Pengujian Multivariate ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Ilmainir 1993. Hasil penelitian Ilmainir menyatakan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan disebabkan karena perbedaaan perlakuaan
pemerintah di negara maju dengan negara berkembang terhadap perusahaan besar maupun kecil. Di negara maju pemerintah cenderung membebankan
biaya politikal yang besar terhadap perusahaan besar, sedangkan di negara berkembang pemerintah cenderung mendorong perkembangan perusahaan.
Pada dasarnya perusahaan akan menghindari biaya politikal yang tinggi. Di negara maju perusahaan besar cenderung melakukan praktik perataan laba
untuk menghindari biaya politikal yang tinggi, sedangkan di negara berkembang ukuran perusahaan tidak menjadi patokan tinggi rendahnya
biaya politikal, sehingga perusahaan yang besar cenderung tidak melakukan praktik perataan laba.
3. Pengaruh Return on Equity ROE terhadap praktik perataan laba ROE menunjukkan efektivitas dan efisiensi investasi dalam
menghasilkan laba. Analisis multivariate secara parsial menunjukkan hasil bahwa
ρ value variabel ROE sebesar 0,111 lebih besar daripada nilai α sebesar 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesa nol atau
Ho3 tidak dapat ditolak Ho diterima, artinya ROE tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Hasil penelitian ini tidak berhasil
mendapatkan bukti empiris bahwa ROE mempengaruhi manajemen untuk melakukan praktik perataan laba.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Archibald, 1967 yang menyatakan bahwa proporsi tertinggi perusahaan melakukan
praktik perataan laba terjadi pada saat profitabilitas perusahaan rendah. Praktik perataan laba dilakukan untuk memberi kesan positif kepada pihak
eksternal mengenai kinerja perusahaan tersebut, karena perusahaan dengan tingkat profitabilits rendah akan sulit menarik investor untuk berinvestasi
pada perusahaan tersebut. Dari kajian tersebut dapat dikatakan bahwa ROE dan perataan laba mempunyai hubungan positif.
Hubungan negatif variabel ROE dengan praktik perataan laba mengindikasikan bahwa semakin tinggi ROE atau laba bersih perusahaan
yang besar dibandingkan dengan ekuitas justru memberikan kecenderungan perusahaan untuk tidak melakukan praktik perataan laba. Tingkat ROE yang
tinggi tidak selalu menjamin tingkat kembalian investor. Hal ini berarti ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan belum mampu meningkatkan tingkat
kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan sehingga investor kurang tertarik terhadap tingginya nilai ROE.
Dengan demikian perusahaan cenderung untuk tidak melakukan praktik perataan laba.
4. Pengaruh Net Profit Margin NPM terhadap praktik perataan laba Hasil pengujian analisis multivariate secara parsial terhadap variabel
NPM dalam penelitian ini menunjukkan hasil ρ value sebesar 0,602 lebih
besar daripada α sebesar 0,05. Artinya variabel NPM tidak berpengaruh
signifikan terhadap praktik perataan laba. Hasil penelitian ini tidak berhasil
mendapatkan bukti empiris bahwa NPM mempengaruhi praktik perataan laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilaukan oleh Salno dan Baridwan 2000, Suwito dan Herawaty 2005, dan Kustiani
dan Ekawati 2006 yang menyatakan bahwa NPM perusahaan tidak mempengaruhi perusahaan untuk melakukan perataan laba. Hasul penelitian
ini menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur dengan NPM perusahaan tidak mempengaruhi perusahaan untuk melakukan praktik perataan laba.
NPM mencerminkan kinerja manajer yang baik dan akan berdampak pada keamanan jabatan manajer di perusahaan Hera, 2006. Manajer
ternyata tidak mengkhawatirkan hal tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berapapun tingkat NPM suatu perusahaan tidak akan
mendorong manajemen untuk melakukan prktik perataan laba sebagai upaya untuk memberi kesan positif atas kinerja manajemen. Profitabilitas yang
diukur dengan NPM bukan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap keputusan investasi sehingga manajemen tidak
melakukan praktik perataan laba hanya berdasarkan tingkat NPM saja. Hubungan negatif variabel NPM dengan praktik perataan laba
mengindikasikan rendahnya pengaruh NPM terhadap praktik perataan laba. Hal ini menunjukkan bahwa bukan perataan laba yang dilakukan oleh
pemilik perusahaan untuk menarik investor, melainkan keputusan yang harus diambil oleh pemilik perusahaan adalah pemilik perusahaan harus
meningkatkan penjualan agar laba menjadi besar. Maka perusahaan akan
semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
5. Pengaruh Debt to Total Assets DTA terhadap praktik perataan laba Debt to Total Assets DTA merupakan rasio antara total hutang
terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan. Hasil analisis multivariate sacara parsial penelitian ini menunjukkan
ρ value variabel DTA 0,011 lebih kecil daripada
α sebesar 0,05, artinya hipotesis nol ditolak atau Ho5 ditolak, yang berarti bahwa DTA berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan
laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ashari 1994, Jin dan Machfoedz 1998, Zuhroh 1996 dan Kustiani dan Ekawati 2006 yang menyatakan bahwa leverage ratio merupakan
salah satu faktor yang mendorong terjadinya praktik perataan laba. Hutang menandakan kewajiban atas hutang dan bunga yang harus ditepati oleh
manajemen dengan ancaman kesulitan keuangan yang dapat membuat kebangkrutan pada suatu perusahaan, sehingga pendanaan melalui hutang
akan memberi tekanan terhadap manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan Jensen, 1986.
Hasil penelitian ini DTA yang digunakan sebagai ukuran leverage ratio berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Menurut Riyanto 1995:
331, perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan mempunyai resiko kebangkrutan yang tinggi pula, dengan adanya resiko kebangkrutan
perusahaan yang tinggi akan berakibat pada rendahnya laba perusahaan, dan
perusahaan akan dinilai oleh investor dan kreditor mempunyai tingkat pengambilan hutang yang rendah. Menurut Kustiani dan Ekawati 2006,
dengan adanya laba perusahaan yang berfluktuasi, perusahaan cenderung untuk malakukan praktik perataan laba supaya laba perusahaan terlihat
stabil, karena investor cenderung mengamati fluktuasi laba suatu perusahaan sebelum mereka membeli atau menjual saham perusahaan tersebut, begitu
pula dengan kreditor yang akan melakukan pemberian kredit. Hubungan positif variabel DTA dengan praktik perataan laba
menunjukkan bahwa kenaikan rasio DTA atau semakin besar rasio DTA akan meningkatkan praktik perataan laba. Hal ini mengindikasikan bahwa
masalah hutang dalam batas tertentu akan menjadi penarik investasi perusahaan. Investor melihat bahwa perusahaan mampu memperoleh tingkat
laba yang lebih tinggi atas dana pinjamannya daripada tingkat bunga yang dibayarkan atas dana tersebut, sehingga pengembalian atas modal dapat
ditingkatkan atau diperbesar. 6. Pengaruh Debt to Equity Ratio DER terhadap praktik perataan laba
Debt to Equity Ratio mencerminkan besarnya proporsi antara total
debt total hutang dengan total shareholder’s equity total modal sendiri.
Debt to Equity Ratio DER juga termasuk alat untuk mengukur tingkat
leverage perusahaan. Hasil analisis multivariate secara parsial variabel DER menunjukkan
ρ value variabel DER 0,224 lebih besar daripada α sebesar 0,05, artinya hipotesis nol tidak dapat ditolak atau Ho6 tidak dapat ditolak,