Gender Patriakal Palosentrisme Phallosentrism

jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberi perempuan hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama dengan yang dinikmati oleh laki-laki Tong 1998 : 23. Teori feminisme menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki Ratna 2009: 186.

2.2.1 Gender

Pembicaraan tentang feminis selalu berkaitan dengan masalah gender antara laki-laki dan wanita. Gender merupakan salah satu konsep yang terinternalisasi dan terkonstruksi oleh budaya tersebut. Dalam memahami konsep gender sangat penting karena masalah gender adalah sebuah masalah penting dalam manusia sehingga ada banyak struktur dan praktir-praktik yang mendorong masyarakat untuk membuat dan konsep mengenai perilaku-perilaku dan identitas wanita dan pria dalam masyarakat. Gender merupakan pembahasan-pembahasan bersifat sosial yang dikenakan atas perbedaan biologis yang ada di antara jenis- jenis kelamin. Gender dapat menjadi salah satu dari mekanisme yang secara sosial perilaku laki-laki dan perempuan yang bisa diterima dan diatur Gamble 2010 : 308.

2.2.2 Patriakal

Dalam budaya patriarkhi yang berdasarkan ideology phallosentrisme, stereotype mengenai perempuan sangatlah mudah ditemui karena setiap hal dipandang berdasarkan sudut pandang laki-laki. Hal ini juga mempengaruhi peran gender perempuan sehingga mengakibatkan subordinasi perempuan di bawah laki-laki. Dalam budaya yang bercorak patriakhi ini, pendefisian perempuan dianggap sebagai sebuah materi yang membungkus esensi dan ekstensi perempuan sebagai manusia. Legitimasi perempuan lewat pendefisian biologis di mana perempuan mempunyai kemampuan untuk hamil, lemah, sensitif dan emosional mengakibatkan peran tidak setara dengan laki-laki. Pendefisian tubuh perempuan secara biologis juga dilengkapi dengan atribut-atribut melekat di dalamnya sebagai makhluk keibuan, perawat, suci, sopan, dan lemah-lembut sosok yang dapat diterima dalam masyarakat bercocok patriakhi, namun apabila pencitraan perempuan tidak sesuai dogma-dogma patriakhi maka sang perempuan tersebut akan dihina, dikucilkan, dan dikecam oleh masyarakaat tersebut Arivia 2006: 85-86.

2.2.3 Palosentrisme Phallosentrism

Palosentrisme digunakan untuk mendeskripsikan anggapan masyarakat bahwa phallus atau penis merupakan simbol kekuasaan dan meyakini bahwa atribut maskulinitas merupakan definisi norma kultural dan istilah ini juga merupakan suatu acuan yang mempunyai kecenderungan untuk menggunakan sudut pandang laki-laki dalam memberi batasan sesuatu dan memandang segala sesuatu dalam kehidupan sehingga perempuan terkonsepsi sebagai pihak yang tidak diperhitungkan dan bahkan mudah sekali mengalami penindasan Budianta 2006: 27.

2.3 Feminisme menurut Julia Kristeva