Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Cybercrime yang

wilayah hukum Indonesia namun melanggar kepentingan Indonesia, Pasal 5 KUHP mengandung asas nasionalitas aktif yaitu perundang-undangan pidana Indonesia berlaku kepada setiap warga Negara Indonesia dimanapun ia berada. Namun begitu juga hukum pidana Indonesia telah mengalami perluasan dalam hal batas-batas keberlakuannya baik dalam negeri maupun luar negeri atau disebut ekstrateritorial dengan adanya dukungan dari Undang-undang yang mengatur tentang asas ekstrateritorial salah satunya yaitu Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Karena cyberspace adalah merupakan dunia virtual yang lokasinya sulit untuk ditemukan tetapi dapat dikunjungi oleh berjuta pengguna yang tersebar di seluruh dunia setiap saat. 36

B. Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Cybercrime yang

Diatur Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi yang menyebabkan semakin beragamnya suatu tindak pidana khususnya di dunia maya atau lebih dikenal dengan sebutan cybercrime yang tidak sepenuhnya dapat dicegah dengan aturan pidana konvensional atau yang tertera pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP maka, rancangan pengaturan hukum mengenai cybercrime mulai dibahas sejak tahun 2003 oleh Kementrian Negara Komunikasi dan Informatika dan pada tanggal 21 April 2008 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE secara resmi disahkan. 37 36 Josua sitompul, Op cit, hlm. 136 Dalam pemberlakuannya UU ITE 37 Ibid, hlm. 135 Universitas Sumatera Utara menganut asas ekstrateritorial yang dicantumkan dalam pasal 2 yang berbunyi “ Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia danatau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia ”. 38 Pasal tersebut diatas tidak hanya menjelaskan prinsip teritorialitas bahwa Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum dalam wilayah Indonesia, tetapi juga memperluas ruang lingkup pengaturan prinsip ekstrateritorial yang diatur dalam KUHP. Pasal 2 UU ITE memperluas cakupan asas ekstrateritorial nasionalitas dalam KUHP dengan menambahkan kepentingan-kepentingan Nasional baik asas nasionalitas pasif yang dijelaskan dalam pasal 4 KUHP maupun asas nasionalitas aktif yang dijelaskan dalam pasal 5 KUHP serta dilindungi berdasarkan UU ITE. Kepentingan Negara Indonesia yang diatur dalam Pasal 4 KUHP ialah sebagai berikut: Ke-1. Salah satu kejahatan tersebut pasal-pasal: 104, 106, 107, 108, 110, 111 bis ke-1, 127 dan 131 Ke-2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan olrh Pemerintah Indonesia 38 Undang-undang No. 11 Tahun 2008, Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Universitas Sumatera Utara Ke-3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu Daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut atau menggunakan surat-surat tersebut diatas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah tulen tidak dipalsukan Ke-4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan pasal 446, tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. 39 Kepentingan nasional yang diperluas dalam UU ITE yaitu meliputi tetapi tidak terbatas pada perbuatan-perbuatan yang merugikan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan Negara, kedaulatan Negara, warga Negara, serta badan hukum Indonesia. Maksudnya adalah, perbuatan pidana yang diatur dalam UU ITE jika dilakukan oleh warga Negara asing diluar wilayah hukum Indonesia dan memiliki akibat hukum diluar wilayah hukum Indonesia tetap dapat dipidana berdasarkan aturan UU ITE sepanjang perbuatan tersebut melanggar kepentingan nasional yang diatur dalam Undang-undang ini. 39 R. Soesilo, Op cit., hlm. 32 Universitas Sumatera Utara Sebagai contoh seorang Warga Negara Amerika Serikat memiliki akun di blogspot, 40 Dalam hal ini, tidak hanya Negara Indonesia yang memiliki kepentingan atas perbuatan atau akibat tindak pidana, dan atas pelaku, tetapi juga Negara lain yang terkait. Meskipun warga Negara Amerika Serikat yang melakukan tindak pidana cyber berdasarkan Undang-undang Indonesia dari negaranya, belum tentu isi blog yang dimaksud merupakan tindak pidana di Negara Amerika Serikat dan belum tentu Negara bersangkutan akan menyerahkan warga negaranya untuk diproses di Indonesia. dan ketika berada di negaranya, ia menuliskan dalam blog-nya informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Dalam kasus tersebut, Warga Negara Amerika Serikat dapat dipidana berdasarkan pasal 28 ayat 2 UU ITE karena meskipun perbuatan penulisannya dilakukan di Amerika Serikat, tetapi memiliki akibat hukum untuk Indonesia mengingat blog-nya dapat dibaca di Indonesia dan targetnya adalah warga Negara Indonesia. Namun, bentuk lain penerapan dari akibat perbuatan hukum yang dilarang hadir di wilayah Indonesia terdapat dalam pasal 37 UU ITE. 41 40 Blogspot adalah merupakan suatu wadah yang terdapat di dunia maya yang berfungsi sebagai catatan atau buku harian dan bisa saja digunakan untuk tempat berbisnis Pasal ini ditujukan terhadap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 s.d. Pasal 36 diluar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia. Dengan www.updatekeren.com201212pengertian-blog.html diakses pada tanggal, 07-April-2014, jam, 01:09 wib 41 Pasal 37 UU ITE Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia. Universitas Sumatera Utara kata lain, yang menjadi objek tindak pidana dalam Pasal 27 s.d. Pasal 36 tersebut adalah Sistem Elektronik yang berada di Indonesia. Oleh karena itu, setiap orang yang melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 27 s.d. pasal 36 di luar Indonesia, sepanjang ditujukan kepada sistem elektronik Indonesia, dapat dipidana berdasarkan UU ITE. Hal tersebut merupakan maksud dari “memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU ITE. Maka perbuatan yang dilakukan oleh Warga Negara Amerika Serikat yang telah membuat rasa kebencian atau permusuhan antar individu atau kelompok masyarakat Indonesia melalui sistem elektronik, dapat dikenai aturan Pidana. Selain hal tersebut, unsur “ memiliki akibat hukum diwilayah hukum Indonesia “ juga dimaksudkan untuk memperluas asas nasionalitas aktif dan memperluas keberlakuan UU ITE. Berdasarkan pasal 2 UU ITE tersebut diatas ketentuan-ketentuan tindak Pidana dunia maya sebagaimana dimaksud dalam BAB VII tentang Perbuatan Yang Dilarang pasal 27 sd pasal 37 UU ITE beserta ancaman-ancaman pidananya berlaku bagi: 42 1. Orang yaitu orang perseorangan, baik warga Negara Indonesia, warga Negara asing, maupun badan hukum dalam wilayah Negara Indonesia, atau 2. Orang WNI, WNA, badan hukum diluar wilayah hukum Indonesia dan perbuatan tersebut: a. Memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia, atau b. Memliki akibat hukum diluar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. 42 Josua Sitompul, Op cit, hlm 147 Universitas Sumatera Utara Perumusan keberlakuan UU ITE dalam pasal 2 juga mengakomodir teori-teori locus delicti yang berlaku di Indonesia. Secara umum, teori locus delicti dalam ilmu hukum pidana dan yurisprudensi yang ada ialah: a. Teori perbuatan materiil leer van de lichamelijke daad Menurut teori ini, yang menjadi locus delicti ialah tempat dimana pelaku melakukan perbuatan-perbuatan yang kemudian dapat menimbulkan tindak pidana yang bersangkutan. Dengan kata lain, locus deilcti ialah tempat dimana perbuatan yang perlu ada supaya tindak pidana dapat terjadi. Dengan demikian, waktu dan tempat delik ialah sama. Kelemahannya ialah teori ini tidak membawa penyelesaian dalam hal delik materil b. Teori alat yang dipergunakan leer van het instrument Menurut teori alat yang dipergunakan, tempat tindak pidana dilakukan ialah ditempat alat yang dipergunakan pelaku menyelesaikan tindak pidana. Alat tersebut dianggap sebagai perpanjangan tangan dari pelaku, sehingga dimana alat tersebut bekerja disitu pula pelaku dianggap berada c. Teori akibat leer van het gevolgt Menurut teori ini, lucos delicti ialah tempat akibat yang dilarang dari suatu tindak pidana muncul. Perluasan asas-asas ini dimaksudkan untuk mengantisipasi metode atau cara melakukan kejahatan dalam dunia maya yang memanfaatkan karakteristik ruang virtual, selain itu, pengaturan ini juga memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Indonesia unruk memberikan bantuan hukum kepada Negara lain dalam Universitas Sumatera Utara menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan tindak pidana cybercrime. Perbuatan pidana yang diatur dalam UU ITE BAB VII tentang perbuatan yang dilarang, perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok sabagai berikut: 43 1. Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu : a. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari: • Kesusilaan 44 • Perjudian 45 • Penghinaan atau pencemaran nama baik 46 • Pemerasan atau pengancaman 47 • Berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen 48 • Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA 49 • Mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. 50 b. Dengan cara apapun melalui akses illegal 51 c. Intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan system elektronik. 52 2. Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan interferensi, yaitu: 43 Ibid., hlm. 148 44 Pasal 27 ayat 1 UU ITE. 45 Pasal 27 ayat 2 UU ITE. 46 Pasal 27 ayat 3 UU ITE. 47 Pasal 27 ayat 4 UU ITE. 48 Pasal 28 ayat 1 UU ITE. 49 Pasal 28 ayat 2 UU ITE. 50 Pasal 29 UU ITE. 51 Pasal 30 UU ITE. 52 Pasal 31 UU ITE. Universitas Sumatera Utara a. Gangguan terhadap informasi atau dokumen elektronik data interference 53 b. Gangguan terhadap system elektronik system interference. 54 3. Tindak pidana memfasilitasiperbuatan yang dilarang 55 4. Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik 56 5. Tindak pidana tambahan accesoir, 57 6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana. dan 58 Dengan luasnya dalam hal Undang-undang yang mengatur tentang peraturan pidana khususnya dibidang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat mengantisipasi dan mengurangi perkembangan kejahatan dunia maya Cybercrime. 53 Pasal 32 UU ITE. 54 Pasal 33 UU ITE. 55 Pasal 34 UU ITE. 56 Pasal 35 UU ITE. 57 Pasal 36 UU ITE. 58 Pasal 52 UU ITE. Universitas Sumatera Utara

BAB III PEMBUKTIAN MENGENAI TINDAK PIDANA

Dokumen yang terkait

Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Teknologi Informasi Dari Perspektif UU NO. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 47 112

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA ERUSAKAN SITUS PEMERINTAH OLEH CRAKER BERDASAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 3 16

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

0 5 16

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

1 12 77

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DALAM UNDANG -UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

4 5 20

PENERAPAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN KARTU KREDIT (CARDING) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UU NO.11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 0 1

Tinjauan hukum terhadap tindak pidana hacking yang memiliki karakteristik transnasional berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

0 0 1

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

1 1 65

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tindak pidana hacking ditinjau dari undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik

1 1 10

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA - Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Cybercrime Yang Ditinjau Dari Hukum Pidana Indonesia Dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 0 14