12
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara adalah kebjiakan fiskal dan kebijkan moneter. Kibijakan fiskal meliputi anggaran negara,
pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan moneter menjadi tanggung jawab bank sentral atau otoritas
moneter dan bertujuan untuk memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara tersebut dan mengendalikan lembaga-lembaga keuangan yang ada
di suatu negara. Perkembangan perekonomian yang semakin kompleks tentunya
membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga keuangan. Kebijakan moneter dan perbankan merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang diarahkan untuk
mencapai sasaran pembangunan. Oleh sebab itu peranan perbankan dalam suatu negara sangat penting. Tidak ada satu negarapun yang hidup tanpa memanfaatkan
lembaga keuangan. Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islami dalam tiga
dasawarsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas moneter di berbagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim harus pula memantau dan mengendalikan
perkembangan lembaga-lembaga keuangan baru ini. Untuk melaksanakan fungsi pemantauan dan pengendalian itu maka otoritas moneter juga harus membangun
Universitas Sumatera Utara
13
seperangkat kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga-lembaga keuangan dan perbankan islami. Sebagian negara
muslim melakukan konversi mekanisme moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem islami, seperti Malaysia, Bahrain, Iran dan Pakistan dan sebagian negara
muslim lainnya seperti Indonesia, mengakomodasi perkembangan tersebut melalui “dual banking system”, dimana perbankan islami dapat beroperasi berdampingan
dengan perbankan konvensional. Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti kawasan Timur Tengah dan
Malaysia, perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap pengambangan awal. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada mulanya perbankan syariah belum mendapat perhatian yang optimal dari pemerintah, hal ini terlihat pada Undang-
Undang No 7 tahun 1992 yang belum menjelaskan adanya landasan hukum opesaional perbankan syariah. Namun, setelah adanya undang-undang baru yaitu
Undang-Undang No 10 tahun 1998 maka bank syariah telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank
syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional unutk membuka cabang syariah ataupun mengkonversi secara total
menjadi bank syariah. Dengan diakuinya dua sistem perbankan yaitu sistem bagi hasil dan sistem konvensional, maka bank syariah semakin berkembang dan mulai dikenal
oleh seluruh lapisan masyarakat di Indoneisa.
Universitas Sumatera Utara
14
Lahirnya fatwa Majelis Ulama Indonesia yang telah menfatwakan haram atas bunga bank, secara tidak langsung juga menyebabkan lahirnya bank Syariah di
Indonesia yang mampu menjawab kebutuhan lembaga keuangan yang bebas dari hal yang diharamkan masyarakat muslim di Indonesia khususnya riba.
Lembaga keuangan perbankan merupakan lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat guna
memenuhi kebutuhan dana dari pihak yang membutuhkan, baik untuk kegiatan produktif maupun konsumtif. Lembaga perbankan di Indonesia telah terbagi menjadi
dua jenis yaitu, bank yang bersifat konvensional dan bank yang bersifat syariah. Bank yang bersifat konvensional adalah bank yang pelaksanaan opersionalnya menjalankan
sistem bunga interest fee, sedangkan bank yang bersifat syariah adalah bank yang dalam pelaksanaan operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah Islam.
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah UU, No 10:1998. Bank yang berdasarkan prinsip syariah seperti halnya bank konvensional, juga
berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi intermediary institution, yaitu mengarahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan utama dan menjadi sumber uatama pendapatan bagi
bank syariah.
Universitas Sumatera Utara
15
Bentuk pembiayaan perbankan berdasarkan prinsip syariah antara lain adalah : berdasarkan prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati murabahah, pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayarannya dilakukan di muka salam, pembelian barang yang
dilakukan dengan kontrak penjualan yang disepakati istisha’, pemindahan hak guna atas barang dan jasa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan ijarah,
kerjasama uasaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan modal 100 sedangkan pihak lain menjadi pengelola mudharabah, pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal musharakah, jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua kafalah, pengalihan hutang
hawalah, dan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih dan diminta kembali qardh Antonio: 1999.
Dalam menjalankan prinsip syariahnya, bank syariah juga harus menjunjung nilai-nilai keadilan, amanah, kemitraan, transparansi dan saling menguntungkan baik
bagi bank maupun bagi nasabah yang merupakan pilar dalam melakukan aktivitas muamalah. Oleh karena itu, produk layanan perbankan harus disediakan untuk
mampu memberikan nilai tambah dalam meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Di
Indoneisa, penerapan prinsip syariah tersebut utamanya diatur dalam peraturan Bank Indonesia dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PASK No. 59.
Bank Muamalat Indonesia Tbk, Bank Negara Indonesia Syariah Persero Tbk, dan Bank Syariah Mandiri Tbk merupakan perbankan syariah yang terdaftar di
Universitas Sumatera Utara
16
BEI yang menjalankan konsep murabahah berdasarkan PSAK No. 59, yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan margin yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Perbankan syariah diatas memberikan pelayanan pembiayaan murabahah, yang berupa pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja,
serta pembiayaan konsumtif. Perbankan syariah tersebut memberikan bantuan pembiayaan dalam bentuk pembayaran secara kreditcicilan dan mempunyai beberapa
sistem, prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitur. Tingkat pembiayaan yang semakin tinggi pada suatu bank juga diiringi
dengan adanya resiko kredit yang besar pula. Resiko kredit ini harus diminimalisir agar bank dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Cara untuk meminimalisir
resiko kredit adalah dengan pengadaan suatu pengendalian yang terdiri dari beberapa kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk menjalankan fungsi pengelolaan
pembiayaan secara aman, obyektif dan sesuai dengan ketentuan syariah yang berlaku. Jika pada suatu ketika terjadi permasalahan, dimana nasabah tidak mampu
membayar kewajiban yang masih ditanggungnya, sehingga terjadi tunggakan atau kemacetan dalam pembayaran, maka untuk menjelaskan permasalahan tersebut, pihak
bank syariah akan mengklasifikasi nasabah bermasalah menjadi dua bagian. Pertama, nasabah bermasalah yang dikarenakan semata oleh resiko bisnis, artinya
ketidakmampuan untuk membayar bukan karena unsur kesengajaan, tapi memang karena adanya resiko bisnis yang menyebabkan nasabah tidak mampu membayar.
Kedua, nasabah yang memang sengaja tidak membayar kewajiban yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
17
tanggungannya. Nasabah seperti ini merupakan personifikasi dari nasabah yang menyimpang dari tanggung jawabnya.
Resiko atau permasalahan yang mungkin dapat dialami oleh bank syariah terhadap pembiayaan murabahah ini dapat di lihat dari dua sisi yaitu, dari pihak bank
sebagai pemberi pembiayaan dan dari pihak nasabah sebagai penerima pembiayaan. Dari pihak Bank :
1. Murabahah, sekalipun menyangkut jual beli barang tetapi pada
hakekatnya adalah transaksi pembiayaan. Dan fungsi bank tetap sebagai pedagang jasa yang memberikan fasilitas pembiayaan, bukan
sebagai pedagang barang. Karena secara yuridis, adalah nasabah yang membeli barang dari pemasok bukan bank. Dan bank hubungannya
dengan pemasok barang adalah sebagai kuasa dari dan atas nama nasabah bank. Dengan demikian bank harus dapat menyadari resiko,
manakala terjadi penggugatan oleh pemasiok barang apabila pemesanan barang dari nasabah dibatalkan. Atau terjadi pembatalan
ketika barang tersebut sudah berada di tangan bank. Dan bank harus menanggung semua dari pembatalan pemesanan tersebut.
2. Apabila terjadi penundaan kewajiban membayar disebabkan karena
ketidakmampuan nasabah, maka bank tidak diperbolehkan meminta nasabah membayar jumlah tambahan sebagai denda tetapi bank
menunggu nasabah sampai mampu membayar cicilan. Inilah kerugian
Universitas Sumatera Utara
18
yang harus ditanggung bank ketika nasabah tidak mampu membayar sesuai dengan jatuh tempo pembayaran yang disepakati bersama.
3. Fluktuasi harga, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual-beli tersebut ketika akad sudah ditandatangani.
4. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh
nasabah karena berbagai sebab : a barang yang di kirim rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu,
sebaiknya dilindungi dengan asuransi; b kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia
pesan. 5.
Dijual, karena murabahah bersifat jual-beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah.
Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian resiko default akan
besar. Dari pihak Nasabah :
1. Dalam setiap pendesainnan sebuah pembiayaan murabahah, faktor-
faktor yang perlu diperhatikan adalah a kebutuhan nasabah; b kemampuan finansial nasabah. Dalam hal kemampuan finansial
nasabah ketika dalam perjalanannya si nasabah tidak mampu meneruskan cicilannya ini yang menjadi beban moral bagi nasabah
Universitas Sumatera Utara
19
dan juga kemungkinan ketika ingin mengajukan pembiayaan lagi bank syariah akan berfikir dua kali, apakah nasabah ini ketika
pembiayaannya diterima mampu melunasi cicilannya. 2.
Barang yang diterima nasabah rusak ketika diterima. Hal ini yang menjadi kerugian bagi nasabah seharusnya bisa memanfaatkan
barangnya ketika diterima dari supplier atau dari bank. 3.
Barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan nasbah sehingga nasabah harus menolak barang yang dikirim oleh
pihak supplier atau bank. Oleh karena itu untuk menghindari resiko-resiko seperti yang dijabarkan
diatas, atau resiko-resiko lainnya yang mungkin terjadi, terutama atas pembiayaan murabahah, bank syariah perlu berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan PSAK, khususnya PSAK No.59 yang mengatur tentang bagaimana perlakuan akuntansi pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah. Di dalam PSAK juga diatur bagaimana pengakuan dan pengukuran terhadap pembiayaan murabahah.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai “Penerapan Akuntansi Perbankan Syariah Untuk Produk
Pembiayaan Murabahah Berdasarkan PSAK No.59 Pada Perbankan Syariah Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Universitas Sumatera Utara
20
1.2 Perumusan Masalah