Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 3A Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 1B

berderai, 3 menambah daya ikat air pada tanah, 4 memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, 5 mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, 6 mengandung hara yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit, 7 membantu proses pelapukan bahan mineral, 8 memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba, 9 menurunkan aktifitas mikroorganisme yang merugikan. Murbandono 1994 menjelaskan bahwa dalam tumpukan bahan-bahan organik pada kompos selalu terjadi berbagai perubahan yang dilakukan oleh jasad renik dalam tanah. Perubahan bahan-bahan itu antara lain; 1 penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa, dan lain-lain menjadi CO 2 dan air, 2 penguraian zat putih telur, melalui amida dan asam amino menjadi amonia, CO 2 dan air, 3 pengikatan beberapa jenis unsur hara dalam tubuh mikroorganisme, terutama N disamping P dan K dan lain-lain akan terlepas kembali jika jasad itu mati, 4 pembebasan unsur hara dari senyawa organis menjadi senyawa anorganis yang tersedia bagi tumbuhan, 5 penguraian lemak dan lilin menjadi CO 2 dan air.

4.2.2.4 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 3A

Pada perlakuan ini kadar minyak menurun dari 2,624 g100 g di awal fitoremediasi menjadi 2,502 g100 g di akhir fitoremediasi. Selama proses fitoremediasi, perlakuan 3A tidak mengalami penurunan kadar minyak yang berarti, hanya mengalami penurunan sebesar 0,122 g100 g, paling rendah diantara perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena tidak ditambahkannya kapur. Nilai pH mempengaruhi ketersediaan beberapa hara N,P, K, Ca, Mg dan unsur mikro yang dibutuhkan biologi tanah sehingga mikroorganisme lebih mudah memperoleh energi dan materi dalam jumlah banyak. Nilai pH juga mempengaruhi kelarutan unsur yang beracun seperti Al dan Mn. Sejalan dengan hal itu, populasi dan aktivitas mikroorganisme pun meningkat dengan penambahan kapur Hakim 1986. Pemberian kompos sebesar 13 volume campuran tanah belum dapat memenuhi nutrisi tanaman. Tingginya kadar minyak di awal fitoremediasi juga diduga bersifat toksik pada tanaman sehingga tidak ada biji tanaman bunga matahari yang tumbuh pada perlakuan ini.

4.2.2.5 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 1B

Kadar minyak pada perlakuan ini menurun dari 3,744 g100 g menjadi 2,996 g100 g di akhir fitoremediasi yaitu mengalami penurunan sebesar 0,748 g100 g. Penurunan ini merupakan penurunan kadar minyak terbesar kedua pada fitoremediasi bunga matahari. Pada perlakuan ini proses pendegradasian oleh bakteri masih berlanjut atau masih pada tahap awal. Hal ini ditandakan dengan adanya penurunan kadar minyak yang cukup besar dibanding perlakuan lainnya sejak fitoremediasi caisim yang terus berlangsung hingga fitoremediasi oleh tanaman bunga matahari. Tidak adanya tanaman bunga matahari yang tumbuh diduga karena kadar minyak yang sebesar 2,996 g100 g masih pada level toksik bagi tanaman, meskipun telah mengalami penurunan cukup besar. Pengapuran yang hanya dilakukan di laboratorium secara ex situ berakibat masih tingginya kadar minyak setelah bioremediasi mikrobial. Hal ini otomatis membuat kadar minyak pada awal fitoremediasi masih tinggi. Pada waktu mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada sampah organik dalam hal ini hidrokarbon, digunakan karbon untuk menyusun bahan selular sel-sel mikroba dengan membebaskan karbon dioksida, metana, dan bahan-bahan lain yang mudah menguap Gambar 16. Dalam proses ini, mikroorganisme juga mengasimilasi nitrogen, fosfor, kalium dan belerang yang terikat di dalam protoplasma sel. Oleh karena itu rasio-rasio CN, CP, CK atau CS di dalam tanah ditentukan oleh sejauh mana bahan organik dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah yang tergantung pada kandungan oksigen dan biomassa mikroba pada tahap dekomposisi itu. Pendegradasian terjadi melalui tahap mineralisasi dengan pengubahan kompleks organik dari suatu unsur menjadi bentuk anorganiknya. Proses berikutnya ialah imobilisasi yang meliputi pengambilan C, N, P dan S. Pada perlakuan ini kemungkinan telah terjadi imobilisasi oleh mikroba. Sehingga penambahan pupuk NPK 1 dan urea 1 belum cukup.

4.2.2.6 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 2B