8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pihak agent dan pihak principal. Pihak agent merupakan pihak yang
menerima delegasi wewenang dari pihak principal. Agent menerima wewenang untuk melaksanakan tugas tertentu. Dalam pelaksanaan tugas
tersebut pihak agent bertindak atas nama sendiri dan memberikan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas tersebut kepada pihak principal. Menurut
Mursalim, 2005 dalam Christanti, 2007 wewenang dan tanggung jawab yang diterima agent dari principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan
bersama. Dalam teori keagenan, muncul konflik antara agent dan principal
dimana masing-masing pihak bertujuan untuk memaksimalkan utility dengan informasi yang dimiliki. Dalam teori ini, pihak agent memiliki lebih banyak
informasi full information dibanding dengan principal sehingga menimbulkan adanya asimetry information. Informasi yang lebih banyak
dimiliki oleh agent dapat menjadi pendorong dalam melakukan tindakan- tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk
memaksimalkan utility-nya. Sedangkan bagi principal, akan sulit mengontro secara efektif tindakan yang dilakukan oleh agent karena hanya memiliki
sedikit informasi.
Hubungan antara manajemen perusahaan dan stakeholder-nya merupakan bentuk hubungan berdasarkan teori keagenan. Dalam hal ini,
manajemen perusahaan senagai agent dan stakeholders sebagai principal. Manajemen sebagai agent menjalankan tugas sebagai pengelola perusahaan
dan mempertanggungjawabkan pengelolaan perusahaan kepada stakeholders khususnya investor, kreditor dan pemerintah melalui laporan keuangan.
Manajemen dan pemegang saham maupun stakeholders masing-masing berusaha untuk memaksimalkan utilitas dan kepentingannya. Dengan alasan
ini, maka muncul konflik kepentingan antara manajemen dan stakeholder- nya.
Contoh konflik kepentingan yang terjadi antara manajemen dan stakeholders antara lain konflik kepentingan manajemen dengan pemegang
saham. Manajemen berkepentingan mendapatkan gaji, bonus, dan fasilitas yang layak, sedangkan pemegang saham mendapat laba yang maksimal dari
investasi yang telah dilakukannya. Contoh lain adalah konflik kepentingan antara manajemen dengan kreditor mengenai kontrak kredit. Manajemen
menginginkan mendapat kredit sebagai sumber dana eksternal, sedangkan kreditor hanya mau memberikan kredit sesuai dengan kemampuan
perusahaan saja. Konflik lain yang timbul yaitu konflik kepentingan antara manajemen dengan pemerintah mengenai pajak terutang. Manajemen
berkeinginan membayar pajak serendah mungkin dari laba yang diperolehnya, sedangkan pemerintah menuntut pajak dibayar sesuai dengan
tarif yang diatur dengan undang-undang atas laba perusahaan.
Laporan keuangan merupakan alat komunikasi antara manajemen dengan pemegang saham dan stakeholders lainnya. Laporan keuangan
merupakan jawaban atas asimetri informasi maupun konflik kepentingan antara manajemen dan stakeholders. Dengan laporan keuangan, stakeholders
dapat mengetahui kondisi perusahaan melalui informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Konflik kepentingan juga dapat diatasi melalui informasi
laba perusahaan untuk menentukan bonus bagi manajemen dan pengambilan atas investasi bagi pemegang saham.
B. Laporan Keuangan