Teori mengenai Komodifikasi Landasan Teori

tersebut. Di dalam karya tulis tersebut peneliti dapat menjadikan hasil penelitian tersebut sebagai arahan dan dapat membantu menelaah lebih baik proses-proses komodifikasi, serta dapat membantu peneliti untuk memperkuat hasil analisis mengenai proses komodifikasi Setiawan, 2011.

B. Landasan Teori

1. Teori mengenai Komodifikasi

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan beberapa kerangka teori dalam menganalisis data yang akan dilakukan adalah Teori Komodifikasi. Vincent Mosco dalam bukunya The Political Economi of Communication secara tersirat menyebutkan bahwa terdapat beberapa teori dalam buku Mosco yang mengupas mengenai permasalahan yang akan saya teliti. Peneliti lebih menekankan pada analisis menggunakan teori komodifikasi. Komodifikasi diartikan sebagai transformasi penggunaan nilai yang diubah kedalam nilai yang lain. Dalam artian siapa saja yang memulai capital dengan mendeskripsikan sebuah komoditi maka ia akan memperoleh keuntungan yang sangat besar Astuti, 2005:23. Adanya industri di jalanan seperti halnya keberadaan paguyuban ataupun persatuan-persatuan yang didirikan sebagai wadah untuk mencari keuntungan yang dimana pada fenomena sosial yang akan diteliti yaitu mengenai pementasan tari Jathilan di jalanan, memberikan sebuah kajian yang sangat menarik untuk bisa dilihat secara antropologis, yaitu dari sisi adanya komodifikasi yang terjadi pada para pelaku maupun dari fenomena tersebut. Selain itu menurut Bauldillard, segala hal bisa menjadi objek konsumen. Wal hasil, konsumsi mencengkeram seluruh kehidupan kita, yang dikomunikasikan adalah ide bahwa konsumsi telah meluas kepada semua kebudayaan, kita tengah menyaksikan komodifikasi budaya Bauldillard, 2004. Bagi Bauldillard, konsumsi bukan sekedar nafsu untuk membeli banyak komoditas, satu fungsi kenikmatan, satu fungsi individual, pembebasan kebutuhan, pemuasan diri, kekayaan atau konsumsi objek. Selain itu Horkheimer dan Adorno mengemukakan bahwa logika komoditas dan perwujudan rasionalitas instrumental dalam lingkup produksi tampak nyata dalam lingkup konsumsi. Pencarian waktu bersenang-senang, seni dan budaya tersalur melalui industri budaya. Resepsi tentang realitas diarahkan oleh nilai tukar exchange value karena nilai budaya yang mengalahkan logika proses produksi dan rasionalitas pasar. Selain itu juga terjadi standarisasi produk-produk budaya untuk memaksimalkan konsumsi. Dalam pemikiran Baudrillard, konsumsi membutuhkan manipulasi simbol-simbol secara aktif. Bahkan menurut Baudrillard, yang dikonsumsi bukan lagi use atau exchange value, melainkan “symbolic value”, maksudnya orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan karena kegunaan atau nilai tukarnya, melainkan karena nilai simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi Baudrillard, 2004. Konsumsi pada era ini diangap sebagai suatu respon terhadap dorongan homogenisasi dari mekanisasi dan teknologi. Orang-orang mulai menjadikan konsumsi sebagai upaya ekspresi diri yang penting, bahasa umum yang kita gunakan untuk mengkomunikasikan dan menginterpretasi tanda-tanda budaya. Nilai simbolis menjadi komoditas. Untuk menjadi objek konsumsi, suatu objek harus menjadi tanda. Karena hanya dengan cara demikian, objek tersebut bisa dipersonalisasi dan dapat dikonsumsi. Itu pun bukan semata karena materialnya, melainkan karena objek tersebut berbeda dari lainnya. Dengan kita melihat lebih mendalam dari teori-teori dan konsep mengenai komodifikasi tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai alat atau cara untuk bisa mengkaji dan membandingkan antara teori yang telah dikemukakan oleh ahli dengan kenyataan fenomena yang ada di lapangan.

2. Teori Subsistensi