Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ

46 telah dirintis oleh para misionaris pendahulu serta membangun keselamatan dan kesejahteraan rakyat miskin.

A. Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ

Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengharapkan supaya umat yang dilayani dapat merasakan dan mencecap kehadiran Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian melalui pertanian menjadi pilihan bidang sebagai jalan untuk berkarya mewartakan Injil. Dalam karya misi untuk mewartakan Injil muncul berbagai hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh Rm. Johannes Baptis Prennthaler SJ. Akan tetapi, semangat kemisionarisan dan kecintaan kepada umat menjadikan Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ pribadi yang tangguh untuk tetap berkarya dalam berbagai tantangan dan permasalahan hingga akhir hidup.

1. Situasi Umum Tempat Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler

SJ Tanah Jawa khususnya daerah Pegunungan Menoreh merupakan lahan karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. Dalam berkarya di daerah Pegunungan Menoreh, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ menemukan banyak pengalaman baru, seperti mengelilingi daerah Pegunungan Menoreh yang luas, bertemu dengan orang-orang baru dengan budaya dan kebiasaan yang berbeda, hingga permasalahan-permasalahan yang menjadi tantangan bagi karya misi. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dalam berkarya mempertimbangkan keadaan 47 geografis, keadaan sosial ekonomi, dan keadaan keagamaan umat sebagai langkah untuk menghadapi tantangan-tantangan karya misi. a. Keadaan Geografis Tempat Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ adalah seorang misionaris yang berkarya di daerah Pegunungan Menoreh. Pegunungan Menoreh merupakan barisan pegunungan yang membentang di wilayah Kulonprogo, Purworejo dan Magelang. Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di Pegunungan Menoreh meliputi daerah Borobudur, Mendut, Kalibawang, dan Boro. Dari sekian tempat karya misi, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ sangat mencintai desa Boro dan berkarya di tempat ini hingga akhir hidup. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ menjadikan desa Boro sebagai pusat pelayanan karena merupakan tempat yang strategis Budi Purwantoro, 2012: 160. Secara geografis desa Boro berada di lereng Pegunungan Menoreh yang dihimpit oleh jurang dan lembah. Akses jalan yang dapat ditempuh sangat terbatas melalui jalan setapak yang cukup sempit, sehingga hanya dapat dilewati oleh sepeda dan sepeda motor. Tempat karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ membentang sepanjang Pegunungan Menoreh, di mana masih banyak hutan-hutan dan jalan terjal Hardawiryana, 2002: 22. b. Keadaan Ekonomi Umat pada Masa Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ Desa Boro pada masa karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bukanlah tempat yang subur. Desa ini diapit oleh jurang-jurang kecil dan banyak 48 tanah tandus karena tidak ada sistem irigasi yang memadai. Hampir seluruh desa ini tidak ada tanah yang subur, sehingga persawahan yang berada di desa Boro hanya cocok ditanami dengan ketela. Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat di Boro miskin dan menderita. Dalam catatan laporan anggaran Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tahun 1927 terjadi bencana kelaparan sebanyak dua kali dalam waktu tiga tahun, yaitu Juni 1924 sampai Agustus 1927 Hardawiryana, 2002: 32. Masyarakat yang jatuh miskin terpaksa meminjam uang kepada para rentenir Cina yang disertai bunga sangat besar dengan jaminan rumah, tanah dan pohon. Karena keadaan ekonomi yang sangat memprihatinkan ini, banyak orang yang berpindah ke Deli, Sumatra Utara untuk bertransmigrasi. Alasan lain yang menjadikan banyak orang pindah karena uang kas milik Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ sudah habis, sehingga tidak dapat membantu perekonomian banyak orang Hardawiryana, 2002: 33. c. Keadaan Keagamaan Umat pada Masa Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ Situasi keagamaan masyarakat di Pegunungan Menoreh dipengaruhi oleh tradisi budaya Hindu dan Islam yang sangat kuat. Masyarakat pribumi pada awal masa karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ masih menganut paham animisme yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan warisan dari para leluhur yang memberi persembahan dan sesaji kepada roh-roh yang beraneka ragam. Kebiasaan masyarakat pada saat itu adalah memberikan sesaji kepada roh-roh dan dewa-dewi 49 para leluhur, baik di hutan, pegunungan, sungai, pohon besar, batu besar dan beberapa tempat lain yang dianggap keramat Hardawiryana, 2002: 30. Masyarakat di daerah Kalibawang juga memberikan sesaji kepada dewa- dewi Hindu dari India yang dibawa ke tanah Jawa, seperti Bathara Guru, Bathara Bromo, Bathara Kolo, Bathara Suryo dan Dewi Sri . Selain itu masyarakat juga biasa memberi sesaji kepada roh-roh para wali yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa, beberapa raja tersohor di tanah Jawa seperti Panembahan Senopati, dan kepada para leluhur untuk mengenang mereka serta pusaka warisan yang diberikan oleh leluhur Hardawiryana, 2002: 30. Masyarakat yang dihadapi oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ sangat menghidupi animisme, sekaligus sinkretisme yang terdiri dari agama Buddhisme, Hinduisme, Islam dan kepercayaan primitif. Beberapa orang yang dahulu secara resmi menganut agama Budha dan berpindah menjadi Islam, pada kesempatan tertentu masih melakukan tradisi dari agama Budha pada hari raya Islam, seperti pada saat akhir masa puasa Islam, para wanita akan pergi ke Borobudur untuk memberikan sesaji di relief dinding candi supaya mendapatkan keturunan Hardawiryana, 2002: 31. d. Tantangan-tantangan Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ Karya-karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ disambut dengan baik oleh umat dan masyarakat Kalibawang. Banyak umat dan masyarakat merasakan hasil-hasil dari karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. Akan tetapi, di lain pihak terdapat banyak hambatan dan tantangan yang dialami oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dalam berkarya di daerah Kalibawang, seperti 50 keadaan geografis yang sulit dan kurangnya sarana transportasi, sehingga Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ harus berjalan kaki sejauh puluhan kilometer untuk mengajar agama dan memberikan pelayanan kesehatan kepada rakyat miskin. Tantangan lain yang dihadapi oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dalam berkarya adalah kelompok Muhammadiyah, kelompok Zending dan pemerintah Hardawiryana, 2002: 36-40. 1 Kelompok Muhammadiyah Ketika para misionaris mulai mewartakan Injil ke daerah Muntilan, Mendut dan Kalibawang, kelompok Islam Muhammadiyah juga mulai menyebarkan ajarannya dan membujuk banyak orang untuk masuk ke Muhammadiyah. Kalibawang menjadi lahan yang diperebutkan untuk penyebaran karya misi dan penyebaran ajaran Muhammadiyah. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ semakin menekankan prioritas karya misi bagi rakyat miskin untuk menghadapi propaganda dari Muhammadiyah. Pertentangan antara karya misi dengan penyebaran ajaran Muhammadiyah semakin ketat, terutama di dalam bidang pengajaran iman dan pendidikan. Ketika di desa Dekso mulai dikumpulkan para katekumenat untuk belajar katekismus, di tempat tersebut Muhammadiyah juga mendirikan serikat Muhammadiyah. Pertentangan lain yang muncul adalah perebutan sekolah. Kelurahan Degan yang merupakan bagian paling selatan dari Kalibawang telah diserahkan kepada Yayasan Kanisius untuk didirikan sekolah. Akan tetapi karena keterbatasan dana, Yayasan Kanisius tidak dapat dengan cepat mendirikan sekolah di tempat tersebut, sehingga kelompok Muhammadiyah mengambil kesempatan ini untuk 51 mendirikan sekolah dasar Muhammadiyah pada 27 September 1927 Hardawiryana, 2002: 44. 2 Kelompok Zending Pewartaan Injil di Indonesia pada masa penjajahan bangsa Eropa tidak hanya dilakukan oleh para misionaris. Kedatangan bangsa Eropa di Indonesia juga diikuti oleh kelompok Zending yaitu misionaris dari Gereja Kristen Protestan Hardawiryana, 2002: 81. Kelompok Zending juga ingin menyebarkan ajarannya di daerah Kalibawang karena daerah ini memang dianggap sebagai lahan paling subur untuk penyebaran iman. Kelompok Zending dalam penyebaran ajaran lebih maju dibadingkan para misionaris dari Gereja Katolik seperti Romo Johannes Baptist Prennthaler, karena kelompok ini telah memiliki mobil, sehingga dapat lebih mempermudah untuk berkeliling di daerah Kalibawang. Meskipun memiliki tujuan yang sama untuk mewartakan Injil, muncul pertentangan antara kelompok Zending dengan Misi di Kalibawang. Hal ini tampak jelas di dalam bidang pelayanan kesehatan. Meskipun Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bersama dengan para suster-suster St. Fransiskus telah mendirikan rumah sakit di Boro, akan tetapi tenaga dokter di rumah sakit ini adalah bantuan dari pemerintah yang diambil dari tenaga dokter dari kelompok Zending. Dr. Longkhuizen didukung oleh dr. Ofringa yang merupakan promotor kelompok Zending tidak menyediakan dokter bagi karya misi di Boro, sehingga rumah sakit St. Yusup Boro tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah yang mengakibatkan rumah sakit tersebut tutup. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ menyikapi tantangan dari kelompok Zending ini dengan meminta bantuan kepada 52 Gubernur di Yogyakarta untuk menyediakan dokter bagi rumah sakit di Boro Hardawiryana, 2002: 81-83. 3 Pemerintah Tantangan bagi karya misi yang ketiga adalah dari pihak instansi pemerintah Hindia Belanda. Sikap pemerintah kurang menunjukkan kerja sama yang baik bagi para misionaris dalam karya misi di bidang kemanusiaan. Pemerintah Hindia Belanda kurang menanggapi permintaan bantuan bagi pelayanan kesehatan rakyat miskin. Berkaitan dengan karya misi oleh para misionaris, pemerintah memilih untuk bersikap netral. Akan tetapi sikap netral ini tidak diikuti dengan dukungan positif kepada para misionaris. Sering kali, pemerintah mempersulit dalam memberikan izin diadakan rapat-rapat, pembukaan sekolah, dan karya-karya lainnya Hardawiryana, 2002: 36-38.

2. Sejarah Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ

Perkembangan iman di desa Boro dan Kalibawang tidak dapat terlepas dari peranan karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ selama kurang lebih 15 tahun. Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di daerah Kalibawang dilatarbelakangi oleh ketertarikan Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ terhadap karya-karya misi para misionaris Jesuit Provinsi Belanda di tanah Jawa, sehingga muncul rasa cinta untuk berkarya di tempat ini hingga akhir hidup Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. 53 a. Masa Kecil sampai Pendidikan Jesuit Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ Johannes Baptist Prennthaler lahir pada 18 April 1885 di Tirol, Austria. Anak berkebangsaan Jerman ini adalah anak kedua dari enam bersaudara. Orangtuanya adalah seorang petani di daerah Pegunungan Alpen. Keluarga Johannes Baptist Prennthaler adalah keluarga miskin, sama seperti dengan 99 penduduk Tirol lain yang terjerumus dalam kemiskinan. Pada masa kecil, Johannes Baptist Prennthaler sering membantu kedua orangtuanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pada 20 September 1904, Johannes Baptist Prennthaler masuk Serikat Yesus Provinsi Perancis di Lyon. Sejak awal bergabung dengan Serikat Yesus, Johannes Baptist Prennthaler sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang misionaris di Siria Bagus Laksana, 2014: 116. Ketika menjalani masa tersiat di Wina, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ menerima sebuah artikel tentang karya misi di Pulau Jawa oleh para Jesuit Provinsi Belanda. Artikel tentang karya misi di Pulau Jawa ini menggerakkan hati Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ untuk ikut berkarya bersama para Jesuit Provinsi Belanda di Pulau Jawa. Persoalan yang muncul adalah anggota Jesuit Provinsi Perancis tidak dapat berkarya di Pulau Jawa, karena Pulau Jawa merupakan lahan karya misi para Jesuit Provinsi Belanda. Oleh karena itu, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ menghadap kepada Jendral Serikat Yesus, yaitu R.P. Wlodomir Ledochowsky SJ untuk meminta izin bergabung dengan Serikat Yesus di Provinsi Belanda. Jendral Serikat Yesus memberikan izin kepada Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ untuk menjadi anggota Jesuit Provinsi Belanda, dan pada 20 September 1920 Rm. 54 Johannes Baptist Prennthaler SJ berangkat ke tanah misi di Pulau Jawa Hardawiryana, 2002: 49; bdk. Bagus Laksana, 2014: 116. b. Masa Karya Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ di Kalibawang Sebelum berkarya di Kalibawang, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bersama-sama dengan Rm. J. Mertens SJ dan Rm. Fr. Van Lith SJ mendirikan kolose Xaverius di Muntilan. Pada saat itu, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ berada dibawah pimpinan Pater O. Raaijmakers SJ sebagai pater provinsial SJ Provinsi Belanda, dan Rm. van Baal SJ sebagai superior misi di Pulau Jawa. Pada 1921, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ diutus untuk berkarya sebagai pastor di Mendut. Dalam berkarya sebagai pastor di Mendut, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ telah memulai karya kunjungan kepada umat di daerah Kalibawang pada tahun 1923. Kunjungan dari Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ ini dirasakan oleh umat sebagai kemajuan dari karya misi secara nyata pasca pembaptisan 171 orang di Sendang Sono oleh Rm. Fr. Van Lith SJ pada 1904 Hardawiryana, 2002: 50. Menurut rencana awal, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ akan berpindah ke Boro pada akhir 1928 atau awal 1929, tetapi romo pengganti di Mendut, yaitu Rm. Dieben SJ baru datang pada 29 Desember 1929. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mulai berdomisili di pastoran Boro pada 24 April 1930 bersama dengan seorang imam Jesuit pribumi yang pertama, yaitu Rm. FX. Satiman SJ. Dalam catatan masa karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di Boro, dalam misa harian ada sekitar 10 orang yang menerima komuni, sedangkan pada hari Minggu ada kurang lebih 150 orang yang menerima Sakramen 55 Pertobatan dan komuni. Kegiatan Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ setiap hari Minggu sangat melelahkan, dimana dari pukul 04.30 WIB dimulai sakramen pengakuan dosa, pukul 06.00 WIB memimpin misa, dan dari pukul 08.00-08.45 WIB menerimakan sakramen pengakuan kembali, serta pukul 09.00 WIB, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ memberikan pelajaran agama kepada para guru agama dan katekis Hardawiryana, 2002: 51-53. Lahan karya misi di daerah Kalibawang dibagi menjadi dua. Bagian Utara ditangani oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dan bagian Selatan ditangani oleh Rm. F.X. Satiman SJ. Setiap minggu, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ harus berjalan kaki sekitar 70 km Hardawiryana, 2002: 53. c. Masa Karya Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ di Rowoseneng Setelah kurang lebih 13 tahun berkarya di daerah Kalibawang dan menghasilkan banyak buah, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ memperoleh tugas karya misi yang baru. Pada 1 Agustus 1936, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ berpindah ke Rowoseneng dan bertugas menjadi pembimbing rohani bagi para pelajar di Sekolah Pertanian yang dibuka oleh para Bruder van Dongen. Tentu karya Rm. Johannes Bapstis Prennthaler SJ tidak hanya sebagai pembimbing rohani, tetapi juga tetap melaksanakan karya misi seperti di Mendut dan Boro, serta berusaha mengelola perkebunan kopi milik Misi di Pulau Jawa Hardawiryana, 2002: 58. Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di Rowoseneng tidak sesibuk ketika berkarya di Kalibawang. Dalam satu bulan, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ melakukan khotbah sebanyak 4 atau 5 kali, dan menerimakan 56 sakramen pengakuan dosa kepada kurang lebih 25 orang. Meskipun, karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tidak sesibuk seperti di Kalibawang, tetapi medan misi Rowoseneng lebih berat dibandingkan Kalibawang. Selama berkarya di Rowoseneng, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengusahakan sebuah sekolah untuk siswa-siswi Jawa di bawah pimpinan para suster. Hal ini juga menjadi perjuangan Mgr. P.J. Willikens SJ sebagai Vikaris Apostolik Batavia. Selain sekolah, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga mengusahakan pembangunan bruderan, pastoran dan gereja untuk mendukung karya penggembalaan di daerah Rowoseneng Hardawiryana, 2002: 59. d. Masa Karya Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ selama Perang Dunia II sampai Akhir Masa Hidupnya Pada tahun 1939-1945 terjadi Perang Dunia II yang dimulai dengan serangan tentara Jerman ke Belanda. Pada Perang Dunia II, Jepang berhasil menguasai Hindia Belanda. Pemerintah Jepang mengambil keputusan untuk menutup dan membubarkan semua sekolah yang didirikan oleh bangsa Eropa, termasuk Sekolah Pertanian yang didirikan oleh Bruder van Dongen di Rowoseneng. Hal ini menjadikan Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ kembali ke Kalibawang. Pada 13 Oktober 1945 diumumkan bahwa semua orang Eropa harus ditahan di kamp-kamp interniran atau kamp milik Polisi Militer, sehingga banyak misionaris dari Eropa yang ditahan dan tidak dapat berkarya. Akan tetapi, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ berhasil lolos dari Polisi Militer. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di dalam situasi yang sedang panas dan banyak ancaman dari Polisi Militer tetap berkarya mengeliling Pegunungan Menoreh untuk 57 mengurbankan Ekaristi, mengajar agama dan menerimakan sakramen pengakuan dosa bersama-sama dengan rekan Jesuit lainnya, yaitu Fr. Harsasoewita SJ dan Br. Poespaatmadja SJ Hardawiryana, 2002: 60. Setelah situasi tenang, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dapat dengan leluasa melakukan karya penggembalaan dan menjadi pastor paroki di Boro lagi. Memasuki masa Paskah, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengadakan Perayaan Tri Hari Suci di Boro seorang diri. Pada hari Senin dan Selasa, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ berkarya di Stasi Nanggulan dengan mempersembahkan Misa Suci, membaptis, menerimakan pengakuan dosa dan menerimakan komuni. Pada hari Rabu dan Kamis hal serupa juga dilakukan di stasi Ploso. Dalam catatan Rm. Johannes Baptis Prenthaler SJ selama merayakan Hari Raya Paskah jumlah orang yang menerima komuni ada 600 orang di Boro, 320 orang di Ploso dan 150 orang di Nanggulan Hardawiryana, 2002: 61. Pada hari Sabtu, 27 April 1946 Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ jatuh pingsan sebanyak dua kali dan dibawa ke Rumah Sakti St. Yusup Boro di dekat pastoran. Para suster perawat melarang Rm. Johannes Baptist Prennthaler untuk merayakan Ekaristi, tetapi karena kehendak yang kuat, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ memaksakan diri untuk tetapi merayakan Ekaristi. Ketika akan kembali ke pastoran, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ jatuh dari anak tangga di depan Gereja Boro. Keesokan harinya, pada 28 April 1946, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dipanggil Bapa di surga. Jenazah Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ selama beberapa hari disemayamkan di Susteran Fransiskanes di samping Rumah Sakit St. Yusup Boro supaya banyak umat dapat memberikan penghormatan terakhir kepada Rm. Johannes Baptis Prennthaler SJ. Pada 2 Mei 58 1946, Rm. C. Martawerdaya SJ yang didampingi oleh Rm. Sandjaja Pr dan Frater A. Sunaryo melaksanakan pemberkatan resmi jenazah Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. Dalam khotbah, Rm. C. Martawardaya SJ membacakan surat wasiat, yaitu surat salam perpisahan dari Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ yang telah ditulis pada 19 November 1945 ketika kembali pertama kali dari Rowoseneng Hardawiryana, 2002: 61-63.

3. Tujuan dan Ranah Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ

Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dimaksudkan untuk mengembangkan iman umat dan membantu umat merasakan Kerajaan Allah secara nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui ranah pendidikan, pertanian dan kesehatan. a. Tujuan Misioner Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ Karya-karya yang dilakukan oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ adalah sebuah karya misioner yang tujuan utamanya adalah menanamkan dan mengembangkan iman Kristiani. Secara khusus Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengembangkan iman Kristiani dengan membangun keselamatan dan kesejahteraan bagi umat dan rakyat miskin Hardawiryana, 2002: 64. 1 Membangun dan mengembangkan iman kristiani Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ adalah seorang Jesuit yang sungguh- sungguh menghidupi semangat dari Santo Ignatius dan secara khusus memiliki devosi kepada Bunda Maria. Dalam kehidupan sehari-hari, Rm. Johannes Baptist 59 Prenthlaer SJ selalu memegang semboyan dari spiritualitas Ignasian, yaitu Ad Maiorem Dei Gloriam atau yang sering disingkat dengan AMDG yang berarti demi lebih besarnya kemuliaan Allah. Akan tetapi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tidak hanya memegang semboyan ini saja, dalam setiap karya misi, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga menambahkan et pro salute animarum, sehingga menjadi Ad Maiorem Dei Gloriam et pro salute animarum yang berarti demi lebih besarnya kemuliaan Allah dan demi keselamatan jiwa-jiwa. Semboyan Ad Maioerem Dei Gloriam et pro salute animarum menjadi pegangan bagi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dalam karya misi supaya nilai-nilai Kerajaan Allah dapat dirasakan oleh umat secara langsung Hardawiryana, 2002: 65. Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mulai dirasakan ketika diadakan kunjungan-kunjungan di rumah umat Katolik di daerah Kalibawang pada tahun 1923. Sejak Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ berkarya di Kalibawang, iman umat Kristiani semakin berkembang. Baptisan Sendang Sono melahirkan tokoh-tokoh umat, guru agama dan katekis, serta umat yang militan, dan melalui perjuangan karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ semakin berkembangkan iman umat. Melalui khotbah-khotbah di setiap merayakan Ekaristi, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ menanamkan iman akan kemurahan hati Allah yang begitu besar seperti yang dituliskan di dalam Yoh 3:6 “Begitu besar kasih-Nya akan dunia ini, sehingga Ia telah mengurniakan Putera-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” Budi Purwantoro, 2012: 10-11. Selain menanamkan iman Kristiani akan kepercayaan kepada kasih karunia Allah, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga sangat menekankan iman 60 yang terwujud dalam rasa takut akan Allah. Hal ini diungkapkan di dalam surat wasiat salam perpisahan yang ditulis oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ pada 19 November 1945. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga menekankan bahwa rasa takut akan Allah juga sangat perlu diwujudnyatakan di dalam tindakan sehari-hari Hardawiryana, 2002: 66. 2 Membangun keselamatan dan kesejahteraan rakyat miskin Karya misi dari Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tidak hanya sebatas dalam upaya pengembangan iman. Keadaan masyarakat pada masa karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ sangat memprihatinkan. Banyak orang yang jatuh miskin, karena lahan di daerah Pegunungan Menoreh tidak subur, terlebih dalam kurun waktu tiga tahun, yaitu Juni 1924 sampai Agustus 1927, terjadi bencana kelaparan sebanyak dua kali. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ melihat situasi masyarakat yang seperti ini merasa tergerak hati untuk membantu mereka. Akan tetapi, permasalahan yang muncul adalah uang kas milik Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan umat. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ memutuskan untuk memulai bisnis prangko. Prangko-prangko didatangkan dari luar negeri seperti Belanda, Afrika dan Perancis yang diberikan oleh para penderma. Melalui bisnis ini, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mampu membantu masyarakat yang jatuh miskin. Selain, bisnis prangko, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga mengajak masyrakat untuk mengelola perkebunan kopi dan membuka pertenunan untuk mencukupi kebutuhan sandang bagi masyarakat di daerah Kalibawang Hadrawiryana, 2002: 69. Upaya lain untuk mencapai tujuan dari membangun keselamatan rakyat 61 miskin adalah dengan membangun rumah sakit St. Yusup Boro bersama dengan para suster OSF dan sekolah-sekolah bagi penduduk pribumi Hardawiryana, 2002: 16-17. b. Ranah Misioner Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ Tujuan misioner dari karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ secara tidak langsung memberikan gambaran bagaimana Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ berkarya di Kalibawang dengan fokus dalam bidang pewartaan iman dan kesejahteraan rakyat. Fokus pelayanan dalam karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dilakukan melalui ranah pendidikan, pertanian dan kesehatan Bagus Laksana, 2014: 116. 1 Pendidikan melalui persekolahan Pada masa penjajahan bangsa Eropa di Indonesia telah ada beberapa sekolah yang didirikan untuk pendidikan bagi orang Indonesia. Akan tetapi, para siswa yang boleh belajar di sekolah tersebut dibatasi hanya seorang anak ningrat atau pejabat yang bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Sedangkan, untuk para penduduk pribumi yang termasuk dalam golongan bawah tidak dapat bersekolah. Kedatangan para misionaris di Pulau Jawa membawa perubahan, seperti Rm. Fr. Van Lith SJ yang mendirikan kolose Xaverius di Muntilan dan Rm. Hoevenars SJ yang mendirikan sekolah bagi para wanita di daerah Mendut. Begitu pula karya dari Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di Kalibawang dan Rowoseneng. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengusahakan pembangunan 62 sebuah sekolah bagi rakyat miskin, sehingga anak-anak dari penduduk yang miskin juga dapat bersekolah Hardawiryana, 2002: 74-76. Sejak didirikan Yayasan Kansius pada 31 Juli 1927, banyak sekolah- sekolah Katolik yang dibuka di sekitar lahan karya misi para misionaris Jesuit di Pulau Jawa, seperti Muntilan, Mendut, Magelang, Kalibawang dan Promasan. Para misionaris, termasuk Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengusahakan pembangunan sekolah-sekolah untuk pendidikan rakyat, akan tetapi usaha para misionaris tersebut tidaklah selalu mulus, tetapi juga berbenturan dengan kepentingan pemerintah Hardawiryana, 2002: 77. 2 Pertanian Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ sangat menyadari bahwa masyarakat di daerah Kalibawang adalah masyarakat agraris. Akan tetapi tanah di daerah Pegunungan Menoreh sendiri tidak begitu subur, sehingga masyarakat menjadi miskin. Perkembangan di dalam bidang pertanian menjadi prioritas bagi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ Hardawiryana, 2002: 74. Pengembangan di dalam bidang pertanian yang dilakukan oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ adalah mengajak para masyakarat luas untuk bersama-sama mengolah hasil perkebunan kopi, dan memanfaatkan jalur irigasi yang telah dibangun oleh pemerintah Belanda di sepanjang wilayah Kalibawang. Selain itu, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bersama dengan bapak bupati di desa Pengasih mengusahakan sebuah sekolah pertanian di daerah Boro atau supaya dapat menghasilkan petani-petani yang handal Hardawiryana, 2002: 74. 63 3 Pelayanan kesehatan rakyat miskin Selain di dalam bidang pangan dan sandang, menurut Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ kesejahteraan rakyat miskin juga meliputi kesehatan. Pada masa karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ memang sering terjadi wabah penyakit seperti flu, tipus dan penyakit kulit korengan seperti yang diderita Barnabas Sarikrama seorang katekis pertama di daerah Kalibawang yang dibaptis oleh Rm. Fr. Van Lith di Sendang Sono pada 1904. Sebelum berkarya menetap di Boro sekitar tahun 1922, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ telah memulai karya di bidang kesehatan dengan cara berkeliling ke 50 desa untuk membagikan obat-obatan kepada rakyat miskin. Untuk berkeliling ke 50 desa tersebut, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ harus bersepeda beberapa hari. Selain membagikan obat-obatan, kesempatan ini dipergunakan oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler untuk menjalin komunikasi dengan rakyat miskin. Tidak hanya sebatas membagikan obat-obatan, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga merawat rakyat miskin yang jatuh sakit, seperti yang dilakukan di dalam asrama para suster di Mendut yang terkena wabah penyakit flu dan malaria Hardawiryana, 2002: 78-79. Dalam mengembangkan karya di bidang kesehatan, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bersama dengan seorang perawat dan bidan membangun sebuah rumah sakit atau paling tidak poliklinik di Boro. Akan tetapi hal ini terkendala dengan perizinan dari pemerintah, dan juga belum ada kongregasi suster yang datang di Boro. Pembangunan rumah sakit di Boro hanya menjadi berita simpang siur hingga Agustus 1928. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ pergi ke instansi- instansi pemerintah agar memperoleh izin untuk membangun sebuah rumah sakit, 64 sedangkan Vikaris Apostolik Batavia yaitu Rm. P.J Willekens SJ pergi ke Belanda untuk meminta kepada para suster St. Fransiskus OSF untuk berkarya di bidang kesehatan di Boro bersama Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. Dan pada akhirnya di Boro dapat dibangun sebuah rumah sakit pada tahun 1930 Hardawiryana, 2002: 78-79.

4. Hasil Karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ

Selama berkarya di daerah Kalibawang, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ banyak melakukan hal-hal yang membuahkan hasil yang baik. Karya dari Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bukan hanya dalam bidang ajaran iman, tetapi juga masuk ke dalam bidang lain dimana masyarakat sekitar sangat membutuhkan, seperti pendidikan, kesehatan dan pertanian. Bagi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ, Kerajaan Allah tidak cukup hanya diwartakan saja, tetapi juga harus dapat dirasakan oleh umat. Hal inilah yang menjadikan Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ banyak berkarya secara nyata di tengah-tengah umat. Secara nyata, hasil karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ adalah gereja Boro, pastoran Boro, Rumah Sakit St. Yusup Boro, Gua Maria Lourdes Sendang Sono, pabrik tenun, lonceng Prennthaler, dan semangat doa. a. Gereja Boro Benih iman Katolik di Pegunungan Menoreh dan sekitarnya berkembang dengan pesat. Untuk dapat merayakan Ekaristi setiap Minggu dibutuhkan tempat yang memadai untuk kurang lebih 700 orang. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ meminta bantuan kepada pimpinan misi di St. Claver Nethderland, dan 65 bersama-sama dengan umat membangun gedung gereja di Boro. Pembangunan gereja Boro dimulai sejak November 1930 Hardawiryana, 2002: 16. b. Pastoran Boro Pastoran Boro dibangun untuk tempat tinggal Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ ketika berpindah dari Mendut. Sejak 24 April 1930, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ telah tinggal menetap di Boro bersama dengan Rm. F.X. Satiman. Dengan adanya pastoran ini sangat membantu Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ ketika berkarya di Pegunungan Menoreh, sebab sebelum ada pastoran ini Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ seringkali jalan kaki dari Mendut dan Muntilan ke Kalibawang Hardawiryana, 2002: 17. c. Rumah Sakit St. Yusup Boro Rumah Sakit St. Yusup Boro dibangun oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bersama-sama dengan para suster Fransiskanes yang juga mulai berkarya di Kalibawang. Rumah sakit ini dibangun karena kebutuhan masyarakat yang pada saat itu banyak mengalami wabah penyakit dan bencana kelaparan. Terbentuknya rumah sakit ini juga menjadi tanda bahwa karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tidak hanya ditunjukkan kepada umat Katolik, tetapi juga kepada masyarakat luas yang juga beragama lain Hardawiryana, 2002: 17. d. Gua Maria Lourdes Sendang Sono Pada akhir tahun 1904, Rm. Fr. Van Lith SJ membaptis sebanyak 171 orang Kalibawang di sebuah sendang di bawah dua pohon Sono Haryono, 66 2013:11. Di tempat ini, Rm. Fr. Van Lith membuka karya misi di Kalibawang yang kemudian diteruskan oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. Tempat pembaptisan 171 orang di bawah pohon Sono, oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler dibangun sebuah gua Maria. Patung Bunda Maria didatangkan langsung dari Belanda Hardawiryana, 2002: 133-139. Pembangunan Gua Maria Lourdes Sendang Sono dimulai sejak Oktober 1928 dan selesai pada 19 September 1929 Budi Purwanto, 2012: 14-15. e. Pabrik Tenun Boro Pada masa karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ terlebih dari tahun 1923-1927 di Kalibawang sedang terjadi bencana kelaparan, karena banyak sawah yang tidak berhasil panen, dan masyarakat tidak bekerja. Melihat situasi seperti ini, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengambil langkah untuk membangun sebuah pabrik tenun agar dapat menyerap SDM. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bersama dengan para bruder FIC mendatangkan alat-alat tenun tradisional dari Belanda. Alat-alat tenun ini kini masih berfungsi dan tetap berproduksi untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat di sekitar Boro Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 46. f. Lonceng Prennthaler Selain gedung gereja dan gua Maria, pewartaan iman Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga membutuhkan lonceng-lonceng untuk doa Angelus. Selain untuk doa Angelus, lonceng ini juga akan dipergunakan untuk menandai bahwa Perayaan Ekaristi akan segera dimulai. Ada 15 buah lonceng yang dipesan 67 oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dari Belanda. Pada akhir 1928 lonceng- lonceng tersebut baru datang dan dipasang di beberapa tempat karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ Hardawiryana, 2002: 140-142. g. Semangat Doa Karya misi dari Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tidak hanya menghasilkan bangunan-bangunan atau materiil saja, tetapi juga dalam bentuk yang lain. Pengajaran agama menjadi fokus utama dari karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ tanpa mengesampingkan karya-karya pelayanan sosial di masyarakat. Dalam rangka katekese, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ rajin merayakan Ekaristi baik harian maupun mingguan. Dalam satu bulan Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dapat berkhotbah tiga sampai empat kali dalam Bahasa Jawa dan satu sampai dua kali dalam Bahasa Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ meneruskan cara berkarya Rm. Fr. Van Lith SJ berkaitan dengan bahasa lokal. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ juga mengajarkan tentang kebiasaan doa Angelus kepada umat. Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bersama dengan para katekis membuahkan hasil yang melimpah dalam perkembangan iman Budi Purwantoro, 2012: 22-24. Jumlah umat yang dibaptis semakin banyak, dan semakin banyak pula guru-guru agama dan katekis. Perkembangan iman di daerah Pegunungan Menoreh semakin maju dan mendapat perhatian yang khusus, supaya pada saat ini iman umat semakin cerdas, tangguh dan misioner seperti yang menjadi cita-cita dalam Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2016-2020. 68

B. Iman yang Cerdas, Tangguh dan Misioner dalam Arah Dasar