Perumusan Masalah Tinjauan Penelitian Terdahulu No.

20

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahn sebagai berikut : 1. Apakah perlakuan akuntansi pembiayaan murabahah pada Bank Syariah yang terdaftar di BEItelah sesuia dengan PSAK No. 59? 2. Bagaimanakah pengaruh pengakuan dan pengukuran pembiayaan murabahah pada Bank Syariah yang terdaftar di BEI terhadap penyajian laporan keuangan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlakuan akuntasi pembiayaan murabahah yang diterapkan pada tiga perbankan syariah yaitu PT. Bank Muamalat Indoneisa, PT. BNI Syariah dan PT. Bank Syariah Mandiri berdasarkan PSAK No.59 dan pengaruh pengakuan serta pengukuran pembiayaan murabahah terhadap laporan kuangan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi serta manfaat kepada beberapa pihak, yaitu bagi penulis, bagi perbankan syariah tersebut di atas dan bagi penulis berikutnya, serta bagi stakeholders yang berkentingan. 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan serta memberikan tambahan wawasan pengalaman dengan Universitas Sumatera Utara 21 merealisasikan ilmu dan teori yang diperoleh penulis di Fakultas Ekonomi USU. 2. Bagi perbankan syariah yang dimaksud, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang berkaitqan dengan pembiayaan murabahah berdasarkan PSAK No.59 3. Bagi calon penulis berikutnya, hasil peneliain ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan bahan masukan. 4. Bagi stakeholders, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan. Universitas Sumatera Utara 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Sejarah Perbankan Syariah Perbankan syariah atau perbankan Islam al-masharafiah al-Islamiyah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaanya berdasarkan hukum Islam syariah. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam unutk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman riba, serta larangan unutk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang haram. Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi amakanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim didunia. Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh ekonom disebut sebagai “kapitalisme Islam”, telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang Universitas Sumatera Utara 23 dinar yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekomoni. Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neoravivalis dan medernis, sekitar tahun 1940-an. Di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir. Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15 pertahun, dan menunjukan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan. Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beropersai di seluruh dunia, yaitu di negara- negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negar-negar lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Deperkirakan lebih dari AS 822.000.000.000 aset diseluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5 dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005. Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 hingga mencapai AS 25 miliar pada 2010. Universitas Sumatera Utara 24

2.1.2 Karakteristik dan Prinsip Bank Syariah

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang beberapa unsur di bawah dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut. Karakteristik bank syariah yang merupakan perwujudan dari prinsip ekonomi Islam yang tertera di dalam SAK 2002:59.3, antara lain sebagai berikut: a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya, b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang time value of money, c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas, d. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang, e. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersefat spekulatif, f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad. Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance 1980 berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam ekonominya. Universitas Sumatera Utara 25

2.1.3 Prinsip Dasar Pembiayaan Bank Syariah

Produk perbankan syariah saat ini, sebagaian besar sebenarnya merupakan perpaduan antara praktek-praktek yang dilakukan perbankan konvensional dengan prinsip dasar transaksi ekonomi Islam, yang kenyataanya dengan keluwesannya produk-produk perbankan syariah lebih luas dan lebih lengkap dibanding dengan produk perbankan konvensional. Kegiatan usaha atas produk-produk yang dijalankan oleh perbankan syariah dibagi ke dalam tiga bagian besar, yaitu : penghimpun dana funding, penyaluran dana financing, dan jasa keuangan

2.1.3.1 Penghimpun Dana funding

Produk penghimpun dana bank syariah terbagi menjadi produk dana simpanan dan produk dana investasi, dimana perbedaan keduanya terletak pada motif dasar nasabah. Dana simpanan merupakan dana pihak ketiga atau dana masyarakat yang dititipkan dan disimpan di bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada bank dengan media penarikan tertentu. Produk dana simpanan bank syariah ini menggunakan prinsip Wadi’ah, yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan pihak yang akan menyimpan barang dengan tujuan menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian, dan sebagainya. Menurut IAI 2002: 59.43, “Wadi’ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan Universitas Sumatera Utara 26 menghendaki, bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan”. Ada dua jenis Wadi’ah, yaitu: • Wadi’ah yad al-manah atau titipan murni, adalah pihak yang dititipbankmustawda’ tidak boleh memnfaatkan barang yang dititpkan dan sebagai imbalan atas pemelirahaan barang tersebut, pihak yang menerima titipanbank dapat meminta biaya penitipan • Wadi’ah yad al-dhamanah atau titipan yang mengandung pengertian bahwa penerima titipan doperbolehkan memanfaatkan dan berhak mendapat keuntungan dari barang titipan tersebut dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya, dan penerima titipan apabila terjadi kerusakan. Dana investasi merupakan salah satu produk bank syariah yang berbeda dengna produk di perbankan konvensional. Produk ini dirancang untuk masyarakat yang tertarik dengan sistem bagi hasil. Berbeda dengan dana simpanan, dana investasi tidak dapat ditarik sewaktu-waktu, melainkan sesuai degan kesepakatan antara bank dengan nasabahinvestor. Prinsip yang digunakan produk ini adalah prinsip mudharabah, yaitu dengan sistem bagi hasil Profit-Loss SharingPLS dari bank untuk investor. Prinsip Mudharabah adalah akad kerjasama antara shahibul maal pemilik dana dan mudharib pengelola dana untuk Universitas Sumatera Utara 27 mencari keuntungan dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Menurut Abdulah Saed 2004: 77, “Mudharabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab al-mal investor mempercayakan uangnya kepada pihak kedua, yang disebut mudharib.

2.1.3.2 Penyaluran Dana financing

Produk-produk perbankan syari’ah sebenarnya terbentuk dari prinsip-prinsip dasar transaksi ekonomi Islam. Pembentukan tersebut dapat terjadi secara tunggal maupun integrasi beberapa prinsip dasar transaksi ekonomi Islam, sehingga wajar jika terdapat beberapa produk perbankan syari’ah yang ternyata dapat dibentuk dalam beberapa kombinasi integrasi prinsip dasar transaksi ekonomi Islam yang berbeda. Terdapat tiga produk penyaluran dana yaitu: • Bai’ Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudain menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai dengan akad diawal dan besarnya angsuran sama dengan harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bankkeuntungan bank 100 juta, maka yang dibayar Universitas Sumatera Utara 28 nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara bank dan nasabah. • Bai’ As-Salam, bank akan membelikan barang yang dibutuhkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh : pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek 2-6 bulan. Karena barang yang dibeli misalnya padi, jagung, cabai tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai’ as-salam kepada pembeli kedua misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir. Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekaman yang direkomendasikan penjual. • Bai’ Al-istishna’, merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pkerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut. Universitas Sumatera Utara 29

2.1.3.3 Jasa Keuangan

Aktivitas jasa keuangan ini merupakan aktivitas yang meliputi seluruh layanan non-pembiyaan yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya. Transksi yang termasuk pada produk jasa keuangan ini adalah sharf. Menurut IAI 2002:59.24, “sharf adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.” Transksi valuta asing pada bank syariah hanya dapat dilakukan unutk tujuan melindungi nilai hedging dan tidak dibenarkan unutk tujuan spekulatif. Selisih antara kurs yang diperjanjikan dalam kontrak dan kurs tunai mark to market pada tanggal penyerahan valuta diakui sebagai keuntungankerugian pada saat penyerahaanpenerimaan dana. 2.2 Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan 2.2.1 Pengertian Pembiayaan Pengertian pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah kepada penambahan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolaan barang produksi. Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya disebut sebagai aktivitas produktif. Menurut ketentuan Bank Indonesia aktivitas produksi adalah penanaman dana Bank syariah baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing Universitas Sumatera Utara 30 dalam modal. Penyertaan modal sementara, komitmen dan kontejensi pada rekening administrative serta Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia No.57PBI2003. Tujuan Bank Syariah dibedakan menjadi dua bagian yaitu tujuan pembiyaan mikro dan makro. Secara makro bertujuan untuk : • Peningkatan ekonomi umat • Meningkatkan produktivitas • Tersedianya dana bagi peningkatan usaha Sedangkan secara mikro bertujuan untuk : • Upaya memaksimalkan laba • Upaya memaksimalkan resiko • Pendayagunaan sumber ekonomi • Penyaluran kelebihan dana Oleh karena itu tujuan pembiayaan yang dilaksanakn oleh Bank Syariah adalah untuk memenuhi kebutuhan stakeholder, yakni : • Pemilik Dari sumber pendapatan diatas para pemilik modal mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut. • Pegawai Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejaheraan dari bank tersebut. Universitas Sumatera Utara 31 • Masyarakat - Pemilik dana, sebagaimana pemilik mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan memperoleh bagi hasil - Debitur yang bersangkutan, para debitur dengan penyedia dana baginya mereka tebantu guna menjalankan usahanya - Bank, bagi bank yang berasangkutan dari pembiayaan diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya semakin luas. - Pemerintah, akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembanguan negara disamping memperoleh pajak penghasilan yang diperoleh bank dan perusahaan- perusahaan.

2.2.2 Pengertian Sistem dan Sistem Pembiayaan Syariah

Menurut para ahli sciences Huse dan Bowdict menyatakan sistem adalah “suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh satu bagian akan mempengaruhi keseluruhan”. Begitu juga menurut Sudikno 1991 : 102 yang menyatakan sistem adalah “satu kesatuan yang utuh, terdiri dari bagian- bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yakni unsur- Universitas Sumatera Utara 32 unsur tersebut berinteraksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan. Sedangkan Antonio 2001 : 160 menyatakan bahwa Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam prakteknya di lembaga perbankan syariah telah membentuk sebuah sub sistem, sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dilihat dari sudut pandang ekonomi bahwa berdasarkan sifat penggunaanya dapat dibagi menjadi dua hal : 1. Pembiayaan produktif antara lain pembiayaan uasaha produksi terdiri dari pembiayaan likuiditas, piutang dan persediaan modal, pembiayan modal kerja untuk perdagangan terdiri dari : perdagangan umum dan perdagangan berdasarkan pesanan dan pembiayaan investasi. 2. Pembiayaan konsumtif baik sekunder maupun primer Ekonomi melihat pembiayan dari segi kemanfaatan fasilitas pembiayaan yakni profitable dan non profitable sedangkan yuridis melihatnya dari segi perjanjian yang dibentuknya yaitu meliputi struktur perjanjian secara menyeluruh. Tujuan meninjau pembiayaan syariah dari segi yuridis hukum positip adalah guna menemukan kaidah hukum positip untuk menyelesaikan dispute yang terjadi, sehingga keberadaan bank syariah tetap eksis dan mempunyai kepastian hukum di dalam aktifitasnya, sebab mau atau tidak perbankan syariah harus tetap mengikuti UU RI. Sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang yuridis adalah: pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip musyarakah, pembiayaan jual beli berdasarkan murabahah, prinsip ijarah sewa murni dan ijarah al-muntahia bit-tamlik sewa beli atau sewa dengan hak opsi. Universitas Sumatera Utara 33 2.3 Sistem Pembiayaan Murabahah 2.3.1 Landasan Hukum Di dalam Al-Qur’an, pembahasan secara langsug mengenai murabahah tidak ada, walaupun terdapat beberapa ayat yang menunujukkan kajian yang terkait dengannya seperti pembahasan mengenai jual-beli ataupun permasalahan keuntungan dan kerugian dalam suatu perdagangan. Demikian pula halnya dengan hadis-hadis Rasulullah Saw, tidak ada satupun hadist yang membahas atau memiliki rujukan langsung mengenai permasalahan murabahah ini. Landasan hukum pembiayaan murabahah terangkum dalam Undang- Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04DSN-MUIIV2000 juga mengenai ketentuan transaksi murabahah. Fatwa tersebut membahas tentang ketentuan umum murabahah dalam bank syariah, ketentuan murabahah kepada nasabah, jaminan, utang dalam murabahah, penundaan pembayaran, dan kondisi bangkrut pada nasabah murabahah. Adapun yang menjadi landasan hukum syariah dari pembiayaan murabahah ini adalah Al-Qur’an ayat 29 dari surat An-Nisa yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan hak sesamamu dengan jalan bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang bagimu”. Universitas Sumatera Utara 34

2.3.2 Rukun dan Syarat Murabahah

Murabahah merupakan pembiayaan yang memposisikan nasabah sebagai pembeli dan bank sebagai penjual, dan opersaional murabahah ini murni menggunakan rukun dan syarat jual beli dimana terdapat beberapa hal yang harus ada dalam transaksi jual beli tersebut. Harus ada penjual, pembeli objek yang diperjual-belikan, ada ijab dan qabul serta akad yang menyertai perjanjian jual beli ini. Sebagai contoh, jika nasabah membutuhkan pembiayaan untuk membeli bahan bangunan guna merenovasi rumahnya, nasabah akan mengajukan daftar pembelian barang yang berisikan kebutuhan-kebutuhan material bangunan yang akan dimanfaatkan oleh nasabah. Secara konsep, Bank Syariah akan membelikan barang-barang yang dimintakan oleh nasabah tersebut, yang kemudian akan di jual kembali kepada nasabah dengan menambahkan keuntunganmargin bank. Sehingga dalam transaksinya akanada harga beli harga pokok pembelian barang, ada margin keuntungan yang diambil oleh bank, serta ada harga jual harga pokok ditambah dengan margin keuntungan. Berikut skema akad pembiayaan murabahah bank syariah Universitas Sumatera Utara 35 1 1 2 2 4 3 3a Gambar 2.1 Skema Akad Murabahah Keterangan : 1. Bank dan nasabah melakukan negoisasi untuk melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, meliputi jenis barang yang akan diperjual-belikan harganya termasuk jumlah keuntungan yang diminta bank dan jangka waktu pembayaran dan hal-hal lain yang diperlukan. 2. Bank melakukan pesanan membeli secara tunainaqdan barang kepada supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dikehendaki oleh nasabah, dengan melakukan akad jual beli surat pernyataancall memo. Nasabah tidak diperkenankan membeli secara langsung tanpa seizin bank. Negoisasi Akad Murabahah Barang Bank Nasabah Universitas Sumatera Utara 36 3. Bank dapat mewakili secara tertulis kepada nasabah untuk membeli barang untuk dan atas nama bank, dalam bentuk akad wakalahsurat kuasa yang terpisah dari akad murabahah, atau bank dapat langsung membeli kepada supplier. 4. Supplier menjual secara tunai. Dalam transaksi murabahah ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar transaksi yang dilakukan berjalan sesuai dengan syariah. Ketentuan- ketentuan tersebut dikeluarkan berdasarkan fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional DSN, Biro Perbankan Syari’ah Bank Indonesia, 2002: 5-10 yang tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 59 I. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari;ah Fatwa DSN: 04DSNIV2000 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasi. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian itu harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah pemesanan dengan harga jual senilai harga beli ditambah dengan keuntungannya. Dalam hal ini bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atas kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus kepada nasabah. Universitas Sumatera Utara 37 9. Jika bank hendak mewakili kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. II. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah. 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian barang atau asset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus terlebih dahulu membeli asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual-beli. 4. Dalam jual beli ini bank doperbolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menangani keseoakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil barang harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meninta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka : a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, maka ia tinggal membayar sisa harga; b. Jika nasabha batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bnak akibat pembatalan tersebut, dan jka uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. III. Ketentuan Jaminan Murabahah 1. Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dalam pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. IV. Ketentuan Hutang 1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan oleh nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan hutangnya kepada bank. 2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib melunasi seluruhnya. 3. Jika penjualan barang tersebut menyebabakan nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal, ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugia itu diperhitungkan. Universitas Sumatera Utara 38 V. Ketentuan Penundaan Pembayaran dalam Murabahah 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak diperkenankan menunda penyelesaian hutangnya. 2. Juka nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai esepakatan melalui musyawarah. VI. Ketentuan Bangkrut dalam Murabahah Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan telah gagal meyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. VII. Ketentuan Uang Muka dalam Murabahah Fatwa DSN: 13DSN- MUIIX2000 1. Dalam akad murabahah, emabga Keuangan Syari’ah LKS dibolehkan meminta uang muka apabila keduabelah pihak bersepakat. 2. Besar uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. 3. Jika nasabah membatalkan akad murbahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. 4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat miminta tambahan kepada nasabah. 5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikannya kelebihannya kepada nasabah. VIII. Ketentuan Diskon Murabahah Fatwa DSN: 16DSN-MUIIX2000 1. Harga tsamandalam jual beli adalah saru jumlah yang desepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai qimah benda yang menjadi objek jual-beli, lebih tingggi maupun lebih rendah. 2. Harga dalam jual-beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang doperlukan ditambah keuntungan sesuai kesepakatan. 3. Jiak dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari pemasok, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon. Karena itu, diskon adalah hak nasabah. 4. Jika pemberian diskon setelah akad, pembagian tersebut dilakukan setelah perjanjian dan ditandatangani. 5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani. IX. Ketentuan Sanksi Fatwa DSN: 17DSN-MUIIX2000 1. Sanksi yang dikenakan LKS kepada nasbah yang mampu membayar tetapi menunda-nunda pembayran dengan sengaja. 2. Nasabah yang tidak mampu membayar akibat force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. 3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pemabayaran dan atau tidak mempunyai keamauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. Universitas Sumatera Utara 39 4. Sanksi didasarkan prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. 5. Sanksi dapat nerupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. 6. Denda yang bersal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial X. Ketentuan Potongan Pelunasan Fatwa DSN: 23DSN-MUIIX2000 1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad. 2. Besarnya potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS Proses Pembiayaan Murabahah. Proses pembiayaan merupakan aspek bagi perbankan syariah, dimana proses pembiayaan yang sehat akan berimplikasi pada investasi halal dan baik serta menghasilkan return sebagaimana yang diharapkan, atau bahkan lebih. Proses pembiayan perbankan yang sehat tidak hanya berimplikasi pada kondisi bank yang sebat tetapi juga berimplikasi pada kineja sektor riil yang dibiayai.

2.3.3 Mekanisme Pembiayaan Murabahah

Adapun proses pembiayaan murabahah dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Permohonan Pembiayaan Inisiatif pengajuan pembiayaan biasanya datang dari nasabah yang kekurangan dana, tetapi juga dapat muncul dari officer bank yang berjiwa bisnis yang mampu menangkap peluang usaha tertentu. Hal-hal yang dapat dijadikan acuan untuk menindaklanjuti sebuah usaha atau proyek yaitu : Universitas Sumatera Utara 40 1 Trend usaha;bank harus memiliki wawasan yang luas tenang usaha-usaha yang menjadi isu nasional, baik yang prospek, yang gagal ataupun usaha- usaha yang memenuhi unsur penipuan. 2 Peluang bisnis; diperlukan intuisi yang tinggi di samping wawasan bisnis yang kuat. 3 Reputasi bisnis perusahaan; pengalaman dan reputasi yang baik dapat menjadi langkah awal dalam mengambil keputusan. 4 Reputasi manajemen; hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi bank untuk memberikan pembiayaan atau tidak. b. Pengumpulan Data dam Investigasi Data yang diperlukan oleh bank menggambarkan kemampuan nasabah untuk membayar pembiayaan dari penghasilanpendapatan tetapnya. Data- data tersebut antara lain: kartu identitas nasabah, kartu keluarga, Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP, salinan rekening bank, salinan tagihan rekening telepon dan listrik, data objek pembiayaan, data jaminan. c. Analisa Pembiayaan Metode analisa yang sering digunakan yaitu 5C character, capacity, capital, collateral dan condition atau juga 4P personality, purpose, prospect dan payment, bank juga harus memperoleh informasi tentang usaha nasabah yang akan dibiayai melalui inspeksi ke lokasi usaha, melakukan penilaian terhadap keuangan perusahaan, sehingga menjadi bahan masukan bagi bank apakah nasabah mampu membayar kewajibannya. Universitas Sumatera Utara 41 d. Persetujuan Diterima atau tidaknya permohonan pembiayaan nasabah tergantung kepada kebijakan bank, dimana kebijakan tersebut dipengaruhi oleh data-data nasabah yang telah diinspeksi oleh bank. e. Pengumpulan Data Tambahan Apabila diterima, maka bank akan mengumpulkan data-data tambahan sebagai tindak lanjut pencairan dana. f. Pengikatan Ada dua macam pengikatan, yaitu : 1 Pengikatan di bawah tangan; penandatanganan akad antara bank dengan nasabah, 2 Pengikatan notarial; proses penandatanganan yang disaksikan oleh notaris. g. Pencairan Pemberian dana kepada nasabah sesuai dengan akad yang telah disepakati. h. Monitoring Monitoring dapat dilakukan dengan memantau realisasi pencapaian target usaha dengan rencana yang dibuat sebelumnya. Bila target tidak tercapai, bank harus mengambil tindakan penyelesaian masalah. Langkah- langkah monitoring antara lain yaitu memantau pengeluaran nasabah, Universitas Sumatera Utara 42 memantau pelunasan angsuran, melakukan kunjungan rutin ke lokasi usaha, memantau perkembangan usaha sejenis.

2.3.4 Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan murabahah

Murabahah merupakan salah satu produk perbankan syariah yang merupakan akad jual beli dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan margin yang disepakati oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli. Pendapatan ang diperoleh bank syariah dari pembiayaan murabahah ini mencapai antara 60-70 dari total pendapatan yang diperoleh bank dari semua produk- produk pembiayaan, dalam pembiayaan ini, harga yang disepakati adalah harga jual sedangkan harga perolehan harus diberitahukan. Apabila bank selaku penjual mendapatkan potongan dari pemasok, maka potongan tersebut merupakan hak nasabah, dan bila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat di dalam akad. Potongan tersebut diakui sebagai pengurangan biaya perolehan aktiva murabahah. Transaksi murabahah dapat dibagi menjadi dua berdasarkan akadnya yaitu murabahah berdasarkan pesanan dan murabahah tanpa pesanan. a Murabahah berdasarkan pesanan Murabahah berdasarkan pesanan bersifat lebih mengikat karena bank melakukan pembelian barang setelah ada pesanan yang dilakukan oleh nasabah, sehingga nasabah tidak dapat membatalkan barang yang telah dipesan tersebut. Nasabah diwajibkan membayar kerugian-kerugian Universitas Sumatera Utara 43 yang telah dikeluarkan oleh bank apabila barang yang telah dipesan tersebut dibatalkan dan jika terjadi penurunan nilai terhadap barang tersebut sebelum diserahkan kepada nasabah, maka hal tersebut menjadi beban bank dan bank akan mengurangi nilai akad. b Murabahah tanpa pesanan Murabahah tanpa pesanan tidak bersifat mengikat, bank menjual barang tanpa pesanan dari nasabah terlebih dahulu. Menurut IAI 2002: 59.10, pengukuran aktiva murabah setelah perolehan sebagai berikut : i. aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan mengikat: A. dinilai sebesar biaya perolehan, B. jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak atau kondisi lainnya, penurunan nilai tersebut diakui sebgai beban dan mengurangi nilai kativa. ii. apabila dlam murabahah tanpa pesanan tidak mengikat terdapat indikasi kuat pembeli batal melakukan transakasi, maka murabahah : A. dinilai berdarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasikan, mana yang leih rendah, B. jika nilai bersih yang dapat direalisasikan lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. Kelancaran opersaional dalam memberikan pembiayaan murabahah ini dijaga dengan cara bank dapat meminta nasabah menyediakan agunanjaminan Universitas Sumatera Utara 44 atas piutang tersebut, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. Cara lain, bank juga dapat meminta kepada nasabah urbun ataupun uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua pihak bersepakat. Uang muka tersebut merupkaan bagian pelunasan piutang merubahah apabila pembiayaan tersebut jadi terlaksana, tapi apabila akad tersebut batal maka uang muka tersebut harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan, bila uang muka jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah. Pengukuran urbun ataupun barang uang muka adalah sebagaimana yang diatur oleh IAI 2002: 59.11 a. urbun diakuai sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima, b. pada saat barang jadi dibeli leh nasabah, maka urn=bun diakui sebgai pembayaran piutang, c. jika barang batal dibeli nasabah, maka urbun dikembalikan kepada nasabah diperhitngkan dengna biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh bank. Pembiayaan murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun cicilan sesuai dengan persetujuan antara bank dan nasabah, dan bank dapat membrikan potongan kepada nasabah sebelum jatuh tempo. Bank berhak mengenakan denda kepada nasabah yang mampu memenuhi kewajibannya tetapi menunda- nundalalai dalam pembayran tersebut. Kecuali nasabah benar-benar terbukti tidak Universitas Sumatera Utara 45 mampu memenuhi kewajibannya. Denda diakui sebgai bagian dari dana sosial pada saat diterima. Piutang murabahah pada saat akad diakui sebesar biaya perolehan aktiva murabah ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati, dan pada akhir periode dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang piutang ragu-ragu. Keuntungan inilah yang menjadi pendapatan pada transaksi murabahah. Definisi dari pendapatan tersebut sesuai dengan yang telah dinyatakan oleh IAI 2002: 23.1, “pendapatan adalah arus masuk bruto dan manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”. Menurut IAI 2002 : 23.4 pendapatan baru dapat diakui bila kondisi berikut ini terpenuhi : a. bank telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah melakukan pengendalian efektif atas barang yang telah dijual, b. barang tidak lagi mengelola atau melakukan pngendalian efektif atas barang yang dijual, c. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan handal, d. besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan. e. Biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan handal. Menurut IAI 2002: 59.10 , keuntungan pada transaksi murabahah dapat diakui: a. Pada periode terjadinya jika akad berakhir pada laporan keuangan tahun yang sama atau, Universitas Sumatera Utara 46 b. Selama periode akad secara proporsional, jika melampaui satu periode laporan keuangan. Ada dua dasar yang dapat digunakan dalam pengakuan pendapatan murabahah, yaitu: dasar akrual accrual basic dan dasar kas cash basic. Pada accrual basic pendapatan diakui pada saat diperoleh atau pada periode terjadinya transaksi. Sedangkan cash basic pendapatan diakui pada saat kas diterima.

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu No.

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Bambang Santoso 2004 Analisis Sistem Pembiayaan Murabahah Pada Bank BNI Syariah Cabang Medan Seluruh rangkaian prosedur aplikasi pembiayaan murabahah di BNI syariah telah berjalan dengan baik. Struktur pengendalian intern berjalan dengan baik ditandai dengan adanya pemisahan batas dan wewenang di BNI Syariah. Kelemahan yang ditemukan sulitnya mendapatkan nasabah yang potensial dan dapat dipercaya. 2. Hasri Maulina 2005 Analisis Penerapan Sistem Pembiayaan Murabahah pada PT. BPR Gebu Prima Medan Pembiayaan murabahah pada PT. BPR Syariah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik dalam sistem penerpan, pengakuan dan Universitas Sumatera Utara 47 pengukuran yang diperoleh. 3. Widhayanti 2005 Analisis Efektivitas Pembiayaan Murabahah pada PT. Bank SUMUT Syariah Cabang Medan Prosedur operasional, administrasi dan aplikasi kinerja pembiayaan murabahah pada PT. Bank SUMUT Syariah telah berjalan dengan efektif. 4. Liesma Maywarni Siregar 2005 Analisis penerapan sistem pembiayaan transaksi murabahah yang diterapkan BPRS Syariah Al- Washliyah Medan Sistem pembiayaan murabahah telah sesuai dengan PSAK 59 yang menyatakan bahwa dalam murabahah, bank bertindak sebagai penjual, dansabah bertindak sebagai pembeli atas barang tersebut dalam akad menjadi objek pembiayaan dengan nilai pembiayaan sebesar harga pokok ditambah margin yang dkenakan bank. 5. Nursamian Simbolon 2007 Penerapan Standar Akuntansi Keuangan No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah pada BNI Syariah Cabang Medan BNI dalam menghimpun dana sari nasabah terdiri dari tabungan, deposito, wadiah. Seluruh produk pembiayaan sudah berjalan dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun letak perbedaan antara penelitian-penelitain terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang adalah pada objek penelitiannya. Peneliti terdahulu kebanyakan melakukan objek penelitian langsung pada perusahaan Universitas Sumatera Utara 48 yang dituju. Sedangkan penulis melakukan penelitian pada Bursa Efek Indonesia dimana terdapat perbankan syariah terdaftar didalamnya.

2.5 kerangka konseptual