untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
2. Ciri-ciri Pendidikan Karakter
Menurut F.W. Foerster Adisusilo, 2012: 78 mengemukakan tentang empat ciri dasar pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut.
a. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan seperangkat nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
b. Koherensi yang memberi keberanian, yang membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi. Koherensi
meruakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain, tanpa koherensi maka kredibilitas seseorang akan runtuh.
C. Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan pendidikan saintifik. Dalam
salinan lampiran Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah telah mengisyaratkan perlunya pembelajaran
yang dipadukan dengan kaidah-kaidah pendekatan scientific. Upaya penerapan pendekatan scientific disebut sebagai ciri khas dan menjadi
kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013.Scientific berasal dari bahasa inggris yang berarti “ilmiah”.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia 2007 ilmiah adalah bersifat ilmu atau memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan. Proses pembelajaran
saintifik merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan
mengamati, menanya,
menalar, mencoba,
dan mengkomunikasikan
Kemendikbud : 2013. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut
ini, menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 : 1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu bukan sebatas kira-kira, khayalan atau dongeng semata
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru peserta didik terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari
substansi atau materi pembelajaran.