Menurut Papalia, Olds, dan Feldman 2009, pencapaian identitas seksual remaja ditandai dengan kemampuan untuk melihat diri sendiri
sebagai makhluk seksual, mengenali orientasi seksual diri sendiri, menerima dorongan seksual, dan membentuk kedekatan romantis atau
seksual. Buzwell dan Rosenthal 1996, dalam Santrock, 2011 mengungkapkan bahwa identitas seksual mencakup aktivitas, minat, gaya
perilaku, dan indikasi yang mengarah pada orientasi seksual baik mengarah pada jenis kelamin yang sama ataupun berbeda.
E. DINAMIKA PERILAKU SEKSUAL, KOMUNIKASI SEKSUAL
DALAM KELURGA, DAN SIKAP TERHADAP SEKS
Komunikasi merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan individu, termasuk dalam berelasi di keluarga. Menurut Runcan et al. 2012,
segala aspek dalam kehidupan keluarga selalu melibatkan komunikasi karena komunikasi merupakan sarana untuk dapat menjalankan fungsi keluarga
dengan baik. Selain itu, komunikasi juga dapat membangun dan menjaga hubungan antara orangtua dan anak. Hubungan antara orangtua dan anaknya
dapat meningkat ketika komunikasi yang dilakukan bersifat efektif. Hal tersebut juga memungkinkan anak untuk lebih mengikuti apa yang dikatakan
oleh orangtuanya Zolten Long, 2006. Komunikasi antara orangtua dan anak mengenai seks ditemukan
berhubungan dengan kemungkinan remaja melakukan penundaan terhadap hubungan seksual Seloilwe, Magowe, Dithole, Lawrence, 2015.
Komunikasi seksual yang dilakukan dalam keluarga dapat dipengaruhi oleh tingkat keterbukaan yang dirasakan anak terhadap diskusi seks yang
dilakukan, serta jumlah informasi yang dipelajari dan dibagikan selama diskusi Warren Neer, 1986. Saat komunikasi seksual tersebut
berlangsung secara terbuka, maka dapat menghasilkan perilaku seksual yang aman Richards, 2013, dalam Gumban, et al., 2016. Remaja yang memiliki
komunikasi yang baik dengan orangtuanya akan mendapatkan informasi yang baik pula mengenai bahaya penyakit seksual sehingga mereka lebih mungkin
untuk tidak terlibat dalam seks yang beresiko dibandingkan mereka yang tidak pernah berkomunikasi dengan orangtuanya Likewise Weinman,
2008, dalam Gumban, Martos, Rico, Bernarte, Tuason, 2016. Adanya komunikasi yang efektif dari orangtua juga dapat memberikan pengetahuan
dan pemahaman mengenai nilai-nilai seksualitas yang tepat kepada anak Prihartini, Nuryoto, Aviatin, 2000 sehingga anak mampu untuk membuat
keputusan yang sehat terkait perilaku seksualnya Gumban, Martos, Rico, Bernarte, Tuason, 2016. Oleh karena itu, menjadi penting bagi orangtua
untuk berkomunikasi secara terbuka dan efektif dengan anaknya Zolten Long 2006.
Kedekatan adan koneksi dalam hubungan keluarga memungkinkan orangtua dan anak untuk mengembangkan hubungan yang saling percaya,
serta dapat mendiskusikan hal-hal seksual secara terbuka Turnbull, 2012. Runcan et al. 2012 menambahkan bahwa komunikasi yang berlangsung
secara timbal balik dan tidak sepihak dapat berkontribusi secara signifikan
terhadap keterbukaan dan pembentukan hubungan antara orangtua-anak. Hasil penelitian dari Leeds, et al. 2014 menunjukkan bahwa komunikasi
yang terbuka antara orangtua dan anak berkorelasi secara kuat dengan penurunan tingkat kehamilan remaja, maupun dalam penurunan perilaku
seksual berisiko. Menurut Seloilwe, Magowe, dan Dithole 2015, remaja memiliki
keinginan untuk berbicara mengenai seksualitas dengan orangtuanya, tetapi orangtua merasa tidak nyaman untuk membicarakan masalah tersebut.
Orangtua seringkali menghindari diskusi mengenai seksual dengan remaja karena adanya norma-norma budaya, pengetahuan yang kurang, atau
ketidaknyamanan mereka untuk mendiskusikan hal tersebut UNESCO, 2009, dalam Yuniarti Rusmilawaty, 2015. Komunikasi yang dilakukan
orangtua dengan anak mengenai masalah seksual seringkali minim, bersifat menghakimi, serta membatasi akses informasi mengenai kesehatan seksual
dan reproduksi Ladipo 2003, dalam Kunnuji, 2012. Gaya komunikasi yang ditunjukkan tersebut menyebabkan anak merasa kurang nyaman sehingga
mereka cenderung menghindari komunikasi mengenai seksual dengan orangtuanya Wang, 2016. Komunikasi yang kurang ini menyebabkan anak
memiliki memiliki pengetahuan yang kurang mengenai seksual Sarwono, 2010. Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar, tetapi tidak diimbangi
oleh ketersediaan akses informasi yang baik dari orangtua karena mereka merasa tabu untuk membicarakan seks dengan anak sehingga anak menjadi
berpaling ke sumber informasi lain yang mungkin tidak akurat, seperti teman.
Informasi yang tidak akurat ini berdampak pada keputusan seksual yang kurang tepat yang diambil oleh anak.
Selain itu, komunikasi antarpribadi juga dianggap secara cara yang paling ampuh dalam mengubah sikap dan perilaku seseorang. Sebagai
komunikator, orangtua kerap memberikan pesan-pesan dan informasi yang dapat mengubah sikap dan perilaku anaknya. Ramadhani, 2013. Melalui
proses komunikasi anak mengembangkan pola kognisi, pengetahuan, dan sikap terhadap dunia luar Moitra Mukherje, 2012. Menurut Novilla,
Barnes, De La Cruz, Williams, dan Rogers 2006, dalam Turnbull, 2012, orangtua mampu mempengaruhi sikap anak-anak mereka dengan membentuk
keyakinan, serta nilai-nilai tentang identitas, hubungan dan keintiman. Melalui cara orangtua berkomunikasi, anak mulai membentuk ide dan
kepercayaan mengenai dirinya. Dengan kata lain, komunikasi seksual yang dilakukan dapat mempengaruhi afektif atau keadaan emosional, kognitif atau
kepercayaan, keyakinan, ide, konsep, maupun konatif atau kecenderungan berperilaku yang dimiliki seseorang terhadap perilaku seksual pranikah.
Menurut Allport 1954, dalam Notoatmodjo, 1993 dan Azwar 2009, komponen kognitif, afektif, dan konatif tersebut merupakan komponen yang
secara bersama-sama akan membentuk sikap seseorang secara utuh. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek Notoatmodjo, 1993. Sikap dapat dipahami sebagai evaluasi dari objek pemikiran yang meliputi perasaan,
keyakinan, dan perilaku masa lalu, serta memandu proses pengambilan
keputusan yang terlibat dalam berlakunya perilaku Maio, Olson, Bernard, Luke, 2003, dalam Gravel, et al., 2016. Sikap ini berbeda dengan perilaku
karena sikap masih merupakan suatu predisposisi perilaku Mar’at, 1982 dan
sikap ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku seseorang atau sekelompok orang Morissan, 2013. Menurut Azwar 2009, perilaku atau
kecenderungan berperilaku dari seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan
perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Terdapat beberapa komponen objek sikap yang dapat menentukan terbentuknya sikap seseorang terhadap
seks, yaitu sikap terhadap hubungan seksual pranikah dengan pasangan tetap yang menunjukkan kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah
dengan pasangan tetap karena alasan saling mencintai, sikap dalam melakukan hubungan seksual pranikah pada kondisi spesifik yang cenderung
membenarkan hubungan seksual pranikah karena ada syarat-syarat tertentu, dan sikap terhadap hubungan seksual pranikah sebagai pengalaman hidup
yang menunjukkan kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual pranikah sebagai penambah pengalaman hidup yang menyenangkan.
Menurut Kotchick, Shaffer, Forehand, Miller 2001, dalam Topkaya, 2012, nilai dan sikap mengenai seksualitas akan ditularkan dari orangtua ke
anak. Dari studi yang dilakukan Gravel, et al. 2016 diketahui bahwa sikap ibu terhadap perilaku seksual pranikah mempengaruhi sikap yang dimiliki
responden terhadap perilaku seksual pranikah, sikap inilah yang nantinya dapat mempengaruhi kemungkinan mereka untuk terlibat atau tidak dalam
perilaku seksual pranikah Sprecher McKinney, 1993; Gravel, et al., 2016. Azwar 2009 membedakan sikap menjadi dua jenis, yaitu sikap yang positif
dan sikap negatif. Sikap positif memiliki kecenderungan tindakan yaitu mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Sedangkan, sikap
negatif memiliki kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu. Sementara itu, Wang et al. 2007
menyatakan bahwa sikap remaja yang lebih permisif mengarahkan pada seks pertama yang lebih awal.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak dapat menghindarkan anak-anak dari perilaku
seksual pranikah. Selain itu, komunikasi mengenai seksual yang dilakukan oleh orangtua dan anak juga dapat membentuk sikap anak terhadap seks.
Sikap terhadap seks yang dimiliki ini dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh seseorang. Dengan
kata lain, hubungan antara komunikasi seksual dan perilaku seksual pranikah dapat dimediasi oleh adanya sikap terhadap seks yang dimiliki.
Gambar 2.1 Skema Hubungan
Antar Variabel
Cenderung tidak melakukan
Perilaku Seksual Pranikah
Membentuk Sikap Remaja terhadap Seks
Sikap yang negatif
konservatif Kognitif
Ada diskusi seksual yang
dilakukan orangtua anak
Minim atau tidak ada diskusi seksual
yang dilakukan orangtua anak
Afektif Konatif
Kurang mampu membuat keputusan
yang baik terkait seksual pranikah
Sikap sebagai pengalaman
hidup Mampu membuat
keputusan yang baik terkait seksual
pranikah Sikap
dengan pasangan
tetap Sikap pada
kondisi spesifik
Sikap yang positif
permisif Komunikasi Seksual dalam
Keluarga
Comfort Tingkat keterbukaan yang dirasakan
Information Jumlah informasi yang diterima
Cenderung melakukan
Perilaku Seksual Pranikah
Pengetahuan seksual yang
dimiliki betambah Pengetahuan seksual yang
dimiliki menjadi kurang Berpaling ke sumber
informasi lain yang kurang akurat
F. HIPOTESIS