4. Dimensi Komunikasi Komunikasi seksual dalam keluarga diukur menggunakan dua
dimensi dari Warren dan Neer 1986, yaitu dimensi kenyamanan comfort dan dimensi informasi information.
a. Dimensi Kenyamanan Dimensi kenyamanan mengukur tingkat keterbukaan yang dirasakan
mengenai diskusi seks dalam keluarga. b. Dimensi Informasi
Dimensi informasi mengukur persepsi dari jumlah informasi yang dipelajari dan dibagikan selama diskusi. Dimensi informasi termasuk
karena rumah dapat berfungsi sebagai sumber utama dari pembelajaran seksual hanya melalui berbagi informasi yang efisien.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua dimensi komunikasi seksual sebagai dasar pembuatan skala yang digunakan untuk mengukur
komunikasi seksual yang dimiliki atau dilakukan anak di dalam keluarga.
C. SIKAP REMAJA TERHADAP SEKS
1. Definisi Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek Notoatmodjo, 1993. LaPierre 1934, dalam Azwar, 2005 mendefinisikan sikap sebagai suatu
respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Morissan 2013 mendefinisikan sikap sebagai karakteristik individu yang dapat dibedakan
dari individu lainnya. Sikap menunjukkan pola atau cara yang relatif konsisten mengenai bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan
bertingkah laku dalam berbagai situasi yang dihadapi. Menurut Campbel 1950, dalam Notoatmodjo 1993 sikap adalah sekumpulan respon yang
konsisten terhadap objek sosial. Sementara Thurstone, Linkert, dan Osgood dalam Azwar, 2005 mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung
atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut Berkowitz, 1972, dalam Azwar, 2005. Sementara
Azwar 2009 menyebutkan bahwa sikap dapat bersifat positif maupun bersifat negatif. Sikap positif memiliki kecenderungan tindakan yaitu
mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Di sisi lain, sikap negatif memiliki kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, dan tidak menyukai objek tertentu. Munurut M ar’at 1982,
sikap belum berupa suatu tindakan atau aktifitas, tetapi masih berupa predisposisi tingkah laku. Sifat ini juga sering digunakan untuk
memprediksi perilaku Morissan, 2013. Sikap seksual merupakan kepercayaan implisit dan asumsi yang
berkaitan dengan aktivitas seksual Christlieb, 2016. Menurut Sprecher dan McKinney 1993, sikap memiliki pengaruh yang besar pada
kemungkinan perilaku seksual untuk dilakukan atau tidak oleh seseorang. Sikap ibu terhadap perilaku seksual pranikah mempengaruhi sikap yang
dimiliki responden terhadap perilaku seksual pranikah, yang nantinya dapat mempengaruhi kemungkinan mereka untuk terlibat dalam perilaku
seksual pranikah Gravel, Young, Darzi, Olavarria-Turner, Lee, 2016. Hal yang serupa juga diungkapkan Wang, Li, Stanton, Kamali, Naar-King,
Shah, dan Thomas 2007, yaitu sikap remaja mengenai seks dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja, sikap yang lebih permisif atau
positif terhadap seksual dapat mengarahkan pada seks pertama yang lebih awal.
Dengan demikian, sikap dapat disimpulkan sebagai bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, pemikiran, dan kecenderungan bertindak yang relatif
konsisten dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek di lingkungan sekitarnya, serta dapat bersifat positif atau mendukung, maupun bersifat
negatif atau tidak mendukung objek sikap tersebut.
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sikap Menurut beberapa literatur, pembentukan sikap seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman pribadi. Sesuatu yang telah dan sedang kita alami ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan
penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis Azwar, 2005.
Selain itu, orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Kita mengharapkan
persetujuan dari seseorang yang kita anggap penting, seperti orangtua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru,
teman kerja, istri atau suami, untuk setiap gerak, tingkah, dan pendapat kita Azwar, 2005. Penelitian menunjukkan bahwa standar atau sikap
teman sebaya memiliki dampak yang lebih kuat terhadap standar atau sikap responden dibandingkan standar orangtua DeLamater
McCorquodale, 1979; Reiss, 1967, dalam Sprecher McKinney, 1993. Menurut Azwar 2005, kebudayaan di mana kita hidup dan
dibesarkan juga mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma yang
longgar mengenai pergaulan heteroseksual, maka kita cenderung akan memiliki sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan
heteroseksual. Sprecher dan McKinney 1993 berpendapat bahwa nilai seksual yang ada pada tingkat budaya dan didukung oleh institusi dalam
masyarakat seperti sekolah, keluarga, dan agama, dapat mempengaruhi sikap seksual dan norma yang dipegang oleh kelompok dan individu
dalam masyarakat tersebut. Keanggotaan dari subkultural juga mempengaruhi sikap seksual.
Penelitian secara umum mendukung kesimpulan bahwa orang kulit hitam memegang sikap seksual yang lebih permisif dibandingkan orang kulit
putih. Lebih lanjut, studi mengindikasikan jika religiusitas yang baik dan
frekuensi untuk menghadiri acara keagamaan diasosiasikan dengan sikap seksual yang lebih membatasi atau konservatif Sprecher McKinney,
1993. Menurut Azwar 2005, lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap
karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah, dan lain-lain juga memberikan pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Adanya informasi baru,
memberikan cara pandang baru bagi terbentuknya sikap kita terhadap hal atau informasi tersebut Azwar, 2005.
Azwar 2005 berpendapat bahwa bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang.
Terkadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Banyak survei dan studi eksperimen menunjukkan bahwa laki-laki lebih permisif dibandingkan
perempuan, khususnya dalam konteks hubungan casual. Banyak penelitian mengindikasikan bahwa responden mahasiswa yang lebih tua memiliki
standar atau sikap permisif yang lebih dibandingkan responden mahasiswa yang lebih muda Sprecher McKinney, 1993.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Beberapa faktor
internal tersebut, yaitu pengalaman pribadi, nilai-nilai yang dipegang,
religiusitas, dan kondisi emosi seseorang. Sementara itu, faktor eksternal yang berpangruh, seperti orang-orang di sekitar atau yang dianggap
penting, kebudayaan di tempat tinggal, keanggotaan dari suatu kelompok, lembaga-lembaga pendidikan dan agama, serta media massa.
3. Komponen Sikap Remaja terhadap Seks Menurut Allport 1954, dalam Notoatmodjo, 1993 dan Azwar
2009, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang bersama-sama membentuk sikap yang utuh, yaitu komponen kognitif, komponen afektif,
dan komponen konatif. Atkinson 1999 mengkaji sikap sebagai komponen dari sistem yang terdiri dari tiga bagian. Keyakinan
mencerminkan komponen kognitif, sikap merupakan komponen afektif, dan tindakan mencerminkan komponen perilaku.
Menurut Azwar 2009, komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif
terdiri atas kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek Allport, 1954, dalam Notoatmodjo, 1993.
Mar’at 1982 juga menyatakan bahwa komponen kognisi berhubungan dengan belief, ide,
dan konsep. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap suatu sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu Azwar, 2009. Menurut
Allport 1954, dalam Notoatmodjo, 1993, komponen afektif berkaitan dengan kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
Komponen konatif merupakan kecenderungan untuk bertindak Allport, 1954, dalam Notoatmodjo, 1993. Menurut Azwar 2009,
komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan
dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.
Selain itu, sikap remaja terhadap seks akan diungkap melalui tiga komponen objek sikap menurut Rice dalam Rini, 2002, yaitu :
a. Sikap terhadap hubungan seksual pranikah dengan pasangan tetap, yaitu sikap remaja yang menunjukkan kecenderungan melakukan
hubungan seksual pranikah dengan pasangan tetap karena alasan saling mencintai.
b. Sikap dalam melakukan hubungan seksual pranikah pada kondisi spesifik, yaitu sikap remaja yang cenderung membenarkan hubungan
seksual pranikah karena ada syarat-syarat tertentu. c. Sikap terhadap hubungan seksual pranikah sebagai pengalaman hidup,
yaitu sikap remaja yang menunjukkan kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual pranikah sebagai penambah pengalaman
hidup yang menyenangkan. Dalam penelitian ini, sikap remaja terhadap seks akan dilihat
berdasarkan tiga komponen sikap, yaitu komponen kognitif, afektif, dan
konatif, serta mengacu pada komponen objek sikap yang telah dipaparkan di atas.
D. REMAJA