Etnisitas dan Politik Suatu Studi Partisipasi Politik Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Partisipasi Masyarkat Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislative Di Desa Tengah, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

ETNISITAS DAN POLITIK

SUATU STUDI PARTISIPASI POLITIK ETNIS KARO

DALAM PEMILIHAN UMUM

LEGISLATIVE TAHUN 2009

(Studi Kasus : Partisipasi Masyarakat Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislative Di Desa Tengah, KEC.Pancur Batu, KAB. Deli Serdang)

DISUSUN OLEH :

EKA MAYA SANTIKA SARI SEMBIRING

060906060

DOSEN PEMBIMBING : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si

DOSEN PEMBACA : Indra Kesuma Nasution, S.IP, M.SI

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Etnisitas dan Politik

Suatu Studi Partisipasi Politik Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Partisipasi Masyarkat Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislative Di

Desa Tengah, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang) Nama : Eka Maya Santika Sari Sembiring

Nim : 060906060

ABSTRAKSI

Pemilihan Legislatif secara langsung terkait dengan peran serta masyarakatnya dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses Pemilihan Legislatif Langsung ini akan menghadirkan partisipasi politik masyarakat. Dan banyak faktor yang akan mempengaruhi preferensi kandidat dari pemilih tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah etnis yang dianggap sebagai faktor penting dalam perilaku pemilih di Indonesia.

Pada pemilu legislatif 2009 terjadi perubahan sistem pemilu yang berbeda dari pemilu sebelumnya, ini terkait dengan mekanisme suara terbanyak yang berhak menjadi caleg terpilih. Mekanisme ini menyebabkan faktor individu caleg menjadi lebih diperhitungkan selain dari ideologi partai.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Desa Tengah,

kabupaten Deli Serdang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara umum partisipasi masyarakat etnis Batak Karo dalam hubungannya dengan Partisipasi

masyarakat dan calon Legislatifnya pada pemilihan Legislatif 2009 sekaligus mengetahui seberapa besar partisipasi masyarakat Karo. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih yang terdaftar dalam pemilihan Legislatif 2009 di Desa Tengah, kabupaten Deli Serdang. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini bahwa penelitian dilakukan terhadap etnis Batak Karo.

Penelitian dilakukan tehadap responden yang telah berhak memilih yaitu yang telah berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian ini kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Taro Yamane, maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 96 orang.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Pengasih karena atas berkat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini disusun melalui pengumpulan data dari berbagai sumber yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan angket. Dalam skripsi ini digambarkan mengenai etnisitas dan politik, suatu studi partisipasi politik etnis karo dalam pemilihan umum legislative tahun 2009 suatu kasus partisipasi masyarakat etnis karo dalam pemilihan umum legislative di desa tengah , kecamatan pancur batu, kabupaten deli serdang..

Dalam skripsi ini terdapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, petunjuk dan saran, keterangan-keterangan serta data yang diberikan secara tertulis maupun lisan oleh karenanya maka skipsi ini dapat diselesaikan oleh penulis.

Terimakasih yang tak terhingga kepada bapak saya Drs. B. Semniring yang selalu memberikan aku dukungan yang luar biasa serta motivasi dan selalu mendoakan aku. Dan mamak saya Dra.R.A.Sitepu yang selalu tabah dan sabar terhadap keluarga, dan tak lupa juga selalu memberikan yang terbaik kepada saya, mendoakan dan memberikan memotivasi. Juga kepada adek ku tercinta Putri Agustriani adek qu yang cantik dan cerewet.buat Adek qu Ita Alemmina jangan cerewet yang dek, jangan sering ngemil biar cantik itu badan hahaaahha kejar cita-cita dnu mau jadi Dokter dan buat adek qu yang paling kecil Jumpamin Sura-suara Br Sembiring jangan melawan dek qu turuti apa kata kakak Tua dan Kakak tengah ya. Walaupun kita semuanya membuat marah orang tua, sering bertengkar mulai dari kecil tapi yakinlah aku tetap sayang kepada mu.


(4)

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik USU Medan yaitu bapak Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si.

2. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA. Selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik USU.

3. Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing dan Bapak Indra Kesuma,S.IP,M.SI. Selaku Dosen Pembaca yang telah berkenan memberikan bimbingan dengan sabar dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Seluruh dosen yang telah mengajar penulis selama masa perkuliahan dan juga kepada seluruh staf Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

5. Kepala Desa beserta perangkat Desa Tengah, Kecamatan Pancur Batu yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data yang diperlukan untuk skripsi ini.

6. Seluruh Responden yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket yang telah diberikan sehingga penulis sangat terbantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada teman-teman ku Astri,Adit,Emmy,Silvi,ICHo semua buat stambuk 2006 yang sudah wisuda jangan sombong kalau nanti sudah sukses dan buat yang belum harus tetap semangat. 8. Kepada De Janda’s ( Stella, Isabella, K’maria ) akhirnya wisuda bareng juga kita. Thx sudah

ada disaat aq susah dan senang. Ingat motto kita “ Hadapi Hidup Ini dengan Santai dan Tawa”. Buat k’maria trima kasih ya kakak buat tumpangan selama 2 minggu terakhir ini aq di kos kakak, buat stella bela dan k’maria kalian lah yang support aq biar cepat selesai ini tugas akhir qu, kalian yang mengingatkan aq, marah-marah sama qu gak ku kerjakan, buat bg’hendrik makasih udah membantu aq, bg FX Oktavianus jangan sering sindir secara halus


(5)

ya hehhehehehehhehh Tidak tahu lagi aq woiii dengan apa yang harus qu katakana Tuhanlah yang akan membalasnya semuanya.

9. Trima kasih buat PERMATA GLORIA PANCUR BATU KOTA dan KA/KR juga.. Dalam skripsi ini penulis sadar banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kiranya pembaca dapat memaklumi kekurangan yang ditemui dalam srkripsi ini.

Akhir kata salam penulis ucapkan kepada seluruh pembaca yang tertarik dengan skripsi ini. Semoga apa yang terdapat dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 23 September 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

I. Abstraksi………..………i

II. Kata Pengantar……….ii

III. Daftar Isi………..v

IV. Daftar Tabel………..viii

BAB I. PENDAHULUAN…….……….1

1. Latar Belakang...……….………1

2. Perumusan Masalah……...……….………...9

3. Tujuan Penelitian……..………..9

4. Manfaat Penelitian………10

5. Kerangka Teori……….…………...….………11

5.1. Teori Partisipasi Politik...………...……….13

5.1.1. Konsep Dasar Partisipasi Politik………...………...15

5.1.2. Bentuk Partisipasi Politik……….……….………...20

5.2. Konsep Etnisitas………...25

5.2.1. Pengertian Etnik………25


(7)

5.3. Pemilihan Umum dan Sistem Pemilihan Umum………...30

5.3.1. Pengertian Pemilihan Umum………30

5.3.2. Sistem Pemilihan Umum………...31

5.3.3. Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia………32

5.4. Partai Politik……….37

5.4.1. Defenisi Partai Politik………37

5.4.2 Sistem Kepartaian ……….………….38

5.4.2.1 Sistem Partai Tunggal………...38

5.4.2.2. Sistem Dwi Partai………39

5.4.2.3. Sistem Multi Partai……….39

6. Metode Penelitian………45

6.1 Jenis Penelitian………..……...……….46

6.2. Lokasi Penelitian………...………...46

6.3. Populasi dan Sampel………...………46

6.4. Teknik Pengambilan Data...………...………48

6.5. Teknik Analisis Data………49


(8)

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian………..46

II. 1. Gambaran Umum………..46

II.1.1. Letak Geografis……….46

II.2. Demografi……….46

II.2.1. Jumlah Penduduk……….46

II.2.2. Tingkat Pendidikan Penduduk………47

II.2.3. Lembaga Pendidikan………48

II.2.4. Mata Pencaharian Penduduk………..48

II.2.5. Agama Penduduk………..49

II.2.6. Fasilitas Kesehatan Penduduk……….49

II.2.7. Perolehan Hasil Suara Pemilihan Umum Legislatif di Desa Tengah……….50

BAB III. Penyajian Data Dan Analisis Data……….57

3.1. Penyajian Data………...………..……….57

3.2. Karakteristik Responden………...………...…...57

3.2.1. Evaluasi Tentang Etnisitas…………...……….60


(9)

3.2.3. Evaluasi Tentang Partai Politik………65

3.2.4 Evaluasi Tentang Pemilihan Umum………..68

3.2.5. Evaluasi Tentang Kampanye Di Desa Tengah………70

3.3. Analisis Data………...………..73

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN………...………79

4.1. Kesimpulan…...………..………...………...79

4.2. Saran………...………...81

DAFTAR PUSTAKA………..……….83


(10)

DAFTAR TABEL

Gambar 1 Hierarki Partisipasi Politik……….………19

Gambar 2 Piramida Partisipasi Politik………20

Tabel 1 Bentuk Partisipasi Politik………..……….17

Tabel 2 Klasifikasi Penduduk Menurut Umur………47

Tabel 3 Tingkat Pendidikan Penduduk………...47

Tabel 4 Lembaga Pendidikan……….48

Tabel 5 Mata Pencaharian Penduduk……….………48

Tabel 6 Agama Yang Dianut………..………49

Tabel 7 Hasil Perolehan Suara Pemilihan Umum Legislative Di Desa Tengah …………50

Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Usia………59

Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………59

Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Agama………...………60

Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pandidikan………..……….60

Tabel 12 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pekerjaan………..……..61

Tabel 13 Distribusi Jawaban Responden Tentang Marga Dalam Pemilu Legislative…….61

Tabel 14 Distribusi Jawaban Responden Tentang Memiliki Marga Yang Sama Dengan Calon Legislatif……….……….62


(11)

Tabel 15 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengaruh Etnis Terhadap Pilihan Calon Legislative Di Desa Tengah Pada Pemilu Legislative…..……...62 Tabel 16 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kekerabatan Lebih Penting Dari Hal Lain Ketika Memilih Calon Legislative Di Desa Tengah Pada Pemilihan Umum……63 Tabel 17 Distribusi Jawaban Responden Tentang Hubungan Dengan Calon Legislative

Yang Dipilih Pada Pemilihan Calon Legislative……….………..63 Tabel 18 Distribusi Jawaban Responden Tentang Berapa Kali Mengikuti Pemilihan Umum Pada Pemilihan Calon Legislative………. ……...64 Tabel 19 Distribusi Jawaban Responden Tentang Alasan Mengikuti Pemilihan Umum

Legislative ………...64 Tabel 20 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ikut Mendukung Calon Legislative Dalam

Kampanye Sebelum Pemilihan Umum………..………….65 Tabel 21 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Pemilihan Umum Yang

Mendukung Kedaulatan Rakyat……….………65 Tabel 22 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Pemilihan Umum Dalam

Sistem Luberjurdil……….66 Tabel 23 Distribusi Jawaban Responden Tentang Apa Arti Partai Politik...………67 Tabel 24 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ikut Bergabung Dalam Partai Politik …67 Tabel 25 Distribusi Jawaban Responden Tentang Partai Apa Yang Dipilih Pada Pemilihan


(12)

Tabel 26 Distribusi Jawaban Responden Tentang Motivasi Untuk Memilih Partai Politik.69 Tabel 27 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ikut Dalam Pemilihan Umum Legislative

2009………69 Tabel 28 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pemilihan Umum Sudah Menampung

Aspirasi Rakyat………..………69 Tabel 29 Distribusi Jawaban Responden Tentang Calon Legislative Yang Terpilih Sesuai

Dengan Keinginan………..………70 Tabel 30 Distribusi Jawaban Responden Tentang Apakah Sudah Mengenal Calon

Legislative Dalam Pemilihan Umum Legislative………..……70 Tabel 31 Distribusi Jawaban Responden Tentang Dimana Mengenal Calon Legislative

Tersebut……….71 Tabel 32 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pernah Mengikuti Kampanye Oleh Partai Politik Pada Pemilihan Umum………...71 Tabel 33 Distribusi Jawaban Responden Tentang Mengikuti Kampanye Oleh Partai

Politik……….72 Tabel 34 Distribusi Jawaban Responden Tentang Macam-macam Kampanye Yang

Diikuti………....73 Tabel 35 Distribusi Jawaban Responden Tentang Apakah Kegiatan Kampanye Sesuai


(13)

Tabel 36 Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlu Tidak Diadakannya Kampanye Legislative Sebelum Pemilihan Umum………..…74


(14)

Etnisitas dan Politik

Suatu Studi Partisipasi Politik Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Partisipasi Masyarkat Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislative Di

Desa Tengah, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang) Nama : Eka Maya Santika Sari Sembiring

Nim : 060906060

ABSTRAKSI

Pemilihan Legislatif secara langsung terkait dengan peran serta masyarakatnya dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses Pemilihan Legislatif Langsung ini akan menghadirkan partisipasi politik masyarakat. Dan banyak faktor yang akan mempengaruhi preferensi kandidat dari pemilih tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah etnis yang dianggap sebagai faktor penting dalam perilaku pemilih di Indonesia.

Pada pemilu legislatif 2009 terjadi perubahan sistem pemilu yang berbeda dari pemilu sebelumnya, ini terkait dengan mekanisme suara terbanyak yang berhak menjadi caleg terpilih. Mekanisme ini menyebabkan faktor individu caleg menjadi lebih diperhitungkan selain dari ideologi partai.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Desa Tengah,

kabupaten Deli Serdang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara umum partisipasi masyarakat etnis Batak Karo dalam hubungannya dengan Partisipasi

masyarakat dan calon Legislatifnya pada pemilihan Legislatif 2009 sekaligus mengetahui seberapa besar partisipasi masyarakat Karo. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih yang terdaftar dalam pemilihan Legislatif 2009 di Desa Tengah, kabupaten Deli Serdang. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini bahwa penelitian dilakukan terhadap etnis Batak Karo.

Penelitian dilakukan tehadap responden yang telah berhak memilih yaitu yang telah berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian ini kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Taro Yamane, maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 96 orang.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Partisipasi merupakan aspek yang penting dari demokrasi, partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas dari modernisasi politik. Partisipasi politik adalah kegiatan sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan jalan untuk memilih pimpinan secara langsung atau langsung, dan juga dapat mempengaruhi kebijakan pemerintahan.1

1

A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia : Graha Ilmu, 2007. Hal 285

Partisipasi dari masyarakat tersebut dengan melalui mereka yang ikut serta dalam mengubah keputusan yang diatas oleh penguasa yang akan digantikan dengan mempertahankan kekuasaannya. Dalam hal ini perorangan baik pun kelompok akan selalu berusaha untuk mempengaruhi pemerintah baik yang akan ditentukan oleh alternative yang akan digunakan mencapai tujuan mereka sendiri.

Bentuk partisipasi masyarakat yang lebih jelas terlihat dalam pemilihan umum, dalam kegiatan ini masyarakat berperan serta dalam menentukan wakil yang akan duduk di pemerintahan. Pemberian suara dapat dianggap sebagai suatu bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena akan menurut keterlibatan minimal yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana.


(16)

Dalam mempertimbangkan partisipasi politik karena terbatasnya peristiwa tersebut harus ada perhatian terdapat mereka yang tidak ikut berpartisipasi sama sekali dalam proses politik. Ada 3 hal yang hendak dituju sesuai dengan pimpinan kebijakan yaitu:

1. Kebijakan yang menghendaki berlakunya kedaulatan rakyat melalui pmerintahan yang sesungguhnya dapat dibatasi oleh konstitusi dan dalam tanggung jawab waktu tertentu. 2. Kebijakan yang menghendaki keabsahan pemerintahan baik dalam pengertian

pertanggung jawaban politik serta mekanisme yang kuat dan efektif dengan tenggang waktu tertentu.2

Dalam mewujudkan partisipasi politik, masyarakat memiliki dua cirri atau bentuk dari partisipasi politik berdasarkan sifat yaitu yang dimobilisasi dan otonom. Dimobilisasi adalah banyak diantara orang-orang yang memberikan suara, berdemonstrasi atau mengambil tindakan lain yang kelihatannya sebagai partisipasi politik tidaklah bertindak dengan niat pribadi untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintahan bahkan mereka menggunakan hak pilihnya, karena disuruh dan dipaksa berbuat demikian padahal mereka tidak mengerti makna tindakan mereka. Sedangkan partisipasi politik otonom mengikuti dengan seksama, menganalisa baik buruknya dan pilihan atau kebijaksanaan yang diambil.3

Dalam Undang-undang Dasar 1945 pada pasal 28 tentang “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan oleh Undang-undang.4

2

Topo Santoso dan Didik Supriyanto, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 26.

3

A. Rahman, Op Cit. hal. 288

4

Perpustakaan Nasional; UUD 1945 Negara Republik Indonesia 1945 Dalam Satu Naskah (Amandemen I-IV), Jakarta; Pustaka Nasional, 2010. Hal. 26

Artinya hak yang bersifat adalah bersekutu dan berkumpul adalah bersama, yang merupakan hak yang mengeluarkan pikiran atau pendapatnya dan kewajiban untuk memiliki kemampuan dalam berorganisasi dan melaksanakan aturan-aturan.


(17)

Pemilihan umum merupak sarana tidak terpisahkan dari kehidupan politik negara

demokratis modern. Pemilihan umum dilakukan sebagai tata cara untuk memperoleh kedudukan atau status sebagai wakil rakyat atau sebagai anggota badan perwakilan dengan memanfaatkan pemilihan umum sebagai usaha pembentukan dan pertumbuahan sistem perwakilan politik rakyat.5

Makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokrasi adalah sebagai institusi dalam memperebutkan kekuasaan atau pengaruh yang dilakukan dengan norma dan etika sehingga sirkulasi politik atau pergantian kekuasaan dapat dilakukan secara damai dan beradab. Lembaga tersebut adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam mengelola kekuasaan dimana kedaulatan rakyat menjadi sumber kekuasaan itu sendiri.

Oleh sebab itu pemahaman kita tentang pemilihan umum terutama dalam konteks demokrasi yakni pemilihan umum dapat dipandang sebagai suatu prosedur untuk mengumpulkan data-data tertentu.

6

Disepanjang orde baru ketika pemerintahan dan media yang hegemonic memanggil warga untuk ikut dalam “pesta demokrasi” suatu minoritas kecil pembangkang secara sadar memilih agar tetap putih murni sampai suatu pemilihan umum yang sungguh demokrasi

Di Indonesia sendiri pelaksanaan pemilihan umum pertama sekali dilakukan pada tahun 1955, yang dipandang sebagai prestasi yang gemilang dan jawaban nyata kepada masyarakat di dalam dan luar negeri yang mengklaim bangsa Indonesia tidak sanggup berdemonstrasi. Namun tidak dapat pula dikatakan bahwa pemilihan umum yang secara formal sangat sempurna itu mengecewakan sebagai langkah kea rah pelembagaan kedaulatan rakyat banyak.

5

Lance, Castles, Pemilu 2004, Yogyakarta; Pustaka Pelajar 2004. Hal. 11

6


(18)

diadakan lagi.7

Pemimpin yang dipilih tersebut akan menjalankan kehendak rakyata yang akan memilihnya dengan demikian ada 2 manfaat yang merupakan sekaligus sebagai tujuan atau sasaran langsung yang akan hendak dicapai dengan pelaksanaan atau lembaga politik yaitu dengan menemukan atau pemupukan kekuasaan yang otoritas dan mencapai skala waktu yang pendek yang telah mengisyaratkan bahwa manfaatnya dirasakan setelah proses pemilihan umum itu sendiri berlangsung maka manfaat yang dapat dirasakan setelah waktu relative panjang yaitu pembudayaan politik dan pelembagaan politik.

Dalam proses perpanjangan yang paling panjang tersebut bangsa ini telah melakukan proses politik yang disebut dengan pemilihan umum.

Pada pemilihan umum pada tahun 1999 sebagai besar rakyat merasa bahwa nurani sudah mengizinkan mereka untuk mencoblos pada zaman orde baru. Keberhasilan dalam pemilihan umum 1999 tidaklah dapat menyelesaikan persoalan bangsa karena kehidupan politik sangat berpengaruh pada perilaku elit politik yang sangat berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompok.

Sistem voting juga dapat memainkan peranan yang sangat luar besar dapat dilihat dengan menetukan partai yang akan memegang kekuasaan politik pada sistem yang lain. Voting akan mungkin merupakan sedikit lebih besar dari pada upacara ritual dengan oarng-orang yang berkuasa untuk mendapatkan legitimasi bagi pemerintah. Pada hakikatnya pemilihan umum di negara manapun mempunyai esensi yang sama, pemilihan umum merupakan rakyat yang akan melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang yang akan menjadi pimpinan rakyat atau pimpinan negara.

8

7

Ibid. hal. 11

8


(19)

Besarnya kemungkinan dalam menciptakan manfaat pemerikasaan tergantung pada kesadaran para pendukung lembaga politik dengan disangkutkan pada cara pemilihan umum langsung.9 Kesempatan masyarakat luas untuk mempengaruhi proses politik sebagai unsure penentu swadaya politik disamping kemampuan, ditentukan oleh mekanisme tersebut adalah hubungan saling mempengaruhi atau saling mendukung diantara aspek atau bidang tertentu dengan berbagai tingkat level kehidupan.10

Di Indonesia secara relative terdapat kesetiaan etnis yang relative tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas.

Sebagian besar elit politik partisipasi politik lebih merupakan suatu alat dari pada suatu nilai utama. Sikap mereka tentang tingkat-tingkat dan bentuk-bentuk dasar dari partisipasi yang diinginkan untuk sebagai besar akan ditentukan oleh akibat-akibat dari semua terhadap

kemampuan, mereka untuk meraih kekuasaan dan untuk tetap memegang kekuasaan.

Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai politik, tetapi juga melalui organisasi-organisasi yang mencakup golongan pemuda, golongan buruh, serta organisasi-organisasi-organisasi-organisasi

kebudayaan dengan melalui pembinaan yang ketat potensi masyarakat dapat dimanfaatkan secara terkendali. Ada beberapa faktor utama yang membentuk partisipasi di Indonesia salah satunya adalah faktor etnisitas. Kelompok etnis mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorangan. Dengan adanya rasa kesukuan atau kedaerahan sehingga dapat mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai politik. Etnis juga dapat

mempengaruhi loyalitas terhadap pertain tertentu.

11

9

Ibid, hal 191.

10

Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat, Jakarta; Rajawali Press 1985, hal. 8

11

Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta; LP3S, 2003, hal. 182

Kesetiaan etnis di Indonesia masih terlihat sangat signifikan dan mengabaikan faktor etnis yang dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang


(20)

politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas menunjukkan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang.

Identitas partai akan berkaitan dengan kesetiaan dan ketidaksetiaan dari massa suatu partai. Semakin tinggi identitas partai akan semakin tinggi tingkat loyalitas massa partai, sebaiknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah loyalitasnya di Indonesia loyalitas massa partai sering dikaitkan dengan etnisitas. Perbedaan etnis diikuti pula oleh perbedaan agama yang mereka anut serta lapangan pekerjaan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka sehari-hari. Semua perbedaan adalah perbedaan etnis, agama, pekerjaan, menjurus pada perbedaan organisasi sosial atau partai politik yang mereka pilih atau ikuti.

Dalam perkiraan kasar jumlah masyarakat Karo telah melebihi angka 1 juta jiwa. Ada beberapa kalangan bahkan memperkirakan telah melampauin tersebut. Mereka bermukim di 3 (tiga) wilayah yaitu daerah Dataran Tinggi Karo, Langkat dan Deliserdang. Namun, jumlah yang cukup besar dan wilayah bermukim yang luas ini belum menjadikan mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengambilan kepurtusan-keputusan politik di tingkat Pemerintahan Propinsi. Alokasi dana pembangunan, penyebaran proyek-proyek yang

berimplikasi penambahan jumlah uang beredar di daerah, penentuan pejabat penting kebanyakan dirasakan belum memperhatikan aspirasi dan masyarakat Sumatera Utara. Kalangan masyarakat Karo juga mencatat bahwa setiap kali dibuat keputusan-keputusan yang memerlukan

pertimbangan tentang jumlah anggota/ pendukung suatu etnis, maka untuk etnis Karo jumlah penduduk yang dipakai sebagai acuan adalah jumlah penduduk Kabupaten Karo (lebih kurang 250.000 jiwa.

Akses terhadap kekuasaan adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan mempengaruhi pejabat-pejabat politik. Umumnya kelompok yang memiliki akses terhadap kekuasaan adalah


(21)

kelompok masyarakat yang tingkat partisipasiny dalam politik (yang sudah barang tentu

mempersyaratkan kompetensi) cukup tinggi. Masyarakat Karo pasca era G305/PKI telah menjadi kelompok masyarakat yang sangat rendah aksesnya terhadap kekuasaan.

Salah satu sarana untuk berpartisipasi adalah partai politik, secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Adapun tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu dengan melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.12

Demikian juga dengan pendekatan ekonomi masyarakat yang kurang mampu akan diberikan sogokan akan memilih pasangan tersebut maka setelah calon tersebut terpilih

masyarakat yang kurang mampu tersebut akan dilupakan dan akan tetap pada ketidakmampuan. Sangat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dalam penentuan pilihan pada pemilihan umum baik itu keaktifan dalam partai politik atau aktifitas kampanye yang dilakukan selama pemilihan umum. Pada survey di Jerman Barat juga akan memperlihatkan bahwa minat politik itu baik bertambah dengan pertambahan usia, penghasilan dan status pekerjaan dan ada yang lebih penting pada daerah dan wilayah-wilayah tertentu.

Dalam pilihan rasional merupakan dengan menganalisa calon kandidat dari segi latar belakang serta kemampuan dan moralitas sebagai contoh misalnya dengan

menjatuhkan pilihan bukan karena melihat status ekonomi atau jenis kelaminnya. Apabila calon perempuan yang akan memilih maka calon tersebut sebenarnya belum tentu calon tesebut dapat menyampaikan aspirasi mereka.

13

1. Sebagai sarana komunkasi politik

Dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi yaitu:

12

Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 16

13


(22)

2. Sebagai sarana sosialisasi politik 3. Sebagai sarana rekrutmen

4. Sebagai sarana pengaruh konflik.14

Maka berdasarkan hal tersebut penulis mengobjekkan Etnis Karo dalam Pemilihan Umum Legislatif di Desa Tengah, Kec. Pancur Batu.

2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahannya. Atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.15

• Bagaimanakah hubungan relasi objek etnis terhadap parttisipasi politik rakyat dalam pemilihan umum Legislatif di Desa Tengah Kecamatan Pancunr Batu tahun 2009

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulisan membuat perumusan masalah sebagai berikut:

• Bagaimanakah tingkat partisipasi dari masyarakat Etnis Karo di Desa Tengah dalam pemilihan umum legislative tahun 2009.

14

Ibid, hal. 19

15


(23)

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu:

• Untuk mendeskripsikan hubungan relasi terhadap objek penelitian yaitu Etnis Karo yang terdapat di Desa Tengah Kecamatan Pancur Batu. Baik dari segi keikutsertaan mereka dalam masa kampanye menjelang pemilu, ataukah dengan ikut menjadi partai politik, maupun ketika pemungutan suara.

• Dan juga mengetahui apakah tingkah partisipasi masyarakat Etnis Karo di Desa Tengah tinggi atau rendah sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan. Yang kemudian akan digunakan untuk memperbaiki atau semakin meningkatkan partisipasi masyrakat di Desa Tengah.

4. Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari proposal ini ada 3 yaitu:

1. Untuk penulis sendiri agar dapat meningkatkan kemampuan dalam membuat karya tulis ilmiah.

2. Untuk penelitian juga dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang ada terutama bagi mahasiswa ilmu politik dan juga bagi mahasiswa lainnya yang tertarik dengan bidang politik.

3. Untuk instansi yang terkait dalam penelitian saya ini yaitu KPU, maka manfaatnya adalah KPU dapat melihat bahwa mekanisme masyarakat dalam pemilihan Legislatif ditingkatkan sosialisasinya pada waktu pemilihan umum dan pada akhirnya menyukseskan terlaksananya pemilihan umum.


(24)

5. Kerangka teori

Penelitian ini memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah, maka diperlukan beberapa teori yang sangat relevan dengan permasalahan. Namun sebelumnya akan dijelaskan beberapa definisi dari teori-teori adalah merupakan

serangkaian konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

5.1. Teori Partisipasi Politik

5.1.1. Konsep Dasar Partisipasi Politik

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yang artinya “art” yang berarti bagian. Jika kata “part” dikembangkan menjadi kata kerja maka kata ini menjadi “ to Participate” yang bermakna turut ikut ambil bagian. Sedangkan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti Kota, negara kota.

Secara umum defenisi partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau orang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan untuk memilih pimipinan negara dan secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Berikut beberapa defenisi partisipasi menurut beberapa ahli.

Adapun pengertian partisipasi politik menurut Michael Rush dan Philip Althoft yakni:

“Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pemimpin pemerintahan”.16

Segala kegiatan warga negara yang mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan kebijakan umum termasuk dalam memilih pemimpin pemerintahan dapat digolongkan sebagai kegiatan partisipasi politik. dalam hubungan dengan negara-negara baru Samuel P.Huntington

16


(25)

dan Joan Nelson dalam bukunya yang berjudul pembangunan politik di negara-negara berkembang member tafsiran yang lebih luas dengan memasukkan secara ekspilisit tindakan illegal dan kekerasan. Menurut mereka, partisipasi politik adalah:

“Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk

mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, karena partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan

kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”.17

“Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pimpinan pemerintahan” Kemudian Ramlan Surbakti juga memberikan pengertian yang sejalan dengan pengertian partisipasi politik diatas yakni:

18

“Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara, secara langsung atau tidak langsung dalam mempengaruhi kebijakan negara. Kegiatan ini mencakup seperti memberikan suara pada pemilihan umum, dalam menghadiri rapat umum, menjadi salah satu anggota partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya”

Partisipasi politik tersebut didefenisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public yang dilakukan oleh warga negara biasa. Lalu kemudian Miriam Budiardjo mendefenisikan partisipasi politik tersebut sebagai berikut:

19

Dalam hal ini, Miriam Budiardjo mendefenisikan partisipasi politik tersebut sebagai kegiatan individu atau kelompok yang berjutuan agar masyarakat tersebut ikut aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan public atau mempengaruhi kebijakan publik.

17

Samuel P. Huntington dan Nelson, Op.Cit., hal 16-18

18

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 1992. Hal 118

19


(26)

Dalam bukunya Mas’oed dan Mac Andrews tahun 1981, dengan judul perbandingan sistem politik. Putnam menbuat suatu model skematis startifikasi sosial politik. model tersebut dibangun berdasarkan data dari beberapa negara tentang proporsi wargannegara yang terlibat dalam berbagai tingkat kegiatan politik. Pada puncak piramida terletak pada kelompok pembuat keputusannya itu individu-individu yang secara langsungterlibat di dalam pembuatan

kebijaksanaan nasional.20

Selain itu dalam partisipasi politik berarti dimungkinkan terdapat hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya. Kita ketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan. Dalam sistem

pemerintahan, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut.

Berdasarkan beberapa defenisi kelompok partisipasi politik yang dikemukakan oleh beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyrakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh warga negara asing yang tinggal di negara yang dimaksud.

21

Samuel P.Huntingthon dan Joan Nelson membedakan partisipasi menjadi dua yakni: partisipasi otonom (dilakukan pribadi secara sadar) dan partisipasi yang dimobilisasi

(digerakkan).22

20

Damsar Prof, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2010. Hal. 10

21

Sudjono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, Semarang 1995, hal. 5-6

22

Samuel P. Huntington dan Nelson, Op Cit, hal. 9-12

Apabila kegiatan partisipasi itu dilakukan oleh pelakunya sendiri maka partisipasi tersebut dapat digolongkan kedalam partisipasi otonom, sedangkan jika kegiatan


(27)

tersebut digerakkan oleh orang lain maka dapat dimasukkan kedalam partisipasi otonom. Sedangkan kegiatan tersebut digerakkan oleh orang lain maka dapat dimasukkan kegiatan partisipasi mobilisasi.

Masyarakat Indonesia yang memiliki karakteristik seperti pendidikan rendah, ekonomi kurang baik dan kurang memiliki akses informasi membuat pola partisipainya cenderung

dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong masyarakat untuk membangun suatu pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka elit-elit partai cenderung menggunakan cara-cara mobilisasi ataupun penetrasi ke masyarat untuk mendukung partai politik tertentu. Demokrasi parlemen yang dinilai memiliki ruang public dan kebebasan politik yang memadai juga ditandai dengan intervensi elit lokal maupu pusat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.

5.1.2 Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi dengan asumsi yang mendasari demokrasi dan partisipasi, orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik. karena itu yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.

Keputusan politik menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat berhak mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Maka partisipasi berarti keikutsertaan warga negara biasa atau yang tidak mempunyai kewenangan dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.


(28)

Partisipasi politik dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai suatu kegiatan dan membedakan partisipasi aktif dan partisipasi pasif.23

Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi diberbagai negara dan berbagai waktu. Kegiatan politik konvensional adalah bentukk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk non-konvensional seperti petisi, kekerasan dan revolusi. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik., integritas kehidupan politik dan kekuasan politik dan kepuasan atau ketidak puasan warga negara.

Partisipasi aktif merupakan mencakupi semua kegiatan warga negara dengan mengajukan usul tentang kebijakan umum, untuk mengajukan alternative kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah,

mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut seta dalam kegiatan pemilihan pemimpin pemerintahan. Pada pihak yang lain bahwa partipasi pasif antara lain berupa keggiatan dengan mematuhi peraturan-peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan dengan demikian saja setiap keputusan pemerintah.

24

1. Partisipasi politik konvensional yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern.

Dalam buku Perbandingan Sistem Politik Indonesia yang dikutip oleh Mas’oed dan MacAndrew 1981, Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, yaitu :

2. Partisipasi politik non konvensional yaitu suatu bentuk partispasi politik yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan da revolusioner.

23

Ramlan surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992

24


(29)

Adapun rincian dari pandangan Almond tentang dua bentuk partisipasi politik dapat dilihat oada tabel berikut :

TABEL I

Bentuk Partisipasi Politik

Konvensional Non-konvensional

1. Pemberian suara 2. Diskusi politik 3. Kegiatan kampanye

4. Membentuk dan bergabung dalam kelomok kepentingan

5. Komunikasu individual dengan pejabatpolitik dan administratif

1. Pengajuan petisi 2. Berdemonstrasi 3. Konfrontasi 4. Mogok

5. Tindakan kekerasan politik harta benda(pengeboman, pembakaran) 6. Tindakan kekerasan politik

terhadap manusia (penculikan, Pembunuhan)

7. Perang grilya dan revolusi

Sumber :Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews (1981) dikutip dari dalam buku DR.

Damsar25

25


(30)

Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik Michael Rush dan Philip Althoff juga mengindentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik yang mungkin yakni sebagai berikut :

Gambar I

Hierarki Partisipasi Politik

Menduduki jabatan politik atau administrative

Mencari jabatan politik atau administrative

Menjadi angota aktif dalam suatu organisasi politik Menjadi anggota pasif dalam suatu orgaisasi politik

Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik

Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainya Partisipasi dalam diskusi politik informal

Partisipasi dalam pemungutan suara (voting) Apati total

Sumber : Rush dan Althoff (2003) dalam Damsar (2010), hal 185

Adapun pengertian partisipasi politik menurut David P. Roth dan Wilson dalam bukunya “The Comparative Study Of Politics” membuat tipologi partisipasi politik atas dasar piramida partisipasi yang menunjukan bahwa semakin tingi intensitas dan derajat keterlibatan aktifitas politik seseorang, maka semakin kecil kuantitas orang yang terlibat didalamnya.


(31)

PENGAMAT

ORANG APOLITIS

Gambar II

Piramida Partisipasi Politik

AKTIVIS

PARTISIPAN

Identitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam aktifitas politik dikenal sebagai aktifis. Ada pun yang masuk dalam kelompok aktifis adalah pemimpin dan para fungsionaris partai atau kelompok kepentingan yang mengurus organisasi secara penuh waktu (FullTime). Termasuk didalamnya kategori ini adalah kegiatan politik yang dipandang menyimpang atau negative seperti membunuh politik, teroris, atau pelaku pembajakan untuk meraih tujuan politik.

Lapisan berikutnya setelah lapisan puncak piramida dikenal sebagai partisipasi. Kelompok ini mencakup berbagai aktifitas seperti petugas atau juru kampanye, mereka yang


(32)

terlibat dalam program atau proyek sosial, sebagai pelobi politik, aktif dalam partai politik atau kelompok kepentingan.

Lapisan selanjutnya adalah kelompok pengamat, mereka ikut dalam kegiatan politik yang menyita waktu, tidak menuntut prakarsa sendiri, tidak intensif dan jarang melakukannya. Sedangkan lapisan terbawah adalah kelompok yang apolitis yaitu kelompok orang yang tidak peduli terhadap sesuatu yang berhubungan dengan politik. mereka tidak memberikan sedikitpun terhadap masalah politik.

Partisipasi politik pada negara yang menerapkan sistem politik demokrasi merupakan hak warga negara tetapi dalam kenyataannya dengan persentase warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu negara ke negara lain, dengan kata lain tidak semua warga negara ikut dalam proses politik. fakto-faktor yang diperkirakan denga mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang adalah kesadaran politik merupakan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Dalam partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk studi tentang partisipasi dapat menggunakan skema-skema kalrifikasi yang berbeda-beda yaitu:

1. Kegiatan pemilihan dengan mencakup suara akan tetapi juga sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, dengan mencari dukungan dibagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

2. Lobbying merupakan dengan mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin politik dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan tentang persoalan yang telah menyangkut sejumlah besar.


(33)

3. Kegiatan organisasi dengan merupakan menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannnya yang utama dan eksplisit adalah dengan mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah orang.

4. Mencari koneksi dengan merupakan tindakan perorangan yang akan ditujukan terhadap pejabat pemerintah dan dengan memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang.

5. Tindakan kekerasan merupakan salah satu bentuk dari partisipasi politik dan untuk keperluan analisis ada manfaatnya untuk mendefinisikannya sebagai bentuk kategori tersendiri dengan sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang ataupun harta benda.26

Partisipasi dalam pemungutan suara jelas merupakan hanya merupakan partisipasi saja karena hal tersebut sering terjadi dan memiliki makna yan berbeda pada setiap penyelengaraan pemilihan umum. Maka sebaliknya partisipasi dalam pemungutan suara dengan meningkatnya dalam suatu masyarakat, dengan demikian bentuk-bentuk dari partisipasi politik yang lainnya akan meningkat.27

1. Kelas yang menyangkut perorangan dengan status sosial, pendapatan pekerjaan yang sama

Oleh sebab itu ada kemungkinan dalam menganalisa partisipasi politik dari segi organisasi kolektif yang berlainan untuk digunakan dalam menyelenggarkan partisipasi dan biasanya yang menjadi landasan yang lazim adalah :

26

Samuel Huntington, Joan Nelson, Partisipasi Politik Di Negara Berkembang, Rhieka Cipta, Jakarta.1990, hal 18

27


(34)

2. Kelompok merupakan perorangan yang meliputi ras, agama, bahasa, atau etnisitas yang sama

3. Golongan, dengan perorangan yang akan dipersatukan oleh interaksi yang akan terus menerus atau intens dan salah satu manivestasinya adalah pengelompokan patron-klien. Pembentukan pemerintah yang didasarkan pada partai politik seringkali menciptakan harapan yang tersebar luas bahwa orang dalam menjalankan kekuasaan politik bukan karena kelahiran melainkan berkat kemahiran politik ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang ataupun masyarakat dalam mengambil keputusan dalam pemilihan umum yang mempengaruhi partisipasi politik yatu :

1. Pendidikan, pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya dengan peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Olah karena itu pendidikan tinggi dapat memberikan informasi tentang politik dan persoalan-persoalan politik dapat juga dengan mengembangkan kecakapan dalam menganalisa menciptakan minat dan kemampuan dalam berpolitik.

2. Perbedaan jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin dan status sosial ekonomi juga dengan mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik, bahwa kemajuan sosial ekonomi suatu negara dapat mendorong tingginya tingkat partisipasi rakyat. Partisipasi itu juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat, sehingga apa yang dilakukan oleh rakyat dalam partisipasi politiknya dengan menunjukan derajat kepentingan mereka.


(35)

3. Aktifitas kampanye, pada umumnya kampanye-kampanye politik hanya dapat mencapai pengikut setiap partai, dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan suara. Dengan demikian yang menjadi persoalan dalam kaitannya dengan tingkatdan bentuk partisipasi politik masyarakat adalah terletak dalam kedudukan partisipasi tersebut.28

Menurut Moris Rosenberg ada beberapa alasan bahwa orang-orang enggan berpartisipasi politik dikarenakan beberapa sebab yaitu :

1. Konsekunsi yang ditanggung dari suatu aktivitas politik

2. Bahwa individu dapat menganggap aktivitas politik sebagai kinerja yang sia-sia saja, dimana individu merasa ada jurang pemisah antara cita-citanya (idealisme) dengan realitas politik.

3. Beranggapan bahwa dengan memacu diri untuk bertindak atau sebagai perangsang politik adalah faktor yang sangat penting untuk mendorong aktivitas politik .

4. Sinisme, sinisme merupakan sikap yang dikategorikan sebagai aktifitas maupun ketidak aktifitasan. Atau juga dapat dikatakan suatu perasaan yang akan melekat pada seseorang ataupun kelompok terhadap tindakan serta motif terhadap orang lain dengan merasa curiga, bahwa perasaan pesimisme yang lebih realitas dari pada perasaan optimism.

5. Alienasi. Alienasi sebagai suatu perasaan keterasingan terhadap seseorang dari kegiatan politik dan pemerintahan, kecenderungan berfikir tentang pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk orang lain.

28

Mochatar Mas’oed dan Collin MacAndrews, Perbandingan sistem politik, Gajahmada University, Yogyakarta, 1986, hal 40-50


(36)

6. Anomi, anomi di gambarkan sebagai suatu perasaan yang kehilangan nilai dan ketiadaan arah, alam mana seseorang mengalami perasaan ketidak efektifan dan bahwa para penguasa itu kebanyakan bersikap tidak adil atau tidak perduli sehingga menyebabkan kehilangan tujuan dan kehilangan kekuasaan untuk bertindak.29

5.2. Konsep Etnisitas

5.2.1. Pengertian Etnik

Menurut Em Zul Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan dengan

kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Sedangkan menurut Ariyuno Sunoyo dalam Kamus Antropologi, bahwa: “Etnis adalah suatu kesatuan budaya dan territorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi”.30

Setiap kelompok memiliki batasan-batasan yang jelas untuk memisahkan antara satu kelompok etnis dengan etnis lainnya. Menurut Koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga.31

29

Antonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan:Pusaka Bangsa Press, 2006, hal 134

30

Ariyuno Sunoyo, Kamus Antropologi, Jakarta, Antropologi Press, 1985.

31

Koentjaranigrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982, hal. 58.

Suku bangsa yang sering disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karekteristiknya.


(37)

Ciri-ciri tersebut terdiri dari:32 a. Memiliki wilayah sendiri

b. Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada

c. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi

d. Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam hias dengan pola khas tersendiri)

e. Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman

f. Sistem filsafat sendiriyang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan g. Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri.

Etnisitas secara substansial bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi

keberadaannya terjadi secara bertahap. Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian membedakan kelompok kita dengan mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa aspek

kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti misalnya adanya kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, ada kesamaan struktural sosial, bahasa, upacara adat, akar keturunan, dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu berperan dan dianggap biasa. Dalam kaitannya, etnisitas menjadi persyaratan utama bagi munculnya strategi politik dalam membedakan “kita” dengan “mereka”.33

Dalam penelitian kali ini yang menjadi objek penelitian adalah etnis Simalungun. Simalungun adalah salah satu suku Batak yang sekaligus menjadi nama sebuah kabupaten di

32

Payung Bangun, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, 1998, hal. 63

33


(38)

Sumatera Utara. Barangkali tidak banyak orang non batak yang mengenal keberadaan suku ini. Secara struktur kesukuan, suku Simalungun ini merupakan salah satu suku dalam suku Batak diantara lima sub lainnya yakni : Toba, Karo, Pakpak, Angkola, Mandailing.

5.2.2. Etnis Karo

Sebelum perang dunia kedua didaerah langkat banyak orang karo berpindah budaya dari budaya karo menjadi budaya melayu. Dibukannya usaha-usaha perkebunan oleh maskapai-maskapai Belanda didaerah Langkat dan Deli Serdang menyebabkan selimut isolasi yang selama ini meliputi masyarakat Karo. Secara berangsur-angsur semakin terbuka. Pada jaman sekarang ini sifat modernisasi sudah dikenal oleh masyarakat Karo seperti sistem pertanian, perkebunan, dan sistem perdagangan yang modern. Mereka juga sudah berinteraksi den beralkurturasi dengan budaya lain diwilayah tersebut.

Suatu waktu Belanda dating masyarakat Karo masih merupakan masyarakat murni tradisional. Susunan perekonomian dan budayanya masih bersifat agraris. Kesuburan tanah dan iklim yang baik menyebabkan masyarakatnya sekaligus bersifat swasembada, hanya beberapa jenis kebutuhan dari daerah luar antara lain garam. Semua kebutuhan diproduksi untuk konsumsi sendiri, perdagangan hampir tidak dikenal. Walaupun ada hanya dalam bentuk barter.

Setiap orang dapat memenuhi sendiri kebutuhan pokoknya, waktu yang diperlukan untuk itu hanya beberapa bulan saja sepanjang tahun selebihnya mereka gunakan untuk santai. Dapat dimaklumi bahwa dalam masyarakat demikian itu, orang akan cenderung untuk lekas merasa puas. Jenis dan jumlah kebutuhan tidak pernah bertambah, masyarakat menjadi statis dan anggota masyarakat menerima keadaan statis tersebut sebagai suatu hal yang wajar. Perubaha kearah yang lebih baik tak pernah terpikirkan.


(39)

Kontak dengan belanda menyebabkan jendela untuk melihat dunia yang lebih luas menjadi terbuka. Kemungkinan terbaru terhampar didepan mata. Pada mulanya secara kabur dan tidak mempunyai bentuk yang tegas dank arena itu kurang mempesona. Secara berangsur-angsur dan perlahan tapi pasti, gambaran itu semakin jelas. Dunia pendidikan yang meskipun masih dalam lingkaran rendah, semakin membuka mata orang karo. Terbukanya mata masyarakat karo terhadap orang luar bukanlah tujuan utama kedatangan Belanda melainkan efek samping dari kedatangan politik colonial Belanda yang menjadikan Indonesia termasuk daerah Karo, sebagai suplier pasar mentah pasar dunia. Sekaligus menjadikan bangsa Indonesia pelemparan hasil industri Eropa Barat

Selain itu bangsa Jepang juga pernah masuk kedalam Tanah Karo. Pemerintahan jepang hanya singkat telah mampu menimbulkan rasa cinta kepahlawanan yang displin, yang kemudian ternyata bermanfaat dalam usaha perjuangan kemerdekaan. Untuk mengisi kemerdekaan yang telah berhasil diperjuangkan oleh bangsa Indonesia. Perubahan sosial adalah suatu hal yang perlu dan harus, oleh karena itu kita perjuangkan dengan sungguh-sunguh an secara berencana.

Selain pengaruh Belanda pada masa pemerintahan pendudukan jepang terjadi suatu dinamika radikal dimana pemuda-pemudi Karo dididik menjadi prajurit. Sekolah-sekolah ditingkatkan, guru-guru diperbanyak. Nyanyian Jepang yang membangkitkan semangat berkumandang hingga kedesa-desa. Pengaruh kekuasaan jepang juga terasa juga kedesa-desa. Seperti penguasaan produksi. Sistem catu, latihan baris-berbaris. Mobilitas masyarakat karo juga mulai meningkat, terutama frekuensi kunjungan ke kota-kota. Hal ini semua mengakibatkan kesiagaan masyarakat Karo untuk menyongsong kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyarakat karo telah siap menerima kemerdekaan dan sekaligus


(40)

mempertahankannya.dengan demikian maka masyarakat Karo juga telah siap dan sadar dengan perubahan sosial yang ditimbulkan pendudukan Jepang dan Proklamasi kemerdekaan.

Karakteristik orang karo sangat banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam yang mengitarinya, sebagai anak pedalaman dalam hutan rimba raya dan mentalits agraris, atau mungkin juga disebabkan oleh sejarah penaklukan kerajaan Haru dimana salah satu sempalanya adalah suku Karo yang mendiami daerah-daerah dataran tinggi, baik di Tanah Karo, Medan, Deliserdang Langkat, Binjai, Simalungun, Dairi dan Aceh tenggara.

Sebagai masyarakat yang terisolir dipedalaman dataran tinggi karo dan sekitarnya, ternyata sebagai sebuah komunitas disana terbentuk juga sebuah budaya yang menjadi patron bagi masyarakat karo dalam berhubungan dengan sang pencipta alam berserta lainnya dan khususnya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemuaan pola hubungan tersebut dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur disebut dengan budaya. Aspek budaya yang dimana menurut Singarimbun merupakan identitas masyarakat Karo ada 4 yang meliputi yaitu Merga, Bahasa, Kesenian dan adat istiadat.34

Merga adalah identitas masyarkat Karo yang unik. Setiap orang Karo mempunyai Merga yaitu salah satu dari 5 merga yang ada didalam bahasa karo silima merga yaitu Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Bahasa dan aksara Karo merupakan karya budaya yang memiliki budaya yang tidak ternilai harganya. Kesenian Karo Adalah kesenian tradisional yang terdiri dari Gendang dan pakaian adat, bersamaan hadirnya orang Karo.sedangkan adat istiadat yang paling melekat dalam orang karo adalah adanya budaya Rungu (musyawarah, Mufakat) dan adat Rebu (Pantang berbicara dengan kerabat tertentu). Karena bagi orang Karo tidak boleh bicara langsung dengan Mami (ibu mertua), Turangku (istri ipar), Permain (istri Anak), apabila berbicara mesti memakai perantara untuk berbicara.

34


(41)

5.3. Pemilihan Umum dan Sistem Pemilihan Umum

5.3.1. Pengertian Pemilihan Umum

Pemilihan umum adalah suatu contoh partisipasi politik yaitu kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Pada hakikatnya pemilihan umum merupakan cara dan sarana yang tersedia bagi rakyat unutk menentukan wakil-wakilnya yanga akan duduk dalam badan-badan perwakilan rakyat untuk menjalankan kedaulatan rakyat. Sangat

bermaknanya pemilu bagi semua orang, maka pemilihan yang menjadi indikator demokratisnya suatu negara.

Untuk menjaga kelangsungan penyelengaraan pemerintahan yang dibentuk melalui mekanisme pemiliha umum maka keterlibatan masyarakta sangat dibutuhkan sebagai energi demokrasi itu sendiri.35

Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi sistem pemilihan organis dan sistem pemilihan mekanis. Organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup fungsi tertentu, lapisan sosial dan lembaga-lembaga sosial. Persekutuan inilah yang diutamakan sebagai pengendali hak untuk megutus wakil-wakilnya dan wakil-wakil yang duduk dalam perwakilan rakyat hanya berdasarkan

pengangkatan. Dalam sistem pemilihan mekanisme partai-partailah yang mengorganisir pemilih Pemilihan umum dengan makna demokratisnya adalah tempat

berkompetisinya partai politik yang secara umum dapat menjadi tempat pembelajaran bagi elit dan komponen bangsa lainnya. Selain itu pemilihan umum juga terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan kepada kandidat dan partai politik yang ada.

5.3.2. Sistem Pemilihan Umum

35


(42)

dan pemimpin pemilihan baik berdasarkan dua partai maupun multi partai. Sistem ini menghasilkan badan perwakilan yang mencerminkan kepentingan umum.

Secara umum ada dua sistem pelakasanaan pemilu yang dipakai yaitu: a. Sistem distrik

Kriteria utama dari sistem distrik adalah dimana wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan atau daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan. Ciri pokok dari sistem pemilihan distrik adalah bahwa yang menjadi focus pemilihan bukanlah organisasi politik, melainkan individu yang mewakili atau yang dicalonkan oleh partai politik disuatu distrik. Orang yang dicalonkan biasanya warga distrik tersebut yang sudah dikenal secara baik oleh warga distrik yang bersangkutan. Jadi hubungan antar para pemilih dengan para calon cukup dekat.36

b. Sistem Proporsional

Dalam sistem ini tidak ada pembagian wilayah pemilihan karena pemilihan bersifat nasional. Pembagian kursi pada badan perwakilan rakyat didasarkan pada jumlah persentase suara yang diperoleh masing-masing partai politik. Adapun beberapa kelebihan dari sistem ini adalah tidak ada suara yang terbuang karena perhitungan

digabungkan secara nasional. Namun ada juga kelemahan dari sistem ini yaitu kekuasaan partai politik sangat besar karena partai politik yang menentukan orang-orang yang akan diajukan sebagai calon, akibatnya wakil-wakil yang duduk pada sebuah lembaga

perwakilan tidak murni sebagai wakil rakyat tetapi lebih merupakan wakil partai politik yang menusungnya.37

36

Nazarddin Sjamsuddin, Dinamika Sistem Politik Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1993, hal 143

37


(43)

5.3.3. Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Di Indonesia

Konsep perwakilan dalam artian bahwa seseorang mewakili orang lain pada hakikatnya istilah modern. Yunani kuno tidak mempunyai makna tersebut warga negara kota tidak memiliki sejumlah pejabat dan terkadang mengirim data yang sesungguhnya merupakan kegiatan yang pada masa ini dikategorikan sebagai perwakilan.38

38

Arifin Rahan,Sistem Politik Indonesia, SIC, Surabaya, 2002, hal 199-201

Pemilihan umum memang tidak diatur secara eksplisit bahkan tidak disebutkan sama sekali dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena bila tidak jeli memahami UUD 1945, bisa saja orang mengatakan pemilu sebagai tidak konstitusional atau menganggapnya tidak penting. Padahal sesunguhnya pemilihan umum itu sangat konstitusional dan juga sangat penting. Karena UUD 1945 mengamanatkan bahwa kedaulatan berada ditangan Rakayat dan MPR yang terdiri atas Anggota DPR dan Anggota DPD yang dipilih melalui pemilu oleh rakyat.

Pemilihan umum sebagai sebuah proses politik selalu membutuhkan akumulasi

Resources ekonomi dalam jumlah yang besar. prakteknya Money politic dan kampanye politik, konsolidasi dan koordinasi partai serta kegiatan politik lainnya dengan sumber yang dapat baik secara legal maupun illegal kerap kali terjadi menjelang pemilu. Pada negara yang demokratis pemiliahan umum merupakan alat untuk memberikan kesempatan pada rakyat ikutserta dalam mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku, maka pemilihan umum tetaplah merupakan bentuk partisipasi politik masyarakat.

Badan legislative selaku wakil rakyat adalah lembaga yang “legislative” atau membuat undang-undang. Legislative dikatakan sebagai lembaga karena lembaga adalah model hubungan manusia dari mana hubungan-hubungan individu, mengambil polanya, dengan itu akan


(44)

Tidak semua dewan perwakilan rakyat mempunyai wewenang untuk menentukan kebijaksanaan umum dan member undang-undang. Dengan perkembangannya gagasan kedaulatan berada pada tangan rakyat maka dewan perwakilan rakyat menjadi badan yang berhak menyelengarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya dalam undang-undang.

Dewan perwakilan rakyat di negara demokratis disusun sedemikian rupa sehingga ia dapat mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggung jawab kepadanya. Untuk meminjam perumusan C.F Strong “demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik itu serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertangung jawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas itu. Atau dengan kata lain negara demokratis didasari oleh sistem perwakilan

demokratis yang menjamin kedulatan rakyat.39

39

Miriam Budiarjo, Op.cit, hal 174

Melalui lembaga pemilihan umum, masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan dalam pemilihan umum, sehingga wakil rakyat yang duduk dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat harus bertindak atas nama rakyat, karena merekalah yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan secara optimal.

Sebagai negara yang menganut paham demokrasi Indonesia harus melakukan pemilihan umum 5 tahun sekali. Sejak kemerdekaannya, Indonesia telah melangsungkan 10 kali pemilihan umum. Pemilu yang pertama kali diselengarakan Indonesia adalah pemilu tahun 1955 dan pemilu ini merupakan satu-satunya pemilu yang dilaksanakan selama pemerintahan Orde Lama dalam pemilu ini menampilkan empat partai besar sebagai partai terkuat yakni: Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).


(45)

Pemilu kedua tahun 1971 ini merupakan pemilu pertama yang diselengarakan oleh pemerintahan Orde Baru. Pemilu yang kedua ini tidak berlangsung sesuai dengan jadwal yaitu lima tahun setelah pemilu pertama. Pada pemilu yang kedua ini memunculkan 10 partai besar yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdatul Ulama, Partai Muslim Indonesia (PARMUSI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Persatuan Tarbiayah Islam (PERTI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Murba, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Golongan Karya (GOLKAR). Dan yang menjadi pemenang pemilu adalah GOLKAR.

Pemilu ketiga tahun 1977, pada pemilu ini terjadi penyederhanaan partai semua partai yang ada di sederhanakan jumlahnya menjadi 3 peserta pemilu saja. Dan pada pemilu ini masih dimenangkan GOLKAR. Selanjutnya pemilu 1982, pemilu 1987, pemilu 1992 dan pemilu 1997 semuanya dimenangkan oleh GOLKAR.

Pada pemilu Orde Baru ini, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional. Partai sebelumnya ada sepuluh partai, berkurang menjadi tiga partai politik. Pengelompokan dalam tiga golongan baru terjadi pada tahun 1977.Partisipasi pada saat itu dibatasi, hal ini disebabkan karena keterlibatan militer dalam sistem perpolitikan Indonesia.

Baru pada pemilu 1999 terjadi perubahan sistem pemilu karena pada pemilu ini telah dibuka kembali kesempatan membentuk partai baru, setelah kejatuhan pemerintahan Orde Baru ini adalah pemilu pertama dalam era Reformasi. Maka pada pemilu ini diikuti oleh 48 partai dan hasil akhirnya dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu kembali dilaksanakan namun berbeda dengan sistem sebelumnya pada pemilu ini pertama kalinya rakyat dikenalkan sistem nomor urut caleg.


(46)

Pada pemilu 2004 ini kembali di menangkan Golkar. Dan pada pemilu ini pula pertama kalinya ada pemilu presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.

Pada tahun 2009 kali ini dengan mengunakan mekanisme yang sedikit berbeda dari pemilihan umum sebelumnya karena beberapa hal yang diubah. Pada pemilu ini diperkenalkan sistem pemilu yang tidak hanya memilih partai melainkan juga memilih langsung calegnya dan suara terbanyaklah yang akan terpilih dan pemilu ini dimenangkan oleh Partai Demokrat. Adapun suara yang sah pada pemilu 2009, dari mencoblos menjadi mencontereng, penghapusan Kuota 30% dan diberlakukannya sistem suara terbanyak .sistem suara terbanyak mengindikasikan semakin ketatnya persaingan antar parpol dan antar calon presiden.

Sistem suara terbanyak telah disetujui Mahkamah Konstitusi pertengahan Desember 2008, penerapan sistem ini berarti membatalkan mekanisme nomor urut seperti yang diatur dalam undang-undang pemilihan umum. Maka dengan demikian sekarang memilih caleg tidak ditentukan oleh nomor urut akan tetapi suara terbanyak.

Pemilihan umum 2009 masih akan menjadi masa transisi bagi penerapan sistem suara terbanyak, yang dapat kita peroleh pelajaran betapa demokrasi itu bukan hanya soal uang dan popularitas, melainkan kualitas yang diperoleh dari proses yang benar-benar demokratis. Proses yang benar-benar demokratis ini sangat membutuhkan kecerdasan rakyat dalam milih. Dengan perubahan yang tiada hentinya dalam sistem pemilihan umum yang sudah dimulai dengan penerapan sistem suara terbanyak ini.40

Perbedaan sistem pemilihan umum tergantung pada dimensi dan pandangan yang ditujukan terhadap rakyat. Pertama rakyat dipandang sebagai individu yang bebas menentukan pilihanya dan dapat mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat. Kedua rakyat hanya

40


(47)

dipandang sebagai anggota kelompok yang tidak berhak untuk menetukan siapa wakilnya yang duduk dalam badan perwakilan rakyat dan tidak berhak mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

5.4. Partai Politik

5.4.1. Definisi Partai Politik

Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan dari rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Dengan demikian partai poltik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan mengaitkannya dengan aksi politik yang lebih luas.41

Salah satu sarana untuk berpartisipasi adalah partai politik, secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang angotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Adapun tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan tersebut melaksanakan kebijaka-kebijakan mereka.42

Analisis sistem kepartaian, senantiasa tertuju kepada pokok bahasan mengenai sistem kepartaian berdasarkan atas tipologi numeric (numerical typology) yang secara statis dan 5.4.2. Sistem Kepartaian

41

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994,hal.200 dikutip dari Sigmund Neumann, Modern Political Parties, Comperative

Politic : A Reader, diedit oleh Harry E. Eckstein dan David E Apter, London: The Free Press of Glencoe, 1963,

hal.352

42


(48)

tradisional membagi sistem kepartaian menjadi sistem satu partai (single party system), sistem dwi partai (two party system) dan sistem multi partai (system multy party).43

Sistem ini pada umumnya dianggap bahwa negara yang masyarakatnya bersifat majemuk lebih cenderung untuk menggunakan sistem banyak partai. Dalam mana, terdapat berbagai perbedaan-perbedaan sosial, seperti misalnya ras, suku, agama, maka golongan-golongan dalam masyarakat tersebut kepada organisasi-organisasi yang sesuai dengan ikatan primordialisme dari pada dengan menggabungkan diri dalam kelompok-kelompok lain yang berbeda orientasinya. Maka menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dalam suatu masyarakat dari pola sistem dua partai. Negara yang menganut sistem seperti ini misalnya Malaysia, Belanda, Swedia,

5.4.2.1. Sistem Partai Tunggal

Sistem partai tunggal adalah suatu istilah yang digunakan untuk mengambarkan sebuah partai politik yang memang benar-benar merupakan satu-satunya partai politik dalam suatu negara tertentu, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lainnya.

5.4.2.2. Sistem Dwi Partai

Konsep sistem dua partai diartikan adanya dua partai politik atau dengan dengan adanya beberapa partai akan tetapi dengan peran dominan dari dua partai politik itu. Hanya ada beberapa negara yang dewasa ini yang memilki sistem dua partai, antara lain misalnya Inggris (Partai Buruh dan Partai Konservatif), Amerika Serikat (Partai Demokrat dan Partai Republik).

5.4.2.3. Sistem Multi Partai

43


(49)

Perancis, dan Indonesia. Pola dengan sistem banyak partai ini, pada umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan umum yang bersifat proporsional.

5.4.3. Partai Politik Di Indonesia

Dalam perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan terutama pada awal kemerdekaan dalam perjuangan melawan pemulihan kekuasaan Belanda, rakyat tidak hanya menyusun pemerintahan dan militer resmi akan tetapi juga menyusun lascar atau badan perjuangan bersenjata dan organisasi politik.

Timbulnya sejarah partai diawali dari permulaan usaha penyusunan pemeritahan sentral republic yang didasarkan atas pasal-pasal I-IV. Aturan peralihan Undang-undang 1945 dan dengan dikeluarkannya maklumat Pemerintah No. X November 1945 yang berisi mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat perjuangan kemerdekaan.

Adapun maklumat Pemerintah No. X November 1945 atas desakan KNIP dalam sidangnya tanggal 16-17 Oktober 1945 maka pada tanggal 16 Oktober 1945 Nomor X yang menentukan bahwa :

1. KNIP sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislative dan kekuasaan ikut serta menetapkan garis-garis besar dari pada haluan negara.

2. Pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP(BP-KNIP) yang dipilih di antara anggota KNIP dan yang bertanggung jawab terhadap KNIP-pleno, Syahrir diangkat sebagai ketua BP-KNIP44

Demokrasi liberal pertama di Indonesia ditandai dengan keluarnya Maklumat No.X November 1945. Maklumat yang ditandatangani oleh Drs. Moh. Hatta (wakil presiden RI saat itu). Adapun bunyi Maklumat Pemerintah No. X November 1945 adalah sebagai berikut.

.

44


(50)

Berhubungan dengan usul Badan Pekerja Komite nasional Pusat ke pada Pemerintah, supaya diberikan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik, dengan restriksi, bahwa partai-partai itu hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah diambil beberapa waktu yang lalu bahwa:

1. Pemerintah menyukai timbulnya partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada pada masyarakat.

2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun, sebelumnya dilangsungkan pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946.45

Dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik,artikulasi kepentingan,agregasi kepentingan dan rekrutmen politik. untuk mendapatkan kekuasaan melalui wakilnya yang bertarung dalam pemilihan umum, partai politik harus dapat bersaing dengan partai politik lainnya untuk mendapatkan suara dari rakyat persaingan antar partai merupakan bagian integral dalam proses politik, untuk memperoleh kemenangan dalam pemilihan umum, partai yang bersangkutan akan dapat berbuat banyak dalam mengendalikan Negara dan pemerinyah untuk mempertahankan dan memperjuangkan ideologi partainya, dalam mempertahankan posisi elit dalam kekuasaan pemerintahan, serta mengawasi kebijakan umum.

Gabriel Almond menggolongkan partai politik berdasrkan basis sosial dan tujuannya maka dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :

45

P. Anthonius Sitepu dan Kisah Ruth Siregar, Soekarno, Militer dan Partai Politik, Medan, USU Press, 2009, hal. 68


(51)

1. Partai politik yang beranggotan lapisan sosial dalam masyarakat, misalnya dari kelas atas, menengah dan kelas bawah.

2. Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, misalnya petani, buruh, dan pengusaha.

3. Partai politik yang anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu seperti Islam,Nasrani.

4. Partai politik yang anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, misalnya dari suku bangsa yang sama, dan bahasa dan daerah tertentu. 46

3. Partai mobilisasi yaitu partai ysng berupaya memobilisasi masyarakat kearah

pencapaian tujuab-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai sedangkan partsipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan.

Selain itu Gabriel Almond juga mengklasifikasikan partai politik berdasrkan tujuannya, yang terbagi menjadi sebagai berikut :

1. Partai perwakilan kelompok yaitu partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen.

2. Partai politik pembinaan bangsa yaitu partai yang bertujuan dengan menciptakan kesatuan masyarakat dan biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit.

47

Pada masa perang kemerdekaan ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh-tokoh pergerakan menjadi tokoh dalam pemerintahan. Dalam konfigurasi Sukarno-Hatta-Syahrir tampil sebagai negosiator dengan Inggris dan Belanda pada saat musuh menduduki pulau-pulau Jawa Sumatera kendati dari dua pulau tersebut di bawah kekuasaan republic. Dalam pemerintahan Syarir yang masih dalam suasana yang tidak

46

Gabriel Almond,1978, “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik” dalam Mochtar Mas’oed dan Collin Mac Andrew, Perbandingan Sistem Politik , Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2000. Hal 58

47


(52)

menguntungkan atau suasana penuh dengan pertentangan yang semakin tajam, namun negoisator tetap akan diteruskan dengan pihak Belanda pada akhir November 1946 Inggris berhasil menekan pemerintahan Republik yang pada gilirannya harus ditandatanganinya Perjanjian Linggar Jati.

Dalam perjanjian tersebut Belanda menyetujui secara defacto kekuasaan Republik atas Pulau Jawa dan Sumatera dan kerjasama dengan Belanda yang dicapai pada tahun 1949 maka berdirilah pemerintahan yang bersifat federal dalam formarsi “Nederland-Indonesion Union (NIU).

Pada masa perang kemerdekaan ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh

pergerakan menjadi tokoh dalam pemerintahan. Dalam konfigurasi Sukarno-Hatta-Syarir tampil sebagai negosiator dengan Inggris dan Belanda pada saat musuh menduduki pulau-pulau Jawa Sumatera kendati dari dua pulau tersebut dibawah kekuasaan Republik. Dalam pemerintahan Syarir ysng masih dalam suasana yang tidak menguntungkan atau suasana penuh dengan pertentangan yang semakin tajam, namun negoisator tetap akan diteruskan dengan pihak Belanda pada akhir November 1946 Inggris berhasil menekan pemerintahan Republik yang pada gilirannya harus ditandatanganinya Perjanjian Linggar Jati.

Dalam perjanjian tersebut Belanda menyetujui secara defacto kekuasaan Republik atas pulau Jawa dan Sumatera dan kerjasama dengan Belanda yang dicapai pada tahun 1949 maka berdirilah pemerintahan yang bersifat federal dalam formasi “Nederland-Indonesia Union (NIU).

Pada kenyataannya pihak Belanda ingkar janji tentang perjanjian Linggar Jati dibuktikan dengan mengarahkan tentaranya yang berkuatan 15.000 personil untuk


(53)

menduduk i sebagian wilayah Indonesia. Kendatipun banyak muncul protes terutama atas nama Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa sekaligus dengan dikeluarkannya resolusi Dewan keamanan PBB yang menekankan agar Belanda menyerahkan seluruh wilayah-wilayah Indonesia yang diduduk i dan segala unsure-unsur yang ada di dalamnya terutama Jwa dan Sumatera.

Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang berisi anjuran dengan mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat perjuangan kemerdekaan sejak saat itulah berkembalah berbagai aliran partai politik antara lain : Partai Sosialis, PKI,PNI, Partai Rakyat Jelata atau Murba, Masyumi, Parkindo PNI dan sebagainya.

Dalam era orde lama dengan dicabutnya UUD sementara dan diperlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 5 Juli 1969, Sukarno memperlakukan sistem demokrasi terpimpin, sejak waktu itu meskipun partai-partai politik masih tetap ada, namun semua ditundukkan di bawah kekuasaan Bung Karno. Satu persatu partai-partai yang tidak disukai dibubarkan mereka dihimpun dalam tiga poros yang disebut NASAKOM. Pada waktu itu hanya sedikit partai yang mendapat tempat disisi Bung Karno, antara lain adalah PNI, NU, PKI, dan Parkindo, Partai Masyumi dan PSI dibubarkan.

Pada masa orde Baru partai-partai diturunkan jumlahnya, pemilihan umum tahun 1971 di ikuti oleh sepeluh partai-partai politik, sedangkan pemilihan umum tahun 1071 jumlah itu surut menjadi hanya tiga partai politik. partai-partai politik Islam di fusikan ke dalam sebuah partai yang diberi nama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai-partai politik yang berorientasi nasionalis di fusikan menjadi Partai Demokrasi Indonesia.


(1)

Setelah melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi partsipasi politik dan etnis Karo pada masyarakat Desa Tengah dalam pemilihan umum legislative data diperoleh pemelihan umum legislative, Kecamatan Pancur Batu.:

4.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di desa Tengah Kabupaten Simalungun maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Faktor etnisitas atau kesukuan masih sangat berpengaruh terhadap preferensi politik memilih dari calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2009. Kuatnya budaya politik parokial serta menguatnya kembali rasa primordialisme pasca otonomi daerah merupakan faktor pendorong yang menjadi faktor etnis mempengaruhi pilihan politik masyarakat.

2. sesungguhnya berpengaruh etnisitas dalam pemilihan umum pada masyarakat para memang sengaja dipelihara oleh partai politik.

3. Pilihan politik anggota keluarga tidak mempengaruhi masyarakat Karo dalam menentukan pilihan pada pemilu, namun mayoritas dalam satu keluarga Simalungun memiliki pilihan yang sama (homogen) ini karena diantara anggota-anggota keluarga Simalungun

mempunyai kesamaan nilai untuk menentukan figur calon legislatifnya. 4. Partisipasi etnis Karo sangat kurang didalam partai politik.

5. Kampanye di lapangan terbuka adalah media kampanye yang paling efektif untuk menarik simpati dari etnis Karo.

6. Frekwensi kampanye berpengaruh terhadap signifikan kepada perolehan suara di Desa Tengah.


(2)

7. Etnis Karo cepat beradaptasi terhadap perubahan sistem politik serta sistem yang baru. 8. Partai Politik. masyarakat Desa Tengah pada umumnya bermata pencaharian sebagai

pedagang dan petani mengganggap bahwa partai politik bukan hal yang penting untuk dimengerti, karena mereka mengganggap partai politik adalah jamur dimusim hujan. Artinya bahwa partai politik itu akan terlihat apabila terlihat diadakannya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh partai politik hanya member keuntungan sendiri bagi kelangsungan partai tersebutk namun dampak positif yang di harapkan oleh masyarakat bukan hal yang mustahil tidak akan tercapai. Karena setelah pemilihan umum selesai diselenggarakan tidak satu pun partai politik peserta pemilihan umum melihat dan berempati kepada kehidupan masyarakat. Hal ini harus lebih mudah dapat membuka komunikasi kepada masyarakat.

9. Aktivitas kampanye cukup diminati oleh masyarakat Dessa Tengah, keseluruhan dari masyarakat yang mengikuti kegiatan kampanye adalah masayrakat yang merupakan simpatisan dari partai politik yang mengikuti kegiatan kampanye hanyalah untuk meramaikan pesta demokrasi yang berlangsung tiap lima tahun

10. Pemilihan Umum legislatif 2009 di Desa Tengah berlangsung dengan baik, hal ini

mengindikasikan bahwa etnis Simalungun memandang positif terhadap kegiatan pemilihan umum.


(3)

Pemberian suara dalam kegiatan pemilihan umum merupakan partisipasi politik yang terbiasa, yang seringkali lebih luas apabila dibandingkan dengan partisipasi politik lainnya. Hendaknya pemberian suara bukanlah hanya sekedar kebiasaan yang tanpa dimengerti apa maknanya. Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis merasa perlu memberikan saran kepada pihak yang terkait dengan pemilihan umum legislatif yaitu sebagai berikut:

1. Para elit politik dan partai politik harus mengambil peran yang lebih luas lagi dalam

melakukan proses pendidikan politik dan sosialisasi politik yaitu dengan cara menyikapkan kualitasnya kapada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat itu sendiri. Hal ini guna meningkatkan pengetahuan politik dan cara pandang masyarakat dalam memilih pada pemilihan umum berikutnya.

2. Partai politik perlu meningkatkan lagi kualitas dari calon-calon legislatif yang diusungnya dengan cara meningkatkan selektifitas pada saat proses pencalonan, tidak menggunakan money politik dalam proses penyeleksian. Mengadakan pelatihan terhadap kader - kadernya. Hal ini perlu karena partai politik sangat mengusung calon - calonnya berdasarkan

etnisitasnya saja tetapi perlu diperhatikan kualitas dari calon tersebut. Sehingga ketika terpilih benar - benar mampu menjalankan tugasnya.

3. Masyarakat etnis Karo didalam memilih pada pemilihan umum jangan hanya mendasari pilihannya karena faktor etnisitasnya saja tetapi masyarakat etnis Simalungun perlu

menyelidiki rekam jejak para calon legislatif dan memilihnya berdasarkan kualitasnya sebab perilaku memilih tradisional tersebut tidak lagi sesuai dengan tuntutan jaman yang

berkembang.

4.

Keterlibatan masyarakat dalam pemilihan umum, bukan hanya pada saat pemungutan suara saja juga menyangkut akan semboyan-semboyan yang diberikan pada saat kampanye. Namun


(4)

pada kenyataannya minat masyarakat cukup dalam mengikuti kegiatan kampanye tersebut. Karena kegiatan kampanye tersebut mempengaruhi masyarakat dalam pekerjaannya. Untuk itu kegiatan kampanye hendaknya bukan saja hanya sekedar untuk menghambur-hamburkan uang saja, namun dengan melalui kegiatan kampanye masyarakat yang akan duduk di legislatice dan mempertanggung jawabkan akan janjinya pada saat kampanye.

5. Partai politik sebagai lembaga yang berfungsi sebagai suatu sarana komunikasi, serta sebagai sarana sosialisasi plitik belum menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Karena masyarakat akan hanya mengenal partai politik tersebut pada saat pemberian suara saja pada pemilihan umum setelah itu partai politik iidak akan mengenal dan melihat keluhan masyarakat demikian juga dengan masyarakat. Masyarakat tentu saja tidak akan menyampaika aspirasi partai politik untuk ditindak lanjuti kepada perwakilan masyarakat melalui partai politik yang akan duduk di legislative sehingga hubungan masyarakat dengan wakilnya hanya pada saat pemberian suara saja.

6.Partisipasi politik pada saat pemilihan umum bukan hanya sekedar ritual atau tradisi belaka, akan tetapi melalui pemilihan umum hendaknya kepentingan masyarakat semakin terkoordinir melalui wakl-wakil yang lebih dikenal oleh rakyat. Karena masyarakat tidak akan sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh komisi pemilihan umum.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang :

Undang-Undang Dasar 1945

Buku :

Almond, Gabriel, 1978. “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik”, dalam Mochtar Mas’oed dan Collin Mac.Andrew,Perbandingan Sistem Politik, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.

Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Media utama, 1994

,Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama 1994

, Partisipasi Dan Partai Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,PT Gramedia Puataka Utama, 1994

Castes, Lance, Pemilu 2004, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2004.

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010

Hanta Yuhda, Ar, Presidensialisme Setengah Hati Dari Dilema ke Kompremi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Hendrik, Doni, Perilaku Memilih Etnis Cina Dalam Pemilu Tahun 1999, Padang, 2003.

Huntington, P.Samuel dan Joen Nelson, Partisipasi Politik Di Negara Berkembang, Jakarta : Rhieka Cipta, 1990

Jalaludin, Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991 Koenjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia, Jakarta : Penerbit Djambatan, 1982 Koiruddin, Profil Pemilu 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Poerwantara, P.K, Partai Politik di Indonesia, Jakarta : Rhieka Cipta, 1994 Rahman, A.H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007


(6)

Ramlan, Arifin, Sistem Politik Indonesia, SIC,Surabaya, 2002

Rush, Michael dan Philip Adolf, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali, 1993 Sanit, Arbi, Keterwakilan Politik di Indonesia, Jakarta:Rajawali, 1985

_______, Swadaya politik Masyarakat, Jakarta: Rajawali Press, 19985

Santono, Topo dan Didik Suprianto, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

Sastroadmojo, Sudjono, Perilaku Politik, Semarang : IKIP Semarang Press, 1995 Sitepu, Antonius, Sistem Politik Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2006 Sjamsudin, Nazarddin, Dinamika Sistem Politik Indonesia, Jakarta : Gramedia,1993 Sunoyo, Ariyuno, Kamus Antropologi, Jakarta : Atropologi Press, 1985

Suryadinata, Leo, Penduduk Indonesia Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik, Jakarta :LP3ES, 2003

Tarigan, Sarjani, Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya, Medan, 2009

Usman, Usani dan Purnomo, Metodelogi Penelitian Sosial, Bandung : Bumi Aksara, 2004

Surat Kabar:

Hadar A. Ivan, “etnisitas dan negara bangsa”, Kompas, 29 Mei 2000

Internet :


Dokumen yang terkait

Perilaku Pemilih Etnis Karo Dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Karo Periode 2010-2015

4 65 219

Etnisitas dan Perilaku Politik : Studi Kasus: Preferensi Politik Masyarakat Etnis Batak Toba Pada pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo 2005

1 48 97

Budaya Politik Dan Partisipasi Politik ( Suatu Studi : Budaya Politik Dan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilu Legislatif 2009 Di Desa Aek Tuhul Kecamatan Batunadua Padangsidempuan )

11 106 85

Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Simalungun Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun).

1 43 94

Etnisitas dan Preferensi Politik (Studi Kasus : Masyarakat Etnis India dan Etnis Tionghoa Di Dalam Pemilu Legislatif 2009 Di Kelurahan Polonia.

7 110 85

Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang untuk Tanaman Pepaya ( Carica papaya L. ) dan Pisang ( Musa acuminata COLLA )

0 62 66

Partisipasi Politik Dan Pemilihan Umum (Suatu Studi tentang Perilaku Politik Masyarakat di Kelurahan Dataran Tinggi Kecamatan Binjai Timur Pada Pemilihan Presiden tahun 2009)

1 46 105

Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 (Studi Kasus: Desa Pagar Jati, Kecamatan Lubukpakam, Kabupaten Deli Serdang)

1 47 75

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

0 3 76

Amalgamasi pada Etnis Batak Karo (Studi Kasus pada Amalgamasi yang Terjadi antara Etnis Karo dengan Etnis Jawa, Batak Toba dan Melayu di Desa Tengah Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)

5 69 111