mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti ;
gas-gas O
2
, CO
2
, N
2
, CH
4
dan sebagainya. Lebih lanjut Effendi 2000, menjelaskan bahwa kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air juga memperlihatkan
peningkatan dengan naiknya suhu yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan 10
o
C suhu perairan meningkatkan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Peningkatan suhu ini dibarengi dengan
menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan, sehingga keberadaan oksigen di perairan kadangkala tak mampu memenuhi peningkatan oksigen yang dibutuhkan oleh
organisme akuatik untuk metabolisme dan respirasi.
b. Derajat keasaman
Mackereth et al
. 1989 dalam Effendi 2000, berpendapat bahwa pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH 5, alkalinitas bisa mencapai nol.
Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas. Menurut Tebbut 1992 dalam Effendi 2000, toksisitas dari
senyawa kimia juga dipengaruhi oleh pH. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah. Pada suasana alkalis pH tinggi
lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi unionized dan bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik
dibandingkan ammonium. Menurut Setiawan 2006, bahwa pH yang ideal untuk lobster air tawar ada pada
kisaran 6-8. Sedangkan menurut Novotny dan Olem 1994 dalam Effendi 2000, sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH
sekitar 7-8,5. Proses biokimia perairan seperti nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Proses nitrifikasi akan berakhir jika pH bersifat asam. Toksisitas logam
memperlihatkan peningkatan pada pH rendah.
c. Oksigen terlarut DO
Oksigen adalah salah satu gas yang ditemukan terlarut pada perairan. Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi bergantung pada suhu, salinitas, turbulensi
air, dan tekanan atmosfir. Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian dan berkurangnya tekanan atmosfir Jeffries dan Mills, 1996 dalam
Effendi, 2000. Boyd 1982, menyatakan bahwa laju respirasi konsumsi oksigen oleh ikan bervariasi menurut spesies, ukuran, aktivitas, suhu, keadaan nutrisi dan faktor-
faktor lain. Hilangnya oksigen di perairan selain karena proses respirasi tumbuhan dan hewan, juga dimanfaatkan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik yang
berlangsung pada suasana aerob. Kandungan oksigen terlarut dalam air yang dapat mendukung kehidupan udang
yaitu antara 4-8 ppm, kebutuhan minimal oksigen terlarut adalah 4 ppm, sedangkan kandungan optimal untuk pertumbuhan udang adalah 6-8 ppm dan kandungan oksigen
terlarut sebesar 3 ppm merupakan konsentrasi kritis bagi udang Wickins dan Lee, 2002.
d. Karbondioksida bebas CO
2
Menurut Boyd 1982, jika konsentrasi oksigen terlarut rendah, keberadaan karbondioksida yang cukup besar akan menghambat penyerapan oksigen terlarut oleh
ikan. Konsentrasi karbondioksida biasanya sangat tinggi ketika konsentrasi oksigen terlarut rendah, terutama setelah kematian massal fitoplankton di kolam.
Pada dasarnya keberadaan karbondioksida di perairan bisa dalam bentuk gas karbondioksida bebas CO
2
, ion bikarbonat HCO
3 -
, ion karbonat CO
3 2-
dan asam karbonat H
2
CO
3
Boney, 1989 dan Cole, 1988 dalam Effendi, 2000. Menurut Boyd 1988 dalam Effendi 2000, perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan
sebaiknya memiliki kadar karbondioksida bebas 5 mgl. Kadar karbondioksida bebas 10 mgl masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik untuk tumbuh asalkan dibarengi
dengan kadar oksigen yang cukup.
e. Ammonia NH
3
Ammonia NH
3
di alam berasal dari pupuk, kotoran ikan dan dari pelapukan mikrobial dari senyawa nitrogen. Tumbuhan secara cepat menyerap ammonia, bakteri
tertentu mengoksidasi ammonia menjadi nitrat dan ammonia mungkin hilang melalui jalan lain. Namun demikian, di kolam dengan kepadatan ikan yang tinggi dan diberi
pakan tambahan, konsentrasi ammonia mungkin meningkat ke kadar tinggi yang tidak dikehendaki. Menurut Boyd 1982, ammonia yang tidak terionisasi sangat toksik
terhadap ikan, tetapi ion ammonium relatif tidak toksik, hal ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH perairan.
Kandungan ammonia merupakan hasil dari sisa-sisa pakan dan metabolisme yang mengakibatkan pembusukan senyawa-senyawa organik oleh bakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan organisme perairan. Kandungan ammonia yang masih dapat ditolerir oleh udang adalah 1 ppm, sedangkan kandungan ammonia lebih dari 1 ppm
dapat menurunkan pertumbuhan udang sebesar 60-70 Tiensonrusme, 1989 dalam Sianipar, 2004.
f. Nitrit NO