B06VI2008, Nomor 01BAWASLUKBVI2008 tertanggal 27 Juni 2008, tentang “Sentra Penegakan Hukum Terpadu dan Pola Penangan Perkara Tindak Pidana
Pemilu Legislatif Tahun 2009”. Dengan terbentuknya wadah penegakan hukum tindak pidana pemilu terpadu ini diharapkan dapat diwujudkan penanganan
pelanggarantindak pidana pemilu sesuai dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak yang pada akhirnya
dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
73
D. Penegakan Hukum Dalam Perkara Tindak Pidana Pemilihan Umum Pelanggaran Larangan Kampanye.
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum
memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata.
Sedangkan fungsi hukum menurut Padomo didalam buku H. Muhammad Tahir Azhary tentang Negara Hukum, ada tiga fungsi hukum dilihat dari “cara
pandang berdasarkan asas kekeluargaan” yaitu: 1 menegakan demokrasi sesuai dengan rumusan tujuan pokok system pemerintahan negara dalam
penjelasan UUD 1945; 2 mewujudkan keadilan social sesuai dengan pasal 33 UUD 1945; dan 3 menegakan perikemanusiaan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa dan dilaksanakan secara adil dan beradab. Fungsi hukum Indonesia adalah sebagai suatu pengayoman.
74
Membahas tentang penegakan hukum tidak hanya menegenai “manusianya” polisi, jaksa, hakim. Sebagai sistem penegak hukum menyangkut berbagai
subsistem, yaitu : a Kelembagaan penegak hukum; b Sumber dayapenegak hukum; c Tata cara mekanisme penegak hukum; d
Prasarana dan sarana penegak hukum.
75
73
Eko Wilyono, Varia Peradilan No. 284, Jakarta, 2009, hlm. 25
Walaupun dalam melakukan penegakan hukum terdapat berbagai kendala yang dihadapi masing-masing
sub-sistem namun masing-masing sub-sistem harus menyadari bahwa penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya
74
H.Muhammad Tahir Azhary,Negara Hukum,Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm. 95 sd 96
75
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian, Op.Cit. hlm. 14
Universitas Sumatera Utara
guna bagi masyarakat, namun disamping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum tercapai suatu keadilan.
76
Pada tulisan ini dibahas tentang penegakan hukum dalam perkara tindak pidana pemilu pada pemilu legislatif tahun 2009 tentang pelanggaran larangan
kampanye yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor: 116pid.B2009PN Psp Jo. Pengadilan Tinggi Medan Nomor:
199PID2009PT.MDN. Dugaan perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye
ini berawal dari laporan Fachrudin Harahap kepada Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Ulu Barumun pada tanggal 31 Januari 2009 karena adanya
penempelan contoh surat suara pemilu 2009 yang memuat nama H. Iskan Qolba Lubis, MA Caleg DPR RI Nomor Urut 1 Daerah Pemilihan Sumut II
dari Partai Keadilan Sejahtera, contoh surat suara tersebut juga mencantumkan gambar dan nama partai politik lain, tertempel dikedai kopi di
Kecamatan Ulu Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 01 Pebruari 2009 laporan tersebut disampaikan oleh
Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Ulu Barumun kepada Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Padang Lawas.
77
Dalam menyampaikan laporan kepada pengawas pemilu sebenarnya harus dibuat secara tertulis dengan melengkapi sarat-sarat yang telah ditentukan. Pasal 247
Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyebutkan “Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan secara tertulis kepada Bawaslu,
Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupatenkota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dengan paling sedikit memuat:
a. Nama dan alamat pelapor;
76
Syafruddin Kalo, Teori Penemuan Hukum, Diktat Untuk Mata Kuliah Teori Hukum Dan Penemuan Hukum Pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan,
2004, hlm. 50
77
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Surat Dakwaan, 2009, hlm.2.
Universitas Sumatera Utara
b. Pihak terlapor;
c. Waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. Uraian kejadian.
Selanjutnya Pasal 247 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyebutkan “Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan paling
lama 3 tiga hari sejak terjadinya pelanggaran Pemilu”. Jika dilihat dari sarat-sarat yang harus dipenuhi untuk menyampaikan laporan
pelanggaran dalam tahapan penyelenggaraan pemilu dihubungkan dengan batas waktu paling lama 3 tiga hari sejak terjadinya pelanggaran, ketentuan ini dapat
menjadi kendala ataupun menimbulkan kekeliruan ketika menyampaikan laporan adanya pelanggaran pemilu, dan sebaliknya dapat memberi peluang kepada pelaku
pelanggaran terlepas dari tuntutan hukum karena bisa jadi pelapor menemukan adanya pelanggaran pemilu namun tidak jelas siapa pelakunya, atau pelapor
mengetahui adanya pelanggaran pemilu tetapi kejadiannya sudah lebih dari 3 tiga hari.
Sehubungan adanya temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu kecamatan Ulu Barumun kepada Panwaslu Kabupaten Padang Lawas tentang dugaan
terjadinya tindak pidana pemilu pelanggaran larangan kampanye maka terhadap laporan tersebut terlebih dahulu dilakukan kajian tentang kebenaran
permasalahannya.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 247 Ayat 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 menyebutkan “Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupatenkota,
Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri mengkaji setiap laporan pelanggaran yang diterima”. Jika dari hasil kajian laporan
dimaksud terbukti kebenarannya maka laporan tersebut wajib ditindaklanjuti paling lama 3 tiga hari setelah laporan diterima, jika dalam rangka menindaklanjuti laporan
tersebut masih diperlukan keterangan tambahan maka jangka waktu yang dibolehkan paling lama 5 lima hari sejak laporan diterima.
Pasal 247 Ayat 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008menyebutkan “Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terbukti
kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupatenkota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri wajib
menindaklanjuti laporan paling lama 3 tiga hari setelah laporan diterima.” Selanjutnya didalam Pasal 247 Ayat 7 disebutkan “Dalam hal Bawaslu, Panwaslu
provinsi, Panwaslu kabupatenkota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri memerlukan keterangan tambahan dari
pelapor mengenai tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan paling lama 5 lima hari setelah laporan diterima.”
jika dari kajiannya ternyata ada terjadi pelanggaran pidana pemilu maka menurut ketentuan Pasal 247 Ayat 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
laporan pelanggaran pemilu diteruskan kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Panwaslu Kabupaten Padang Lawas setelah menerima laporan dari Panwaslu Kecamatan Ulu Barumun kemudian mengumpulkan bukti-bukti dan meminta
klarifikasi dari Sole Hasibuan kemudian membuat Berita Acara Klarifikasi. Adapun Berita Acara Klarifikasi terhadap Soleh Hasibuan tersebut tertulis
bahwa Sole Hasibuan mengakui ada menempelkan contoh mencontreng surat suara pada pemilu 2009 yang memuat nama H. Iskan Qolba Lubis, MA Caleg
DPR RI Nomor Urut 1 Daerah Pemilihan Sumut II dari Partai Keadilan Sejahtera, selain itu juga terdapat gambar dan nama partai politik lain”
perbuatan tersebut dilakukan oleh saksi karena disuruh oleh H. Iskan Qolba Lubis, MA.
78
Setelah mengumpulkan bukti-bukti dan mendapatkan Berita Acara Klarifikasi dari Sole Hasibuan kemudian Ketua Panwaslu Kabupaten Padang Lawas
menyampaikan laporan kepada Kepolisian Resor Tapanuli Selatan, dengan Laporan Polisi No. Pol. : LP01II2009TPS-Gakumdu Pemilu, tanggal 7 Februari 2009 An.
Pelapor Hafni Harista Hasibuan,SH. Selaku Ketua Panwaslu Kabupaten Padang Lawas.
Proses penyidikan perkara dugaan tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye ini dimulai ketika Kepolisian Resor Tapanuli Selatan selaku
Penyidik Gakumdu Pemilu Legislatif Tahun 2009 menerima laporan dari Panwaslu Kabupaten Padang Lawas.
Pasal 1 Angka 2 K.U.H.A.P. menyatakan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
78
Berita Acara Klarifikasi Sole Hasibuan, Sibuhuan, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Dari batasan pengertian begrips bepaling sesuai konteks Pasal 1 angka 2 K.U.H.A.P., dengan konkret dan factual dimensi penyidikan tersebut dimulai
ketika terjadinya tindak pidana sehingga melalui proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan tentang aspek-aspek sebagai berikut:
-
Tindak pidana yang telah dilakukan. -
Tempat tindak pidana dilakukan locus delicti. -
Waktu tindak pidana dilakukan tempus delicti. -
Cara tindak pidana dilakukan. -
Dengan alat apa tindak pidana dilakukan. -
Latar belakang sampai tindak pidana tersebut dilakukan. -
Siapa pelakunya.
79
Kepolisian Resor Tapanuli Selatan selaku Penyidik Gakumdu Pemilu Legislatif setelah menerima laporan dari Hafni Harista Hasibuan,SH. Ketua
Panwaslu Kabupaten Padang Lawas kemudian melakukan penyidikan memanggil H. Iskan Qolba Lubis, MA untuk hadir pada tanggal 11 Februari 2009 untuk didengar
keterangannya sebagai tersangka dengan sangkaan dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu membawa atau menggunakan tanda gambar
dan atau atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 ayat 1 huruf i Jo pasal 270
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu.
80
Pada tanggal 11 Pebruari 2009 tersangka dengan didampingi oleh AdvokatPenasihat Hukum telah menghadiri panggilan dari Kepolisian Resor
Tapanuli Selatan selaku Penyidik Gakumdu Pemilu Legislatif, terhadap tersangka telah diambil Berita Acara Pemeriksaan, adapun keterangan tersangka pada pokoknya
adalah sebagai berikut:
81
- Tersangka menerangkan dirinya benar sebagai Caleg DPR RI dari Partai
Keadilan Sejahtera untuk Daerah Pemilihan Sumut II, Nomor urut 1;
79
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik Dan Permasalahannya, Bandung: Alumni, 2007, hlm. 54, 55
80
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Tapanuli Selatan, Surat Panggilan No. Pol.: S. PGL.06II2009Gakkumdu Pemilu, Padangsidimpuan: 7 Februari
2009.
81
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Tapanuli Selatan, Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, Padangsidimpuan: 11 Februari 2009
Universitas Sumatera Utara
- Tersangka menerangkan ada menerima kiriman dari Dewan Pimpinan
Pusat Partai Keadilan Sejahtera berupa contoh surat suara pemilu legislatif tahun 2009 pada contoh surat sura tersebut tercantum nama tersangka
sebagai Caleg DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera untuk Daerah Pemilihan Sumut II, Nomor urut 1 dan juga tercantum logo dan nama
partai peserta pemilu lain, contoh surat suara tersebut kemudian disosialisasikan secara lisan oleh tersangka kepada keluarga dan
masyarakat;
- Tersangka menerangkan dicantumkannya logo dan nama partai politik
peserta pemilu lain merupakan bentuk sosialisai kepada masyarakat, bahwa selain Partai Keadilan Sejahtera ada juga partai-partai lain yang ikut
sebagai peserta pemilu, dan hal ini tidak bertentangan dengan Undang- undang No. 10 Tahun 2008;
- Tersangka menerangkan tidak ada menyuruh Soleh Hasibuan maupun
orang lain untuk pemasangan contoh surat suara pemilu 2009 dimaksud. Pada tanggal 12 Februari 2009 Kepolisian Resor Tapanuli Selatan melakukan
pemanggilan terhadap H. Iskan Qolba Lubis,MA, supaya hadir pada tanggal 17 Februari 2009 untuk pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka.
82
Pada tanggal 17 Februari 2009 tersangka H. Iskan Qolba Lubis, MA didampingi oleh
AdvokatPenasihat Hukum menghadiri panggilan dari Kepolisian Resor Tapanuli Selatan selaku penyidik Gakumdu dan terhadap dirinya telah diambil Berita Acara
Pemeriksan Tersangka-Lanjutan.
83
Sehubungan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik proses tersebut harus diberitahukan kepada kejaksaan. Pasal 109 Ayat 1 K.U.H.A.P. menyatakan
“Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum”.
82
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Tapanuli Selatan, Surat Panggilan No. Pol.: S. PGL.09II2009Gakkumdu Pemilu, Padangsidimpuan: 12 Februari
2009.
83
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Tapanuli Selatan, Berita Acara Pemeriksaan Tersangka-Lanjutan, Padangsidimpuan: 17 Februari 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pemberitahuan penyidik kepada kejaksaan ini bersamaan dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan SPDP kepada kejaksaan.
Kejaksaan setelah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan mempersiapkan petunjuk kepada penyidik guna merampungkan berkas
perkara yang selanjutnya jika berkas perkara “hasil penyidikan yang lengkap” telah diterima oleh kepala Kejaksaan Negeri, maka ia memerintahkan Kasi
Pidum untuk mempersiapkan Surat penunjukan penuntut umum dan penuntut umum pengganti. Surat penujukan tersebut disebut PK-5A Lampiran VI.
84
Pada tanggal 25 Februari 2009 Kepolisian Resor Tapanuli Selatan memanggil kembali H. Iskan Qolba Lubis,MA untuk hadir pada tanggal 27 Februari 2009
menghadap Kasat Reskrim Polres Tapsel selaku Penyidik Pemilu Legislatif 2009 AKP.SM. Siregar,SH untuk Penyelesaian Tahap II dalam perkara
tindak pidana setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu dengan membawa atau menggunakan tanda gambar dan
atau atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 ayat 1 huruf I Jo pasal
270 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu.
85
Pada tanggal 27 Februari 2009 tersangka H. Iskan Qolba Lubis, MA didampingi oleh AdvokatPenasihat Hukum hadir di Kepolisian Resor Tapanuli
Selatan menghadap kepada Kasat Reskrim Polres Tapsel selaku Penyidik Pemilu Legislatif 2009, selanjutnya perkara ini dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri
Padangsidimpuan untuk proses penuntutan. Kepolisian Resort Tapanuli Selatan selaku Penyidik Pemilu Legislatif 2009
melakukan penyidikan perkara tindak pidana pemilu ini selama 20 dua puluh hari yaitu sejak tanggal 7 Februari 2009 diterimanya laporan dari Hafni Harista
Hasibuan,SH. Selaku Ketua Panwaslu Kabupaten Padang Lawas sampai dengan
84
Laden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana Di Kejaksaan Pengadilan Negeri Upaya Hukum Kasasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 12.
85
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Tapanuli Selatan, Surat Panggilan No. Pol.: S. PGL.10II2009Gakkumdu Pemilu, Padangsidimpuan: 25 Februari
2009.
Universitas Sumatera Utara
tanggal 27 Februari 2009 penyelesaian Tahap II berupa pelimpahan berkas perkara dan penyerahan tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kantor Kejaksaan
Negeri Padangsidimpuan. Pasal 253 ayat 1, 2, dan 3 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008
menyatakan: 1
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14
empat belas hari sejak menerima menerima laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupatenkota.
2 Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, dalam waktu paling lama
3 tiga hari penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik kepolisian disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk
dilengkapi. 3
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 tiga hari sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat
2 harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum.
Proses penuntutan perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampaye ini diawali dengan pengajuan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan. Pasal 1 angka 7 K.U.H.A.P. menyatakan penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di
siding Pengadilan. Gambaran pengertian jaksa sebagai penuntut umum, oleh KUHAP telah
ditempatkan dalam suatu kedudukan sebagai instansi “penuntut” dalam wewenang melakukan penuntutan atas setiap perkara. Dalam melaksanakan fungsi dan
wewenang penuntutan tersebut: -
Pada satu pihak menerima berkas perkara hasil pemeriksaan penyidikan dari penyidik,
- Dan pada pihak lain, berkas perkara yang diterimanya dilimpahkan kepada hakim
untuk dituntut dan diperiksa dalam sidang pengadilan.
86
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan setelah menerima pelimpahan berkas perkara dan tersangka dari penyidik kemudian
melimpahkan berkas disertai surat dakwaan kepada hakim. Surat Dakwaan adalah akta yang menjadi dasar bagi pemeriksaan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,
maupun Mahkamah Agung.
87
Adapun Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:
88
86
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan Edidi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 3.
87
Laden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana Di Kejaksaan Pengadilan Negeri Upaya Hukum Kasasi, Op. Cit, hlm. 21
88
Kejaksaan Negeri Padang Sidimpuan, Surat Dakwaan Reg. Perkara Nomor: PDM- 01PSPP022009, Padangsidimpuan, 27 Februari 2009, Op. Cit.
Universitas Sumatera Utara
- Bahwa terdakwa HAJI ISKAN QOLBA LUBIS, MA pada hari Sabtu tanggal 31
Januari 2009 sekira pukul 10. 00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Januari 2009 bertempat di kedai kopi milik NAZJARUDDIN
NASUTION di Desa Pasar Ipuh, Kec. Ulu Barumun Kab. Padang Lawas atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan “Membawa atau menggunakan tanda gambar dan atau atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut
Peserta Pemilu yang bersangkutan”
yaitu berupa contoh tata cara mencontreng surat suara pamilu 2009 atas nama terdakwa ISKAN KOLBA LUBIS,MA Caleg
DPR RI Dapil Sumut II nomor urut 1dari Partai Keadilan Sejahtera yang melibatkan lambang dan nama partai lain. Contoh surat suara tersebut
ditempelkan oleh SOLEH HASIBUAN di kedai kopi milik NAZJARUDDIN NASUTION di Desa Pasar Ipuh Kec. Ulu Barumun Kab. Padang Lawas dan di
kedai kopi milik INDO HASIBUAN di Desa Paringonan Kec. Ulu Barumun, Kab. Padang Lawas.
- Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 84 ayat
1 huruf i Jo 270 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum.
Proses persidangan perkara pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye atas nama terdakwa H.Iskan Qolba Lubis,MA dilaksanakan di Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan. Adapun tahapan-tahapan acara persidangan terdiri dari: 1.
Pembacaan Surat Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum; 2.
Pemeriksaan saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum; 3.
Pengajuan barang bukti Jaksa Penuntut Umum berupa contoh surat suara yang didalamnya tercantum nama terdakwa H. Iskan Kolba Lubis, MA dan memuat
logo dan nama partai politik peserta pemilu lain; 4.
Keterangan saksi ahli yang diajukan oleh Penasihat Hukum; 5.
Keterangan terdaka; 6.
Pembacaan dan pengajuan Surat Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum; 7.
Pembacaan dan pengajuan Nota Pembelaan oleh Penasihat Hukum;
Universitas Sumatera Utara
8. Pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim.
Bahwa terhadap perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye ini, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Padangsidimpuan telah
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara, dengan putusan Nomor: 116 Pid.B2009PN.Psp. Dalam putusan tersebut Majelis Hakim telah menguraikan
tentang fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, diantaranya adalah:
Tentang Keterangan Saksi-Saksi:
Jaksa Penuntut Umum didalam Surat Tuntutannya menyatakan bahwa dipersidangan telah dihadirkan saksi-saksi dan telah didengarkan keterangannya.
Menurut Jaksa Penuntut Umum saksi-saksi yang diajukannya dan telah diperiksa dipersidangan ada sebanyak 11 sebelas orang diantaranya adalah:
89
1. Hafni Harista Hasibuan,SH
2. Fachruddin Harahap
3. Muhammad Rizal Efendi Hasibuan
4. Tohiruddin Daulay
5. Ali Amran, S.Ag, Msi
6. Soleh Hasibuan
7. Nasjaruddin Nasution
8. H. Puli Parisan Lubis, Lc
9. Hj. Ummi Kalsum
10. Sunardi, S.Ag
11. Bonardon Nasution
Terdakwa H. Iskan Qolba Lubis, MA melalui Penasihat Hukum didalam Nota Pembelaan PLEDOOI mengemukakan bahwa sebenarya saksi yang diajukan oleh
89
Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Surat Tuntutan Requiitorir Perkara Pidana Nomor : PDM-01PspP022009, Padangsidimpuan, 11 Maret 2009, Lembaran ke 3 sd 9.
Universitas Sumatera Utara
Jaksa Penuntut Umum dipersidangan bukan 11 sebelas orang akan tetapi hanya 8 delapan orang, diantaranya adalah:
90
1. Hafni Harista Hasibuan, SH
2. M. Rizal Efendi Hasibuan
3. Soleh Hasibuan
4. Bonardon
5. H. Puli Parisan Lubis
6. Sunardi, S. Ag.
7. Umi Kalsum
8. Ali Amran Hasibuan
Sehubungan adanya perbedaan tentang jumlah dan nama-nama saksi yang telah diajukan kepersidangan oleh Jaksa Penuntut Umum antara yang tercantum di
Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan jumlah saksi dari Jaksa Penuntut Umum yang diakui oleh Penasihat Hukum maka Majelis Hakim dalam perkara ini
telah memberi pertimbangan yaitu:
91
- Menimbang, bahwa sebelum membuktikan dakwaan, oleh karena dalam
Tuntutannya Penuntut Umum telah mencantumkan keterangan Fachruddin Harahap, Tohiruddin Daulay dan Nazaruddin Daulay sebagai keterangan
saksi, hal mana telah ditolak dengan tegas oleh terdakwa dalam pembelaannya maka Majelis Hakim terlebih dahulu akan
mempertimbangkan keberatan terdakwa tersebut;
- Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 185 ayat 1 K.U.H.A.P.
yang menentukan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan;
- Bahwa Fachruddin Harahap, Tohiruddin Daulay dan Nazaruddin Daulay
tidak pernah diperiksa dan didengar keterangannya dibawah sumpah di persidangan, oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa
keterangan ketiganya sebagai saksi sebagaimana termuat dalam surat Tuntutan Penuntut Umum menurut hukum tidak dapat dikwalifisir sebagai
90
AdvokatPenasihat Hukum Dodi Candra,SH Rekan, Nota Pembelaan Pledooi Dalam Perkara Pidana Nomor. 116Pid.B2009PN-PSP, Medan, 2009, hlm. 3 sd 9.
91
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Putusan No. 116Pid.B2009PN Psp Atas Nama TerdakwaPelanggar H.Iskan Qolba Lubis,MA, hlm. 19 sd 20.
Universitas Sumatera Utara
suatu alat bukti keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 ayat 1 huruf a K.U.HA..P;
- Menimbang, bahwa berdasarkan uraian-uraian diatas maka Majelis
Hakim telah sependapat dengan Pledooi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, sehingga sepanjang dalil pembuktian Tuntutan Penuntut Umum
mengenai keterangan saksi Fachruddin Harahap, Tohiruddin Daulay dan Nazaruddin Daulay harus dikesampingkan dan tidak memiliki nilai
pembuktian;
Dari pertimbangan Majelis Hakim diatas terungkap bahwa Jaksa Penuntut Umum didalam surat tuntutannya telah mencantumkan nama-nama saksi antara lain
Fachruddin Harahap, Tohiruddin Daulay dan Nazaruddin Daulay pada yang bersangkutan tidak pernah diperiksa dan didengar keterangannya dibawah sumpah di
persidangan. Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Padangsidimpuan didalam
putusannya menyebutkan bahwa untuk membuktikan Dakwaan Penuntut Umum telah menghadapkan saksi-saksi dibawah sumpah, diantaranya adalah:
Saksi Hafni Harista Hasibuan,SH dipersidangan pada pokoknya menerangkan:
92
- Bahwa benar, pada hari Sabtu tanggal 31 Januari 2009 sekira pukul 14.00
Wib saksi mengetahui adanya pelanggaran pemilu dari Ketua Panwaslu Kec. Ulu Barumun M. RIZAL HASIBUAN yang dilakukan oleh terdakwa
yaitu dengan menempatkan berupa selebaran surat suara pemilu 2009 atas nama ISKAN QOLBA LUBIS,MA Caleg DPR RI Nomor Urut 1 dari
Partai Keadilan Sejahtera PKS yang melibatkan lambang dan nama partai lain serta logo lain KPU;
- Bahwa berdasarkan klarifikasi kepada saksi Soleh Hasibuan sesuai dengan
Surat Undangan No. 048Panwaslu-PalasK12009 tanggal 02 Februari 2009 diketahui bahwa contoh surat suara pemilu 2009 tersebut diketahui
ditempelkan ditempat kejadian atas suruhan terdakwa;
92
Ibid. hlm. 6
Universitas Sumatera Utara
Saksi Sole Hasibuan dipersidangan pada pokoknya menerangkan antara lain:
93
- Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa, saksi baru kenal dengan
terdakwa sehari sebelum persidangan; -
Bahwa saksi tidak lancar menulis dan membaca, saksi hanya bisa mengeja;
- Bahwa benar saksi sendiri yang menempelkan contoh surat suara
pemilihan umum 2009 yang memuat nama dan lambang peserta pemilu dan pada nomor 8 Partai Keadilan Sejahtera tercantum nama terdakwa
namun hal itu dilakukan sendiri karena setahu saksi orang-orang yang berada ditempat kejadian masih banyak yang kurang mengerti bagaimana
tata cara mencontreng;
- Bahwa saksi memperoleh keempat lembar contoh surat suara pemilu 2009
tersebut dari rumah saksi dan saksi tidak pernah disuruh oleh terdakwa untuk menempelkannya;
- Bahwa saksi ada menandatangani Berita Acara Klarifikasi yang dibuat
oleh Panwaslu Kabupaten Padang Lawas, namun saksi tidak membacanya karena saksi kurang lancar menulis dan membaca saksi hanya bisa
mengeja dan sebelumnya saksi telah menolak menandatangani Berita Acara Klarifikasi tersebut karena dibubuhi materai 6000 enam ribu.
Diantara saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum ternyata ada keterangan antara saksi yang satu dengan saksi yang lainnya tidak saling mendukung
dan tidak bersesuaian, hal ini bisa dibandingkan antara keterangan yang disampaikan oleh saksi Hafni Harista Hasibuan,SH dan dengan keterangan yang disampaikan oleh
saksi Sole Hasibuan sebagaimana diuraikan diatas.
Tentang Barang Bukti.
Selain keterangan saksi-saksi, Jaksa Penuntut Umum juga telah mengajukan barang bukti ke persidangan. Barang bukti yang dihadapkan ke persidangan adalah 2
dua lembar contoh surat suara pemilu 2009 yang telah dibenarkan oleh saksi-saksi dan terdakwa barang bukti mana telah disita menurut hukum sehingga dapat
dipertimbangkan dalam memutus perkara ini.
94
93
Ibid. hlm. 9.
94
Ibid, hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
Adapun barang bukti tersebut adalah berupa contoh mencontreng surat suara pada pemlu 2009 yang memuat nama H. Iskan Qolba Lubis, MA Caleg DPR RI
Nomor Urut 1 Daerah Pemilihan Sumut II dari Partai Keadilan Sejahtera, contoh surat suara tersebut juga mencantumkan gambar dan nama partai politik lain.
Tentang Keterangan Ahli
Dipersidangan juga telah didengarkan keterangan ahli. Pasal 186 K.U.H.A.P. menyatakan keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan. Didalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana K.U.H.A.P. Pada Pasal 186
disebutkan:
95
- Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau Penuntut Umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia menerima
jabatan atau kerjaan.
- Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum, maka pada pemeriksaan disidang, diminta untuk memberikan keterangan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Hakim.
Pada pasal 179 K.U.H.A.P. juga disebutkan; 1
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan. 2
Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
95
Penjelasan Atas Pasal 186 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209.
Universitas Sumatera Utara
sumpah atau janji akan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Yang dimaksud “ahli kedokteran kehakiman ialah ahli forensik atau ahli bedah
mayat”. Akan tetapi pasal itu sendiri tidak membatasinya hanya ahli kedokteran kehakiman saja, tetapi meliputi ahli lainnya. Pengertian ahli lainnya tentu sangat
luas serta meliputi “segala jenis keahlian” yang dibutuhkan dalam perkara tertentu.
96
Dalam hal mengajukan pemeriksan ahli semua peraturan yang berlaku terhadap seorang saksi berlaku juga terhadap pemeriksaan ahli. Kalau saksi tambahan
dapat diajukan oleh penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, dalam pemeriksaan keterangan ahli ini pun dapat diajukan:
- penuntut umum,
- terdakwa atau penasihat hukum,
- tapi dapat juga diajukan oleh hakim disidang.
97
Dalam perkara tindak pidana pemilihan umum tentang pelanggaran larangan kampanye yang menjadi objek pada penelitian ini. Penasihat Hukum terdakwa
dipersidangan telah mengajukan saksi ahli Topo Santoso yang dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
98
- Bahwa saksi adalah Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Mantan Anggota Panitia Pengawas Pemilu Pusat pada Pemilu Tahun 2004, Wakil Ketua Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi, Penulis
Buku Tindak Pidana Pemilu 2005, Penulis Buku Mengawasi Pemilu, Mengawal Demokrasi 2004, dan Penulis Buku Hukum dan Proses
Demokrasi 2009, Konsultan Penulisan Modul Pengawasan Pemilu 2009, Penulis Disertasi Tentang : “Penyelesaian Tindak Pidana Pemilu di Empat
Negara Asia Tenggara, Dengan Fokus Pemilu Indonesia”;
96
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edidi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2006,
hlm. 229.
97
Ibid, hlm. 230.
98
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Putusan No. 116Pid.B2009PN Psp Atas Nama TerdakwaPelanggar H.Iskan Qolba Lubis,MA, Op. Cit, hal. 12 sd 18.
Universitas Sumatera Utara
- Bahwa terhadap penggunaan pasal 84 ayat 1 huruf i UU Nomor 10
Tahun 2008 dalam hubungannya dengan tindak pidana pemilu harus dilakukan pengkajian secara sistematik;
- Bahwa menurut saksi ahli, penggunaan Pasal 84 ayat 1 UU No. 10
Tahun 2008 merupakan tindak pidana pemilu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 84 ayat 1 huruf i, Pasal 84 ayat 6 UU No. 10 tahun 2008
dan Pasal 270 UU No. 10 Tahun yang menyatakan : Pasal 84 ayat 1 huruf i UU No.10 Tahun 2008 :
“Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang : i.
membawa atau menggunakan tanda gambar danatau atribut lain selain dari tanda gambar danatau atribut peserta pemilu yang bersangkutan” ;
Pasal 84 ayat 6 UU No. 10 Tahun 2008 “Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat 1 huruf c, huruf f,
huruf g, huruf h, atau huruf i dan huruf j, ayat 2 dan ayat 5 merupakan tindak pidana pemilu” ;
Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008: “Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana
penjara paling singkat 6 enam bulan dan paling lama 24 dua puluh empat bulan dan denda paling sedikit Rp. 6.000.000,- enam juta rupiah
dan paling banyak Rp. 24.000.000,- dua puluh empat juta rupiah” ;
Dengan demikian unsur-unsur tindak pidana pemilu pada Pasal 84 ayat 1 huruf i jo Pasal 84 ayat 6 jo Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 adalah:
- setiap orang;
- dengan sengaja;
- melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu;
- membawa atau menggunakan;
- tanda gambar danatau atribut lain selain dari tanda gambar
danatau atribut peserta pemilu bersangkutan; Membawa atau menggunakan bisa berarti membawa dengan tangannya
dari satu tempat ketempat lain atau menggunakan, memakai sesuatu dibadannya atau menggunakannya dalam suatu kampanye;
Perlu ditegaskan bahwa membawa atau menggunakan dalam pasal ini maksudnya membawa atau menggunakan dalam kegiatan kampanye yang
jenisnya adalah: Pertemuan terbatas, Pertemuan tatap muka, dan Rapat
Universitas Sumatera Utara
umum, bukan jenis kampanye lainnya. Hal ini dapat dilihat dari Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 19 Tahun 2008 yang mengatur mengenai
pedoman kampanye. Pasal 13 dari peraturan itu menjelaskan ketentuan detail dari 7 tujuh jenis kampanye pemilu yaitu:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka;
c. media massa cetak dan media massa elektronik;
d. penyebaran bahan kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga ditempat umum;
f. rapat umum; dan
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan
perundang-undangan; Dalam Pasal 13 Peraturan KPU No. 19 tahun 2008 itu yang menyebutkan
kata “membawa atau menggunakan tanda gambar, simbol-simbol, pataka, dan atau bendera atau umbul-umbul” hanyalah 3 tiga jenis kampanye
yaitu :
1. Pertemuan terbatas Pasal 13 ayat 1 huruf e Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 ;
2. Pertemuan tatap muka Pasal 13 ayat 2 huruf f Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008;
3. Rapat umum Pasal 13 ayat 6 huruf d Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008;
Sosialisasi kepada masyarakat agar dapat memilih secara tepat yaitu menggunakan contoh surat suara Pemilu 2009 merupakan suatu kegiatan
yang sangat penting dalam menunjang suksesnya pemilu;
Kegiatan penggunaan atau pemasangan contoh surat suara baik dimaksudkan untuk sosialisasi maupun dimaksudkan untuk kampanye
berupa pemasangan alat peraga ditempat umum sama sekali tidak melanggar larangan kampanye sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat
1 huruf i UU No. 10 Tahun 2008;
Jika dimaksudkan untuk sosialisasi maka masyarakat harus mendapat sosialisasi yang dapat membantu dalam pemungutan suara. Untuk itu
contoh surat suara juga mesti mirip dengan surat suara yang akan digunakan dalam pemungutan suara. Dengan demikian wajarlah jika
contoh surat suara itu memuat seluruh peserta pemilu.
Penafsiran Historis :
Universitas Sumatera Utara
Secara historis Pasal 84 ayat 1 huruf i UU No. 10 Tahun 2008 ini merupakan lanjutan substansi yang sama dari Pasal 73 UU Pemilu lama
UU No. 12 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :
“semua pihak yang hadir dalam pertemuan terbatas atau rapat umum yang diadakan oleh suatu peserta pemilu hanya dibenarkan membawa atau
menggunakan tanda gambar danatau atribut peserta pemilu yang bersangkutan”;
Dengan demikian secara historis jelas bahwa yang dimaksud disini larangan itu untuk kampanye PERTEMUAN TERBATAS atau RAPAT
UMUM, dan bukan untuk jenis kampanye lainnya ;
Penafsiran TeleologisFungsional : Secara penafsiran TELEOLOGISFUNGSIONAL maka ketentuan ini
dimaksudkan agar dalam kampanye yang dihadiri oleh banyak orang pertemuan terbatas dan rapat umum tidak terjadi keributankonflik yang
disebabkan adanya orang-orang yang menggunakan tanda gambar, atribut, panji-panji, bendera, pataka, dari peserta pemilu lainnya. Oleh
sebab itu peserta kampanye hanya boleh membawa atau menggunakan tanda gambaratribut peserta pemilu yang sedang berkampanye saja;
Jadi ketentuan ini sama sekali tidak berhubungan dengan pemasangan atau penggunaan contoh surat suara yang memuat surat suara seluruh
peserta pemilu;
Maka proses hukum terhadap Iskan Qolba Lubis, MA adalah TIDAK TEPAT. Panwaslu telah KELIRU MENERAPKAN Pasal 84 ayat 1
huruf i UU No. 10 Tahun 2008. Berdasarkan penafsiran historis, teleologisfungsional, dan bahkan sosiologis maka perbuatan
menggunakanmenempelkan contoh surat suara yang berisikan seluruh tanda gambar partai politik yang dimaksudkan sebagai sosialisasi atau
bahkan jika dimaksudkan sebagai alat peraga kampanye sama sekali tidak melanggar Pasal 84 ayat 1 huruf i jo Pasal 270 UU No. 10 Tahun
2008.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kekeliruan apabila dinyatakan bahwa Sdr. Iskan Qolba Lubis, MA
melanggar larangan kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat 1 huruf i jo Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008. Pasal ini hanya ditujukan
terhadap orang yang dengansengaja membawa atau menggunakan atribut atau tanda gambar tanda gambar, simbol-simbol, panji, pataka, dan
bendera dari peserta pemilu lainnya pada saat kampanye pertemuan
Universitas Sumatera Utara
terbatas, pertemuan tatap muka, atau rapat umum. Membawa, menggunakan atau menempelkan contoh surat suara yang memuat tanda
gambar partai politik atau peserta pemilu lainnya sama sekali tidak dilarang baik dalam UU No. 10 Tahun 2008 maupun dalam Peraturan
KPU No. 19 Tahun 2008. Sebagai tambahan, dalam pembahasan beberapa permasalahan hukum Pemilu pada Pelatihan Panwaslu Provinsi
se Indonesia yang diadakan di Bogor pada tanggal 17 Februari 2008 dinyatakan bahwa penggunaan contoh surat suara yang memuat semua
tanda gambar peserta Pemilu oleh seorang pelaksana kampanye dengan mengarahkan pemilih untuk menandai salah satu calon dari salah satu
partai politik tersebut, tidak termasuk perbuatan melanggar ketentuan Pasal 84 ayat 1 huruf i UU No. 10 Tahun 2008.
Tentang Keterangan Terdakwa.
Selain mendengar keterangan saksi dan keterangan ahli, melihat barang bukti, dipersidangan juga telah didengar keterangan terdakwa H. Iskan Qolba Lubis, MA.
Pasal 189 ayat 1 K.U.H.A.P. menyatakan “Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri”. Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan terakhir dalam Pasal 184
ayat 1. Penempatan pada ururtan terakhir inilah salah satu alasan yang dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan belakangan
sesudah pemeriksaan keterangan saksi.
99
Ketentuan pasal 189 ayat 1 K.U.H.A.P. yang memberikan rumusan tentang keterangan terdakwa, sudah memadai sebagai
bahan untuk memahami pengertian keterangan terdakwa sebagai alat bukti yakni:
100
1. apa yang terdakwa “nyatakan” atau “jelaskan” di sidang pengadilan,
99
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edidi Kedua, Op.Cit, hlm. 318.
100
Ibid, hlm. 319
Universitas Sumatera Utara
2. dan apa yang dinyatakan atau jelaskan itu ialah tentang perbuatan yang
terdakwa lakukan atau mengenai yang ia ketahui atau yang berhubungan dengan apa yang terdakwa alami sendiri dalam peristiwa pidana yang sedang
diperiksa. Terdakwa H. Iskan Qolba Lubis, MA dipersidangan pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:
101
- Bahwa benar, terdakwa sebagai Caleg DPR RI dari Partai Keadilan
Sejahtera PKS untuk Daerah Pemilihan Sumatera Utara II dengan Nomor urut 1;
- Bahwa dalam tahapan kampanye Pemilu 2009 terdakwa selaku Caleg
Nomor 1 PKS dari Daerah Pemilihan Sumut II tidak ada mencetak, menyebarkan, atau mengedarkan selebaran bahan kampanye berupa
contoh Surat suara Pemilu 2009;
- Bahwa 2 dua lembar contoh Surat suara Pemilu 2009 yang dijadikan
barang bukti dalam perkara ini yang mana pada contoh Surat suara Pemilu 2009 tersebut tertera dari PKS dengan Nomor urut 1 atas nama Iskan
Qolba Lubis, MA adalah nama terdakwa sendiri;
- Bahwa contoh Surat suara Pemilu 2009 tersebut dikirim oleh DPP PKS
pada bulan Januari 2009 melalui bus ALS dengan cara terdakwa menjemputnya di loket bus ALS di Padangsidimpuan dengan jumlah lebih
kurtang 10 sepuluh lembar lalu membawanya ke rumah orangtuanya di desa Galanggang-Sibuhuan;
- Bahwa terdakwa tidak ada menyuruh saksi Sole Hasibuan maupun orang
lain untuk pemasangan contoh Surat suara Pemilu 2009 tersebut dan tidak pernah menitipkan contoh surat suara kepada orang lain kemudian
terdakwa tidak mengetahui dimana keberadaan ke 10 sepuluh lembar contoh Surat suara tersebut;
- Bahwa tujuan beredarnya contoh surat suara pemilu 2009 tersebut adalah
supaya masyarakat mengetahui bagaimana tata cara mencontreng pada pemilu yang akan datang dan terdakwa selaku Caleg Nomor 1 dari PKS
untuk dapil Sumut II sempat mensimulasikan kepada lebih kurang sepuluh orang kerabat dekatnya dirumah orangtuanya di desa Galanggang-
Sibuhuan;
- Bahwa pada saat simulasi terdakwa tidak ada bertemu dengan saksi Sole
Hasibuan dan terdakwa juga tidak ada membagi-bagikan contoh surat
101
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Putusan No. 116Pid.B2009PN Psp Atas Nama TerdakwaPelanggar H.Iskan Qolba Lubis,MA, Op. Cit, hlm. 18 sd 19.
Universitas Sumatera Utara
suara kepada siapapun, sedangkan contoh surat suara tersebut diletakan dirumah ibu terdakwa persisnya diatas meja diruang tamu;
- Bahwa setahu terdakwa Undang-undang Pemilihan Umum memberikan
hak kepada masyarakat untuk mensosialisasikan pemilihan umum dan terdakwa tidak pernah menyuruh sipapun untuk menempelkan contoh
surat suara Pemilu 2009 tersebut;
- Bahwa dari tanggal 24 sd 31 Januari 2009, terdakwa tidak berada di
rumah ibunya, melainkan bersada di daerah Sipirok dan Labuhan Batu dan pada tanggal 3 sd 7 Februari 2009 terdakwa berada di Jakarta.
Tentang Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dan Nota Pembelaan Pledooi Dari Penasihat Hukum.
Setelah mengikuti beberapa tahapan persidangan diantaranya pembacaan Surat Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, pemeriksaan saksi yang diajukan oleh
Jaksa Penuntut Umum, pengajuan barang bukti oleh Jaksa Penuntut Umum, pemeriksaan terhadap saksi ahli yang diajukan oleh Penasihat Hukum, Keterangan
terdaka maka acara persidangan selanjutnya adalah berupa pembacaan dan pengajuan Surat Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Pembelaan oleh Penasihat Hukum.
Pasal 182 ayat 1 huruf a , huruf b, dan huruf c KUHAP menyatakan: a.
Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana.
b. Selanjutnya terdakwa dan atau Penasihat Hukum mengajukan pembelaan
yang dapat dijawab oleh Penuntut Umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa dan atau Penasihat Hukum selalu mendapat giliran terakhir.
c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis
dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.
Universitas Sumatera Utara
Tuntutan pidana dan pembelaan, dirangkai dalam suatu pembahasan, guna memudahkan melihat kaitan kedua proses itu dalam pemeriksaan perkara. Boleh
dikatakan antara tuntutan pidana penuntut umum, selamanya saling berkaitan dengan pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum, karena tuntutan
pidana yang diajukan penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum pada hakikatnya merupakan “dialogis jawab-menjawab
terakhir” dalam proses pemeriksaan.
102
Tuntutan pidana bentuk dan susunannya tidak diatur di dalam KUHAP, maka secara internal sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-
518AAJ.A112001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-132J.A111994 tanggal 7 Nopember 1994 tentang
Administrasi Perkara Tindak Pidana yang menggantikan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-094J.A101985 tanggal 8 Oktober 1985 tentang Perubahan dan
Penambahan Bab II Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-023J.A31982 tanggal 24 Maret 1982 tentang Administrasi Perkara, yang memuat:
1. Pendahuluan. Bagian ini merupakan pengantar secara singkat dari tuntutan
pidana yang memuat juga identitas lengkap terdakwa. 2.
Surat Dakwaan. Bagian ini menguraikan kembali secara utuh surat dakwaan penuntut umum.
3. Fakta-fakta persidangan. Bagian ini memuat berturut-turut alat bukti berupa
keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat-surat, petunjuk, keterangan terdakwa dan memuat juga barang bukti yang diajukan ke depan persidangan.
4. Pembuktian. Bagian ini merufakan analisa fakta dan analisa yuridis yang
menggambarkan alsan-alasan hukum dari alat bukti yang diajukan kedepan persidangan dihubungkan dengan unsur-unsur pasal yang didakwakan
5. Kesimpulan. Bagian ini memuat tentang factor-faktor memberatkan dan
meringankan yang dijadikan pertimbangan oleh Penuntut Umum dan memuat tentang pernyataan permintaan dan penegasan dari Penuntut Umum tentang
kualifikasi delik yang dibuktikan, tentang hukuman, biaya perkara serta status barang bukti dan status penahanan terdakwa.
6. Penutup. Bagian ini memuat selain tentang harapan dari Penuntut Umum agar
pengadilan mengabulkan tuntutan pidananya dan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak atas kelancaran jalannya persidangan.
103
Jaksa Penuntut Umum didalam surat tuntutannya pada pokoknya menutut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang memeriksa dan
mengadili memutuskan :
104
102
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edidi Kedua, Op. Cit, hlm. 259.
103
Marwan Effendy, Kejaksaan Dan Penegakan Hukum, Jakarta: Timpani Publishing, 2010, hlm. 91 sd 92
Universitas Sumatera Utara
1. Menyatakan terdakwa Haji Iskan Qolba Lubis, MA bersalah melakukan
tindak pidana “Membawa atau menggunakan tanda gambar dan atau atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut Peserta Pemilu yang
bersangkutan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 84 ayat 1 huruf i Jo 270 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum sesuai dengan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa HAJI ISKAN QOLBA LUBIS, MA
dengan pidana penjara selama 9 Sembilan bulan Denda sebesar Rp. 6.000.000,- enam juta rupiah, Subsidiar selama 3 tiga bulan kurungan.
3. Barang bukti berupa :
- 2 dua lembar contoh surat suara pemilu 2009 yang dicetak oleh ISKAN
QOLBA LUBIS, MA yang terdapat tanda gambar seluruh partai peserta pemilu 2009.
Dirampas untuk dimusnahkan
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp. 1.000,- seribu rupiah,- Terhadap Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut terdakwa melalui
Penasihat hukumnya mengajukan pembelaan, Nota Pembelaan yang diajukan berupa tanggapan serta keberatan terhadap dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum,
selain itu juga menguraikan tentang analisis fakta dan analisis juridis dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangannya.
Penasihat Hukum dalam nota pembelaannya pada angka V. Kesimpulan dan Penutup mengemukakan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan,
analisa fakta dan analisa juridis sebagaimana telah kami uraikan maka kami berkesimpulan sebagai berikut:
105
104
Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Surat Tuntutan Requiitorir Perkara Pidana Nomor : PDM-01PspP022009, Padangsidimpuan, 11 Maret 2009, Op. Cit, Lembaran ke- 13
105
AdvokatPenasihat Hukum Dodi Candra,SH Rekan, Nota Pembelaan Pledooi Dalam Perkara Pidana Nomor. 116Pid.B2009PN-PSP, Medan, 2009, Op. Cit, hlm. 21 sd 22.
Universitas Sumatera Utara
• Bahwa proses hukum terhadap H. Iskan Qolba Lubis, MA adalah TIDAK TEPAT, karena Jaksa Penuntut Umum telah KELIRU mendakwa dan
menuntut terdakwa berdasarkan Pasal 84 ayat 1 huruf i UU No. 10 Tahun 2008.
• Bahwa berdasarkan penafsiran historis, teleologisfungsional, dan bahkan sosiologis maka perbuatan menggunakanmenempelkan contoh surat suara
yang berisikan seluruh tanda gambar partai politik yang dimaksudkan sebagai sosialisasi atau bahkan jika dimaksudkan sebagai alat peraga kampanye
sama sekali tidak melanggar Pasal 84 ayat 1 huruf i jo Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008, unsur-unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan dan
tuntutan Jaksa Penuntut Umum TIDAK TERPENUHI.
• Bahwa Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak beralasan dan tidak berdasarkan fakta hukum menyatakan terdakwa
melanggar Pasal 84 ayat 1 huruf i juncto Pasal 270 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum;
Penasihat Hukum terdakwa didalam Nota Pembelaannya mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara supaya memberikan putusan
yang amarnya sebagai berikut:
106
1. Menyatakan Terdakwa H. ISKAN QOLBA LUBIS,MA. Tidak terbukti
bersalah sebagaimana dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 84 ayat 1 huruf i Juncto Pasal 270 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum.
2. Menyatakan Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan, tuntutan hukum;
3. Mengembalikan nama baik, harkat dan martabat terdakwa seperti semula.
4. Membebankan segala biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara.
Terhadap Nota Pembelaan yang disampaikan oleh Penasihat Hukum, Jaksa Penuntut Umum mengajukan ReflikTanggapan, pada intinya Jaksa Penuntut Umum
mengemukakan analisa yuridis kami Jaksa Penuntut Umum tetap sebagaimana yang
106
AdvokatPenasihat Hukum Dodi Candra,SH Rekan, Nota Pembelaan Pledooi Dalam Perkara Pidana Nomor. 116Pid.B2009PN-PSP, Medan, 2009, Op. Cit, hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
kami uraikan dalam Tuntutan Pidana yang sebelumnya telah kami bacakan dan serahkan kepada Majelis Hakim dan Penasihat Hukum Terdakwa.
107
Tentang Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dan Putusan Pengadilan Tinggi Medan.
Setelah proses pemeriksaan dipersidangan selesai, persidangan berikutnya adalah pembacaan dan pengajuan Surat Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum,
kemudian pembacaan dan pengajuan Nota Pembelaan dari Penasihat Hukum, dan ReflikJawaban terhadap Nota Pembelaan Penasihat Hukum yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum, setelah rangkaian acara persidangan tersebut selesai maka persidangan berikutnya adalah berupa pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim.
Putusan merupakan hasil mufakat dan musyawarah hakim berdasarkan penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala
sesuatu yang terungkap dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Pasal 195 K.U.H.A.P. menyatakan “semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang memeriksa dan
mengadili perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye atas nama terdakwa H. Iskan Qolba Lubis, MA telah memberikan putusan dalam
musyawarah Majelis Hakim pada hari Kamis, tanggal 12 Maret 2009, dengan Putusan No.: 116Pid.B2009PN Psp atas nama terdakwapelanggar H.Iskan Qolba Lubis,
MA, Putusan Majelis Hakim tersebut diucapkan pada hari dan tanggal itu juga dalam siding yang terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim dengan dibantu oleh Panitera
Pengganti dan dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
107
Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, ReflikTanggapan Atas PembelaanPledooi Penasihat Hukum Terdakwa Haji Iskan Qolba Lubis, MA Dalam Perkara Pidana No.
116Pid.B2009.PN.Psp, Padangsidimpuan, 11 Maret 2009, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Padangsidimpuan dan Terdakwa beserta Tim Penasihat Hukumnya. Adapun amar putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tersebut adalah:
108
MENGADILI 1.
Menyatakan terdakwa H.Iskan Qolba Lubis,MA tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang
didakwakan kepadanya; 2.
Membebaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan tersebut; 3.
Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, keudukan dan harkat serta martabatnya;
4. Menetapkan barang bukti berupa 2 dua lembar contoh surat suara pemilu
2009 yang terdapat gambar partai peserta pemilu 2009 dikembalikan kepada terdakwa;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tersebut Jaksa Penuntut Umum menyatakan banding sebagaimana disebutkan dalam Relas
Pemberitahuan Pernyataan Banding Nomor: 116Pid.B2009PN.Psp yang disampaikan oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
kepada terdakwa H.Iskan Qolba Lubis, MA, pada hari Sabtu, tanggal 14 Maret 2009.
109
Jaksa Penuntut Umum pada Memori Bandingnya mohon supaya KetuaMajelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili
perkara memutuskan:
110
1. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor.
116Pid.B2009PN.Psp tanggal 12 Maret 2009. 2.
Menyatakan terdakwa HAJI ISKAN QOLBA LUBIS, MA terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Membawa atau menggunakan tanda gambar atau
atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan” melanggar pasal 84 ayat 1 huruf i Jo pasal 270 Undang-
108
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Putusan No. : 116Pid.B2009PN Psp, Padangsidimpuan, 12 Maret 2009, Op. Cit, hlm. 27.
109
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Relas Pemberitahuan Pernyataan Banding Nomor: 116Pid.B2009PN.Psp, Padangsidimpuan, 14 Maret 2009.
110
Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Memori Banding atas nama terdakwa Haji Iskan Qolba Lubis,MA Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor:
116Pid.B2009PN.psp Tanggal 12 Maret 2009, Padangsidimpuan 13 Maret 2009, lembaran ke 3.
Universitas Sumatera Utara
undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum sesuai dengan surat dakwaan.
3. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa HAJI ISKAN QOLBA LUBIS, MA
dengan pidana penjara selama 9 Sembilan bulan. Denda sebesar Rp. 6.000.000,- enam juta rupiah, Subsidiar selama 3 tiga bulan kurungan.
4. Menetapkan barang bukti berupa :
- 2 dua lembar Contoh Surat Suara pemilu 2009 yang dicetak oleh ISKAN
QOLBA LUBIS, MA yang terdapat tanda gambar seluruh partai peserta pemilu 2009.
5. Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp. 1.000,- seribu rupiah,- Terhadap Memori Banding Jaksa Penuntut Umum tersebut terdakwa melalui
Penasihat Hukum mengajukan Kontra Memori Banding yang pada pokoknya mohon kepada Majelis Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan
mengadili perkara banding supaya memberikan putusan sebagai berikut:
111
1. Menolak banding dari Jaksa Penuntut Umum;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 12 Maret
2009 Nomor: 116Pid.B2009PN-Psp; 3.
Membebankan biaya perkara kepada Negara. Permohonan banding dari Jaksa Penuntut Umum ini kemudian diputus oleh
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan dengan putusan Nomor:
199PID2009PT.MDN, putusan dibacakan pada hari Jum’at, tanggal 27 Maret 2009, putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Adapun yang
menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan dalam memutus perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye ini
diantaranya adalah sebagai berikut:
112
Menimbang, bahwa terlebih dahulu perlu dipertimbangkan perkara ini adalah merupakan perkara pelanggaran pidana pemilu yang penyelesaiannya telah diatur
dalam ketentuan pidana pemilu sebagaimana tersebut dalam Bab XX dan Bab XXI Undang Undang R.I. Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum
111
AdvokatPenasihat Hukum Dodi Candra,SH Rekan, Konta Memori Banding atas Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor : 116Pid.B2009PN.psp Tanggal 12 Maret
2009, Medan 17 maret 2009, hlm. 4.
112
Pengadilan Tinggi Medan, Putusan Nomor : 199PID2009PT.MDN, Medan, 27 Maret 2009, hlm. 7 sd 9.
Universitas Sumatera Utara
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 254 ayat 1 Undang Undang R.I. Nomor 10 Tahun 2008 yang menentukan dalam memeriksa dan mengadili
serta memutus perkara pidana pemilu adalah menggunakan Undang undang Hukum Acara Pidana kecuali ditentukan lain dalam Undang Undang ini;
Menimbang, bahwa karena dalam Undang Undang tersebut tidak diatur tentang acara pemeriksaan banding, maka Pengadilan Tinggi menggunakan ketentuan
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang R.I. Nomor 8 tahun 1981;
Bahwa dalam pasal 67 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana ditegaskan, Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukuman
dan putusan pengadilan dalam acara cepat;
Menimbang bahwa dalam amar putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan No. 116Pid.B2009PN-Psp. Tanggal 12 Maret 2009 telah menyatakan Terdakwa
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya dan membebaskan Terdakwa tersebut
oleh karena itu dari dakwaan tersebut;
Menimbang, bahwa menurut pendapat Mahkamah Agung R.I. sesuai dengan putusannya No. 119 KPid1982 tanggal 17 Maret 1983, terhadap putusan
pembebasan tidak dapat dimintakan banding oleh Penuntut Umum, kecuali Penuntut Umum dapat membuktikan bahwa pembebasan tersebut sebenarnya
adalah pembebasan tidak murni, yang harus diuraikan Penuntut umum dalam memori bandingnya;
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan dalam pertimbangan berikutnya menyatakan pendapatnya ternyata PembandingPenuntut Umum tidak dapat
membuktikan bahwa pembebasan Terdakwa tersebut sebenarnya adalah pembebasan tidak murni sebagaimana diuraikan dalam Memori Bandingnya,
karena tak dapat mengajukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan tentang dimana letak sifat tidak murni dari putusan bebas tersebut,
oleh karena itu Pengadilan Tinggi Medan menyatakan permohonan banding dari PembandingPenuntut Umum tidak dapat diterima.
113
113
Ibid, hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum sebagaimana disebutkan diatas maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan memberikan putusan yang
amarnya sebagai berikut:
114
MENGADILI: -
Menyatakan Permohonan Banding dari PembandingPenuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan tidak dapat diterima;
- Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada
Negara. Serangkaian gambaran penegakan hukum dalam perkara tindak pidana pemilu
legislatif tahun 2009 tentang pelanggaran larangan kampanye yang telah diuraikan diatas mulai dari penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Tapanuli Selatan,
kemudian penuntutan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, dilanjutkan dengan proses persidangan di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan,
hingga proses banding di Pengadilan Tinggi Medan merupakan gambaran kebijakan penanggulangan tindak pidana dengan menggunakan sarana hukum pidana penal
policy. Dalam upaya penegakan hukum ketika terjadi suatu tindak pidana sebenarnya
tidak terlepas dari politik kriminal criminal policy. Politik kriminal atau criminal policy, menurut Marc Ancel, dapat diberikan pengertian sebagai the
rational organization of the control of crime by society. Defenisi tersebut tidak berbeda dengan pandangan G.Peter Hoefnagels yang menyatakan,
criminal policy is the rational organization of the social reaction to crime. Hal ini berarti, politik kriminal dapat dirumuskan sebagai suatu usaha yang
rasional dari masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana.
115
114
Ibid.
115
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi, Op. Cit, hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat social defence dan
upaya mencapai kesejahteraan masyarakat social welfare. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal
ialah “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.”
116
Menurut Sudarto politik kriminal itu dapat diartikan dalam arti sempit, dalam arti lebih luas, dan dalam arti paling luas, yaitu:
117
a. dalam arti sempit, politik kriminal digambarkan sebagai keseluruhan asas dan
metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.
b. Dalam arti yang lebih luas, merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur
penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. c.
Dalam arti yang paling luas ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk
menegakan norma-norma sentral dari masyarakat. Kebijakan penanggulangan tindak pidana dapat dikelompokan menjadi 2 dua
macam, yaitu kebijakan penanggulangan tindak pidana dengan menggunakan sarana hukum pidana penal policy dan kebijakan penanggulangan tindak pidana
dengan menggunakan sarana di luar hukum pidana non-penal policy. Pada dasarnya penal policy lebih menitik beratkan pada tindakan represif setelah
terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan non-penal policy lebih menekankan pada tindakan prepentif sebelum terjadinya suatu tindak pidana.
118
Marc Ancel mengemukakan “Penal Policy” adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan
hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan
undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
119
Kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari politik kriminal, politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan
116
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Jakarta: Penerbit Kencana, 2008, hlm. 2.
117
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1981, hlm. 113 sd 114.
118
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi, Op. Cit, hlm. 17.
119
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Op. Cit. hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
dengan hukum pidana. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum khususnya
penegakan hukum pidana. Oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum law
enforcement policy.
120
Tahap formulasi atau kebijakan legislatif merupakan tahap awal yang paling strategis dari keseluruhan perencanaan proses fungsionalisasi atau operasionalisasi
hukum pidana.
121
Pada dasarnya, terdapat 2 dua masalah sentral yang perlu diperhatikan dalam kebijakan hukm pidana penal policy, khususnya dalam tahap
formulasi, yaitu masalah penentuan perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan masalah penentuan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan
kepada si pelanggar.
122
Penentuan perbuatan yang dijadikan tindak pidana mempunyai hubungan erat dengan masalah “kriminalisasi” yaitu proses untuk menjadikan suatu perbuatan yang
semula bukan tindak pidana menjadi tindak pidana.”
123
Dalam Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional tahun 1980 di Semarang, pada salah satu laporannya dinyatakan bahwa masalah
kriminalisasi dan dekriminalisasi atas suatu perbuatan haruslah sesuai dengan politik kriminal yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu sejauh mana
perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang berlaku dalam masyarakat dan oleh masyarakat dianggap
120
Ibid, hlm. 24.
121
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi, Op. Cit, hlm. 22.
122
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 24.
123
Muladi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Centre, Jakarta, 2002, hal. 255.
Universitas Sumatera Utara
patut atau tidak patut dihukum dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat.Khusus mengenai kriteria kriminalisasi dan dekriminalisasi,
laporan simposium ini antara lain menyatakan:
124
Untuk menetapkan suatu perbuatan itu sebagai tindakan kriminal, perlu memperhatikan kriteria umum sebagai berikut:
1. . Apakah perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat karena
merugikan, atau dapat merugikan, mendatangkan korban atau dapat mendatangkan korban;
2. Apakah biaya mengkriminalisasi sesuai dengan hasil yang akan dicapai,
artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan penegakan hukum, serta beban yang dipikul oleh korban, pelaku dan pelaku kejahatan itu sendiri
harus seimbang dengan situasi tertib hukum yang akan dicapai;
3. Apakah akan makin menambah beban aparat penegak hukum yang tidak
seimbang atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan yang dimilikinya;
4. Apakah perbuatan-perbuatan itu menghambat atau menghalang-halangi cita-
cita bangsa Indonesia sehingga merupakan bahaya bagi keseluruhan masyarakat
Kebijakan penanggulangan tindak pidana melalui jalur penal policy semestinya memperhatikan pendapat-pendapat para ahli hukum sebagaimana
diuraikan diatas serta memperhatikan laporan ataupun rekomendasi dari Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional yang pernah dilaksanakan.
Jika kebijakan penanggulangan tindak pidana dengan menggunakan sarana penal policy lebih menitik-beratkan pada tindakan yang berbentuk represif setelah
terjadi tindak pidana, maka sebaliknya kebijakan penanggulangan tindak pidana menggunakan sarana non-penal policy lebih menekankan dalam bentuk prepentif
sebelum terjadinya suatu tindak pidana.
124
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi, Op. Cit, 41 sd 42.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pandangan dari sudut politik kriminal secara makro, non-penal policy merupakan kebijakan penanggulangan tindak pidana yang lebih strategis. Hal
itu dikarenakan, non-penal policy lebih bersifat sebagai tindakan pencegahan terjadinya suatu tindak pidana.
125
Pendekatan non-penal menurut Hoefnagels adalah pendekatan pencegahan kejahatan tanpa menggunakan saran pemidanaan prevention without punishment,
yaitu antara lain perencanaan kesehatan mental masyarakat community planning mental health, kesehatan mental masyarakat secara nasional national mental
health, social worker and child welfare kesejahteraan anak dan pekerja social, serta penggunaan hukum civil dan hukum administrasi administrative civil law.
126
Perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye atas nama terdakwa H.Iskan Qolba Lubis, MA yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan dengan Putusan Nomor : 116pid.B2009PN Psp Jo. Kemudian ditingkat akhir telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Medan dengan Putusan Nomor:
199PID2009PT.MDN, jika dilihat dari perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa maka semestinya penyelesaian perkara ini bisa diselesaikan melalui
pendekatan diluar sarana hukum pidana non-penal policy. Terdakwa dijadikan tersangkaterdakwa karena adanya laporan dari Panwaslu
Kabupaten Padang Lawas sehubungan ditemukan penempelan contoh tata cara mencontreng surat suara pamilu 2009, disalah satu kolom partai peserta pemilu
terdapat nama H. Iskan Qolba Lubis, MA Caleg DPR RI Dapil Sumut II nomor urut 1dari Partai Keadilan Sejahtera, pada contoh surat suara pemilu 2009 tersebut juga
125
Ibid, hlm. 17.
126
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan: Pustaka bangsa Prees, 2008, hlm. 57
sd 58.
Universitas Sumatera Utara
tercantum lambang dan nama partai peserta pemilu lain. Oleh karena itu H. Iskan Qolba Lubis, MA diddakwa telah melakukan tindak pidana pemilu melanggar
larangan kampanye membawa atau menggunakan tanda gambar dan atau atribut lain
selain dari tenda gambar dan atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan.
Dalam Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional tahun 1980 di Semarang, telah disebutkan bahwa masalah kriminalisasi dan dekriminalisasi atas
suatu perbuatan haruslah sesuai dengan politik kriminal yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu sejauh yaitu sejauh mana perbuatan tersebut bertentangan atau tidak
bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang berlaku dalam masyarakat dan oleh masyarakat dianggap patut atau tidak patut dihukum dalam rangka menyelenggarakan
kesejahteraan masyarakat. Perbuatan penempelan contoh tata cara mencontreng surat suara pamilu
legislatif tahun 2009 dan disalah satu kolom partai peserta pemilu terdapat nama H. Iskan Qolba Lubis,MA Caleg DPR RI Dapil Sumut II nomor urut 1dari Partai
Keadilan Sejahtera, kemudian tercantum juga lambang dan nama partai peserta pemilu lain bukanlah merupakan perbuatan yang tidak disukai atau dibenci oleh
masyarakat, atau dapat merugikan masyarakat, atau dapat menimbulkan korban, ataupun mengganggu ketertiban umum, hal ini bisa dilihat ketika proses penyelesaian
melalui sarana hukum pidana penal policy dilakukan. Dipersidangan diantara saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum
yaitu Saksi Hafni Harista Hasibuan,SH, Saksi M. Rizal Efendi Hasibuan, Saksi Soleh Hasibuan, Saksi Bonardon, Saksi H. Puli Parisan Lubis, Saksi Sunardi,S.Ag., Saksi
Universitas Sumatera Utara
Umi Kalsum, Saksi Ali Amran Hasibuan,
127
H.Iskan Qolba Lubis,MA dipersidangan menerangkan bahwa contoh surat suara pemilu legislatif tahun 2009 tersebut adalah untuk sosialisasi supaya
masyarakat mengetahui bagaimana tata cara mencontreng pada pemilu yang akan datang.
semua saksi-saksi tersebut dipersidangan tidak ada yang menerangkan bahwa penempelan contoh surat suara pemilu legislatif
tahun 2009 dimaksud merupakan hal yang tidak disukai atau dibenci, atau merugikan masyarakat, ataupun menggangu ketertiban umum.
128
Keterangan yang disampaikan terdakwa dipersidangan tersebut sangat realistis dihubungkan dengan kesuksesan pelaksanaan Pemilu, jika masyarakat tidak
mengetahui tentang nama-nama partai politik peserta pemilu 2009, bagaimana mungkin masyarakat akan berpartisipasi untuk memilih, dalam suatu negara
demokrasi, partisipasi rakyat merupakan prinsip dasarnya, sesuai dengan pengertian istilah demokrasi, yang berarti “pemerintahan oleh rakyat”.
129
Negara demokrasi mempunyai arti negara memiliki sistem kekuasaan politik pemerintahan yang dibangun berdasarkan pemberdayaan rakyat untuk
menggunakan haknya dalam membentuk pemerintahan negara melalui mekanisme yang diatur melalui undang-undang. Sistem ini dibangun oleh
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara. Penggunaan hak rakyat itu dilakukan melalui pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia
dan jujur-adil berdasarkan ketentuan undang-undang.
130
127
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Putusan No. : 116Pid.B2009PN Psp, Padangsidimpuan, 12 Maret 2009, Op. Cit, hlm. 6 sd 12.
Supaya rakyat menggunakan hak dalam pemilihan umum maka perlu adanya sosialisasi
tentang pemilu termasuk sosialisasi tentang partai peserta pemilu.
128
Ibid, hlm. 19.
129
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern Rechtstaat, Bandung: PT Refika Aditama, 2009, hlm. 136.
130
Bonar Simangunsong, Daulat Sinuraya, Negara Demokrasi dan Berpolitik Yang Profesional, Jakarta: Kharisma Virgo Print, 2004, hlm. 118.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Topo Santoso berdasarkan penafsiran historis, teleologisfungsional, dan bahkan sosiologis perbuatan menggunakanmenempelkan contoh surat
suara yang berisikan seluruh tanda gambar partai politik yang dimaksudkan sebagai sosialisasi atau bahkan jika dimaksudkan sebagai alat peraga
kampanye sama sekali tidak melanggar Pasal 84 ayat 1 huruf i jo Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008.
131
Jikapun perbuatan menggunakanmenempelkan contoh surat suara pemilu legislatif tahun 2009 yang berisikan seluruh tanda gambar partai politik dimaksudkan
sebagai perbuatan pidana maka merujuk kepada pendapat beberapa ahli hukum dan Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional tahun 1980 penyelesaiannya bisa
dilakukan diluar proses hukum pidana non-penal policy. Bahkan Hoefnagels mengemukakan penyelesaian non-penal policy dapat dilakukan diantaranya dengan
penggunaan hukum sivil dan hukum administrative administrative civil law. Bahwa penyelesaian kasus dugaan tindak pidana pemilu tentang pelanggaran
larangan kampanye ini telah dilakukan melalui sarana hukum pidana penal policy masing-masing sub-sistem peradilan pidana telah bekerja melakukan penegakan
hukum. Kasus dugaan tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye atas nama terdakwa H. Iskan Qolba Lubis, MA telah di putus oleh Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan dengan Putusan Nomor : 116pid.B2009PN Psp Jo. Kemudian ditingkat akhir telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Medan dengan Putusan Nomor:
199PID2009PT.MDN.
131
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Putusan No. : 116Pid.B2009PN Psp, Padangsidimpuan, 12 Maret 2009, Op. Cit, hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan telah memberikan putusan yang amarnya adalah sebagai berikut:
MENGADILI 1.
Menyatakan terdakwa H.Iskan Qolba Lubis,MA tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang
didakwakan kepadanya; 2.
Membebaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan tersebut; 3.
Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, keudukan dan harkat serta martabatnya;
4. Menetapkan barang bukti berupa 2 dua lembar contoh surat suara pemilu
2009 yang terdapat gambar partai peserta pemilu 2009 dikembalikan kepada terdakwa;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Dilihat dari amar putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang Menyatakan terdakwa H.Iskan Qolba Lubis,MA tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya, kemudian membebaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan
penuntut umum. Dapat dikatakan bentuk putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan ini adalah “Putusan Bebas”.
Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum vrij spraak atau acquittal. Inilah pengertian terdakwa diputus
bebas, terdakwa dibebaskan dari tuntuta hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Tegasnya terdakwa “tidak dipidana”.
132
132
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edidi Kedua, Op. Cit, hlm. 347.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 191 ayat 1 K.U.H.A.P. menyatakan Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang
didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.
Putusan bebas ditinjau dari segi yuridis ialah putusan yang dinilai oleh majelis hakim yang bersangkutan:
133
a. Tidak Memenuhi Asas Pembuktian Menurut Undang-undang secara Negatif.
Pembuktian yang diperoleh dipersidangan, tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup
terbukti itu, tidak diyakini oleh hakim.
b. Tidak Memenuhi Asas Batas Minimum Pembuktian. Kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja, sedang menurut ketentuan pasal 183, agar cukup membuktikan kesalahan seorang
terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang memeriksa perkara pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye atas nama terdakwa
H.Iskan Qolba Lubis,MA, dalam hal ini memberikan putusan bebas terhadap terdakwa berdasarkan pertimbangan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum kemudian dihubungkan dengan keterangan terdakwa dipersidangan. Adapun pertimbangan-pertimbangan Mejelis Hakim tersebut antara lain:
1. Menimbang bahwa dari keterangan terdakwa yang pada pokoknya
menerangkan bahwa pada hari Sabtu tanggal 24 Januari 2009 terdakwa mendapat contoh surat suara Pemilu 2009 kiriman dari DPP PKS Pusat di
Jakarta sebanyak 10 sepuluh lembar dan terdakwa mengakui tidak mengetahui isi paket yang diambilnya tersebut dari Stasiun ALS
133
Ibid, hlm. 347, 348.
Universitas Sumatera Utara
Padangsidimpuan serta membawanya langsung kerumah orang tuanya de desa Galangan, Kecamatan Ulu Barumun, Kabupaten Padang Lawas;
134
2. Menimbanng bahwa berdasarkan keterangan terdakwa pada pokoknya
menerangkan bahwa setelah sampai di Sibuhuan contoh surat suara Pemilu 2009 tersebut dibuka oleh terdakwa tepatnya didalam rumah orang tua
terdakwa dan ia sempat memperlihatkan dan mensimulasikan tata cara mencontreng kepada beberapa orang kerabatnya. Selanjutnya terdakwa
meletakan contoh surat suara Pemilu 2009 tersebut didalam rumah orang tuanya tanpa menyuruh kepada siapapun untuk menyebarkan dan
menempelkan contoh surat suara Pemilu 2009 tersebut.
135
3. Menimbamng, bahwa di persidangan saksi Sole Hasibuan dengan tegas
menerangkan bahwa sebenarnya dalam melakukan perbuatan penempelan contoh surat suara Pemilu 2009 tersebut dirinya tidak disuruh oleh terdakwa
dan mengenai mengapa saksi mau menandatangani Berita Acara Klarifikasi tersebut dilakukan karena ia tidak mengerti akan isinya apalagi saksi Sole
Hasibuan ternyata kurang lancar menulis dan membaca.
136
4. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas dimana telah
terbukti bahwa yang membawa dan menggunakan serta menempelkan contoh surat suara Pemilu 2009 tersebut adalah saksi Sole Hasibuan sendiri tanpa ada
perintah atau suruhan bahkan tanpa sepengetahuan dari terdakwa maka Majelis Hakim berpendapat bahwa menurut hukum bentuk pengetahuan dan
kehendak dari terdakwa dalam perbuatan saksi Sole hasibuan tersebut tidak memiliki kaitan apapun sehingga unsur sengaja dalam perkara ini tidak
terpenuhi.
137
5. Menimbang, bahwa karena salah satu unsur dalam dakwaan Penuntut Umum
tidak terpenuhi yaitu unsur “dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu dengan cara membawa atau menggunakan tanda gambar
danatau atribut lain selain dari pada tanda gambar danatau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan”, maka dakwaan Penuntut Umum harus dinyatakan
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut.
138
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diataslah sehingga Majelis Hakim memberikan putusan bebas kepada terdakwa, yang mempunyai kewenangan
memberikan putusan atau menjatuhkan putusan terhadap seseorang kelompok orang yang didakwa telah melakukan tindak pidana itu adalah hakim, bukan
134
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Putusan No. : 116Pid.B2009PN Psp, Padangsidimpuan, 12 Maret 2009, Op. Cit, hlm. 24.
135
Ibid.
136
Ibid, hlm. 25.
137
Ibid.
138
Ibid., hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
penegak hukum lainnya. Hal tersebut tentunya termasuk juga kewenangan untuk mengecualikan hukuman terhadap seseorang kelompok orang yang telah
melakukan tindak pidana.
139
Sebenarnya jika dilihat dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yaitu berupa barang bukti berupa contoh surat suara Pemilu 2009 kemudian dihubungkan
dengan keterangan saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, keterangan ahli dan keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 2008 dan pertauran Komisi Pemilihan Umum semestinya Majelis Hakim dalam perkara ini bisa memberikan putusan berupa putusan pelepasan dari segala
tuntutan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 191 Ayat 2 K.U.H.A.P. Adapun barang bukti dalam perkara ini yaitu berupa contoh tata cara
mencontreng surat suara pamilu legislatif tahun 2009 dan disalah satu kolom partai peserta pemilu terdapat nama H. ISKAN QOLBA LUBIS,MA Caleg DPR RI Dapil
Sumut II nomor urut 1dari Partai Keadilan Sejahtera, kemudian tercantum juga lambang dan nama partai peserta pemilu lain.
Terdakwa dipersidangan menerangkan bahwa setahu terdakwa Undang- undang Pemilu memberikan hak kepada masyarakat untuk mensosialisasikan
pemilu.
140
Demikian juga keterangan Saksi Ahli Topo Santoso dipersidangan menerangkan berdasarkan penafsiran historis, teleologisfungsional, dan
bahkan sosiologis perbuatan menggunakanmenempelkan contoh surat suara yang berisikan seluruh tanda gambar partai politik yang dimaksudkan sebagai
139
H.M. Hamdan, Hukuman Dan Pengecualian Hukuman Menurut KUHP Dan KUHAP, Medan: USU Press, 2010, hlm. 92.
140
Ibid., hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
sosialisasi atau bahkan jika dimaksudkan sebagai alat peraga kampanye sama sekali tidak melanggar Pasal 84 ayat 1 huruf i jo Pasal 270 UU No. 10
Tahun 2008.
141
Selanjutnya juga diterangkan jika dimaksudkan untuk kampanye maka TIDAK ADA satupun larangan dalam UU No. 10 Tahun
2008 dan Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 tentang pemasangan alat peraga kampanye berupa contoh surat suara yang memuat tanda gambar seluruh
peserta pemilu. Larangan membawa dan menggunakan atribut atau tanda gambar peserta Pemilu lainnya secara limitative diatur dalam jenis kampanye:
Pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan rapat umum Lihat Pasal 13 Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008.
142
Demikian juga dengan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dipersidangan terungkap bahwa dari semua saksi yang diajukan oleh
jaksa Penuntut Umum yaitu Saksi Hafni Harista Hasibuan,SH, Saksi M. Rizal Efendi Hasibuan, Saksi Soleh Hasibuan, Saksi Bonardon, Saksi H. Puli Parisan Lubis, Saksi
Sunardi,S.Ag., Saksi Umi Kalsum, Saksi Ali Amran Hasibuan,
143
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Pasal 13 Peraturan KPU No. 19 Tahun
2008 semestinya Majelis Hakim yang bisa memberikan putusan putusan berupa putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum.
semua saksi-saksi tersebut dipersidangan tidak ada yang menyatakan bahwa penempelan contoh surat
suara pemilu legislatif tahun 2009 dimaksud merupakan hal yang tidak disukai atau dibenci, atau merugikan masyarakat, ataupun menggangu ketertiban umum.
Selanjutnya sehubungan adanya pernyataan banding dari Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor:
141
Ibid., hlm. 17.
142
Ibid., hlm. 16.
143
Ibid., 6 sd 12.
Universitas Sumatera Utara
116pid.B2009PN Psp Jo. Maka perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye atas nama terdakwa H. Iskan Qolba Lubis,MA diadili pada
tingkat banding di Pengadilan Tinggi Medan yang merupakan proses hukum terakhir dalam perkara tindak pidana pemilu.
Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Medan setelah memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye ini
telah memberi putusan dengan Putusan Nomor: 199PID2009PT.MDN. Adapun amar putusannya adalah sebagai berikut:
144
MENGADILI: -
Menyatakan Permohonan Banding dari PembandingPenuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan tidak dapat diterima;
- Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada
Negara. Jika dilihat dari putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan, didalam
putusannya memberikan pertimbangan antara lain :
145
Menimbang, bahwa terlebih dahulu perlu dipertimbangkan perkara ini adalah merupakan perkara pelanggaran pidana pemilu yang penyelesaiannya telah
diatur dalam ketentuan pidana pemilu sebagaimana tersebut dalam Bab XX dan Bab XXI Undang Undang R.I. Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 254 ayat 1 Undang Undang R.I. Nomor 10 Tahun 2008 yang menentukan pengadilan negeri
dalam memeriksa dan mengadili serta memutus perkara pidana pemilu adalah menggunakan Undang undang Hukum Acara Pidana kecuali ditentukan lain
dalam Undang Undang ini;
144
Pengadilan Tinggi Medan, Putusan Nomor : 199PID2009PT.MDN, Medan, 27 Maret 2009, hlm. 15.
145
Ibid, hlm. 7 sd 9
Universitas Sumatera Utara
Menimbang, bahwa karena dalam Undang Undang tersebut tidak diatur tentang acara pemeriksaan banding, maka Pengadilan Tinggi menggunakan ketentuan
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang R.I. Nomor 8 tahun 1981;
Bahwa dalam pasal 67 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana ditegaskan, Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding
terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya
penerapan hukuman dan putusan pengadilan dalam acara cepat;
Menimbang bahwa dalam amar putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan No. 116Pid.B2009PN-Psp. Tanggal 12 Maret 2009 telah menyatakan
Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya dan membebaskan
Terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan tersebut;
Menimbang, bahwa menurut pendapat Mahkamah Agung R.I. sesuai dengan putusannya No. 119 KPid1982 tanggal 17 Maret 1983, terhadap putusan
pembebasan tak dapat dimintakan banding oleh Penuntut Umum, kecuali Penuntut Umum dapat membuktikan bahwa pembebasan tersebut sebenarnya
adalah pembebasan tidak murni, yang harus diuraikan Penuntut umum dalam memori bandingnya;
Pasal 252 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur
dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan dalam pertimbangan berikutnya menyatakan pendapatnya ternyata PembandingPenuntut Umum tidak dapat
membuktikan bahwa pembebasan Terdakwa tersebut sebenarnya adalah pembebasan tidak murni sebagaimana diuraikan dalam Memori Bandingnya,
karena tak dapat mengajukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan tentang dimana letak sifat tidak murni dari putusan bebas
Universitas Sumatera Utara
tersebut, oleh karena itu Pengadilan Tinggi Medan menyatakan permohonan banding dari PembandingPenuntut Umum tidak dapat diterima.
146
Dari pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan sebagaimana diuraikan diatas sehingga memberian putusan pada intinya menolak atau
tidak dapat menerima permohonan banding Jaksa Penuntut Umum terlihat adanya kebuntutan bagi Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan upaya hukum terhadap
putusan Pengadilan Negeri yang memberikan putusan bebas terhadap terdakwa dalam perkara tindak pidana pemilu.
Adanya kebuntutan bagi Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Negeri yang memberikan putusan bebas
terhadap terdakwa dalam perkara tindak pidana pemilu tersebut karena Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tidak mengatur tentang acara pemeriksaan banding di
Pengadilan Tinggi sehingga pengadilan tinggi menggunakan ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1981
Didalam Pasal 255 ayat 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 disebutkan putusan pengadilan tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat serta
tidak ada upaya hukum lain. Sedangkan ketentuan tentang upaya banding ke pengadilan tinggi diatur dalam pasal 67 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
K.U.H.A.P. yang menyatakan terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan
146
Ibid, hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukuman dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP CALON LEGISLATIF YANG MENJADI