SKIZOFRENIA SEBAGAI FENOMENA PSIKOLOGIS DALAM CERPEN LE HORLA KARYA GUY DE MAUPASSANT

(1)

i

SKIZOFRENIA SEBAGAI FENOMENA PSIKOLOGIS

DALAM CERPEN LE HORLA

KARYA GUY DE MAUPASSANT

Skripsi

Disajikan Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Prodi Sastra Prancis

Disusun Oleh : Andika Raka Dian Jaya

2350404049

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya:

Nama : Andika Raka Dian Jaya NIM : 2350404049

Prodi : Sastra Perancis/Bahasa dan Sastra Asing

menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi berjudul Skizofrenia Sebagai Fenomena Pskikologi dalam Cerpen le Horla Karya Guy de Maupassant” yang saya tulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri. Skripsi ini saya hasilkan setelah melalui proses penelitian, bimbingan, diskusi dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan baik langsung dan tidak langsung, maupun sumber lainnya telah disertai identitas sumbernya dengan cara sebagaimana yang lazim dalam penulisan karya ilmiah. Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing telah membubuhkan tanda tangan sebagai tanda keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah ini tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri. Jika kemudian ditemukan ketidakberesan, saya bersedia menerima akibatnya. Demikian pernyataan ini saya buat, harap dapat dipergunakan seperlunya.

Semarang, 18 Juli 2011

Andika Raka Dian Jaya NIM. 2350404049


(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, pada :

Hari : Selasa Tanggal : 26 Juli 2011

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum Dra. Diah Vitri W, DEA

NIP.196008031989011001 NIP. 196508271989012001

Penguji I Penguji II/Pembimbing II

Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum NIP. 197307252006041001 NIP. 197409271999031002

Penguji III/Pembimbing I

Dra Conny Handayani,M.Hum NIP. 194704261971062001


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Hati yang penuh syukur, bukan saja merupakan

kebajikan yang terbesar, melainkan merupakan pula

induk segala kebajikan yang lain

.

( Cicero)

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak

pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita

jatuh

(Confusius)

Persembahan:

Skripsi ini saya persembahkan untuk; Ayah dan Bunda yang tidak pernah berhenti memberikan doa dan semangat bagi diri ananda.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“La Schizophrénie comme phénomène psychologique dans la nouvelle « Le Horla » par Guy De Maupassant” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa dukungan, semangat, doa dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat kepada beberapa pihak berikut ini :

1. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian ini.

2. Dra. Diah Vitri W, DEA, selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing yang telah memberikan perhatian dan pengarahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Dra. Conny Handayani, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah begitu sabar membimbing serta memberikan pengarahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing II atas kontribusinya yang luar biasa dalam membimbing serta memberi pengarahan kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(6)

vi

5. Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd, selaku dosen penguji I yang telah menguji dengan penuh ketelitian.

6. Seluruh Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Asing yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Papa dan Mama, atas doa, dukungan, semangat, kedisiplinan, cinta dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya dalam hidup penulis.

8. Nenekku tersayang yang telah memberikan sebuah pelajaran berarti dalam kehidupan penulis. Senyum dan bahagiamu adalah semangat terbesar bagi diri penulis

9. Andina dan Athena selaku adhek-adhek penulis. Jadilah bintang penerang disetiap langkahmu. Doa kakak selalu menyertai dalam detik-detik kehidupanmu 10. Hubu yang selalu berada dalam hati penulis. Senyum, canda, tawa, sedih,dan tangis membuat kita belajar tentang arti mencintai dan dicintai. Semoga kebersamaan kita sampai nanti pada usia senja

11. Sahabat-sahabat dan Saudara-saudaraku: Toni,Bagus,Dayat, Joko,dan Doni. Suatu kebanggaan dan kehormatan bisa mengenal kalian. Perjuangan ini tidak akan pernah sia-sia. Tetap semangat dan yakin mimpi-mimpi kita suatu saat nanti pasti akan kita raih.

12. Saudara- saudara seperjuangan Sastra Perancis 2004: Agung, Anggit, Tawar, Hadi, Nurul, Eki, Hilmi, Rachdin, Rina Dian, Lina, Teguh, dan Heydi. Terima kasih telah berbagi indahnya kebersamaan selama ini. Tuhan akan dan selalu menyertai langkah kalian.


(7)

vii

14. Teman-teman kos “Ajaib”: Adji, Lia, Ragil, Fian, Ata, Badjul, Omen dan Gigih yang selalu menjadi teman yang luar biasa bagi penulis selama pembuatan skripsi ini.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Jika penulis lupa mencantumkan nama kalian, bukan berarti nama kalian tidak terukir di dalam hati penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis tidak pernah berhenti melangkah ke arah sana. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun, senantiasa penulis harapkan. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Agustus 2011


(8)

viii

ABSTRAK

Dian Jaya, Andika Raka.2011. Skizofrenia Sebagai Fenomena Psikologi Dalam Cerpen Le Horla Karya Guy De Maupassant. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Dra Conny Handayani,M.Hum; II. Suluh Edhi Wibowo,SS M.Hum

Kata kunci :Skizofrenia, Psikologi

Skizofrenia adalah gangguan mental yang disebut psikosis. Gangguan tersebut menyerang psikologi kejiwaan dari pasiennya. Di dalam kehidupan masyarakat pengarang merefleksikan fenomena tersebut dalam bentuk karya sastra. Hal ini dikarenakan karya sastra merupakan cermin masyarakat pada zamannya. Cerpen Le Horla karya Guy de Maupassant. menggambarkan tentang hari-hari seorang penderita psikosis yang merasa akan „dimakan‟ oleh „makhluk misterius yang tidak terlihat‟. Makhluk tersebut dikenal sebagai Le Horla. Adapun cerpen ini merupakan cerminan diri dari pengarang yang juga mengidap penyakit tersebut sampai akhir hidupnya.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu mengungkapkan pengaruh penyakit skizofrenia yang diderita oleh tokoh utama yang didalamanya juga menganalisis : (1) munculnya skizofrenia pada diri tokoh utama, (2) reaksi tokoh utama terhadap skizofrenia yang dideritanya, (3) upaya tokoh utama untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, (4) akibat penyakit skizofrenia yang diderita tokoh utama terhadap dirinya sendiri dan masyarakat disekitarnya dan (5) efek skizofrenia yang mempengaruhi tokoh utama untuk mengakhiri hidup. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pengaruh skizofrenia terhadap diri tokoh utama, berikut dengan alasan, dan dampak dari penyakit skizofrenia tersebut pada tokoh utama.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik untuk menganalisis pengaruh skizofrenia terhadap diri tokoh utama. Penelitian ini mengambil data berupa kalimat-kalimat yang mengandung unsur-unsur dari gejala skizofrenia sesuai dengan permasalahan. Sumber data dalam penelitian ini berupa roman yang berjudul Le Horla karya Guy De Maupassant.

Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini: (1) gejala-gejala awal yang muncul pada diri tokoh utama berupa demam yang diikuti dengan hilangnya keberanian dan munculnya perasaan gelisah, (2) kegelisahan pada diri tokoh utama menimbulkan sebuah halusinasi bahwa dirinya telah diikuti dan diawasi oleh sosok misterius, (3) penyakit skizofrenia merupakan penyakit psikologis sehingga dokter pada saat itu belum bisa mendiagnosis pada penderita psikosis, (4) pengaruh skizofrenia telah mempengaruhi jiwa dan pikiran tokoh utama sehingga halusinasi dan delusi yang muncul semakin jelas dan membuat diri tokoh utama begitu tertekan dalam menjalani hidupnya, dan (5) dampak dari tekanan gangguan skizofrenia membuat diri tokoh utama memilih untuk bunuh diri.


(9)

ix

RÉSUMÉ

Dian Jaya, Andika Raka. La Schizophrénie comme phénomène psychologique dans la nouvelle « Le Horla » par Guy De Maupassant. Mémoire. Département des Langues et des Littératures Etrangères. Faculté des Langues et des Arts. Université d‟Etat de Semarang. Directeurs : I. Dra Conny Handayani,M.Hum; II. Suluh Edhi Wibowo, M.Hum

Mots clés : schizophrénie, psychologique A. Introduction

La littérature est une partie des représentations artistiques dans la vie. Un œuvre littéraire raconte tous les problèmes dans la vie humaine entre l‟interaction avec écrivain, l‟environnement, et le Dieu. L‟œuvre littéraire contient une connaissance de l‟auteur sur l‟environnement ou la condition sociale dans une époque. Ce n‟est pas seulement un résultat de l‟imagination de l‟écrivain, la littérature devient l‟appréciation de l‟écrivain sur la vie humaine. C‟est aussi une façon de répandre l‟idée, la pensée, et l‟idéologie de l‟écrivain (Nurgiyantoro, 1988 :3).

La littérature produit les différents types d‟œuvres littéraires. Suharianto (1982 : 14) déclare que la littérature est une manière d‟exprimer la vie. Elle représente l‟imagination et la création de l‟auteur. Celui-ci a besoin d‟une collection d‟expérience et une observation sur la vie. La vie humaine devient un objet intéressant dans la littérature

Dans le monde littéraire il y a trois types de littératures, ce sont : la poésie, la prose (le roman et la nouvelle) et le drame. Dans cette recherche, la nouvelle est traitée comme corpus d‟analyse. D‟après Suharianto (1982 : 39). On ne compte pas sur le nombre des pages ou le nombre des personnages pour rédiger


(10)

x

un récit, mais on compte plutôt sur les problèmes des personnages principaux et leur environnement.. Alors, une histoire courte ne peut pas être classée dans la nouvelle, si les problèmes n‟expliquent pas les conditions adaptées à la nouvelle. Elle concentre seulement l‟histoire du personnage principal.

L‟un des écrivains célèbres du 19ème

siècle est Guy de Maupassant. Il est l‟un des fondateurs des styles modernes du récit. Il a écrit et publié à peu près trois centaines nouvelles. Ses recueils de récits le plus connus qui ont été publiés sont: "La Maison Tellier" (1881), "Mademoiselle Fifi" (1882), "Les Contes de la Bécasse”, “Miss Harriet" (1884). Guy de Maupassant est un écrivain réaliste. Il raconte clairement la situation de son époque et la plupart de ses histoires finissent tragiquement. L‟une des œuvres de Guy Maupassant est "Le Horla". Cette nouvelle est la première nouvelle par Guy De Maupassant qui traite de la folie.

Le travail sur la rédaction du « Le Horla » a duré 3 ans en 1885, 1886 et 1887. La première version « le Horla » est une lettre qui raconte des symptômes étranges. Cette lettre est écrite par un patient psychotique qui raconte ses problèmes à son médecin. La deuxième version est rédigée sous forme de dialogues entre un patient psychotique et son médecin. La dernière version est écrite sous forme d‟un journal. Ce journal raconte une histoire du patient psychotique qui se croit menacé par une créature mystérieuse qui veut l‟avaler. Il sent aussi qu‟il est suivi par une créature invisible. Cette créature est nommée « Le Horla ».


(11)

xi

Guy de Maupassant a écrit «le Horla» quand il soignait son frère, il s‟appellait Herve de Maupassant. Son frère souffrait de troubles mentaux et a été hospitalisé à Charéton (c‟est le nom de l‟hôpital psychiatrique dans le Val de Marne). La maladie psychiatrique dans « le Horla » est nommée la Schizophrénie. Halgin et Whitbourne (1995) expliquent que la schizophrénie est un trouble qui est développé par une série de symptômes, comme les troubles dans la pensée, les troubles de la perception, les troubles de l'affection, les troubles de la sensibilité de soi, les troubles de la motivation, les troubles du comportement et la fonction interpersonnelle.

Cameron et Rychlak (1985) expliquent que le trouble schizophrénique est une tentative de régression pour échapper à la tension et l'anxiété en ignorant la réalité de l'objet relatif interpersonnel. Elle établit des délires et des hallucinations.

Guy de Maupassant est mort en 1893, six ans plus tard après avoir écrit « Le Horla ». J‟ai choisi la nouvelle « Le Horla » pour le sujet de mon mémoire parce que cas psychologiques est délicat à relever particulièrement sur les troubles de la personnalité comme la schizophrénie du premier personnage. En tant que pionnier de la sience-fiction, Guy de Maupassant était bien réputé par son œuvre « Le Horla ». « Le Horla » même est la représentation de sa réflexion sur la souffrance de sa maladie jusqu‟à la fin de sa vie.

B. La Psychologie de la littérature

Le mot Psychologie vient du mot psyche et logos. Psyche pour l‟âme et logos a le sens de science. Littéralement, la psychologie est la science de l‟âme ou une science qui étude les symptômes de l‟âme humaine. Alors durant le progrès


(12)

xii

de la psychologie, elle est devenue une science qui étudie le comportement humain (Dirgagunarsa 1978:9)

La psychologie entre dans la littérature par plusieurs voies, par exemple : (1) elle entre dans la discussion sur le processus de la création littéraire, (2) elle fait partie de la discussion sur la psychologie de l‟auteur, (3) de la discussion sur les enseignements et les principes de la psychologie qui sont tirées d‟œuvres littéraires, (4) enfin elle influence la psychologie du lecteur dans la littérature (Hardjana 1994:60).

On peut dire que l‟existence de la psychologie peut aider les lecteurs à découvrir les secrets de l‟âme humaine et à évaluer les comportements des personnages dans les romans qu‟ils lisent. En général, on dit que la psychologie est une science qui étudie la structure psychologique humaine avec ses attributs ou ses caractéristiques générales. Elle désigne les hommes comme objets à traiter et analyser.

C. Schizophrénie

Le terme schizophrénie vient des mots du Grec, il a le sens de : « une âme fragile ». La schizophrénie est un grave trouble mental. Ce trouble est caractérisé par des symptômes positifs et des symptômes négatifs. Les symptômes positifs sont : le désordre de la conversation, des illusions, des hallucinations, des troubles cognitifs, et de la perception. Les symptômes négatifs sont : la diminution d‟intérêt et de découragement, la diminution d‟intérêt de parler et le contenu de la parole incompréhensible (Strauss et al, dans Gabbard, 1994). La compréhension des symptômes positifs et négatifs n‟ont pas le sens du bien et du mal. Les


(13)

xiii

symptômes positifs sont de l‟augmentation des symptômes hors de la réaction normale. Alors, les symptômes négatifs sont de la diminution des symptômes dehors la réaction normale.

Les caractéristiques de la schizophrénie peuvent être résumées dans ces parties. Les symptômes de la schizophrénie d‟après Halgin et Whithbourne (1945) sont les suivant :

a. Les délires et Les hallucinations.

Pendant la phase aigüe de la schizophrénie, le processus de la pensée et de la perception peut également être accompagné d‟une variété de délires. L‟illusion la plus commune est la croyance que des forces extérieures tentent de contrôler les actions et les pensées de la personne. L‟effet de ces illusions consistent à croire que les pensées de quelqu‟un sont transmises autour du monde, et des autres peuvent l‟entendre. Les pensées étrangères (ce n‟est pas son propre esprit) entrent dans sa pensée, ses sentiments, ou ses actions. Les hallucinations peuvent se produire ou font partie des croyances des délires.

b. Le Retrait de la réalité.

Une personne qui souffre de la schizophrénie, a tendance à se retirer de l‟interaction avec les autres. Elle se préoccupe de ses pensées et de ses fantasmes. La préoccupation de soi-même, est nommée Autisme. Dans la schizophrénie aigüe, le retrait de la réalité n‟est que temporaire. Mais dans le cas chronique, le retrait peut devenir de plus en plus important jusqu‟à ce que cette personne ne puisse pas s‟adapter à la situation externe, elle garde le silence, ne bouge pas pendant des jours, et doit être traitée comme un bébé.


(14)

xiv c. Le Chaos de la pensée et de l’attention

Le chaos de la pensée dans la schizophrénie est une difficulté générale pour filtrer les stimuli pertinents. Nous pouvons concentrer notre attention de manière sélective. Il y a de nombreuses informations sensorielles qui entrent dans notre pensée, mais nous pouvons sélectionner les stimuli qui sont pertinents pour notre tâche et ignorer les autres. Un schizophrène ne peut pas filtrer les stimuli non pertinents ou les distinguer. Il réagit beaucoup à tous les stimuli en même temps et il est difficile de gérer cette abondance

d. Le Chaos de la perception

Le schizophrène aigüe se plaint souvent que le monde semble différent (les sons paraîtront plus fort et les couleurs plus audacieuses). Il pense que son corps ne semblent plus le même (ses mains paraissent plus ou moins grandes, ses jambes sont très longues, ses yeux semblent sortir de sa face). Les schizophrènes ne peuvent pas se reconnaître eux-même dans le miroir ou regarder leur reflet comme des ombres triples. En état de schizophrénie aigue, les schizophrènes sont incapable de comprendre quelque chose, par exemple, ils ne considèrent pas une infirmière ou un médecin comme être humaine mais ils connaissent bien leurs parties du corps (nez, yeux, jambes, bras et les autres).

e. Le Chaos d’affectif

Les schizophrènes ne peuvent pas habituellement donner une réponse émotionnelle normale et raisonnable. Ils sont souvent passifs et ne répondent pas à la situation qui devrait les rendre triste ou heureux. Par exemple, il y a un père qui ne montre pas une réaction émotionnelle quand on lui dit que son enfant a un


(15)

xv

cancer. Toutefois, ses émotions qui sont plates peuvent cacher le désordre dans son cœur, et cette personne peut être tout à coup très en colère.

Parfois, les schizophrènes expriment des sentiments qui ne sont pas appropriés pas à la situation décrite. Par exemple, les schizophrènes souriront quand nous parlerons d‟un événement tragique, parce que nos émotions sont influencées par des processus cognitifs, il n‟est pas surprenant que la confusion de la pensée et la perception soient accompagnées par des changements dans la réponse émotionnelle.

D. La Méthodologie de la recherche

Dans cette recherche, j‟utilise la méthode descriptive qualitative pour analyser le processus de la Schizophrénie du personnage principal dans « le Horla ». Le corpus utilisé dans ce mémoire est la nouvelle « le Horla».

E. L’Analyse

Premièrement, je partage les analyses en cinq sections dans ce chapitre. Chaque section présente la problématique dans ce mémoire. Les problèmes sont : le processus de la schizophrénie qui apparaît dans le personnage principal, la réaction du personnage principal quand il souffrait de la schizophrénie, des tentatives qui a été fait par le personnage principal pour guérir de sa maladie, les effets de la schizophrénie dont a souffert le personnage principal et sa communauté environnante, et l'effet de la Schizophrénie qui a causé le suicide du personnage principal.


(16)

xvi

La schizophrénie apparaît avec plusieurs symptômes. Comme les sentiments de peur, de tristesse et d'anxiété qui sont apparus tout d'un coup. Le personnage principal ou le caractère « Je » sentait qu'il avait un sentiment étrange qui le hantait. Envisagez la citation suivante :

(1) LH/3

12 mai. – J’ai un peu de fièvre depuis quelques jours ; je me sens souffrant, ou plutôt je me sens triste. D’où viennent ces influences mystérieuses qui changent en découragement notre bonheur et notre confiance en détresse ? On dirait que l’air, l’air invisible est plein

d’inconnaissables Puissances, dont nous subissons les voisinages

mystérieux.

On peut voir que dans cette citation, la schizophrénie attaque progressivement. Le caractère « Je » avait une fièvre pendant quelques jours. Cette fièvre n‟était pas seulement une fièvre commune, mais c‟était une fièvre qui a provoquée sa misère. La citation « je me sens souffrant, ou plutôt je me sens triste. D’où viennent ces influences mystérieuses qui changent en découragement notre bonheur et notre confiance en détresse ? » explique que le personnage principal sentait un changement dans son âme. Ce changement influe sur son bonheur et transforme son courage. Le caractère « Je » pensait qu‟il y avait une l‟influence d‟une force mystérieuse qui était autour de lui. Il croit que cette force mystérieuse procure un effet négatif.

2. La réaction du personnage principal quand il souffre de la schizophrénie Différents types de réactions sont apparu quand le caractère « Je » a éprouvé des symptômes de la Schizophrénie. Les réactions peuvent varier selon l‟état de psychologie du personnage principal.


(17)

xvii

Le caractère « Je » a commencé à changer lors de sa fièvre le 12 mai. Il pensait qu‟il y avait une force mystérieuse qu‟il ne pouvait pas voir. Etudiez le citation suivante :

(10) LH/3

Comme il est profond, ce mystère de l’Invisible ! Nous ne le pouvons sonder avec nos sens misérables, avec nos yeux qui ne savent apercevoir ni le trop petit, ni le trop grand, ni le trop près, ni le trop loin, ni les habitants d’une étoile, ni les habitants d’une goutte d’eau..

Le caractère « je » pense qu‟il est confronté à une maladie mystérieuse et insaisissable. On peut regarder sur la citation «Comme il est profond, ce mystère de l’Invisible ! ». Cette citation explique sa maladie comme une forme insaisissable et mystérieuse. Il est conscient d‟une force mystérieuse qu‟il ne peut pas sentir. Comme dans la citation « Nous ne le pouvons sonder avec nos sens misérables, avec nos yeux qui ne savent apercevoir ni le trop petit, ni le trop grand, ni le trop près, ni le trop loin, ni les habitants d’une étoile, ni les habitants d’une goutte d’eau ». Le personnage principal a supposé qu‟il ne pouvait pas connaitre cette force mystérieuse. Elle est invisible.

3. Les tentatives du personnage principal de guérir sa maladie

Dans ce chapitre, j‟ai analysé les efforts qui a été fait par le caractère « Je » pour guérir de sa maladie. La schizophrénie est une maladie qui attaque le mental du patient. Les français ne connaissent pas cette maladie à cette époque.

Comme un homme éduqué, le caractère « Je » a consulté un médecin pour soigner sa maladie. Notez la citation suivante :

21) LH/5


(18)

xviii

18 mai. – Je viens d’aller consulter un médecin, car je ne pouvais plus dormir. Il m’a trouvé le pouls rapide, l’œil dilaté, les nerfs vibrants, mais sans aucun symptôme alarmant. Je dois me soumettre aux douches et boire du bromure de potassium.

Le caractère « Je » a consulté un médecin pour savoir et guérir les maladies qui l‟on ‟attaqué. On peut regarder dans la phrase « 18 mai. Je viens d’aller consulter un médecin, car je ne pouvais plus dormir ». Dans la citation « Je viens d’aller consulter un médecin » explique que le personnage principal a consulté au médecin parce qu‟il pensait que sa maladie était une maladie ordinaire. Cela l‟illustre dans ses troubles du sommeil. Suite à la consultation, son médecin lui explique que ses symptômes sont normaux. On peut évaluer d‟après la citation « Il m’a trouvé le pouls rapide, l’œil dilaté, les nerfs vibrants, mais sans aucun symptôme alarmant ».

La schizophrénie est une maladie qui attaque mental du schizophrène, alors que nous ne pouvons pas diagnostiquer les symptômes selon les conditions physiques de quelqu‟un.

4. L’effet de schizophrénie sur le personnage principal et sa communauté.

Cette analyse est devisée en deux parties. La première partie, on relève l'impact de la schizophrénie du caractère « Je » et la deuxième partie, on note par rapport à sa société

4.1 L’effet de schizophrénie sur personnage principal

Dans cette section, on relève de l‟impact de la schizophrénie qui atteint par le personnage principal. Les hallucinations et les délires deviennent un effet évident sur l‟analyse de la schizophrénie sur le caractère « Je » dans la nouvelle « Le Horla »


(19)

xix

Par exemple : L‟effet de la schizophrénie commence clairement dans le caractère « Je ». Il éprouve des hallucinations montrées dans la citation ci-dessous :

(25) LH/31

6 août. Cette fois, je ne suis pas fou. J’ai vu... j’ai vu... j’ai vu !... Je ne puis plus douter... j’ai vu !... J’ai encore froid jusque dans les ongles... j’ai encore peur jusque dans les moelles... j’ai vu !...

6 Août, le personnage principal a une très forte hallucination après qu‟‟il sente ce qu‟il a vu. La citation « 6 août. Cette fois, je ne suis pas fou. » explique que le caractère « Je » croit qu‟il n‟est pas fou. Tous les hallucinations qu‟il éprouve lui semblent réel, montrées dans l‟accentuation sur la phrase «je ne suis pas fou. »

4.2 L’effet de schizophrénie sur le personnage principal par rapport sa communauté

La schizophrénie indirectement donne des effets aux alentours du schizophrène. Sur le cas du caractère « Je », ses domestiques ne savent jamais que leur patron avait souffert de Schizophrénie car il dissimule. Cette situation cause donc la confusion alentour. Par exemple, la citation ci-dessous montre que les domestique du caractère « Je » restent dans une situation bouleversante à cause de ses comportements :

(40) LH/31

4 août. – Querelles parmi mes domestiques. Ils prétendent qu’on casse les

verres, la nuit, dans les armoires. Le valet de chambre accuse la cuisinière, qui accuse la lingère, qui accuse les deux autres. Quel est le coupable ? Bien fin qui le dirait !


(20)

xx

Le 4 août, les domestiques du caractère « Je » s‟accusent entre eux. Lors qu‟ils trouvent les verres brisé dans l'armoire. On peut regarder dans la citation « 4 août. Querelles parmi mes domestiques ».

La phrase suivante «. Le valet de chambre accuse la cuisinière, qui accuse la lingère, qui accuse les deux autres. Quel est le coupable ? Bien fin qui le dirait ! » explique que la confusion subie par les domestiques. Ils ne savent pas que c‟est leur patron qui a cassé les verres. Donc l‟effet de la schizophrénie n'affecte pas directement les personnes autour du caractère « Je », mais c‟est assez de faire les gens autour du caractère « Je » sentaient la confusion et le chaos. 5. La schizophrénie comme la cause du suicide du premier personnage

Dans cette section, On fait l‟analyse sur la décision de suicide du personnage principal. Pendant de 3 mois, il a appris la terreur d‟une créature mystérieuse. Elle s‟appelle « Le Horla ». Elle lui faite mal à sa psychologie et peur de se passer ses jours. C‟est pourquoi le caractère « Je » pense que ses jours sont plein de cauchemars.

Lorsque, le personnage principal croit que « Le Horla » reste dans sa maison et qu‟il trouve la meilleure occasion de le tuer. Il décide de brûler sa maison. Regardez la citation suivante :

(42) LH/56

Soudain le toit tout entier s’engloutit entre les murs et un volcan de flammes jaillit jusqu’au ciel. Par toutes les fenêtres ouvertes sur la

fournaise, je voyais la cuve de feu, et je pensais qu’il était là, dans ce four, mort...

Le caractère « Je » regarde que sa maison brûlée. Il est sur donc « le Horla »est. La phrase « je voyais la cuve de feu, et je pensais qu’il était là, dans


(21)

xxi

ce four, mort.. » explique que le caractère "Je" regarde des monticules du feu, et il pense sûrement que « le Horla » est brûlé là. Il serait content qu‟il ait trouvé « le Horla » mort. Les craintes qu'il éprouvait disparaître avec la mort de « le Horla ». Les pensées du caractère "Je" psychologiquement ont été infectées par les présences d'hallucinations qui surviennent en raison d'interférences de la Schizophrénie. Le caractère « Je » pensait que « le Horla » était une créature qui peut mourir quand il le brulé. On peut le prouve clairement dans la citation « je pensais qu’il était là, dans ce four, mort »

5. Conclusion

J‟ai analysé l‟effet de la schizophrénie sur la vie de caractère « je », j‟ai trouvé cinq éléments qui sont les effets de la schizophrénie dans la vie du caractère « Je ».

Le premièrement effet de la schizophrénie apparaît comme des symptômes naturel. Dans « le Horla », la schizophrénie apparaît avec des symptômes de fièvre. Cette fièvre n‟est pas une fièvre ordinaire, elle est suivie par l‟angoisse qui transforme le courage au le désespoir.

Le deuxième effet : le caractère « Je » a subi une réaction étrange, il sent brusquement une anxiété qui l‟envahit indirectement. Cette condition lui fait de penser qu‟il y a effet une créature mystérieuse qui le regarde et le suivre toujours.

Le troisième effet : la schizophrénie est une maladie mentale. Quand le premier personnage a consulté au médecin sur sujet de sa fièvre qui le sentait. Le médecin lui dit qu‟il n‟y a rien à craindre sur des symptômes. Le quatrième effet : le personnage principal a subi des hallucinations qui le rendent impuissant de


(22)

xxii

réfléchir clairement. Le dernière effet : quand le caractère « je » essaie tuer « le Horla » et il trouve que « le Horla » n‟est pas mort. Cela lui fait un choc.il veut bien finir sa souffrance et il cherche sans cesse à tuer « le Horla ». Et puis arrive le moment où il est sûr que « le Horla » reste dans son corps interne, pour cela il décide donc de se suicider.


(23)

xxiii

DAFTAR ISI

JUDUL ... i HALAMAN PERNYATAAN ... ii HALAMAN PENGESAHAN ... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv KATA PENGANTAR ... v ABSTRAK ... viii RESUME ... ix DAFTAR ISI ... xxiii BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6 1.5 Sistematika Penulisan ... 7 BAB 2 LANDASAN TEORI ... 8 2.1 Psikologi Sastra ... 8 2.2 Skizofrenia ... 10

2.2.1 Kriteria Diagnostik Skizofrenia ... 11 2.2.1.1 Kekacauan Pikiran dan Perhatian ... 11 2.2.1.2 Kekacauan Persepsi ... 12 2.2.1.3 Kekacauan Afektif ... 12


(24)

xxiv

2.2.1.4 Penarikan Diri Dari Realita ... 13 2.2.1.5 Gangguan delusi dan halusinasi ... .14 2.2.1.6 Gangguan Kepekaan Diri ... .15 BAB 3 METODE PENELITIAN ... …………..….16

3.1 Metode Analisis Data ... 16 3.2 Pendekatan Penelitian ... 17 3.3 Sumber Data ... 17 3.4 Metode Pengumpulan Data ... 17 3.5 Teknik Analisis Data ... 18 3.6 Langkah Kerja Penelitian ... 19 BAB 4 ANALISIS SKIZOFRENIA PADA TOKOH UTAMA

..…

21

4.1 Skizofrenia Muncul Pada Diri Tokoh Utama... 21 4.2 Reaksi Tokoh Utama terhadap Penyakit Skizofrenia

yang Dideritanya ... 29 4.3 Upaya Tokoh Utama Untuk Menyembuhkan Penyakit

yang Dideritanya ... 41 4.4 Dampak Skizofrenia Tokoh Utama Terhadap Dirinya Sendiri

dan Masyarakat di Sekitarnya ... 48 4.4.1 Dampak Skizofrenia Tokoh Utama Terhadap Dirinya

Sendiri ... 49 4.4.2 Dampak Skizofrenia Tokoh Utama terhadap Masyarakat

Di Sekitarnya ... 69 4.5 Efek Skizofrenia dalam Mempengaruhi Tokoh Je untuk


(25)

xxv

Mengakhiri Hidupnya ... 71 BAB 5 PENUTUP ... 75 5.1 Simpulan ... 75 5.2 Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA ... 79


(26)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan bagian dari seni kehidupan, informasi tentang dunia terangkum ke dalam tulisan maupun lisan yang mengandung unsur-unsur estetis di dalamnya. Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri pengarangnya sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya sastra berisi penghayatan pengarang terhadap lingkungan atau kondisi sosial masyarakatnya saat itu. Karya sastra bukan hasil kerja lamunan belaka, melainkan juga penghayatan pengarang terhadap kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan bertujuan menyebarkan ide, pemikiran dan ideologinya (Nurgiyantoro, 1998:3) Karya sastra menarik untuk dikaji dan sekaligus merupakan tantangan karena komunikasi yang dibangun oleh suatu karya sastra masih terkesan abstrak. Artinya apa yang ingin disampaikan penulis belum tentu sama dengan yang dipahami pembaca. Seperti yang dinyatakan Aminuddin bahwa komunikasi dalam sastra merupakan komunikasi tanpa komunikasi (1989: 4).

Sastra menghasilkan berbagai macam produk dan jenis. Suharianto (1982 : 14) menyatakan karya sastra sebagai pengungkapan hidup dan kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi seorang pengarang serta dukungan pengalaman dan pengamatannya atas kehidupan tersebut. Kehidupan manusia merupakan sebuah obyek yang menarik untuk dituangkan dalam karya sastra.


(27)

2

Dalam dunia sastra terdapat berbagai macam jenis karya sastra seperti misalnya puisi, novel, cerpen,dan drama. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan cerpen sebagai sumber data. Cerpen sebagai salah satu hasil karya sastra, menurut Suharianto (1982:39). Cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikitnya tokoh yang terapat dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra itu. Jadi sebuah cerita pendek belum tentu dapat digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup permasalahan yang diungkapkan tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek. Ruang lingkup permasalahan yang diungkapkan cerita pendek adalah sebagian kecil dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang. Cerita pendek hanya memusatkan perhatian pada tokoh utama dan permasalahannya yang paling menonjol yang menjadi pokok cerita.

Salah satu cerpenis terkenal pada abad ke-19 adalah Guy de Maupassant. Beliau juga disebut sebagai salah satu pencetus cerita pendek modern (http://id.wikipedia.org/wiki/Guy_de_Maupassant di sunting pada tanggal 12 Januari 2001). Beliau telah menulis sekitar 300 cerita pendek. Beberapa contoh kumpulan cerpen yang sudah diterbitkan antara lain adalah ”La Maison Tellier” (1881), ”Mademoiselle Fifi” (1882), ”Les Contes de la Becasse”,”Miss Harriet” (1884). Gaya penulisan Guy de Maupassant bersifat realis, menceritakan keadaan sekitarnya dengan apa adanya dan kebanyakan ceritanya berakhir dengan tragis. Salah satu cerpen karya Guy de Maupassant yang terkenal adalah”Le Horla”. Cerpen ini merupakan salah satu cerpen yang menjadi pioner pada cerita sains dan


(28)

3

merupakan karya sastra pertama yang ditulis Guy de Maupassant yang menceritakan kegilaan (http://fr.wikipedia.org/wiki/Le_Horla disunting pada tanggal 21 Desember 2010). Cerpen Le Horla ditulis dalam 3 versi yaitu pada tahun 1885 ,1886 dan 1887. Versi pertama Le Horla berbentuk surat yang menceritakan gejala-gejala aneh yang dialami seorang pasien psikotik kepada seorang dokter. Versi kedua dibuat dalam bentuk format dialog antara pasien psikotik dengan dokter. Le Horla versi ketiga diformat dalam bentuk buku harian yang bercerita tentang hari-hari seorang penderita psikosis yang merasa akan „dimakan‟ oleh „makhluk misterius tidak terlihat‟ dan dia merasa diikuti oleh makhluk yang menurut pendengarannya menamakan diri sebagai Le Horla.

Le Horla ditulis oleh Guy de Maupassant saat merawat adiknya yang bernama Hérve de Maupassant, adiknya mengalami gangguan Jiwa dan dirawat di di Charenton (Rumah Sakit Jiwa Val de Marne). Penyakit kegilaan yang dituangkan Guy de Maupassant pada Le Horla adalah skizofrenia.

Menurut Kaplan dan Sadock (1994) Skizofrenia merupakan suatu gangguan dengan etiologi tidak diketahui yang ditandai oleh gejala psikotik yang secara berarti mengganggu fungsi dan menyangkut gangguan dalam perasaan, berpikir dan berperilaku. Gangguan ini kronik dan umumnya memiliki fase prodromal, fase aktif dengan delusi, halusinasi atau keduanya dan suatu fase residual dimana gangguan itu mungkin dalam keadaan remisi.

Halgin dan Whitbourne (1995) menyatakan skizofrenia merupakan gangguan akibat suatu rangkaian simptom seperti gangguan dalam isi pikiran, bentuk pikiran, persepsi, afeksi, kepekaan diri, motivasi, tingkah laku dan fungsi


(29)

4

interpersonal. Selanjutnya Freud (dalam Roan, 1979) mengatakan bahwa Skizofrenia adalah suatu peristiwa regresi atau penarikan diri yang narsistik akibat kelemahan struktur ego karena faktor psikogen atau somatik. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Cameron dan Rychlak (1985) yaitu gangguan Skizofrenia adalah usaha regresi untuk melarikan tension dan kecemasan dengan cara mengabaikan hubungan realitas objek interpersonal dan membentuk delusi dan halusinasi.

Guy de Maupassant meninggal enam tahun kemudian setelah menulis Le Horla. Alasan peneliti meneliti Cerpen Le Horla adalah karena cerpen ini memuat kasus psikologi khususnya Skizofrenia pada tokoh utamanya. Selain itu, cerpen Le Horla merupakan cerpen yang terkenal pada masanya (1887) dan merupakan sebuah cerpen perintis yang bertemakan fiksi-ilmiah. Adapun cerpen ini merupakan cerminan diri dari pengarang yang juga mengidap penyakit tersebut sampai akhir hidupnya. Jadi teori yang dianggap cocok untuk menganalisa cerpen ini adalah teori psikologi sastra.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan besar yang muncul dari cerpen tersebut adalah bagaimana penyakit skizofrenia yang diderita oleh tokoh utama dalam cerpen Le Horla karya Guy de Maupassant berpengaruh dalam kehidupan tokoh utama tersebut? Dari pertanyaan besar tersebut, maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:


(30)

5

2. Bagaimana reaksi tokoh utama terhadap penyakit skizofrenia yang dideritanya?

3. Bagaimana upaya tokoh utama untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya?

4. Bagaimana akibat penyakit skizofrenia yang diderita tokoh utama terhadap dirinya sendiri dan masyarakat disekitarnya?

5. Bagaimana effek penyakit tersebut mempengaruhi tokoh utama untuk melakukan bunuh diri?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai permasalahan-permasalahan diatas, penulis menentukan tujuan dari penelitian ini, agar penelitian lebih terarah. Adapun tujuan yang akan dicapai adalah sebagai berikut :

1. Mendiskripsikan munculnya skizofrenia pada diri tokoh utama dalam cerpen Le Horla.

2. Mendiskripsikan reaksi tokoh utama terhadap penyakit skizofrenia yang dideritanya dalam cerpen Le Horla.

3. Mendiskripsikan upaya tokoh utama dalam cerpen Le Horla untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya.

4. Mendiskripsikan akibat penyakit skizofrenia yang diderita tokoh utama terhadap dirinya sendiri dan masyarakat disekitarnya dalam cerpen Le Horla.

5. Mendiskripsikan effek penyakit tersebut yang mempengaruhi tokoh utama untuk melakukan bunuh diri.


(31)

6 1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti tentunya berharap dalam penelitian ini akan membawa manfaat baik di dunia kesusasteraan khususnya, ilmu pengetahuan pada umumnya, serta bagi masyarakat (pembaca). Paling tidak manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Penulisan ini diharapkan menjadi sebuah refleksi pemikiran tentang efek penyakit kejiwaan khususnya Skizofrenia terhadap eksistensi kehidupan manusia.

b. Memberikan sumbangan pemikiran, bahwa kehidupan tokoh dalam suatu karya sastra tidak bisa dilepaskan dari pengaruh psikologi pengarangnya.

1.4.2 Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Penulisan ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi Jurusan Sastra Perancis Universitas Negeri Semarang untuk menjadi sebuah mata kuliah baru, yaitu mata kuliah Psikologi Sastra

b. Penulisan ini menginformasikan bahwa di dalam sebuah karya sastra. Psikologi kejiwaan pengarang memberikan pengaruh besar terhadap hasil karyanya.

c. Penulisan ini mengharapkan agar para pembaca memahami gejala-gejala penyakit Skizofrenia yang kemungkinan bisa menyerang siapa saja.


(32)

7

d. Memberikan ide lebih lanjut bagi mahasiswa jurusan Sastra Perancis Universitas Negeri Semarang untuk menganalisis lebih lanjut eksistensi psikologis tokoh cerita dilihat dari segi kesehatannya. 1.5 Sistematika Penelitian

Penulisan ini terdiri dari lima bab, dan kelima bab tersebut adalah sebagai berikut

Bab 1 adalah Pendahuluan, merupakan bagian awal penulisan penelitian ini, yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab 2 adalah Landasan Teoretis. Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai pedoman penulisan penelitian yang meliputi teori tentang Psikologi sastra dan teori tentang Skizofrenia.

Bab 3 adalah Metodologi Penelitian. Dalam bab ini dibahas tentang metode yang digunakan, meliputi pendekatan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, metode analisis data, teknik analisis data serta langkah kerja penelitian.

Bab 4 adalah Analisis Skizofrenia pada tokoh utama dalam cerpen Le Horla. Analisis pada bab ini dilakukan dengan mengacu pada landasan teoritis yang terdapat pada Bab 2.

Bab 5 adalah Penutup yang meliputi Kesimpulan, Saran dan setelah penutup disajikan Daftar Pustaka.


(33)

8 BAB 2

LANDASAN TEORI

Skizofrenia adalah gangguan mental yang disebut psikosis.Gangguan tersebut menyerang psikologi kejiwaan dari pasiennya. Di dalam kehidupan masyarakat pengarang merefleksikan fenomena tersebut dalam bentuk karya sastra. Hal tersebut memunculkan ilmu interdispliner antara Psikologi dengan Sastra. Dengan kata lain psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang menganggap bahwa sastra memuat unsur-unsur psikologis. Oleh sebab itu peneliti akan membahas Psikologi sastra terlebih dahulu sebagai awal dalam meneliti Skizofrenia dalam tokoh utama Le Horla

2.1Psikologi Sastra

Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Secara harfiah, psiokologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Dalam sejarah perkembangannya kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (Dirgagunarsa 1978:9)

Psikologi dan sastra merupakan dua studi ilmu yang sangat berbeda. Kita tahu psikologi adalah ilmu perilaku atau behavioral science, Bonner dalam Siswantoro (2005:27). Sedangkan sastra adalah ilmu seni yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Jadi keduanya sebenarnya tidaklah ada hubungan yang lebih dekat. Namun, demikian psikologi dan sastra sama-sama memiliki kajian dasar yakni manusia dan kehidupan.


(34)

9

Seperti yang dikatakan Siswantoro (2005:29) bahwa novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra, merupakan realita yang didalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial, realita psikologis, realita religius merupakan tema-tema yang sering kita dengar seseorang menyoal novel sebagai realita kehidupan. Dari sinilah psikologi dan sastra bertemu yang akhirnya menjadi salah satu cabang ilmu dalam sastra.

Menurut Walgito (1957:12), psikologi dibagi menjadi dua yaitu psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum menyelidiki dan mempelajari psikis manusia pada umumnya yaitu manusia dewasa, normal dan beradab. Psikologi khusus menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktivitas manusia. Termasuk dalam psikologi khusus adalah psikologi perkembangan, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi kepribadian dan tipologi, psikologi difrensial dan diagnostik, psikologi patologi, psikologi kriminal, dan psikologi perusahaan.

Psikologi memasuki bidang kritik sastra lewat beberapa jalan yaitu (1) pembahasan tentang proses penciptaan sastra, (2) pembahasan tentang psikologi terhadap pengarangnya (baik sebagai tipe maupun sebagai seorang pribadi), (3) pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra,dan (4) pengaruh sastra terhadap pembacanya (Hardjana 1994:60).

Pendekatan psikologi menurut Semi (1984:46) adalah pendekatan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologi yang terdapat dalam suatu karya sastra. Oleh karena itu watak tokoh dalam karya sastra hanya merupakan perpaduan antara pengamatan pengarang terhadap lingkungan sendiri.


(35)

10

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa keberadaan psikologi dapat membantu pembaca sastra untuk mengungkap rahasia kejiwaan dan mengkaji sifat para tokoh dalam novel yang dibacanya. Walaupun secara umum psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur psikis manusia dengan sifat-sifat atau ciri-cirinya yang umum dan berlaku untuk semua manusia sebagai objek.

2.2 Skizofrenia

Istilah skizofrenia diperkenalkan pertama kali pada awal abad ke-20 oleh Eugen Bleuler (1857-1939) dan istilah tersebut menggantikan demensia prekoks di dalam literatur, istilah untuk menandakan adanya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku pada pasien yang terkena. Bleuler menggambarkan gejala fundamental spesifik untuk skizofrenia, termasuk suatu gangguan yang ditandai dengan gangguan asosiasi khususnya kelonggaran asosiasi, gangguan afektif, autisme dan ambivalensi.

Istilah skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang retak (skizos artinya retak, dan frenas artinya jiwa). Menurut psikiater Tubagus Erwin Kusumah, jiwa manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu perasaan, kemauan, dan pikiran. Pada orang yang jiwanya tidak retak, ketika unsur itu senada. Artinya, kalau perasaan senang, maka lamunan dan pikiran mendukung, kalau sedih, ketiga-tiganya menurun.

Gangguan Skizofrenia ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi. Sedangkan untuk gejala-gejala negative seperti menurunnya minat dan dorongan,


(36)

11

berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar, serta terganggunya relasi personal (Strauss et al, dalam Gabard,1994). Pengertian gejala positif dan negatif tersebut bukanlah dalam arti baik dan buruk. Gejala positif berarti bertambahnya kemunculan suatu tingkah laku dalam kadar yang berlebihan dan menunjukkan penyimpangan dari fungsi psikologis yang normal. Sementara gejala negatif berarti penurunan kemunculan suatu tingkah laku yang juga berarti penyimpangan dari fungsi psikologis yang normal.

Skizofrenia merupakan nama yang diberikan pada beberapa gangguan yang ditandai dengan parahnya kekacauan kepribadian, distorsi realita, dan ketidak mampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Atkinson 1983:268). Atkinson juga menambahkan bahwa skizofrenia terdapat pada semua kebudayaan, bahkan pada kebudayaan yang jauh dari tekanan peradaban modern sekalipun, dan tampaknya penyakit ini menggangu kehidupan manusiaan disepanjang sejarah manusia.

2.2.1 Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Kriteria Skizofrenia yang dikemukakan oleh Halgin dan Whithbourne (1995) adalah sebagai berikut:

2.2.1.1Kekacauan Pikiran dan Perhatian

Kekacauan pikiran pada skizofrenia tampaknya adalah suatu kesulitan umum untuk “menyaring” stimulus yang tidak relevan. Kebanyakan kita dapat memusatkan perhatian kita secara selektif. Dari begitu banyak informasi sensorik yang masuk, kita mampu menyeleksi stimulus yang relevan dengan tugas yang ada dan mengabaikan yang lain-lain. Seseorang penderita skizofrenia tampaknya


(37)

12

tidak mampu menyaring stimulus yang tidak relevan atau membedakannya dari masukan yang relevan. Individu tersebut menanggapi begitu banyak stimulus pada waktu yang bersamaan dan sulit mengambil makna dari masukan yang berlimpah-limpah.

2.2.1.2Kekacauan Persepsi

Dalam tahap skizofrenik yang akut sering kali dilaporkan bahwa penderita mengeluhkan bahwa dunia tampak lain (suara tampaknya lebih keras, warna lebih mencolok). Tubuh mereka sendiri tampaknya tidak sama lagi (tangannya dapat tampak lebih besar atau kecil; kaki mereka sangat panjang; mata mereka tampak keluar dari wajah). Beberapa penderita tidak dapat mengenali diri mereka sendiri dalam kaca atau melihat bayangannya seperti bayangan rangkap tiga. Pada tahap skizofrenik angkut, banyak penderita yang memasuki periode ketidakmampuan memahami sesuatu sebagai suatu keseluruhan; misalnya, mereka tidak dapat melihat perawat atau dokter sebagai seorang manusia tetapi dapat melihat bagian-bagian tubuhnya (hidung, mata, kaki, lengan dan sebagainya).

2.2.1.3Kekacauan Afektif

Penderita skizofrenia biasanya tidak dapat memberikan respons emosional yang normal dan wajar. Mereka sering kali pasif dan tidak responsif terhadap situasi yang seharusnya membuat mereka sedih atau gembira. Misalnya, seorang ayah tidak menunjukkan respons emosional ketika diberitahu bahwa anaknya diserang penyakit kanker. Namun, ekspresi emosi yang datar atau timbul ini dapat menyembunyikan kekacauan dalam hatinya, dan orang tersebut dapat tiba-tiba sangat marah.


(38)

13

Kadang-kadang penderita skizofrenia mengungkapkan perasaan yang tidak sesuai dengan situasi atau pikiran yang diungkapkan. Misalnya penderita akan tersenyum ketika berbicara tentang peristiwa yang tragis. Karena emosi kita dipengaruhi oleh proses-proses kognitif, tidaklah mengherankan bila kekacauan pikiran dan persepsi disertai dengan beberapa perubahan pada respons emosional. 2.2.1.4Penarikan diri dari realita

Selama mengidap skizofrenia seseorang cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan menjadi asyik dengan pikiran dan khayalan sendiri. Keasyikan dengan diri sendiri ini disebut autisme (dari bahasa Yunani, auto berarti sendiri). Seperti yang diperlihatkan pada kutipan-kutipan sebelumnya, perilaku emosional yang tidak wajar kadang-kadang dapat diterangkan dengan fakta bahwa orang tersebut bereaksi pada apa yag terjadi dalam kehidupan pribadinya dan bukan pada peristiwa eksternal. Keasyikan sendiri dapat terjadi sangat intens sehingga orang tersebut tidak tahu hari atau bulan atau keberadaannya.

Pada kasus skizofrenia akut, penarikan diri dari realita hanya bersifat sementara. Pada kasus kronis, penarikan diri dari dapat menjadi makin bertahan dan berkembang sedemikian sehingga orang tersebut benar-benar tidak reponsive pada peristiwa eksternal, tetap diam dan tidak bergerak selama berhari-hari, dan harus dirawat seperti bayi.


(39)

14 2.2.1.5Gangguan Delusi dan Halusinasi

Pada tahap skizofrenia yang akut, proses pikiran dan persepsi yang menyimpang disertai pula dengan berbagai delusi. Delusi yang paling umum adalah keyakinan bahwa kekuatan eksternal mencoba mengendalikan pikiran dan tindakan orang tersebut. Delusi pengaruh ini meliputi pula keyakinan bahwa pikiran seseorang dipancarkan pada dunia sekitar sehingga orang lain dapat mendengarnya, bahwa pikiran aneh tersebut (bukan pikiran orang itu sendiri) masuk benak orang tersebut, atau perasaan atau tindakan itu dibebankan kepada orang tersebut karena kekuatan eksternal. Hal tersebut sering terdapat keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu mengancam atau diam-diam merencanakan melawan orang tersebut (delusi penganiayaan). Hal yang kurang begitu umum ialah keyakinan bahwa orang tersebut sangat kuat dan penting (delusi kehebatan).

Seseorang dengan delusi penganiayaan disebut paranoid. Dia dapat mencurigai teman-teman atau familinya. Takut merasa akan diracun, atau mengeluh selalu diintai, diikuti dan dibicarakan. Yang disebut dengan kejahatan " tidak bermotif " ialah bila seorang menyerang atau membunuh orang tanpa sebab nyata ; biasanya tindak kriminal semacam itu dilakukan oleh orang yang pada akhirnya didiagnosis menderita skizofrenia paranoid.

Halusinasi dapat terjadi sendiri atau merupakan bagian dari keyakinan delusi. Halusinasi auditorik biasanya merupakan suara-suara yang menyatakan pada orang tersebut apa yang harus dikerjakan atau mengomentari tindakannya


(40)

15

merupakan hal yang paling umum. Halusinasi visual misalnya melihat mahkluk aneh atau malaikat yang tidak begitu umum.

2.2.1.6Gangguan Kepekaan Diri

Pasien Skizofrenia selalu bingung akan identitas keberadaan mereka dan mereka tidak begitu pasti akan keberadaan diri mereka yang benar atau tidak dan selalu bertanya-tanya tentang keberadaan dirinya yang pasti


(41)

16 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data serta Langkah Kerja Penelitian.

3.1 Metode Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Menurut Nawawi (1991 :63) menjelaskan, metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Metode kualitatif ,merupakan metode pengkajian atau metode penelitian terhadap suatu masalah yang tidak dirancang dengan menggunakkan prosedur-prosedur statistik (Subroto 1991:6)

Metode diskriptif analitik sendiri adalah metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode ini tidak semata-mata hanya menguraikan tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan. Metode ini dapat diaplikasikan ke dalam beberapa jenis lainnya, misalnya metode deskriptif komparatif atau metode deskriptif induktif.


(42)

17 3.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra sebagai aktivitas kejiwaan (Endraswara 2003 : 96). Pendekatan psikologi sastra menekankan analisis terhadap keseluruhan unsur pembangun karya sastra baik segi intrinsik maupun entrinsik. Dari segi intrinsik yang ditekankan adalah penokohan atau perwatakan, dan dari segi ekstinsik yang ditekankan adalah mengenai diri pengarang yang menyangkut masalah kejiwaan, cita-cita, aspirasi, keinginan, falsafah hidup, obesi dan lain-lain. Dalam kaitan ini, perlu dicari riwayat hidup pengarang sejak kecil hingga dewasa agar kita tahu endapan pengalaman pribadi yang diekspresikan dalam karyanya.

3.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Le Horla karya Guy de Maupassant.

3.4 Metode Pengumpulan Data.

Langkah awal dalam penelitian ini adalah dengan membaca berulang-ulang secara heuristik. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk menemukan data tentang bagaimana karakter tokoh. Selanjutnya, peneliti melanjutkan pembacaan tekstual secara hermeneutik yanag mengkaji psikologi tokoh.

Metode reset kepustakaan digunakan untuk mencari dan menelaah berbagai buku. Sebagai bahan pustaka, metode riset dipergunakan untuk sumber penunjang. Sumber primer dalam penelitian ini adalah “Le Horla” sedangkan


(43)

18

sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan teori sastra, serta pustaka lain yang menunjang penelitian

Setelah mengumpulkan data, langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut dalam sebuah kartu data. Data-data yang relevan dituliskan pada kartu data yang berisi komponen-komponen sebagai berikut :

(1) Nomor data : 1

(2) Sumber : LH/10

(3) Korpus data

Data Terjemahan

(4) Analisis Korpus Data

Keterangan:

Bagian 1 berisi : Nomor urut kartu data Bagian 2 berisi : Judul roman yaitu Le Horla

Halaman

Bagian 3 berisi : Korpus data

Bagian 4 berisi : Analisis korpus data 3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP). Pilah Unsur Penentu adalah cara untuk memilih data


(44)

19

yang akan diteliti, dengan alat berupa daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto 1993:21). Data yang telah siap dan sudah tercatat dalam kartu data disusun secara sistematis sesuai kepentingan penelitian dengan harapan akan diperoleh kejelasan mengenai cara-cara yang ditempuh untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini.

Contoh Analisis Korpus Data (1)

(2) LH/3

(3) Korpus data Data

12 mai. –J’ai un peu de fièvre depuis quelques jours ; je me sens souffrant, ou plutôt je me sens triste.

Terjemahan

12 mei. – Aku sedikit demam sejak beberapa hari ini ; aku merasa tidak enak badan, atau lebih tepatnya aku merasa sedih

(4) Analisis Korpus Data

Kutipan diatas mendeskripsikan keadaan diri tokoh utama pada tanggal 12 Mei. Dia mengalami demam selama beberapa hari. Dia merasa bahwa demam yang dia rasakan lebih dari hanya sekedar demam biasa. Lebih tepatnya di merasakan kesedihan. Hal tersebut dijelaskan pada kutipan ”je me sens souffrant, ou plutôt je me sens triste”. Tokoh Je merasa dirinya tidak enak badan atau lebih tepatnya merasa sedih. Skizofrenia merupakan sebuah penyakit yang menyerang segi psikologis penderitanya sehingga gejala-gejala yang tampak pada diri penderitanya adalah gangguan pada segi psikologinya. Hal tersebut dijelaskan pada perasaan Tokoh Je yang merasa tidak enak badan, atau lebih tepatnya dia merasa sedih. Kesedihan yang dia rasakan berdampak pada kesehatannya.

3.6 Langkah Kerja Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(45)

20

1. Menentukan teks sastra atau sumber data yang akan diteliti, yaitu cerpen Le Horla karya Guy De Maupassant

2. Membaca dan memahami keseluruhan isi teks cerpen Le Horla karya Guy De Maupassant.

3. Mendeskripsikan permasalahan yang menonjol setelah membaca dan memahami cerita cerpen Le Horla karya Guy de Maupassant.

4. Mencari teori-teori atau pendekatan yang relevan untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini pendekatan psikologi sastra menjadi pilihan yang tepat untuk menganalisis Skizofrenia dalam tokoh utama Le Horla.

5. Membaca dan memahami teori-teori yang relevan tersebut untuk memecahkan permasalahan.

6. Memecahkan permasalahan, dengan tahap awal mendiskripsikan munculnya Skizofrenia pada diri tokoh utama dalam cerpen Le Horla.

7. Menafsirkan kalimat-kalimat yang menunjukkan reaksi tokoh utama terhadap penyakit skizofrenia yang dideritanya dalam cerpen Le Horla

8. Mendiskripsikan akibat penyakit Skizofrenia yang diderita tokoh utama terhadap dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya dalam cerpen Le Horla. 9. Mendiskripsikan upaya tokoh utama dalam cerpen Le Horla untuk

menyembuhkan penyakit yang dideritanya.

10. Mendiskripsikan keputusasaan tokoh utama dalam cerpen Le Horla mempengaruhi dirinya untuk mengakhiri hidup.

11. Menyimpulkan hasil analisis.


(46)

21 BAB 4

ANALISIS SKIZOFRENIA PADA TOKOH UTAMA

Pada Bagian Bab ini peneliti akan membagi analisis menjadi lima bagian sesuai dengan permasalahan pada Bab I yaitu proses skizofrenia yang muncul pada diri tokoh utama, reaksi tokoh utama terhadap penyakit skizofrenia yang dideritanya, upaya tokoh utama untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, akibat penyakit skizofrenia yang diderita tokoh utama terhadap dirinya sendiri dan masyarakat disekitarnya,dan effek penyakit tersebut yang mempengaruhi tokoh utama untuk melakukan bunuh diri.

4.1 Skizofrenia muncul pada diri tokoh utama

Skizofrenia muncul dengan gejala-gejala yang bermacam-macam. Seperti adanya perasaan takut, sedih dan perasaan cemas yang tiba-tiba datang. Tokoh utama atau Je merasakan adanya suatu perasaan yang aneh yang membayanginya. Perhatikan kutipan berikut ini :

(1) LH/3

12 mai. – J’ai un peu de fièvre depuis quelques jours ; je me sens souffrant, ou plutôt je me sens triste. D’où viennent ces influences mystérieuses qui changent en découragement notre bonheur et notre confiance en détresse ? On dirait que l’air, l’air invisible est plein

d’inconnaissables Puissances, dont nous subissons les voisinages

mystérieux.

12 Mei - Aku demam selama beberapa hari, aku merasa tidak enak badan, atau lebih tepatnya aku merasa sedih. Dari mana pengaruh misterius yang mengubah kebahagiaan kita dan keberanian kita menjadi keputusasaan?. Orang mengatakan bahwa udara, udara tak terlihat dipenuhi dengan kekuatan yang tidak diketahui,yang membuat kita merasakan kekuatan-kekuatan misterius disekitar kita.


(47)

22

Skizofrenia menyerang penderitanya secara bertahap. Tokoh Je mengalami demam selama beberapa hari. Demam tersebut bukanlah hanya sekedar demam biasa. Demam yang menyebabkan kesedihan bagi dirinya. Pada kutipan « je me sens souffrant, ou plutôt je me sens triste. D’où viennent ces influences mystérieuses qui changent en découragement notre bonheur et notre confiance en détresse ? » menjelaskan adanya perubahan dalam dirinya. Kebahagiaan dan keberanian dalam dirinya seakan berubah menjadi keputusasaan. Tokoh Je merasa ada pengaruh kekuatan misterius yang berada disekitar dirinyalah yang menyebabkan hal tersebut.

Penderita Skizofrenia tidak bisa menyaring setiap masukan-masukan yang ada. Gangguan tersebut mengacauakan cara berpikir penderita. Seperti pada tokoh Je, dia merasa adanya kekuatan misterius yang selalu membayangi tokoh utama menyebabkannya tidak tenang. Rasa gelisah membuatnya bertanya-tanya tentang keadaan yang dirasakannya tersebut. Perhatikan kutipan dibawah ini :

(2) LH/3

Comme si quelque malheur m’attendait chez moi. – Pourquoi ? – Est-ce un frisson de froid qui, frôlant ma peau, a ébranlé mes nerfs et assombri mon âme ? Est-ce la forme des nuages, ou la couleur du jour, la couleur des choses, si variable, qui, passant par mes yeux,...

Seolah-olah beberapa kemalangan telah menungguku di rumah. - Mengapa? – Apakah getaran dingin yang menyentuh kulitku, telah mehancurkan syarafku dan menenggelamkan jiwaku? Apakah bentuk awan, ataukah warna hari, warna benda-benda yang berubah-ubah melewati mataku, ...

Dalam kutipan pada halaman sebelumnya, tokoh utama merasakan adanya sebuah perasaan yang mengganggu dalam benaknya. Perasaan was-was yang menyelimuti dirinya. Gangguan awal skizofrenia mulai tampak dalam dirinya.


(48)

23

Khayalan-khayalan yang mulai membuatnya bingung. Seperti dalam perkataanya Comme si quelque malheur m’attendait chez moi. – Pourquoi ? Tokoh utama merasa adanya berbagai masalah yang akan menantinya dirumah. Perasaan aneh seperti adanya getaran dingin yang menyentuh kulitnya, menghancurkan syaraf dan menenggelamkan jiwanya. Perasaan tersebut akan terus menghantuinya dan menganggu pikiran dan nantinya akan mengacaukan jiwanya. Gejala-gejala yang muncul pada diri Tokoh Je tersebut merupakan suatu bentuk kekacauan pikiran dan perhatian. Menurut salah satu kriteria diagnostik oleh Halgin dan Whithbourne (1995). Gangguan Skizofrenia dapat berupa gangguan pada proses berpikir, penderita tidak dapat menyaring stimulus yang masuk kedalam pikiran penderita secara benar. Penderita akan melakukan proses berpikir secara irasional. Seperti pada kutipan bercetak tebal diatas. Gejala-gejala Skizofrenia mempengaruhi cara berpikir Tokoh Je, sehingga dia merasakan adanya sebuah kemalangan yang telah menunggunya dirumah.

Demam yang diderita tokoh utama merupakan tanda-tanda Skizofrenia yang mulai menyerang tokoh utama. Demam tersebut bukan seperti demam pada umumnya. Efek yang dihasilkan lebih dari demam biasa. Perhatikan kutipan di bawah ini:

(3) LH/4

16 mai. – Je suis malade, décidément ! Je me portais si bien le mois dernier ! J’ai la fièvre, une fièvre atroce, ou plutôt un énervement fiévreux, qui rend mon âme aussi souffrante que mon corps ! J’ai sans cesse cette sensation affreuse d’un danger menaçant, cette appréhension d’un malheur qui vient ou de la mort qui approche, ce pressentiment qui est sans doute l’atteinte d’un mal encore inconnu, germant dans le sang et dans la chair.


(49)

24

16 Mei – Aku sakit, tidak salah lagi! Aku merasa lebih sehat bulan lalu! Aku mengalami demam, sebuah demam yang mengerikan , atau lebih tepatnya demam yang menjengkelkan, yang membuat jiwaku menderita seperti tubuhku! Aku terus menerus merasakan perasaan mengerikan bahwa bahaya akan datang, kekhawatiran akan kemalangan yang datang atau kematian yang mendekat, perasaan yang tidak diragukan terserang sebuah penyakit yang belum diketahui, mendekam dalam darah dan daging.

Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa demam yang diderita oleh tokoh utama bukanlah demam biasa. Demam yang mengerikan menggerogoti jiwanya dan tubuhnya. Kutipan yang dicetak tebal menunjukkan adanya perasaan yang diderita tokoh utama. Perasaan yang menakutkan. Tokoh utama merasa bahwa bahaya akan menghampirinya, kekhawatiran akan datangnya kematian dan perasaan bahwa penyakit ini telah mendekam dalam dirinya. Dalam hal ini kekacauan pikiran mulai melanda tokoh utama. Kekacauan pikiran tersebut membuat berbagai macam ketakutan bagi diri tokoh utama.

Tokoh Je telah melakukan pengobatan. Dokter mengatakan bahwa keadaan tokoh Je tidak ada yang mengkhawatirkan. Gejala-gejala penyakit yang nampak pada diri tokoh Je tidak dapat dilihat dari bentuk fisik tokoh Je. Gejala-gejala Skizofrenia yang menyerang tokoh Je adalah sebuah penyakit yang menyerang sisi kejiwaan dari diri tokoh Je. Lihat kutipan di bawah ini :

(4) LH/5

25 mai. – Aucun changement ! Mon état, vraiment, est bizarre. À mesure qu’approche le soir, une inquiétude incompréhensible m’envahit, comme si la nuit cachait pour moi une menace terrible.

25 Mei - Tidak ada perubahan! Kondisiku benar-benar sangat aneh. Saat mendekati malam hari, kegelisahan yang tidak bisa dimengerti datang menghampiriku, seperti malam menyembunyikan sebuah ancaman yang mengerikan bagi diriku


(50)

25

Pada kutipan 25 mai. Aucun changement ! Menjelaskan bahwa obat tidak memberikan efek apapun bagi kesembuhan tokoh Je. Keadaan kondisinya masih sama seperti ketika dia belum melakukan pengobatan. Penyakit skizofrenia adalah suatu penyakit yang menyerag sisi kejiwaan seseorang sehingga tanda-tanda luar dari penderita itu tidaklah tampak dengan jelas, penyakit skizofrenia ini telah menyerang kondisi kejiwaan tokoh Je dalam hal ini terlihat pada kutipan, Mon état, vraiment, est bizarre. À mesure qu’approche le soir, une inquiétude incompréhensible m’envahit, comme si la nuit cachait pour moi une menace terrible. Menegaskan adanya gejala-gejala skizofrenia yang muncul pada diri tokoh Je. Kondisi kejiwaannya mulai terganggu, gangguan tersebut berupa perasaan gelisah, rasa takut akan adanya sebuah ancaaman. Ketika malam tiba perasaan gelisah tokoh Je muncul. Dia tidak mengerti bagaimana perasaan tersebut muncul menghampirinya.

Ketakutan yang dialami tokoh Je ketika malam tiba tidak hanya sekedar perasaan gelisah saja melainkan ada banyak gejala-gejala Skizofrenia yang mempengaruhinya. Perhatikan kutipan dibawah ini :

(5) LH/6

Vers dix heures, je monte dans ma chambre. À peine entré, je donne deux tours de clef, et je pousse les verrous ; j’ai peur... de quoi ?... Je ne

redoutais rien jusqu’ici... j’ouvre mes armoires, je regarde sous mon lit ; j’écoute... j’écoute... quoi ?... Est-ce étrange qu’un simple malaise…

Sekitar jam 10:00, aku pergi ke kamarku. Begitu masuk, kuputar anak kunci dua kali, dan kudorong kuncinya ; aku takut…takut akan apa ?...Aku tidak meragukan apapun sejauh ini..aku buka lemariku, aku melihat kolong ranjangku ; aku mendengarkan … aku mendengar … apa ? apakah ini rasa ini adalah sebuah rasa takut….

Pada kutipan di atas menjelaskan adanya sebuah perasaan ketakutan dari tokoh Je. Perhatikan kutipan « j’ai peur... de quoi ? » Tokoh Je bertanya pada


(51)

26

dirinya sendiri akan ketakutan yang dia rasakan, akan tetapi perasaan takut yang dia rasakan tidak dia ketahui dari mana asalnya. Tokoh Je mencari dari mana asal rasa takutnya dengan cara membuka lemari dan melihat kolong bawah tempat tidurnya. Tokoh Je merasa bahwa apakah yang dia rasakan ini adalah sebuah rasa takut. Perasaan takut yang tidak dia ketahui dari mana datangnya tersebut inilah yang menjadi sebuah permasalah bagi diri tokoh Je.

Rasa takut dan kekhawatiran yang berlebihan membuat tokoh Je mengalami kesulitan untuk tidur. Perhatikan kutipan dibawah ini :

(6) LH/6

Puis, je me couche, et j’attends le sommeil comme on attendrait le bourreau. Je l’attends avec l’épouvante de sa venue, et mon coeur bat, et mes jambes frémissent ; et tout mon corps tressaille dans la chaleur des draps,...

...Kemudian, aku berbaring dan menunggu rasa kantuk yang rasanya seperti kita sedang menunggu algojo. Aku menunggunya dengan perasaan mencekam, dan jantungku berdetak dan kurasakan kakiku bergetar dan seluruh tubuhku gemetar di bawah kehangatan selimut...

Pada kutipan diatas, tokohJe mengalami kesulitan untuk tidur. Bagi tokoh Je, keinginan untuk tidur itu merupakan sebuah hasrat yang sulit untuk dilakukan. Tokoh Je beranggapan bahwa menunggu rasa kantuk itu seperti halnya menunggu sebuah kematian seperti pada kutipan j’attends le sommeil comme on attendrait le bourreau. Penderitaan dari rasa takut yang membayanginya menyebabkan dirinya kesulitan untuk tidur. Pada umumnya penderita Skizofrenia akan mengalami adanya insomnia atau yang disebut gangguan tidur. Mereka akan mengalami kesulitan untuk tidur dan kadang-kadang akan terbangun sendiri pada tengah malam. Pada kata yang bercetak tebal diatas menjelaskan ketakutan-ketakutan yang dialami tokoh Je ketika akan tidur. Perasaan takut yang dia


(52)

27

rasakan direfleksikan dengan perwujudan seperti menunggu algojo ketika akan tidur. Perasaan takut dan mencekam membayangi tokoh Je pada saat itu.

Tokoh Je mengalami mimpi buruk. Dia merasakan bahwa ada seseorang yang mengawasinya. Perhatikan kutipan dibawah ini :

(7) LH/6-7

....Je le sens et je le sais... et je sens aussi que quelqu’un s’approche de moi, me regarde, me palpe, monte sur mon lit, s’agenouille sur ma poitrine, me prend le cou entre ses mains et serre... serre... de toute sa force pour m’étrangler.

.... Aku merasakannya dan mengetahuinya ... dan aku juga merasa bahwa seseorang mendekatiku, menatapku, menyentuhku, naik ke tempat tidurku, berlutut di dadaku, menggenggam leherku dengan kedua tangannya dan menggenggam ... meremas... dengan segala kekuatannya untuk mencekikku.

Pada kutipan yang bercetak tebal diatas menyatakan bahwa tokoh Je merasa ada seseorang yang sedang mendekatinya dan dia merasa seseorang tersebut mencoba untuk mencekik tokoh Je. Keadaan yang dia rasakan masih dalam sebatas mimpi buruk saja, akan tetapi kondisi tersebut berlangsung berulang-ulang pada tiap malam. Perhatikan kutipan dibawah ini :

(8) LH/7

Après cette crise, qui se renouvelle toutes les nuits, je dors enfin, avec

calme, jusqu’à l’aurore.

Setelah krisis tersebut, yang berulang-ulang setiap malam. Aku akhirnya tidur dengan tenang hingga fajar.

Pada kutipan ke-8 tersebut. Tokoh Je mengalami gangguan mimpi buruk yang berulang-ulang pada setiap malam. Keadaan inilah yang mulai mempengaruhi psikologis tokoh Je. Gangguan susah tidur dan terbangun pada tengah malam merupakan sebuah gejala-gejala Skizofrenia tahap awal.


(53)

28

Mimpi-mimpi buruk yang dialami Tokoh Je mulai lagi menghantuinya. Hal tersebut menyebabkan gangguan dalam diri Tokoh Je. Perhatikan kutipan dibawah ini :

(9) LH/15

4 juillet. – Décidément, je suis repris. Mes cauchemars anciens reviennent. Cette nuit, j’ai senti quelqu’un accroupi sur moi, et qui, sa bouche sur la mienne, buvait ma vie entre mes lèvres. Oui, il la puisait dans ma gorge, comme aurait fait une sangsue. Puis il s’est levé, repu, et moi je me suis réveillé, tellement meurtri, brisé, anéanti, que je ne pouvais plus remuer. Si cela continue encore quelques jours, je repartirai certainement.

4 Juli- Sungguh, aku telah kembali. Mimpi-mimpi buruk di masa lalu kembali bermunculan lagi. Malam itu, aku merasakan seseorang berjongkok didepanku dan mulutnya didepanku, meminum kehidupanku diantara kedua bibirku. Ya, dia menghisapnya di tenggorokanku, seperti yang telah dilakukan oleh lintah. Kemudian dia berdiri, kekenyangan dan aku terbangun, begitu terpukul, hancur, hilang semangat dan aku tidak dapat lagi bergerak. Jika kejadian ini berlangsung terus dalam beberapa hari kedepan, aku akan pergi lagi pasti. Tokoh Je mengalami mimpi buruk lagi. Mimpi-mimpi tersebut adalah mimpi-mimpi yang dulu telah mengganggunya. Tokoh Je mengalami halusinasi, efek yang dihasilkan dari mimpi-mimpi buruk yang selama ini menghantuinya. Halusinasi dari Tokoh Je diuangkapkan dari kutipan yang bercetak tebal diatas. Adanya perasaan bahwa seseorang berada di depan Tokoh Je. Orang tersebut seakan-akan mengambil kehidupan Tokoh Je, dari kutipan tersebut juga menjelaskan bahwa halusinasi yang dialami oleh Tokoh Je telah berdampak negatif bagi diri Tokoh Je. Dia merasa begitu hancur, terpukul dan merasa semangat dalam dirinya hilang. Skizofrenia memberi dampak yang buruk bagi sisi psikologis Tokoh Je. Gangguan-gangguan delusi mempengaruhi isi pikiran Tokoh Je sehingga dia beranggapan seperti itu.


(1)

75

tersebut dideskripsikan dalam bentuk rasa takut, gelisah dan sedih yang membuatnya tertekan.

Pengaruh ketiga, upaya tokoh Je untuk menyebuhkan penyakit yang dideritanya. Penyakit yang diderita oleh tokoh Je ini merupakan sebuah penyakit psikologis. Oleh karena itu ketika tokoh Je mencoba berkonsultasi dengan dokter tentang demam dan kedaan yang dirasakannya ini. Dokter hanya memberitahukan bahwa tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan atas gejala-gejala yang diderita tokoh Je.

Pengaruh keempat, Skizofrenia menyebabkan tokoh Je mengalami berbagai macam halusinasi. Pada cerpen Le Horla ini, sosok halusinasi dari tokoh Je bernama Le Horla. Sosok ini menyebarkan ketakutan dan teror pada diri tokoh Je. Keadaan ini membuat tokoh Je merasa tertekan. Hari-harinya dijalani dengan perasaan cemas karena takut akan kemunculan Le Horla. Menurut tokoh Je, dirinya bisa keluar dari penderitaan penyakit ini jika dia bisa membunuh Le Horla. Ketika dia merasa bahwa sudah datang saat yang tepat, dia akan membunuh Le Horla. Pada keadaan ini, Skizofrenia telah menyerang sisi pskikologis tokoh Je lebih dalam. Tokoh Je sudah tidak dapat lagi membedakan antara halusinasi dan kenyataan. Hal itu terbukti dengan tindakan tokoh Je yang membakar rumahnya beserta para pembantunya yang tinggal di dalam rumah. Tokoh Je berpikir ketika dia membakar rumahnya, Le Horla akan ikut mati terbakar.

Pengaruh terakhir, tokoh Je tertekan ketika dia menemukan kenyataan bahwa dia tidak menemukan mayat Le Horla yang dianggap sebagai musuh besarnya di dalam reruntuhan rumahnya yang terbakar. Dia terkejut melihat


(2)

76

kenyataan bahwa Le Horla tidak mati. Hal ini membuatnya syok. Dalam keadaan tertekan ini dia beranggapan bahwa jika dia ingin keluar dari penderitaan penyakit ini dia harus membunuh Le Horla dan dia beranggapan bahwa Le Horla berada dalam dirinya. Didasari pemahaman itulah dia memutuskan untuk bunuh diri.

Skizofrenia pada cerpen Le Horla ini menimbulkan banyak tragedi pada diri tokoh utama. Penyakit psikologis menyerang sisi jiwa tokoh utama yang rapuh. Selain hal itu, pada masa tokoh Je hidup belum ada pemahaman yang baik tentang kasus penyakit psikologis. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya diagnosis yang salah pada dokter yang memeriksa kesehatan tokoh Je. Adanya ketidaktahuan mengatasi penyakit psikologis yang menyerang tokoh Je membuatnya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Pada kenyataannya penyakit jiwa seperti Skizofrenia ini telah menyerang umat manusia. Manusia membutuhkan sebuah pegangan sebagai penahan tekanan-tekanan dari dunia yang keras ini. Pemahaman dan pengertian sejak awal tentang penyakit Skizofrenia ataupun penyakit-penyakit psikologis lainnya sejak dini dapat mengurangi berkembangnya penyebaran penyakit kejiwaan di lingkungan sekitar kita. Agama merupakan sebuah tempat tumpuan dan pertahanan bagi jiwa manusia yang lemah ini.

Pada cerpen Le Horla ini saya menemukan adanya pengaruh yang begitu besar dari sebuah penyakit kejiwaan. Skizofrenia menyerang sisi kejiwaan penderitanya. Kegelisahan, terror dan kesedihan mewarnai hari-hari penderitanya. Kejadian-kejadian seperti ini merupakan sebuah lukisan keadaan diri sang penulis. Sastrawan dapat menemuinya di sekitar tempat tinggalnya. Di situlah peran penting seorang sastrawan sebagai anggota masyarakat. Mereka merekam


(3)

77

kejadian-kejadian di sekitarnya dan menuangkannya pada karyanya. Peristiwa-peristiwa tersebut entah itu merupakan sebuah kejadian yang besar ataupun sebuah kejadian yang kecil tentunya pasti dia tuangkan kedalam karyanya. Hal tersebut terangkum pada hasil karyanya “Le Horla” yang merupakan salah satu karya besarnya yang ternyata telah diterjemahkan ke berbagai bahasa asing di dunia.

5.2 Saran

Begitu banyaknya karya-karya sastra yang memuat tema psikologis. Maka oleh sebab itu peneliti menyarankan kepada para mahasiswa terutama mahasiswa jurusan Sastra Perancis Universitas Negeri Semarang untuk lebih menggali informasi yang tersirat pada sebuah karya sastra bertema psikologis. Penelitan tentang tema psikologi sastra dapat menyibak sebuah pemikiran yang tersembunyi dari sang pencipta karya sastra tersebut ataupun mengungkapkan sebuah kejadian-kejadian dalam karya sastra dilihat dari sudut pandang psikologi. Penelitian-penelitian tentang psikologi pada karya sastra ini diharapkan membawa kepada pemahaman diri sendiri karena kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keadaan psikologi manusia itu sendiri. Keadaan masyarakat yang buruk mental dan jiwanya pastinya akan membawa kebobrokan pada bangsa di mana masyarakat itu tinggal. Ketika manusia berusaha untuk bisa menjaga pikiran dan jiwanya pada kondisi yang baik dan sehat, maka manusia nantinya tidak akan mudah terserang oleh segala bentuk penyakit kejiwaan.


(4)

(5)

79

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Arif, Imam Setiadi. 2006. Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung : Refika Aditama.

Diragagunarsa, Singgih. 1978. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta : Media Pressindo.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Media Pressindo.

Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 1995. Abnormal Psychology. The Human Experience

of Psychological Disorder. New York: McGraw Hill Book Co.

Hawari, D. 2006. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Edisi III. Cetakan I. Jakarta: FK UI.

Jumali, Ahmad. 2007. Skripsi Skizofrenia Tokoh Utama Dalam Novel Pintu Terlarang Karya Sastra Sekar Ayu Asmara. Semarang : UNNES.

Maupassant, G. 1899. Le Horla. Paris : …

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada. Wellek & Warren. 1990. Teori Kesusteraan. Terjemahan oleh Melani Budianto.

Jakarta : Gramedia.


(6)

80

(http://id.wikipedia.org/wiki/Guy_de_Maupassant di sunting pada tanggal 12 Januari 2001)

(http://fr.wikipedia.org/wiki/Le_Horla disunting pada tanggal 21 Desember 2010). http://www.scribd.com/doc/16099617/Skizofrenia-berasal-dari-dua-kata