Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol glukokortikoid. Dengan demikian stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang berperan
dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah glukoneogenesis, lipolisis, glikogenesis, dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah dipertahankan
oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan
kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu, dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam
mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan Piliang dan Al Haj, 2006.
Kualitas air
Dalam pengertian yang sangat luas, kualitas air ditentukan oleh banyak variabel biologi, fisika dan kimia yang mempengaruhi kesesuaian air untuk suatu penggunaan
tertentu. Dalam budidaya perikanan , kualitas air biasanya diartikan sebagai kesesuaian air untuk kejayaan dan pertumbuhan ikan, dan biasanya ditentukan oleh hanya beberapa
variabel Boyd, 1982. Beberapa variabel pendukung untuk budidaya Cherax adalah sebagai berikut :
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yaitu sebagai controlling factor yang dapat mempengaruhi aktivitas fisiologis dan biokimiawi organisme perairan termasuk
Cherax Sianipar, 2004. Menurut Wedemeyer 1996, salah satu faktor yang
mempengaruhi kesehatan ikan atau udang dalam budidaya intensif adalah variasi suhu dari media tempat hidupnya.
Setiap spesies memiliki suhu optimum yaitu kisaran suhu dimana pertumbuhan dapat mencapai optimum, serta kisaran toleransi suhu yaitu suatu kisaran dimana
spesies tersebut dapat bertahan hidup. Suhu diluar kisaran tersebut secara terus menerus akan menyebabkan stres dan bahkan kematian Stickney, 1979. Tienssongrusme
1980 dalam Sianipar 2004, menyatakan udang mempunyai toleransi terhadap suhu air yaitu antara 18-38
o
C dan didapatkan laju pertumbuhan optimal pada suhu air sekitar 25-30
o
C. Menurut Haslam 1995 dalam Effendi 2000, bahwa peningkatan suhu
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti ;
gas-gas O
2
, CO
2
, N
2
, CH
4
dan sebagainya. Lebih lanjut Effendi 2000, menjelaskan bahwa kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air juga memperlihatkan
peningkatan dengan naiknya suhu yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan 10
o
C suhu perairan meningkatkan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Peningkatan suhu ini dibarengi dengan
menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan, sehingga keberadaan oksigen di perairan kadangkala tak mampu memenuhi peningkatan oksigen yang dibutuhkan oleh
organisme akuatik untuk metabolisme dan respirasi.
b. Derajat keasaman
Mackereth et al
. 1989 dalam Effendi 2000, berpendapat bahwa pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH 5, alkalinitas bisa mencapai nol.
Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas. Menurut Tebbut 1992 dalam Effendi 2000, toksisitas dari
senyawa kimia juga dipengaruhi oleh pH. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah. Pada suasana alkalis pH tinggi
lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi unionized dan bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik
dibandingkan ammonium. Menurut Setiawan 2006, bahwa pH yang ideal untuk lobster air tawar ada pada
kisaran 6-8. Sedangkan menurut Novotny dan Olem 1994 dalam Effendi 2000, sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH
sekitar 7-8,5. Proses biokimia perairan seperti nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Proses nitrifikasi akan berakhir jika pH bersifat asam. Toksisitas logam
memperlihatkan peningkatan pada pH rendah.
c. Oksigen terlarut DO