dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa.
2.2.3.9 Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam suatu konteks. Misalnya makna konteks kata kepala dalam kalimat berikut:
10 Rambut di kepala nenek belum ada yang putih. 11 Ayah Denny mempunyai jabatan sebagai kepala sekolah.
12 Nomor telefonnya ada pada kepala surat itu. 13 Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.
Makna konteks juga dapat berkenaan dengan situasi yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Misalnya pada kalimat sebagai berikut :
14 “Tiga kali empat berapa?”
Jika kalimat tanya tersebut dilontarkan pada siswa kelas tiga SD, sewaktu pelajaran matematika berlangsung, maka akan dijawab dua belas mungkin juga
tiga belas. Namun, jika kalimat tanya itu dilontarkan pada tukang photo, mungkin akan dijawab lima ratus atau seribu. Sebab pertanyaan itu mengacu pada biaya
pembuatan cetak photo yang berukuran tiga kali empat centimeter.
2.2.3.10 Makan Idiom
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Misalnya, secara
gramatikal bentuk menjual rumah bermakna „yang menjual menerima uang dan
y ang membeli menerima rumahnya‟ tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk
menjual gigi tidak bermakna seperti itu, melainkan bermakna „tertawa keras-
keras‟. Jadi, makna yang dimiliki seperti bentuk menjual gigi itulah yang disebut makna idiomatikal. Contoh lain dari idiom adalah membanting tulang, dengan
makna bekerja keras, meja hijau dengan makna pengadilan.
2.2.3.11 Makna Peribahasa
Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan secara leksikal maupun gramatikal, maka yang disebut peribahasa memiliki makna yang
masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya, karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnya,
peribahasa seperti anjing dan kucing yang bermakna „ihwal dua orang yang tidak
pernah akur‟. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang selalu berkelahi, tidak pernah damai. Contoh
lain, peribahasa „tong kosong nyaring bunyinya‟ yang bermakna orang yang
banyak cakapnya biasanya tidak berilmu. Makna ini dapat ditarik dari asosiasi tong yang berisi bila dipukul tidak mengeluarkan bunyi, tetapi tong yang kosong
bila dipukul akan mengeluarkan bunyi yang keras dan nyaring.
2.2.4 Makna Konseptual