tinggal di bandar-bandar yang mereka datangi
17
. Tinggalnya mereka di kota-kota pelabuhan disambut baik oleh para penguasa setempat. Para pedagang asing
tersebut diberi tempat khusus yang sering disebut dengan Pakojan
18
. Pakojan itu sendiri merupakan perkampungan khusus untuk para pedang-pedagang muslim
yang tinggal di kota-kota pelabuhan menunggu angin musim. Menetapnya kaum pedagang muslim di Pakojan, lambat laun telah merubah
pola kehidupan masyarakat pribumi. Para pedagang muslim tidak hanya melakukan kegiatan perdagangan saja, mereka juga mulai mengajarkan agama
Islam kepada penduduk setempat, terutama bagi mereka yang telah melakukan pernikahan dengan para pedagang muslim. Penyebaran agama Islam kemudian
semakin meluas hal ini karena masyarakat pribumi yang beragama Hindu kemudian tertarik dengan agama Islam. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
perkawinan antara penduduk pribumi dengan pedagang muslim yang kemudian ikut berpindah agama menjadi Islam. Salah faktor yang menarik penduduk
pribumi adalah Islam tidak mengenal dan membedakan status sosial seseorang. Sedangkan agama Hindu membedakan status sosial seseorang yang disebut
dengan kasta. Dengan demikian masyarakat pribumi tertarik dengan agama Islam dan mulai menganut agama Islam.
Faktor lain yang menyebabkan banyaknya penduduk pribumi menikah dengan pedagang muslim ataupun berpindah agama adalah faktor ekonomi.
Menurut Van Luer bahwa motif ekonomi dan politik sangatlah penting bagi
17
Ibid,hlm. 129
18
Ibidem.
dalam masuknya Islam di Nusantara
19
. Menurutnya para penguasa pribumi ingin meningkatkan perdagangan mereka menerima Islam sebagai konsekuensinya.
Dengan menjadi muslim mereka tentunya akan mendapatkan dukungan dari pedagang Muslim sebagai penguasa ekonomi waktu itu.
D. Dakwah Kaum Sufi
Kedatangan dan perkembangan Islam di Jawa melalui proses yang cukup panjang. Islam pertama kali datang di wilayah Nusantara terutama Jawa, ketika
itu masih dalam pengaruh kerajaan Hindu-Buddha yang masih sangat kuat dan mendominasi wilayah Jawa. Kemunculan Islam di Jawa yang pada akhirnya
mendominasi wilayah Jawa bahkan Nusantara, telah memunculkan beberapa teori mengenai penyebaran Islam di wilayah Nusantara. Pada pembahasan sebelumnya
telah dijelaskan bahwa Islam disebarkan melalui, perdagangan, hubungan diplomatik, dan pernikahan. Masing-masing teori tersebut memang memiliki nilai
kebenaran tersendiri. Jika dilihat tujuan dari beberapa teori yang dibahas sebelumnya tentunya akan diketahui beberapa kelemahan dan keunggulan, yang
memaksa kita untuk berpikir lebih analisis lagi untuk menyatakan teori tentang masuknya Islam ke wilayah Nusantara. Teori perdagangan memang kuat sebagai
salah satu teori mengenai masuknya Islam di Jawa, terutama Majapahit. Kuatnya teori perdagangan terbukti dengan adanya perdagangan dengan bangsa asing
sejak munculnya kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Nusantara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada teori perdagangan tentang
masuknya Islam di Nusantara adalah siapa sebenarnya kaum pedagang tersebut.
19
Ibid, hlm. 130
Ada teori yang menyatakan jika Islam Indonesia berasal dari sumber aslinya yaitu Arab
20
. Teori ini beranggapan bahwa untuk melihat Islam di Asia Tenggara datang dari mana, maka yang perlu diperhatikan adalah kajian terhadap teks-teks
maupun literatur Islam Melayu Indonesia dan sejarah pandang Melayu terhadap berbagai istilah atau konsep kunci yang digunakan oleh para penulis Islam di
Asia Tenggara. Oleh karena itu siapa sebenarnya kaum pedagang yang bermukim di Nusantara adalah kaum pedagang sekaligus pendakwah
21
. Kedatangan Islam di Jawa sejak Jawa masih dalam pengaruh kerajaan-
kerajaan Hindu-Buddha. Keberadaan Islam di Jawa dapat ditentukan dari peninggalan makam di Leran Gresik yaitu, makam Fatimah binti Maimun wafat
tahun 1087 M. Situs makam Islam ini telah membuktikan bahwa Islam di Jawa khususnya Jawa Timur, ada sejak masa pemerintahan Hindu tepatnya raja
Airlangga. Makam Islam tersebut telah membuktikan bahwa jaringan perdagangan internasional antara kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa
dengan India Selatan dan Timur Tengah sudah terjalin sedemikian kuat. Perdagangan internasional terbentuk bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia yang tidak bisa dipenuhi sendiri. Salah satu perdagangan yang dilakukan adalah pedagang dari Timur Tengah membawa kain sutra dan permadani
sedangkan dari Nusantara dibawa produk pertanian dan perkebunan seperti rempah-rempah yang tidak bisa diproduksi di Timur Tengah. Akibat dai
perdagangan internasional daerah-daerah pesisir Jawa menjadi daerah yang disinggahi oleh para imigran, terutama kaum pedagang. Itulah sebabnya daerah
20
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LkiS, 2005, hlm. 61
21
Ibid,hlm. 62
pesisir menjadi daerah ajang pertemuan berbagai tradisi yang datang dari berbagai wilayah
22
. Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam di Jawa memang mulai berkembang
melalui daerah pesisir, yang pada waktu itu sebagai tempat bertemunya budaya asing. Nama-nama pelabuhan penting seperti Tuban, Gresik, dan Surabaya sudah
tidak asing lagi bagi. Pelabuhan-pelabuhan ini menjadi transit para pedagang asing, yang akan berdagang ke pusat Majapahit. Para pedagang masuk ke pusat
Majapahit memalui sungai Brantas, perlu diketahui bahwa pada waktu itu di sungai-sungai tertentu telah dibangun juga beberapa pelabuhan kecil untuk
mempermudah perdagangan menuju ke pusat Majapahit ataupun menuju ke pesisir. Pedagang yang masuk kewilayah Majapahit lambat laun menetap dan
menyebarkan keyakinan-keyekinannya. Bukti-bukti bahwa orang asing maupun bangsa Arab atau bangsa Persia
telah datang sampai ke Majapahit adalah temuan arkeologis yang ditemukan di Trowulan. Beberapa temuan yang ditemukan di Trowulan, terdapat bentuk arca
yang ditampilkan dalam beragam ekspresi. Artefak yang bergambar seperti orang asing yang terdapat di museum
Majapahit mempunyai ciri dan bentuk sebagai berikut : 1.
Orang China. Penggambarannya ditandai dengan beberapa ciri antara lain: bermata sipit dan rambutnya lurus disisir kebelakang.
Penggambaran anak-anak dilakukan melalui rambut ekor kuda atau dikuncir......
2. Orang Gujarat atau Persia. Gambaran orang Gujarat atau Persia dari
beberapa kepala artefak yang pada bagian bandannya telah hilang. Ciri utamanya tampak dibagian mata, hidung, mulut dan
ekspresinya. Matanya besar dan agak lebar, hidung mancung dan besar dengan cuping agak bulat, bibir agak tebal, dan memakai tutup
kepala berbentuk kopiah atau surban.
22
Ibid,hlm. 63.
3. Orang Eropa. Secara kuantitas figuran yang menggambarkan orang
Eropa tidak banyak. Figur orang Eropa dapat diasumsikan sebagai orang Portugis yag dapat diketahui berdasarkan bentuk pakaian yang
dikenakan
23
. Munculnya orang-orang Gujarat dan Persia di dalam wilayah atau pusat
Majapahit berdampak pada benturan kebudayaan yang mereka bawa dalam hal ini adalah agama. Pedagang dari Gujarat maupun Persia bukan pedagang biasa,
mereka juga seorang pendakwah Islam sufi.
24
Hal ini terbukti dengan corak Islam yang bersifat mistik yang bersesuaian dengan sikap mistik masyarakat di kawasan
ini sebelumnya
25
. Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa Islam di Jawa terutama Majapahit disebarkan oleh kaum sufi, sebab sangat tidak mungkin jika
Islam disiarkan oleh kaum pedagang secara besar-besaran jika motif mereka adalah mencari keuntungan secara material.
Pengaruh Islam sufi begitu terlihat sangat jelas ketika berdirinya kerajaan Demak. Penyebaran agama Islam di Jawa memang tidak hanya dilakukan oleh
kalangan sufi saja melainkan kalangan Islam syiah juga ikut menyebarkan pengaruhnya. Namun Islam syiah di Jawa tidak mendapatkan tempat, hal ini
dibuktikan dengan dilarangnya Islam syiah yang dianggap sesat. Salah satu penyebar Islam Syiah adalah Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang. Ajaran
dari Syaikh Siti Jenar dianggap sesat, kemudian Syaikh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati.
23
Esa Damar Pinuluh op.cit, hlm. 113
24
Menurut beberapa penulis, dan mereka dalam jumlah yang besar, Sufi dapat dilacak pada kata Arab, dilafalkan shuuf, yang secara harfiah berarti wool, menunjuk pada bahan yang
digunakan untuk jubah sederhana para mistikus Muslim awal. Idris Shah, Jalan Sufi, Surabaya : Risalah Gusti, 1999. Hlm. 6
25
Esa Damar Pinuluh . Op.cit.,,hlm. 64
Konsep Islam Sufi di dalam masyarakat Jawa sangat jelas terlihat dari tatacara ritual keagamaannya. Islam Sufi lebih diterima masyarakat Jawa terutama
Majapahit karena mampu menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan kepercayaan lokal setempat yaitu Hindu-Buddha. Bentuk integrasi antara Islam Sufi dan
kepercayaan lokal dapat terlihat dari budaya masyarakat setempat, bahkan sampai sekarang kebudayaan tersebut masih tetap hidup dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari masyarakat Jawa. Salah satu contoh budaya masyarakat lokal yang terintegrasi dengan Islam Sufi adalah upacara pemujaan arwah leluhur. Perlu
diketahui bahwa inti kehidupan keagamaan di Indonesia sejak dahulu kala adalah pemujaan arwah para leluhur
26
. Agama apapun yang masuk ke Indonesia, akan diisi dengan ritual kuno pemujaan arwah para leluhur.Dalam agama Islam aliran
Sufi pemujaan arwah leluhur tetap ada bahkan menjadi salah satu upacara wajib bagi orang yang menganutnya
27
. Pada masyarakat Majapahit upacara pemujaan arwah para leluhur disebut
dengan upacara Srada. Upacara Srada pada masa Majapahit dilakukan untuk
menghormati wafatnya Rajapatni yang diselenggarakan oleh Raja Hayam Wuruk secara besar-besaran. Upacara Srada sangat berhubungan erat dengan konsep
pemujaan arwah para leluhur, meskipun pada upacara Srada yang dihormati
adalah Rajapatni namun esensi dari upacara ini adalah pemujaan arwah orang yang telah meninggal.
26
Slamet Mulyana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di
nusantara Yogyakarta : LkiS Yogyakarta, 2007 hlm. 249
27
Pemujaan arwah leluhur itu sendiri tidak merupakan agama bagi rakyat, tetapi merupakan bagian unsur penting dalam ibadahnya. Pemujaan arwar para leluhur adalah sisa dari kehidupan
keagamaan pada zaman purba yang masih bertahan dalam perjalanan sejarah hingga sampai sekarang.