diikuti tahun 1991. Spiny lobster yang tertangkap pada siklus ini sangat banyak dan berlangsung setiap bulan sepanjang
tahun. 2 Siklus musim tahunan
Siklus ini berlangsung selama lima bulan per tahun. Siklus ini umumnya berlangsung antara Bulan September sampai Bulan Januari, biasanya siklus ini
bersamaan dengan musim hujan. Di Perairan Wonogiri, musim penangkapan spiny lobster terjadi pada Bulan
Agustus-April dengan hasil tangkapan tertinggi yaitu pada Bulan November- Desember bertepatan dengan musim hujan Widiarso 2005.
2.6 Kelimpahan dan Distribusi Spiny lobster
Luas sebaran spiny lobster di Perairan Indonesia adalah 6.799.000 km
2
dengan potensi sebesar 4.800 ton per tahun dan produksi sebesar 2.380 ton per tahun
Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan 2001. Sebaran potensi dan produksi pada setiap wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia pada tahun 1997, disajikan pada
Tabel 1
. Daerah penangkapan spiny lobster di wilayah Perairan Wonogiri tersebar di tiga
desa pesisir, yaitu desa Gudangharjo, Gunturharjo dan Paranggupito. Dari ketiga desa tersebut, konsentrasi daerah penangkapan terbagi menjadi 20 lokasi Dinas Perikanan
Wonogiri 2003.
12
Tabel 1 Sebaran potensi dan produksi spiny lobster pada setiap wilayah
pengelolaan perikanan di Indonesia pada tahun 1997
Sumber : Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan 2001
2.7 Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah
Menurut Steel dan Torrie 1993, analisis ragam diperkenalkan oleh Sir Ronald A.Fisher dan pada dasarnya merupakan proses aritmetika untuk membagi jumlah
kuadrat total menjadi komponen-komponen yang berhubungan dengan sumber keragaman yang diketahui. Analisis ini dimanfaatkan dalam semua bidang penelitian
yang menggunakan data kuantitatif. Analisis ragam klasifikasi satu arah dikenal dengan Rancangan Acak Lengkap. Rancangan ini digunakan bila satuan
percobaannya mempunyai peluang yang sama di dalam suatu penelitian. Rancangan Acak Lengkap RAL, dapat diterapkan jika ada pengulangan acak dalam suatu
penelitian. Besarnya ulangan boleh berbeda-beda dari perlakuan yang satu ke perlakuan lainnya, meskipun demikian lebih dikehendaki ulangan ya ng sama untuk
setiap perlakuan supaya ragam kuadrat tidak terlalu menyimpang dari nol. Bentuk umum dari model aditif Rancangan Acak Lengkap dapat dituliskan sebagai berikut
ij
Y =
µ +
i
τ +
ij
ε Keterangan
i = 1,2,3,...,t;
j = 1,2,3,...,r;
ij
Y = pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j ;
No. Wilayah pengelolaan perikanan Potensi
tontahun Produksi
tontahun Tingkat
pemanfaatan
1 Selat Malaka
400 270
67,5 2
Laut Cina Selatan 400
30 7,5
3 Laut Jawa dan Selat Sunda
500 130
26,0 4
Selat Makasar dan Laut Flores 700
770 110,0
5 Laut Banda
400 70
17,5 6
Laut Arafura dan Laut Timur 300
80 26,7
7 Laut Tomini dan Laut Maluku
400 260
65,0 8
Laut Sulawesi dan Sumatra Barat 100
60 60,0
9 Samudera Hindia
1.600 710
44,4 Total
4.800 2.380
49,6
13 µ
= rataan umum;
i
τ = pengaruh perlakuan ke- i ; dan
ij
ε = pengaruh acak pada perlakuan ke- i ulangan ke- j .
Asumsi dalam analisis Rancangan Acak Lengkap adalah 1 komponen
, ,
i
τ µ
dan
ij
ε bersifat aditif;
2
ij
ε bersifat bebas satu sama lain;
3 τ
bersifat acak; dan 4
ij
ε menyebar normal dan ragam kuadrat mendekati nol.
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat