Munculnya Kadipaten Islam Demak
Jawa Kin San lebih dikenal sebagai Kusen, nama Kusen hampir mirip bunyinya dengan Kin San, Husein Kusen adalah nama Islamnya
7
. Dalam Babad Demak juga diceritakan tentang pengakuan Arya Damar
kepada Raden Patah, bahwa Arya Damar bukan ayah kandung Raden Patah. Pada saatnya Arya Damar menjelaskan kepada kedua orang putranya bahwa sebenarnya
Raden Patah adalah putra Prabu Brawijaya di Majapahit. Diterangkan juga bahwa ibu Raden Patah diperistri Arya Damar sudah dalam keadaan Hamil
8
Ketika itu Prabu Brawijaya khawatir jika putra dan istrinya nanti akan berkuasa di
Majapahit, dengan menggeser kedudukan bondaserati, yaitu putra Prabu Brawijaya dengan permasyurinya.
Mendengar semua keterangan Adipati Arya Damar itu, Raden Patah merasa telah dibuang oleh Prabu Brawijaya. Ia merasa telah banyak
berhutang budi kepada Arya Damar yang telah mengasuhnya sejak bayi sampai dewasa. Atas anjuran Adipati Arya Damar pula, raden Patah akan
pergi ke Majapahit mengabdi kepada Prabu Brawijaya bersama-sama dengan Raden Timbal
9
. Menurut versi
Babad Demak, setelah mendengar cerita dari Arya Damar, Raden Patah bersama Raden Timbal Kusen meminta pamit kepada kedua orang
tuanya. Raden Patah dan Raden Timbal Kusen pergi berlayar ke Majapahit. Kira-kira tiga hari perjalanan sebelum sampai ke Majapahit, Raden Patah
menghentikan perjalanannyadengan maksud akan beristirahat. Pada kesempatan itu, Raden Patah menyarankan Raden Timbal untuk terus meneruskan perjalanan
ke Majapahit, dan mengabdi kepada Prabu Brawijaya. Raden Patah mempunyai
7
Ibid, hlm. 90
8
Suwaji, Babad Demak I, Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1981,
hlm. 38
9
Ibid, hlm. 39
tujuan lain, yaitu akan memperdalam ajaran agama Islam
10
. Maka Raden Timbal meneruskan perjalanan ke Majapahit untuk mengabdi kepada Prabu Brawijaya,
sedangkan Raden Patah meneruskan perjalanan menuju Ampelgading. Sesampainya Raden Patah di Ampelgading, kemudian ia bertemu dengan Sunan
Ampel. Sunan Ampel sendiri sebenarnya sudah tidak asing lagi terhadap jatidiri Raden Patah, maka ia diambil sebagai menantu Sunan Ampel. Atas Petunjuk
Sunan Ampel maka Raden Patah bersama-sama dengan Istrinya pergi ke hutan Bintara dengan maksud membabat hutan.
Berita pembabatan hutan Bintara akhirnya diketahui oleh Prabu Brawijaya, sang prabu sangat marah mendengar berita tersebut. Kemarahan Prabu Brawijaya,
karena hutan Bintara pada waktu itu memang masih dalam kekuasaan Majapahit. Untuk menyikapi hal tersebut maka Prabu Brawijaya memrintahkan Raden Kusen
untuk memeriksa keadaan di hutan Bintara. Setibanya di hutan Bintara Raden Kusen akhirnya tahu, jika yang membabat hutan adalah kakanya sendiri. Setelah
bertemu dengan Raden Patah, kemudian Raden Kusen menyarankan agar Raden Patah mau menemui Prabu Brawijaya, sebab bagaimanapun ia merupakan
putranya
11
. Di hadapan Prabu Brawijaya, Raden Kusen mengatakan bahwa yang berada
di hutan Bintara bukan tidak lain adalah kakak Raden Kusen sendiri. Dikatakan pula bahwa Raden Patah adalah anak Prabu Brawijaya sendiri, yang terlahir dari
putri Cina yang dulu dihadiahkan kepada Arya Damar. Tujuan Raden Patah tidaklah memerangi Majapahit, tetapi hanya akan menyebarkan agama Islam.
10
Ibid,hlm. 40
11
Ibid, hlm. 41
Berdasarkan keterangan Raden Kusen, kemudian Prabu Brawijaya mengizinkan Raden Patah terus membabat Hutan dan mendirikan masjid. Seterusnya Bintara
diserahkan kepada raden Patah, dan nama Raden Patah diganti dengan Adipati Natapraja.
Menurut berita Cina dari klenteng Sam Po Kong Jin Bun dan Kinsan berangkat ke pulau Jawa pada tahun 1474
12
. Mereka berdua mendarat di Semarang. Di Kota Semarang mereka singgah di masjid untuk bersembayang.
Perjalanan Jin Bun kemudian dilanjutkan menuju Ngampel untuk bertemu dengan Bong Swi Ho Sunan Ampel. Pada tahun 1475, setelah ia menetap kira-kira
setahun di Jawa, atas permintaannya sendiri Jin Bun ditempatkan di daerah kosong dan daerah rawa di sebelah timur Semarang, di kaki gunung Muria oleh
Bong Swi Ho
13
. Daerah yang ditempati Jin Bun sangatlah subur dan sangat strategis, tempat itu memiliki potensi yang bagus untuk menguasai pelayaran di
pantai Utara. Di Demak Jin Bun menjadi seorang ulama. Jinbun mengumpulkan pengikut
agama Islam yang fanatik, baik dari masyarakat Jawa maupun Tionghoa. Hanya dalam waktu tiga tahun saja Jin Bun memiliki pengikut kira-kira berjumlah 1000
orang. Para pengikut Jin Bun selain selain mendapatkan ajaran agama, juga mendapat latihan kemiliteran. Dari berita ini dapat dijelaskan bahwa Jin Bun,
setelah beberapa tahun menetap di Jawa memiliki kepentingan sendiri dengan membentuk kekuatan politik yang awalnya memiliki pengikut sebanyak 1000
orang. Tidak dijelaskan secara pasti dalam Babad Demak, Babad Tanah Jawi,
12
Ibid,hlm. 90
13
Ibid,hlm. 91
maupun Kronik Tionghoa dari klenteng Sam Po Kong apakah tujuan Jin Bun mendirikan kekuatan politik baru itu. Kemungkinan yang muncul dari
pembentukan kekuatan politik tersebut adalah Jin Bun ingin merebut tahkta kerajaan di Majapahit dengan cara melakukan kudeta atau ingin mendirikan
negara sendiri berdasarkan Islam, karena memang pemeluk Islam pada waktu itu sudah sangat banyak di wilayah pantai Utara Jawa. Jika dihubungkan dengan
alasan Jin Bun berpisah dengan Raden Kusen, maka dapat dipastikan Jin Bun ingin mendirikan pemerintahan sendiri terlepas dari Majapahit. Dalam Babad
Demak telah diuraikan Raden Patah menolak ajakan Raden Kusen untuk mengabdi kepada raja Majapahit dengan alasan ia tidak sudi mengabdi kepada
raja kafir. Pada tahun 1477, Raden Patah menyerbu kota Semarang. Seluruh kota dapat
ditaklukan dan diduduki oleh tentara Demak kecuali klenteng Sam Po Kong. Setelah mampu menakklukan Semarang, Raden Patah tidak menghukum orang-
orang Semarang yang non muslim. Mereka semuanya dapat digunakan demi kepentingan tujuan yang masih jauh untuk dicapai
14
. Sikap Raden Patah sangatlah cerdik dan bijaksana, ia mampu melihat peluang yang ada di sekitarnya.
Penyerbuan kota Semarang yang dilakukan Raden Patah, dalam Babad
Tanah Jawi, memang tidak pernah dikisahkan. Babad tanah Jawi, hanya menguraikan tentang pembabatan hutan di Bintoro yang dilakukan Raden Patah.
Untuk memastikan kebenaran berita tersebut maka Prabu Brawijaya mengutus
14
Ibid,hlm. 91. Orang-orang Tionghoa Semarang sangat mahir dalam pembuatan kapal, kepandaian mereka diperlukan oleh Raden Patah untuk menguasai lalu lintas kapal di lautan Jawa.
Patih Gadjah Mada untuk memeriksa
15
. Raden Kusen kemudian menceritakn kepada Raja Brawijaya, bahwa yang membabat hutan itu adalah kakaknya sendiri
Raden Patah. Raden Kusen diutus ke Demak untuk membawa kakaknya ke Majapahit. Prabu Brawijaya mengakui Raden Patah sebagai putranya, dan diberi
pengukuhan atas daerah baru Bintara, ia diangkat menjadi adipati Bintara
16
. Uraian
Babad Tanah Jawi, diatas sesuai dengan berita kronik dari klenteng Sam Po Kong Semarang. Dalam Kronik itu diuraikan bahwa, Jin Bun menghadap
raja Majapahit Prabu Kertabumi, bersama Bong Swi Hoo. Jin Bun diakui sebagai putranya, dan atas usul Bong Swi Hoo, Jin Bun diangkat sebagai bupati di Bin Ta
La Bintara dengan gelar pangeran Jin Bun berkedudukan di Demak. Berdasarkan uraian dari Babad Tanah Jawi, Babad Demak, dan berita Cina
dari klenteng Sam Po Kong Semarang, ada sebuah persamaan yang penting, yaitu Raja Majapahit Prabu Brawijaya, atau Kertabumi mengakui Raden Patah atau Jin
Bun sebagai putranya. Raja Majapahit Prabu Brawijaya atau Kertabumi memberikan kedudukan kepada Raden patah atau Jin Bun untuk menempati
Demak dan mengangkatnya sebagai Bupati di sana. Persamaan uraian tersebut secara tidak langsung memberikan kesimpulan bahwa raja Majapahit Prabu
Kertabumi memberikan daerah Bintara kepada Raden Patah dan mengangkatnya sebagai Bupati. Pengangkatan Raden Patah sebagai bupati maka resmilah Demak
sebagai sebuah kadipaten yang bernafaskan Islam. Demak menjadi kadipaten yang berlandaskan agama Islam pada saat Majapahit masih berkuasa, oleh karena
15
Slamet Mulyana, op. cit., hlm. 92. Patih Gadjah Mada memberikan keterangan tentang
pembabatan hutan Bintoro. Untuk mendapatkan keterangan lebih jelas Raden Kusen dipanggil.
16
Ibid,hlm. 93
itu Demak pada awal berdirinya masih dalam kekuasaan Majapahit dan hanya berstatus sebagai Kadipaten saja belum sebagai sebuah kerajaan.