B. Pembuktian Alat Bukti Elektronik.
Dalam peradilan Pidana, pembuktian ialah upaya untuk menemukan kebenaran materil materiel waarheid tentang telah terjadinya suatu tindak
pidana dan jelas siapa pelakunya. Untuk itu Aparat penegak hukum pada tingkat penyidikan, penuntutan, maupun persidangan, berusaha untuk merekonstruksi
rangkaian kejadian dan menemukan sipelaku. Semua itu dilakukan berdasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan dengan dukungan dari
saksi-saksi, dokumen-dokumen, keterangan yang diberikan oleh ahli serta yang diakui oleh pelaku sendiri. Fakta-fakta tersebut dapat menjadi satu kesatuan dalam
barang-barang bukti. KUHAP belum mengatur setidaknya secara tegas mengenai alat bukti
elektronik yang sah, akan tetapi perkembangan peraturan perundang-undangan setelah KUHAP menunjukkan bahwa adanya kebutuhan untuk mengatur alat
bukti elektronik. Seperti Surat Mahkamah Agung kepada Menteri Kehakiman Nomor 39TU88102Pid tanggal 14 Januari 1988 menyatakan bahwa Microfilm
atau Microfiche
64
dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana di pengadilan menggantikan alat bukti surat sebagaimana yang dijelaskan
oleh pasal 184 ayat 1 sub c KUHAP mengenai alat bukti surat, dengan catatan microfilm tersebut dapat dijamin keasliannya yang ditelusuri kembali melalui
registrasi maupun berita acara.
65
64
Yang dimaksud dengan “microfilm” adalah film yang memuat rekaman bahan tertulis, tercetak, dan tergambar dalam ukuran yang sangat kecil.
Sampai saat ini ada beberapa perundang- undangan yang mengatur tentang eksistensi alat bukti elektronik. Pengaturan alat
65
httpinformasilive.blogspot.com201307kekuatan-hukum-pembuktian-dalam-kontrak, diakses tanggal 25 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
bukti dalam perundang-undangan tersebut menunjukkan keberagaman, tetapi keberagaman tersebut telah diselesaikan dengan dikeluarkannya Undang-undang
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berikut ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang eksistensi alat bukti elektronik yang
dimaksud. 1.
Undang-undang Dokumen Perusahaan. Undang-undang Dokumen Perusahaan telah meletakkan dasar penting
dalam penerimaan admissibility informasi atau dokumen elektronik. Dalam Bab III tentang pengalihan bentuk dokumen perusahaan dan
legalisasi, pasal 15 ayat 1 UU Dokumen Perusahaan
66
1. Setiap pengalihan dokumen wajib dilegalisasi atau disahkan tentang isi
dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan kedalam bentuk misalnya, compact disk read only memory CD-ROM yang dilakukan
oleh Pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk dilingkungan perusahaan tersebut dengan dibuatkan berita acara yang memuat
sekurang-kurangnya memuat: menegaskan
bahwa dokumen perusahaan yang dimuat dalam bentuk microfilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah.
Pengalihan Dokumen Perusahaan kedalam bentuk microfilm atau media lainnya tersebut harus memenuhi persyaratan yang secara implicit diatur
dalam UU Dokumen Perusahaan.
a. Keterangan tempat waktu pelaksanaan legalisasi
66
Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
b. Keterangan bahwa pengalihan dokumen tersebut telah sesuai
dengan aslinya c.
Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan. 2.
Dapat dilakukan sejak dokumen dibuat atau diterima perusahaan 3.
Pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah asli dokumen yang perlu
4. Pimpinan perusahaan wajib menyimpan naskah asli dokumen
perusahaan yang dialihkan kedalam bentuk microfilm atau media lainnya yang merupakan naskah asli yang mempumyai kekuatan
pembuktian oetntik dan masih mengandung kepentingan hukum tertentu.
Dari pengaturan tersebut setidaknya ada dua kesimpulan yang dapat diambil pertama informasi atau dokumen elektronik harus dilegalisasi.
Legalisasi diperlukan untuk menjaga keaslian dan keotentikan konten dari dokumen perusahaan agar bersesuaian dan dapat diterima sebagai
alat bukti yang sah. Kedua, yang dimaksud dengan alat bukti yang sah menurut pasal 15 ayat 1 UU Dokumen Perusahaan alat bukti surat,
khususnya akta di bawah tangan. Dengan kata lain dalam microfilm atau media lainnya yang telah dilegalisasi tersebut dapat dijadikan alat
bukti surat di pengadilan. 2.
Undang-undang Terorisme
Universitas Sumatera Utara
UU Terorisme mengakui keberadaan alat bukti elektronik. Pasal 27 UU Terorisme mengatur bahwa alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme
meliputi:
67
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
68
c. Data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau
didengar yang terekam secara elektronik, termasuk tapi tidak terbatas pada:
atau yang serupa dengan itu, dan
i. Tulisan, suara, atau gambar
ii. Peta, rancangan, foto atau sejenisnya
iii. Huruf, tanda, angka symbol, atau perforasi yang memiliki makna
atau dapat dipahami oleh yang mampu membaca atau memahaminya.
Jika dihubungkan dengan KUHAP, UU terorisme mengatur alat bukti elektronik sebagai alat bukti keenam. Menurut Undang-undang ini alat
bukti elektronik terdiri dari dua jenis yaitu: 1.
Alat bukti elektronik yang menggunakan alat optik atau serupa dengan itu. UU terorisme dengan tegas mengatakan bahwa alat bukti
67
Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi
Undang-undang.
68
Yang dimaksud dengan alat optik adalah alat yang cara kerjanya memanfaatkan prinsip pemantulan dan pembiasan cahaya, seperti lup mikroskop, periskop dan kamera.
Universitas Sumatera Utara
elektronik tersebut dikategorikan sebagai alat bukti lain, yang tidak termasuk alat bukti yang diatur dalam KUHAP.
2. Alat bukti elektronik berupa data, rekaman, atau informasi. Walaupun
tidak diatur secara tegas sebagai alat bukti lain, alat bukti ini tetap dikategorikan sebagai alat bukti lain karena pada esensinya sama
dengan poin 1 tersebut diatas. 3.
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang UU TPPU juga
mengatur tentang alat bukti elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 38. Sebagai berikut:
Alat bukti pemeriksaan Tindak Pidana Pencucian Uang berupa: a.
Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana b.
Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa
dengan itu, dan c.
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 7.
69
Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada:
69
Pasal 1 butir 7 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang berbunyi “Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi
Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional untuk menilai dugaan adanya tindak pidana”.
Universitas Sumatera Utara
a. Tulisan, suara, atau gambar
b. Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya
c. Huruf, tanda, angka, symbol, atau perforasi yang memiliki makna
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Pada prinsipnya ketentuan alat bukti elektronik yang diatur dalam Undang-undang Terorisme serupa dengan Undang-undang Tindak Pidana
Pencucian Uang. Akan tetapi, UU TPPU mengatur bahwa alat bukti elektronik dapat diklasifikasikan sebagai dokumen, yaitu data, rekaman
atau informasi yang dapat dilihat, dibaca. Danatau didengar yang terekam secara elektronik. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam UU TPPU, alat
bukti surat telah diperluas hingga mencakup dokumen yang terekam secara elektronik.
4. Undang-undang Tindak Pidana Korupsi UU Tipikor.
Pada Pasal 26A UU Tipikor
70
Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari:
mengatur bahwa:
a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau serupa dengan itu. Yang dimaksud dengan “disimpan secara elektronik”
70
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001.
Universitas Sumatera Utara
misalnya data yang disimpan dalam microfilm, Compact Disk Read Only Memory CD ROM atau Write Once Read Many WORM. Yang
dimaksud dengan “alat optic atau yang serupa dengan itu” dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung elektronik electronic data
interchange, surat elektronik e-mail, telegram, teleks, dan faksimili. b.
Dokumen, yakni setiap rekaman dan atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar yang terekam secara elektronik, yang berupa
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
Kesimpulan yang dapat diambil dari Pasal 26A UU Tipikor tersebut diatas adalah, pasal tersebut mengatur alat bukti elektronik sebagai alat bukti lain
dan sebagai dokumen, yaitu perluasan dari alat bukti surat dan pengaturan ini sama dengan pengaturan yang ada pada UU TPPU dan Pasal 26A UU
Tipikor menegaskan bahwa alat bukti elektronik dapat dijadikan sebagai sumber petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 188 KUHAP.
Kesimpulan tersebut diatas merupakan suatu hal yang logis mengingat pada prinsipnya, petunjuk hanya dapat diperoleh dari alat bukti lain yang
sah. 5.
Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU KPK.
Ketentuan mengenai alat bukti dalam tindak pidana korupsi tidak hanya diatur dalam UU Tipikor, tetapi juga UU KPK
71
71
Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
yang berbunyi sebagai
Universitas Sumatera Utara
berikut “telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti termasuk tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima,
atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik”. Berdasarkan bunyi Pasal tersebut, UU KPK mengakui keberadaan alat
bukti elektronik, tetapi pengaturan mengenai alat bukti elektronik tersebut masih sangat abstrak karena belum dapat ditarik kesimpulan yang tegas
apakah alat bukti elektronik tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang diatur dalam KUHAP atau merupakan alat bukti tambahan.
Seharusnya ketentuan Pasal 44 ayat 2 UU KPK tersebut dimasukkan dalam UU Tipikor mengingat dalam Undang-undang tersebut telah diatur
bab tersendiri mengenai penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
6. Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik UU ITE. Pengaturan mengenai alat bukti elektronik dalam UU ITE diatur dalam
BAB III tentang informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik, serta Pasal 44 UU ITE. Pasal 5 ayat 1 UU ITE mengatur secara tegas bahwa
Informasi atau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Lebih lanjut, Pasal 5 ayat 2 UU ITE menegaskan
bahwa “informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetakannya… adalah merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.”
72
1. Memperluas cakupan atau ruang lingkup alat bukti yang diatur dalam
Pasal 184 KUHAP, dan Ketentuan ini
menegaskan bahwa alat bukti elektronik telah diterima dalam system hukum pembuktian di Indonesiadi berbagai peradilan, konstitusi, termasuk
arbitrase. Akan tetapi, penekanan dari Pasal ini adalah pengaturan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana di Indonesia, dan tidak
membahas keterkaitannya dengan hukum acara lainnya. UU ITE tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “perluasan dari alat bukti yang
sah”. Akan tetapi, Pasal 5 ayat 2 UU ITE memberikan petunjuk penting mengenai perluasan ini, yaitu bahwa perluasan tersebut harus “sesuai
dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.” Mengacu kepada pembahasan mengenai Undang-undang sebelumnya, perluasan tersebut
mengandung makna:
2. Mengatur sebagai alat bukti lain, yaitu menambah jumlah alat bukti
yang diatur dalam pasal 184 KUHAP. Melihat kepada ketantuan-ketentuan mengenai Pembuktian yang diatur
dalam KUHAP yang berbunyi “sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia” maksudnya adalah bahwa harus ada alat penguji terhadap
alat bukti elektronik agar alat bukti tersebut dapat dinyatakan sah dipersidangan dan sama seperti alat bukti lainnya, yang sesuai dengan
72
Pasal 5 Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE berlaku terhadap seluruh hukum acara yang berlaku di Indonesia , oleh karena itu, pengaturan ini tidak saja berlaku dalam
hukum acara pidana, tetapi juga dalam hukum acara perdata, tata usaha Negara, mahkamah konstitusi dan hukum acara lainnya yang berlaku di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
persyaratan formil juga materil berdasarkan jenis alat bukti elektronik dalam bentuk original atau hasil cetakan. Alat bukti elektronik dalam UU
ITE jika dikaitkan dengan KUHAP maka penentuannya adalah sebagai berikut:
1. Alat bukti elektronik memperluas cakupan atau ruang lingkup alat
bukti. Alat bukti dalam KUHAP yang diperluas adalah alat bukti surat. Inti
dari surat ialah kumpulan tanda baca dalam bahasa tertentu yang memiliki makna. Esensi ini sama dengan hasil cetak dari informasi
atau dokumen elektronik. Hasil cetak dari informasi dan dokumen elektronik dikategorikan sebagai surat lain sebagaimana dimaksud
dalam pasal 187 huruf d KUHAP dan hanya dapat dijadikan alat bukti apabila hasil cetak tersebut memiliki hubungan dengan isi dari alat
pembuktian lain.hasil cetak informasi dan dokumen elektronik belum bisa dijadikan akta otentik
73
mengingat pembatasan yang diberikan oleh Pasal 5 ayat 4 UU ITE
74
2. Alat bukti elektronik sebagai alat bukti lain.
.
Mengenai alat bukti elektronik sebagai alat bukti lain dipertegas dalam Pasal 44 UU ITE yang mengatur bahwa Informasi atau Dokumen
elektronik adalah alat bukti lain. Penegasan mengenai hal tersebut telah diatur dalam KUHAP mengingat informasi atau dokumen
73
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.
74
Pasal 5 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE 2 Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik danatau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
elektronik dalam bentuk originalnya dapat mengandung informasi yang tidak dapat diperoleh apabila informasi atau dokumen elektronik
tersebut dicetak. 3.
Alat bukti elektronik sebagai sumber petunjuk. Pasal 188 ayat 2 KUHAP menentukan secara limitative sumber
petunjuk, yaitu: keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Akan tetapi, berdasarkan uraian diatas, alat bukti elektronik juga dapat
dijadikan sumber petunjuk, yaitu hasil cetak informasi atau dokumen elektronik dapat dikategorikan sebagai surat. Surat yang dimaksud
ialah ”surat lain” sepanjang surat itu memiliki hubungan dengan isi dari alat pembuktian yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187
huruf d. walaupun demikian, khusus untuk pembuktian dalam Tipikor, Pasal 26A UU Tipikor telah mengatur bahwa alat bukti dalam bentuk
original dapat juga dijadikan sumber petunjuk. Tentang keabsahan alat bukti , Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa
dalam sistem pembuktian di Indonesia, kesalahan terdakwa ditentukan oleh minimal dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim. Keabsahan alat bukti
ditentukan oleh pemenuhan syarat dan ketentuan baik segi formil maupun materil. Prinsip ini juga berlaku terhadap pengumpulan dan penyajian alat bukti elektronik
baik melalui penyitaan maupun penyadapan. KUHAP telah memberikan pengaturan mengenai upaya paksa dalam penggeledahan dan penyitaan secara
umum, namun belum terhadap system elektronik juga belum mengatur mengenai penyadapan. Hal ini diatur di dalam berbagai Undang-undang yang lebih spesifik.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, ketentuan dan persyaratan formil dan materil mengenai alat bukti elektronik harus mengacu kepada KUHAP, UU ITE dan Undang-undang lain
yang mengatur secara spesifik mengenai alat bukti elektronik tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN