Perbandingan Pemilihan Umum Indonesia Dengan Malaysia (Studi Kasus : Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 Dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004)

(1)

PERBANDINGAN PEMILIHAN UMUM INDONESIA

DENGAN MALAYSIA

(Studi Kasus : Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 Dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

WALID MUSTHAFA. S

030906052

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan petunjuk-Nya, akhirnya skripsi yang berjudul “Perbandingan Pemilihan Umum Indonesia dengan Pemilihan Umum Malaysia” dapat terselesaikan. Serta shalawat beriring salam peneliti sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membuka mata hati dan pikiran kita akan pentingnya ilmu pengetahuan.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Ayahanda Hasan Sembiring, yang senantiasa memberikan inspirasi kepada peneliti akan pentingnya ilmu pengetahuan dan tidak bosan-bosannya memberikan nasehat, kritik yang menempa mental dan spiritual peneliti. Ibunda Lena Br karo (Mamak Sayang), yang tiada henti-hentinya mencurahkan kasih sayang kepada peneliti dan juga dukungan baik secara moril maupun materil selama pengerjaan skripsi ini dan sering mengingatkan peneliti setiap kali peneliti melupakan hal-hal yang terpenting. Terima kasih juga kepada Abangku Akhmad Kincarta Sembiring, kakak ipar Nurmiana serta keponakanku Muhammad Kholid Sembiring, semoga bisa melebihi bapak-bapaknya kelak. Adikku Mardiyah Irfah Br Sembiring atas doa dan juga dukungan yang telah diberikan kepada peneliti. Kepada nenek ku tersayang Tigan, terima kasih telah memberikan contoh yang sangat baik dan teladan bagiku, mudah-mudahan ALLAH SWT selalu memberikan nenek Tigan kekuatan (You are my inspiration).


(3)

Dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution selaku Dekan FISIP USU.

2. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

3. Bapak Warjio MA, selaku Dosen Pembimbing peneliti.. 4. Bapak Drs. Zakaria Taher, MSP, selaku Dosen Wali Peneliti.

5. Nurdini Rahmasari Nst, aku cuma bisa bilang You are the BEST I ever

had, and I hope it will be forever!! Maafin aku kalo selama gak perhatian,

dan Thanks a lot masih terus setia menemani dan mendampingi aku

6. Pak Leo (apalagi bos!!tamatkan kuliah tu..), Veni Eks Gober

(Ndut...Ndut..Jangan makan aja kau, Cerdas Institute harus dibesarkan kek badanmu), Abas (bas..bangun bas...bangun bas...!!jangan tidur aja pak bos), Jupriadi Badrun (ingat perempuan gak hanya satu, jangan menyerah ya!!), Christ Tarigan/Akhyar Ansori (jangan nakal lagi ya, cubit nanti…) Irsan Mul S.Sos (Jangan jadi wartawan bodrek kau bos), Prima Alien’s (ada rokok kita bos....), Aulia (badan pengawas Cerdas Institute, segan awak…), Soerya (jangan merajuk aja kau bos…), Akong (katanya mau jadi anggota DPR, good luck…) , Arie Bele (Cemana bo*o nya, dah

dapat?), Comeng, Roland, Tata S.Sos, Mario, S.Sos, Andi Pentol, (Cemana Ye**i…?), Migdad (good luck to be entertainer), Ginting Fuad


(4)

kau bos…), utie, sita, dona, raty, anum, nyunying, arma, yoyo, (Bidadari turun dari kayangan.., it’s great thing know all of you)

7. Keluarga Besar HmI Komisariat FISIP USU, I’ve learned so much here.

8. Para keponakanku yang ada dirumah Ika, Dewi dan Anta. Serta adik-adikku, Adawiyah, Resti, Ridwan (Big family).

9. Seluruh Keluarga Besar peneliti, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Medan, Mei 2008


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... .. i

DAFTAR ISI...……… iv

DAFTAR TABEL ... vi

ABSTRAK ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Pembatasan Masalah ... 4

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 5

1.4.2. Manfaat Penelitian... 5

1.5. Kerangka Teori ... 5

1.5.1. Teori Perbandingan ... 6

1.5.2. Teori Pemilihan Umum ... 11

1.6. Defenisi Konsep... 20

BAB II : PEMILIHAN UMUM INDONESIA DAN MALAYSIA TAHUN 2004 SERTA KONDISI POLITIK INDONESIA DAN MALAYSIA SEBELUM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004 ... 22

2.1. Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 ... 23

2.1.1. Pemilihan Umum Legislatif Indonesia Tahun 2004 25 2.1.2.Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama ... 25

2.2. Kondisi Politik Indonesia Pra Pemilihan Umum Thn 2004 33 2.2.1. Partai politik Peserta Pemilu Indonesia Thn 2004 33 2.2.2. Sistem Pemilihan Umum Indonesia Thn 2004 .... 48

2.3. Pemilihan Malaysia Tahun 2004 ... 53

2.4. Kondisi Politik Malaysia Pra Pemilihan Umum Thn 2004 60 2.4.1. Partai Politik Peserta Pemilu Malaysia Thn 2004 60 2.4.2. Sistem Pemilihan Umum Malaysia Thn 2004 ... 64

BAB III : ANALISIS PERBANDINGAN PEMILIHAN UMUM INDONESIA DENGAN PEMILIHAN UMUM MALAYSIA ...…... . 66

3.1. Sistem Kepartaian... ... 68

3.2. Sistem Kepartaian Indonesia Pada Pemilu Thn 2004 .... 70

3.3. Sistem Kepartaian Malaysia Pada Pemilu Thn 2004 ... 72

3.4. Sistem Pemilu Indonesia Pada Pemilu Thn 2004 ... 73

3.5. Sistem Pemilu Malaysia Pada Pemilu Thn 2004 ... 74

3.6. Kelembagaan Penyelenggara Pemilu Indonesia Thn 2004 76 3.6.1 Komisi Pemilihan Umum (KPU). ... 76


(6)

3.7. Kelembagaan Penyelenggara Pemilu Malaysia Thn 2004 82

3.7.1 Suruhanjaya Pilihan Raya... 82

BAB IV : PENUTUP... 88

5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran... 90 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hlm.

1. Tabel hasil perolehan suara pemilu Indonesia umum thn 2004... 27 2. Perbandingan jumlah suara……….. 28 3. Perbandingan jumlah pemilih………... 28 4. Tabel perolehan dua tertinggi Pemilu Indonesia thn 2004… 30 5. Perbandingan jumlah suara sah……… 31 6. Perbandingan suara golput pemilu Indonesia Thn 2004……….. 31 7. Hasil suara pemilu Malaysia Tahun 2004……… 59 8. Perbandingan Pemilu Thn 2004 Indonesia dengan Malaysia….. 66


(8)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Perbandingan Pemilihan Umum Indonesia dengan Malaysia (Studi Kasus : Pemilihan umum Indonesia Tahun 2004 dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perbandingan yang dapat dilihat antara pemilihan umum Indonesia dengan Malaysia, dimana dan apa saja letak persamaan dan perbedaan serta kesimpulan yang dapat ditarik dari perbandingan pemilihan umum kedua Negara, dengan mengangkat pemilihan umum pada tahun 2004 di kedua Negara.

Penelitian ini menggunakan metode library research, yaitu dengan mengumpulkan data, informasi serta segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam melihat sejauh mana sebenarnya perbandingan yang dapat ditarik dari dua negara ini, peneliti menentukan tiga variabel perbandingan yang kemudian diberikan penjelasan dari masing-masing variabel menurut kondisi dan data yang tersaji dari masing-masing negara dan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan akan hasil yang didapa. Adapun tiga variabel yang peneliti guanakan dalam membandingkan pemilihan umum Indonesia tahun 2004 dengan pemilihan umum Malaysia tahun 2004 adalah Sistem Kepartaian, Sistem Pemilihan Umum, dan Kelembagaan Penyelenggara Pemilihan Umum dari masing-masing negara.

Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan mengumpulkan dan pelajari literatur dan sumber bacaan atau catatan yang relevan dengan dan mendukung penelitian.

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pertama, pemilihan umum Indonesia dan Pemilihan Umum Malaysia yang diselenggarakan pada tahun 2004 memiliki beberapa perbedaan dan persamaan dalam penyelenggaraan pemilihan umum kedua negara. Adapun perbedaan yang dapat dilihat dari kedua negara adalah terletak pada sistem pemilihan umum yang digunakan oleh Indonesia dan Malaysia dalam pelaksanaan pemilihan anggota parlemen dan sistem pemilihan umum yang digunakan dalam pelaksanaan pemilihan Pemimpin Nasional (Presiden/perdana Menteri). Sedangkan persamaan dapat dilihat pada sistem kepartaian yang diterapkan kedua negara dalam pelaksanaan pemilihan umum 2004, yaitu kedua negara sama-sama menerapkan sistem kepartaian dengan model multi partai (banyak partai). Pada kelembagaan penyelenggara pemilihan umum, pada pemilihan umum Indonesia dan Malaysia tahun 2004 terdapat perbedaan dan persamaan dalam pelembagaannya.

Perbandingan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu mendeskripsikan variabel yang dijadikan sebagai acuan perbandingan dan kemudian dibandingkan secara deskriptif juga. Penelitian ini tidak mengandung unsur provokatif maupun dasar asumsi awal yang dibangun oleh peneliti, sehingga yang dilakukan adalah sebuah penyajian yang dibebaskan untuk mendapatkan interpretasi bagi yang kemudian membca penelitian ini.

Peneliti menyarankan agar pembangunan sistem kenegaraan yang mengarah kearah demokratisasi agar dapat lebih didorong oleh pemerintah sehingga tujuan pencerdasan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terwujud pada masing-masing negara yaitu Indonesia dan Malaysia.


(9)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Perbandingan Pemilihan Umum Indonesia dengan Malaysia (Studi Kasus : Pemilihan umum Indonesia Tahun 2004 dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perbandingan yang dapat dilihat antara pemilihan umum Indonesia dengan Malaysia, dimana dan apa saja letak persamaan dan perbedaan serta kesimpulan yang dapat ditarik dari perbandingan pemilihan umum kedua Negara, dengan mengangkat pemilihan umum pada tahun 2004 di kedua Negara.

Penelitian ini menggunakan metode library research, yaitu dengan mengumpulkan data, informasi serta segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam melihat sejauh mana sebenarnya perbandingan yang dapat ditarik dari dua negara ini, peneliti menentukan tiga variabel perbandingan yang kemudian diberikan penjelasan dari masing-masing variabel menurut kondisi dan data yang tersaji dari masing-masing negara dan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan akan hasil yang didapa. Adapun tiga variabel yang peneliti guanakan dalam membandingkan pemilihan umum Indonesia tahun 2004 dengan pemilihan umum Malaysia tahun 2004 adalah Sistem Kepartaian, Sistem Pemilihan Umum, dan Kelembagaan Penyelenggara Pemilihan Umum dari masing-masing negara.

Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan mengumpulkan dan pelajari literatur dan sumber bacaan atau catatan yang relevan dengan dan mendukung penelitian.

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pertama, pemilihan umum Indonesia dan Pemilihan Umum Malaysia yang diselenggarakan pada tahun 2004 memiliki beberapa perbedaan dan persamaan dalam penyelenggaraan pemilihan umum kedua negara. Adapun perbedaan yang dapat dilihat dari kedua negara adalah terletak pada sistem pemilihan umum yang digunakan oleh Indonesia dan Malaysia dalam pelaksanaan pemilihan anggota parlemen dan sistem pemilihan umum yang digunakan dalam pelaksanaan pemilihan Pemimpin Nasional (Presiden/perdana Menteri). Sedangkan persamaan dapat dilihat pada sistem kepartaian yang diterapkan kedua negara dalam pelaksanaan pemilihan umum 2004, yaitu kedua negara sama-sama menerapkan sistem kepartaian dengan model multi partai (banyak partai). Pada kelembagaan penyelenggara pemilihan umum, pada pemilihan umum Indonesia dan Malaysia tahun 2004 terdapat perbedaan dan persamaan dalam pelembagaannya.

Perbandingan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu mendeskripsikan variabel yang dijadikan sebagai acuan perbandingan dan kemudian dibandingkan secara deskriptif juga. Penelitian ini tidak mengandung unsur provokatif maupun dasar asumsi awal yang dibangun oleh peneliti, sehingga yang dilakukan adalah sebuah penyajian yang dibebaskan untuk mendapatkan interpretasi bagi yang kemudian membca penelitian ini.

Peneliti menyarankan agar pembangunan sistem kenegaraan yang mengarah kearah demokratisasi agar dapat lebih didorong oleh pemerintah sehingga tujuan pencerdasan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terwujud pada masing-masing negara yaitu Indonesia dan Malaysia.


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemilihan umum adalah suatu kegiatan yang sering diidentikkan sebagai suatu ajang pesta demokrasi. Dikatakan demikian karena dalam pemilihan umum, masyarakat secara individu memiliki hak dipilih sebagai pemimpin atau wakil rakyat maupun memilih pemimpin suatu negara. Pemilihan umum dewasa ini menjadi suatu parameter dalam mengukur demokratis tidaknya suatu negara. Apabila pemilihan umum yang dilaksanakan tersebut kemudian berjalan dengan lancar, tanpa ada menimbulkan konflik yang berpotensi pada perpecahan dan kemudian sukses menghasilkan pemimpin yang mendapatkan suara mayoritas dari masyarakat, maka negara tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah negara yang demokratis. Sebaliknya, apabila pemilihan umum yang dilaksanakan menemui kegagalan, menimbulkan konflik yang berujung kepada perpecahan, atau bahkan berujung kepada situasi yang chaos baik diantara calon yang berkompetisi

maupun masyarakat secara umum, maka negara tersebut dapat dikategorikan sebagai negara yang tidak demokratis, karena pemilihan umum ternyata tidak dapat mengakomodir kepentingan semua pihak.

Indonesia adalah salah satu dari ratusan negara di dunia yang menerapkan paham demokrasi sebagai acuan dalam menjalankan pemerintahannya. Indonesia sebagai sebuah negara yang demokratis mengenal pemilihan umum sebagai suatau wadah yang dperuntukkan untuk melakukan regenerasi kepemimpinan nasional. Pemilihan umum tidak lagi menjadi sesuatu yang asing bagi bangsa ini, karena Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum mulai dari tahun 1955 sampai


(11)

dengan pemilihan umum tahun 2004. Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan sekali dalam lima tahun sejalan dengan masa jabatan presiden.

Pemilihan umum yang paling terakhir dilaksanakan di Indonesia adalah pemilihan tahun 2004. Pemilihan umum ini dilaksanakan pada masa pemerintahan Megawati. Apa yang kemudian menarik dari pemilihan umum tahun 2004 adalah sistem pemilihan umum yang dilaksanakan pada tahun 2004 telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pemilihan umum Indonesia tahun 2004 merupakan Pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara langsung. Pada pemilihan umum tahun 2004 ini juga untuk pertama kalinya dikenal Dewan Perwakilan Daerah, yang juga dipilih pada pemilihan umum tahun 2004 ini.

Sistem pemilihan umum yang dipakai dalam pemilihan umum tahun 2004 ini adalah sebuah terobosan baru dalam mengatur mekanisme bagaimana proses pergantian kepemimpinan nasional dilaksanakan. Pelaksanaan pemilihan umum tahun 2004 tertuang dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2003 Pasal 1, tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden :

Pemilihan umum ...adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Malaysia adalah salah satu negara berdaulat yang merupakan tetangga dekat negara Indonesia. Malaysia juga merupakan salah satu negara yang menerapkan dan menganut paham demokrasi, walupun Malaysia masih tetap menjaga keutuhan dan mengakui keberadaan kesultanan Malaysia sampai dengan


(12)

sekarang. Kesultanan Malaysia merupakan simbol negara itu sendiri, sedangkan yang menjalankan pemerintahan adalah perdana menteri yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum. Hampir serupa dengan indonesia, ternyata pemilihan umum juga diterapkan didalam sistem politik Malaysia. Pemilihan umum di Malaysia juga bukan merupakan hal yang asing lagi bagi rakyat malaysia. Negara tersebut telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak 11 kali. Pemilihan umum Malaysia yang ke 11 dilaksanakan pada maret tahun 2004

Apa kemudian yang menarik dari pemilihan umum Malaysia adalah bahwa pemilihan umum yang dilakukan oleh Malaysia pada tahun 2004 tersebut bukanlah pemilihan yang dilakukan untuk memilih secara langsung Ahmad Badawi untuk duduk sebagai Perdana Menteri Malaysia, karena sistem pemilihan umum yang diterapkan di Malaysia bukan memilih Perdana Menteri, melainkan memilih partai politik yang berkompetisi di dalam pemilihan umum tersebut, dan selanjutnya partai politik yang memenangkan pemilihan umum dengan mendapatkan suara mayoritas dari pemilih membentuk pemerintahan negara, termasuk Perdana Menteri.

Terdapat beberapa perbedaan dan juga persamaan yang kemudian muncul ketika kita mencoba untuk melakukan pendekatan terhadap kedua Pemilihan Umum yang telah diuraikan di atas, baik Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 maupun Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004, baik secara prosesnya maupun implementasinya dan Sistem Politik dari kedua Negara. Atas ketertarikan penulis terhadap Pemilihan Umum yang terjadi di Indonesia pada tahun 2004 dan Pemilihan Umum Malaysia tahun 2004, maka penulis mencoba untuk mengangkat permasalahan ini kedalam suatu penelitian dengan judul : “Perbandingan


(13)

Pemilihan Umum Indonesia dengan Pemilihan Umum Malaysia : Studi Kasus Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004”.

1.2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan terarah dan tepat sasaran, maka permasalahan harus dirumuskan dengan jelas. Berdasarkan judul penelitian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Perbandingan Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004”.

1.3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu melebar dan mengaburkan penelitian, maka penulis membuat pembatasan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Penelitian ini bersifat perbandingan yang membandingkan dua objek yaitu Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004, dan kemudian ditarik kesimpulan.

2. Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 yang dimaksud adalah Pemilihan Umum Anggota Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) Pusat dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

3. Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004 yang dimaksud di sini adalah Pemilihan Umum Anggota Parlemen Nasional Malaysia.


(14)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan elemen-elemen dan variabel-variabel di dalam Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004.

2. Menjelaskan elemen-elemen dan variabel-variabel di dalam Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004.

3. Menemukan dan menjelaskan persamaan-persamaan/perbedaan-perbedaan Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 dengan Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004 didalam menghasilkan Pemimpin Nasional maupun Dewan Perwakilan Rakyat / Parlemen Indonesia dan Malaysia

1.4.2. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan kemampuan berfikir secara akademis dan ilmiah dalam memandang pemilihan umum sebagai suatu elemen yang sangat penting dalam demokrasi dan sistem politik suatu negara.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang politik, dan khususnya mengenai masalah pemilihan umum.

3. Sebagai literatur yang baru bagi daftar bagi kepustakaan untuk yang tertarik dan konsentrasi dengan bidang dan permasalahan yang serupa. 1.5. Kerangka Teori

Di dalam menyusun sebuah tulisan ilmiah, maka kerangka teori merupakan bagian yang sangat penting, karena di dalam kerangka teori akan dimuat teori-teori yang relevan dalam menjelaskan permasalahan yang sedang


(15)

diteliti. Kerangka teori ini kemudian akan digunakan sebagai landasan berpikir atau titik tolak dalam penelitian. Oleh karena itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan diri dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti. (Nawawi,1995:39-40).

Teori merupakan seperangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis atau dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.(Boleong,2002:34-35).

Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori yang akan digunakan dalam penelitian ini :

1.5.1. Perbandingan

Pendekatan perbandingan dalam studi ilmu politik sudah setua ilmu politik itu sendiri. Selama berabad-abad telah banyak perbandingan sistem politik yang dilakukan oleh pada teoritisi dunia, termasuk membandingkan antara negara dan negara, monarki/oligarki dengan demokrasi, pemerintahan konstitusional dengan tirani dan sebagainya. (Mas’oed,1978:21).

Definisi sederhana dari perbandingan adalah suatu kegiatan untuk mengadakan identifikasi persamaan/perbedaan antara dua gejala tertentu atau lebih. (Soekanto,1979:10). Walaupun sederhana, akan tetapi dalam implementasi sebuah analisis ataupun studi perbandingan, definisi ini tetap menjadi acuan dalam perbandingan dua gejala tertentu atau lebih. Lebih lanjut Lijphart mengemukakan bahwa metode komparatif (Comparative Method) atau perbandingan lebih


(16)

variabel, dan metode ini bukan merupakan metode pengukuran. Karena metode komparatif bukan merupakan metode pengukuran, maka metode komparatif melibatkan analisis kualitatif, bukan kuantitatif. (Chillcote,2003:30).

Dalam studi Perbandingan Politik terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan, dan telah sering digunakan dalam telaah komparatif. Adapun ketiga pendekatan tersebut adalah :

1. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach).

Secara historis pendekatan ini menghubungkan fakta dan nilai dalam studi politik perbandingan. Selama awal abad ke-20, meski demilkian orientasinya bergeser pada studi institusi-institusi negara-negara individual. Secara intrinsik, pendekatan tradisional menjadi nonkomparatif, deskriptif, sempit dan statis(Macridis, 1955). Pendekatan ini cenderung menggambarkan institusi-institusi politik tanpa mencoba untuk memperbandingkannya, bukannya mengidentifikasi tipe-tipenya, misalnya institusi parlementer terhadap institusi presidensil(Chillcote, 2003:78).

2. Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach).

Pendekatan ini meruipakan sebuah reaksi terhadap spekulasi teori yang memberikan uraian penjelasan, kesimpulan dan penilaian berdasarkan norma-norma atau aturan-aturan dan standar-stnadar kekuasaan maupun etnosentrisme, formalisme, dan deskripsi barat yang menjadi karakterisrik pendekatan tradisional kontemporer(Chillcote, 2003:78). Sebuah laporan Asosiasi Ilmu Politik Amerika

(American Poitical Science Association) tahun 1944 mengkritik bidang

perbandingan Ilmu Politik sebagai bersifat sempit dalam melaklukan analisis deskriptif menyangkut institusi-institusi luar negeri dan memaksakan suatu


(17)

campuran metoda dan disain untuk mencapai suatu ilmu rekayasa sosial “total”. Sebuah laporan lain dalam satu dekade berikutnya menyerukan suatu pendekatan empiris yang sistematis termasuk perluasan skema-skema yang bersifat klasifikasi, konseptualisasi pada beragam tingkat abstraksi, penyusunan hipotesis, dan pengujian hipotesis melalui data empiris(Macridis dan Cox, 1953). Laporan-laporan ini menjadi basis pendekatan behavioral dalam studi politik yang mendampingi kebanyakan riset bidang perbandingan politik yang berkembang pesat selama tahun 1950-an dan 1960-an.

Tujuan dari penelitian dengan menggunakan pendekatan behavioral adalah untuk menjelaskan mengapa orang secara politik bertindak sebagaimana yang ia lakukan, dan mengapa, sebagai hasilnya, proses-proses dan sistem-sistem politik berfungsi sebagaimana yang berlaku(Eulau, 1963).

Kecenderungan riset behavioral dalam politik telah menuju pada pembentukan model-model yang konsisten secara logika, dimana “kebenaran” diturunkan secara deduktif. Bayang-bayang kenyataan empiris menggerogoti teori murni model-model politik formal tertentu, dan kelompok behavioralis biasanya mencari beberapa campuran pengalaman dan teori, sambil berupaya memadukan studi politik dengan kecermatan disiplin ilmiah yang menjadi model dari metode-metode ilmu alam. (Chillcote,2003:80)

Dalam upaya untuk membedakan antara penelaahan model-model behavioral dan tradisional, telah diidentifikasi adanya doktrin utama “kredo behavioral”. Doktrin-doktrin tersebut adalah:

a) Keteraturan atau keragaman perilaku politik, yang dapat diungkapkan dalam generalisasi atau teori.


(18)

b) Verifikasi atau pengujian validitas generalisasi atau teori tersebut. c) Teknik-teknik pencarian atau interpretasi data.

d) Kuantifikasi dan pengukuran dalam rekaman data.

e) Nilai-nilai yang membedakan antara dalil-dalil yang berhubungan dengan evaluasi etis yang berkaitan dengan penjelasan empiris f) Sistematisasi riset

g) Ilmu murni atau pencarian pemahaman dan penjelasan perilaku sebelum menggunakan pengetahuan sebagai solusi permasalahan sosial.

h) Integrasi riset politik dengan riset-riset ilmu sosial lannya. (Chillcote,2003:80)

3. Pendekatan Pasca Behavioral

Pendekatan ini berorientasi ke masa depan menuju “relevansi” dan “tindakan”. Kredo pasca behavioral terdiri dari sejumlah doktrin, yaitu:

a. Substansi mendahului teknik, sehingga permasalahan sosial yang mendesak menjadi lebih penting daripada peralatan investigasi. b. Behavioralisme sendiri secara ideologi bersifat konservatif dan

terbatas pada abstraksi, bukannya kenyataan saat-saat krisis.

c. Ilmu tidak dapat bersifat netral ketika dilakukan evaluasi. Fakta tidak dapat dipisahkan dari nilai, dan alasan-alasan nilai harus dikaitkan dengan pengetahuan.

d. Kaum intelektual harus mengemban tanggung jawab masyarakat mereka, mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam peradaban, dan tidak semata-mata menjadi sekelompok teknisi


(19)

yang terisolasi dan terlindungi dari isu-isu dan permasalahan yang mengkopi pekerjaan mereka.

e. Para intelektual harus menerapkan pengetahuan dan terlibat dalam pembentukan ulang masyarakat.

f. Para intelektual harus memasuki kancah perjuangan mutakhir dan berpartisipasi dalam politisasi institusi-institusi profesi dan akademis. (Chillcote,2003:80)

Beberapa definisi tentang perbandingan seperti yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perbandingan adalah kegiatan yang bersifat mengidentifikasi persamaan/perbedaan antara dua objek atau lebih.

1.5.1.1. Teknik Perbandingan

Defenisi sederhana dari perbandingan adalah suatu kegiatan untuk mengadakan identifikasi persamaan atau perbedaan antara dua gejala tertentu atau lebih. Agar proses perbandingan dalam penelitian ini bersifat sistematis, maka penulis merujuk pada konsepsi dari Samuel Beer, Adam Ulam serta Roy Macridis yang merumuskan tahapan telaah komparatif atau tahapan-tahapan perbandingan, tahapan-tahapan-tahapan-tahapan deskriptif, klasifikasi, penjelasan serta konfirmasinya meliputi, pertama, tahapan pengumpulan dan pemaparan deskripsi fakta yang dilakukan berdasarkan skema atau tata cara penggolongan (klasifikasi) tertentu. Tahapan kedua yaitu, berbagai kesamaan dan perbedaan dikenali dan dijelaskan . Tahapan ketiga yaitu, hipotesa-hipotesa sementara tentang saling keterkaitan dalam proses politiknya diformulasikan. Tahapan keempat yaitu, hipotesa-hipotesa tersebut diverifikasi (diuji dan diperiksa melalui observasi empiris atau pengamatan


(20)

lapangan secara cermat). Sedangkan tahapan kelima ialah temuan-temuan yang didapat dipertanggung jawabkan harus ditetapkan (Chillcote, 2003:21) 1.5.2. Pemilihan Umum

1.5.2.1. Pengertian Pemilihan Umum

Di dalam studi politik, pemilihan umum dapat dikatakan sebagai sebuah aktivitas politik dimana pemilihan umum merupakan lembaga sekaligus juga praktis politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan. (Haris,1998:7).

Seperti yang telah dituliskan di atas bahwa di dalam negara demokrasi, maka pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang sangat vital, karena salah satu parameter mengukur demokratis tidaknya suatu negara adalah dari bagaimana perjalanan pemilihan umum yang dilaksanakan oleh negara tersebut. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat. (Sorensen,2003:1).

Implementasi dari pemerintahan oleh rakyat tersebut adalah dengan memilih wakil rakyat atau pemimpin nasional melalui mekanisme yang dinamakan dengan pemilihan umum. Jadi pemilihan umum adalah satu cara untuk memilih wakil rakyat (Mashudi,1993:2).

Sebagai suatu bentuk implementasi dari demokrasi, pemilihan umum selanjutnya berfungsi sebagai wadah yang menyaring calon-calon wakil rakyat ataupun pemimpin negara yang memang benar-benar memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk dapat mengatasnamakan rakyat. Selain daripada sebagai suatu wadah yang menyaring wakil rakyat ataupun pemimpin nasional, pemilihan umum juga terkait dengan prinsip negara hukum (Reichstaat), karena melalui pemilihan umum rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang berhak menciptakan


(21)

produk hukum dan melakukan pengawasan atau pelaksanaan kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat tersebut. Dengan adanya pemilihan umum, maka hak asasi rakyat dapat disalurkan, demikian juga halnya dengan hak untuk sama di depan hukum dan pemerintahan. (Mahfud,1999:221-222).

Pemilihan umum ternyata telah menjadi suatu jembatan dalam menentukan bagaimana pemerintahan dapat dibentuk secara demokratis. Rakyat menjadi penentu dalam memilih pemimpin maupun wakilnya yang kemudian akan mengarahkan perjalanan bangsa. Pemilihan umum menjadi seperti

transmision of belt, sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat berubah

menjadi kekuasaan negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang-wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat. Dalam sistem politik, pemilihan umum bermakna sebagai saran penghubung antara infrastruktur politik dengan suprastruktur politik, sehingga memungkinkan terciptanya pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat. (Mashudi,1993:23).

1.5.2.2. Fungsi Pemilihan Umum.

Sebagai sebuah aktivitas politik, pemilihan umum pastinya memiliki fungsi-fungsi yang saling berkaitan atau interdependensi. Adapun fungsi-fungsi dari pemilihan umum itu sendiri adalah :

a. Sebagai sarana legitimasi politik

Fungsi legitimasi ini terutama menjadi kebutuhan pemerintah dan sistem politik. Melalui pemilihan umum, keabsahan pemerintahan yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu pula program dan kebijakan yang dihasilannya. Dengan begitu, pemerintah berdasarkan hukum yang disepakati bersama tak hanya


(22)

memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi berupa hukuman dan ganjaran bagi siapapun yang melanggarnya. Menurut Ginsberg, fungsi legitimasi politik ini merupakan konsekuensi logis dari pemilihan umum. Paling tidak ada tiga alasan kenapa pemilihan umum dapat menjadi suatu legitimasi politik bagi pemerintahan yang berkuasa. Pertama, melalui pemilihan umum, pemerintah sebenarnya bisa meyakinkan atau setidaknya memperbaharui kesepakatan-kesepakatan politik dengan rakyat. Kedua, melalui pemilihan umum pemerintahan dapat pula mempengaruhi perilaku rakyat atau warga negara. Dan ketiga, dalam dunia modern para penguasa dituntut untuk mengadakan kesepakatan dari rakyat ketimbang pemaksaan (coercion) untuk mempertahankan

legitimasinya. Gramsci (1971) menunjukkan bahwa kesepakatan (Consent) yang

diperoleh melalui hegemoni oleh penguasa ternyata lebih efektif dan bertahan lama sebagai sarana kontrol dan pelestarian legtimasi dari otoritasnya ketimbang pengguanaan kekerasan dan dominasi.

b. Fungsi Perwakilan Politik.

Fungsi ini terutama menjadi kebutuhan rakyat, baik untuk mengevaluasi maupun mengontrol perilaku pemerintahan dan program serta kebijakan yang dihasilkannya. Pemilihan umum dalam kaitan ini merupakan mekanisme demokratis bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang dapat dipercaya yang akan duduk dalam pemerintahan.

c. Pemilihan Umum Sebagai Mekanisme Bagi Pergantian atau Sirkulasi Elit Penguasa.

Keterkaitan pemilihan umum dengan sirkulasi elit didasarkan pada asumsi bahwa elit berasal dari dan bertugas mewakili masyarakat luas atau rakyat.


(23)

Secara teoritis, hubungan pemilihan umum dengan sirkulasi elit dapat dijelaskan dengan melihat proses mobilitas kaum elit atau non elit yang menggunakan jalur institusi politik, dan organisasi kemasyarakatan untuk menjadi anggota elit tingkat nasiol, yakni sebagai anggota kabinet dan jabatan yang setara. Dalam kaitan itu, pemilihan umum merupakan saran dan jalur langsung untuk mencapai posisi elit penguasa. Dengan begitu maka melalui pemilihan umum diharapkan bisa berlangsung pergantian atau sirkulasi elit penguasa secara kompetitif dan demokratis.

d. Sebagai Sarana Pendidikan Politik Bagi Rakyat

Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang demokrasi. (Haris,1998:7-10).

1.5.2.3. Elemen Sistem Pemilihan Umum

Didalam ilmu politik dikenal berbagai macam sistem pemilihan umum. Sistem pemilihan umum merupakan serangkaian peraturan dimana suara dari para pemilih diterjemahkan menjadi kursi.

Sistem pemilihan umum yang umumnya dikenal dalam ilmu politik adalah a. Single Member Costituency (suatu daerah pemilihan memilih satu

wakil; biasanya disebut sistem distrik).

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang disebut dengan distrik) mempunyai satu wakil dalam dewan


(24)

perwakilan rakyat. Untuk itu negara dibagi kedalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang terbanyak akan menang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.(Budiardjo,1992:177).

Dikenal ada dua macam distrik dalam sistem pemilihan umum, yaitu :

1. Seluruh Negara menjadi satu distrik

2. Daerah Negara dibagi kedalam beberapa distrik.

Didalam sistem satu distrik, daftar calon-calon dijadikan satu saja untuk seluruh daerah negara, dan sedikit kemungkinan suara yang terbuang percuma. Dalam sistem banyak distrik maka tiap-tiap satu distrik menetapkan calon-calonnya sendiri dan hanya dipilih oleh pemilih dari distrik itu saja. Dalam sistem ini bisa saja terjadi banyak suara yang terbuang percuma. (Kansil,1986:17-18).

Sistem Distrik ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu :

1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik tersebut dapat terjalin lebih erat. Kedudukan wakil tersebut akan lebih bebas terhadap partainya, karena pemilihan ini faktor personalitas dan


(25)

kepribadian seseorang sangat penting (Budiardjo,1992:178).

2. Sistem ini lebih mendorong kepada integrasi partai-partai politik, karena kursi yang diperebutkan dalam distrik pemilihan hanya satu. Partai partai politik akan mencoba untuk mengesampingkan perbedaan. Disamping itu juga dalam hal kecenderungan untuk membentk partai-partai baru akan menurun atau dibendung, dan dapat dilakukan pentederhanaan partai politik tanpa paksaan. (Budiardjo,1992:178).

3. Pelaksanaan sistem distrik ini sederhana dan mudah dilakukan. Disamping itu juga biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya relatif murah. (Hermawan,2001:78). 4. Parlemen hasil pemilihan umum sistem distrik ini akan

lebih efektif dan bertaggung jawab terhadap pemilihnya. Dan sistem distrik ini juga lebih mampu menciptakan pemerintahan yang efektif dan bertanggung jawab.(Dhuroradin,2004:91)

Sistem distrik di samping memiliki kelebihan-kelebihan, juga memiliki kelemahan-kelemahan. Adapaun kelemahan-kelemahan dari sistem ini adalah:

1. Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar kedalam beberapa distrik. (Budiardjo,1992: 177).


(26)

2. Sistem ini kurang representatif, dalam arti bakal calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali ; kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil bagi golongan-golongan yang dirugikan.(Budiardjo,1992: 177).

3. Terjadinya fenomena over representation dan under

representation yang adanya ketidakseimbangan antara

jumlah suara yang diperoleh dan jumlah kursi yang diperoleh partai-partai politik pada tingkat nasional. Over

representation adalah dimana partai politik tertentu dapat

memperoleh kursi yang lebih banyak daripada partai lain yang sebenarnya suaranya lebih banyak, sehingga partai tersebut dipandang memperoleh berkah over

representation, sebaliknya partai politik yang suaranya

lebih banyak, tapi jumlah kursinya pada tingkat nasional lebih sedikit disebut menderita under

representation.(Hermawan,2001:224-225).

b. Multy Member Constituency (Satu daerah pemilihan memilih beberapa

wakil; biasanya dinamakan proportional representation atau sistem


(27)

Sistem ini dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan yang ada pada sistem distrik. Gagasan pokoknya adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini ditentukan suatu perimbangan, misalnya 1:400.000, yang berarti bahwa sejumlah pemilih tertentu (dalam hal ini 400.000 pemilih) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Jumlah total anggota dewan perwakilan rakyat ditentukan atas dasar perimbangan (1:400.000) tersebut.(Budiardjo,1992:178).

Dalam sistem ini semua suara dihitung, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh suatu partai poltik atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain. Sistem perwakilan berimbang ini juga sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, antara lain dengan sistem daftar (List System).

Dalam sistem daftar setiap partai politik atau golongan mengajukan satu daftar calon dan si pemilih memilih salah satu daftar darinya, dan dengan demikian memilih satu partai politik dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang diperebutkan.(Budiardjo,1992:178).

Dalam sistem perwakilan berimbang ini ada beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem lain, yaitu :

1. Tidak ada suara yang terbuang percuma, karena perhitungan dilakukan atau digabungkan secara nasional,


(28)

dan kelebihan suara dapat dipindahkan kepada calon lain. sistem ini umumnya sangat disenangi oleh partai-partai kecil, dan sebaliknya umumnya tidak menyukai sistem ini.(Mashudi,1993:29).

2. Parlemen yang terpilih akan bersifat nasional dan tidak bersifat kedaerahan.(Mashudi,1993:29).

3. Sistem ini dianggap representatif karena jumlah wakil partai politik yang terpilih dalam suatu pemilihan umum sesuai dengan imbangan jumlah suara yang diperolehnya.(Rahman,2002:29).

4. Mengakomodir semua golongan maupun partai-partai politik yang kecil untuk dapat memiliki wakil di parlemen. Kelebihan-kelebihan yang ada pada sistem perwakilan berimbang memang menjadi suatu tersendiri dari sitem ini, akan tetapi disamping kelebihan-kelebihan tersebut sistem ini juga memiliki kelemahan-kelemahan juga seperti:

1. Untuk melaksanakan pemilihan umum dengan sistem perwakilan berimbang mmbutuhkan biaya yang besar dan mahal.(Mashudi,1993:29).

2. Hubungan yang terjalin antara wakil dan yang diwakilinya (pemilih) kurang erat, karena dalam pemilihan umum para pemilih hanya memilih partai politiknya saja, sehingga terkadang para pemilih tidak mengetahui siapakah wakil yang berasal dari daerahnya yang duduk di


(29)

parlemen.(Mashudi,1993:29). Kemudian wakil yang terpilih dalam pemilihan umum tersebut lebih memiliki keterikatan terhadap partai politik yang mengusungnya daripada loyalitas terhadap daerah yang memilihnya.(Saragih,1988:180).

3. Banyaknya partai politik yang memiliki wakil di parlemen akan mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil, karena pembentukan pemerintahan tersebut didasarkan pada koalisi dua partai atau lebih. Dan hal ini juga akan mempersulit perumusan dan pengambilan kebijakan maupun keputusan di parlemen.(Saragih,1988:180).

4. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai politik dan timbulnya partai-partai politik baru. Sistem ini menjurus kepada mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada di antara golongan maupun partai-partai politik. Karena itu sistem ini kurang mendorong partai-partai politik untuk bekerjasama apalagi berintegrasi.(Hermawan,2001:81). 5. Sistem ini kemudian memberikan kedudukan yang sangat

kuat kepada pimpinan partai politik dalam peentuan calon-calonnya. (Hermawan,2001:81).

1.6. Defenisi Konsep

Konsep adalah suatu istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok ataupun individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.(Singarimbun,1995:33).


(30)

Berikut beberapa konsep beserta definisinya yang digunakan didalam penelitian ini yang berfungsi untuk memberikan batasan yang tepat terkait dengan fenomena yang akan diteliti:

Perbandingan

Perbandingan adalah kegiatan pengidentifikasian persamaan/perbedaan antara dua objek atau lebih. Perbandingan yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan pengidentifikasian persamaan/perbedaan antara pemilihan umum Indonesia tahun 2004 dengan Pemilihan Umum Malaysia tahun 2004.

Pemilihan Umum

Pemilihan umum adalah saran pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen, Presiden dan Wakil Presiden secara berkala berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004

Pemilihan umum Indonesia tahun 2004 merupakan pemilihan umum yang dilaksanakan pada tahun 2004 untuk memilih presiden dan wakil presiden serta memilih Dewan Perwakilan Rakyat.

Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004

Pemilihan Umum Malaysia tahun 2004 adalah merupakan pemilihan umum yang dilaksanakan pada tahun 2004 untuk memilih Anggota Parlemen melalui partai partai yang berkompetisi.


(31)

BAB II

PEMILIHAN UMUM INDONESIA DAN MALAYSIA TAHUN 2004 SERTA KONDISI POLITIK INDONESIA DAN MALAYSIA SEBELUM

PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004

Pemilihan Umum merupakan agenda penting dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang demokratis, meskipun tidak selamanya pemilihan umum yang demokratis akan menghasilkan pemerintahan yang demokratis, begitu juga sebaliknya. Pemilihan umum merupakan bentuk legitimasi yang diberikan rakyat kepada individu-individu maupun partai-partai untuk mewakilinya. Dukungan dan partisipasi rakyat dalam pesta demokrasi ini menjadi pondasi bagi legitimasi pemerintahan yang terbentuk sesudahnya. Pemilihan umum sebagai sebuah agenda politik dalam prosedural demokrasi jelas akan membawa perubahan pada berbagai sektor. Partai pemenang pemilu yang memegang kebijakan nantinya akan menentukan kemana arah kapal kebijakan akan berlayar.

Akan tetapi perlu diingat bahwa sebelum pemilihan umum tersebut dilaksanakan tentunya terjadi proses politik yang mendahuluinya. Proses-proses politik inilah yang kemudian mempengaruhi bagaimana Pemilihan Umum tersebut berlangsung. Kondisi-kondisi politik yang dimaksud disini adalah antara lain bagaimana Partai Politik yang ada pada saat pemilihan tersebut berlangsung, Sistem kepartaian yang diterapkan, Sistem Pemilihan Umum yang diterapkan, Partisipasi Politik masyarakat dalam Pemilihan Umum tersebut, dan bagaimana kondisi social ekonomi masyarakat menjelang Pemilihan Umum tersebut dilaksanakan. Faktor-faktor ini kemudian mempengaruhi Pemilihan Umum yang dilaksanakan, apakah kemudian dapat berhasil dengan demokratis menghasilkan


(32)

pemimpin yang merupakan pilihan rakyat, atau malah menimbulkan perpecahan yang berujung pada disintegrasi bangsa.

2.1 Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004

Pemilihan Umum Indonesia tahun 2004 dibagi atas dua bagian, yaitu pertama Pemilihan Legislatif, dan kedua Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Umum Legislatif dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004, dan merupakan Pemilihan umum yang paling besar dan paling rumit yang pernah dilaksanakan di dunia yang dilaksnakan dalam satu hari. Selanjutnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan dalam dua putaran yaitu pada tanggal 5 Juli untuk putaran pertama dan 20 September untuk putaran kedua. Pemilihan Umum Presiden serta Wakil Presiden yang dilaksanakan oleh Indonesia merupakan Pemilihan Umum yang pertama kalinya dilaksanakan secara langsung, dalam arti masyarakat langsung memilih siapa calon Presiden serta Wakil Presiden yang dia anggap pantas memimpin Indonesia kedepan, bukan lagi melalui mekanisme pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat seperti pada masa Orde Baru maupun pada Pemilihan Umum tahun 1999. dan pemilihan umum ini menjadi sejarah tersendiri bagi bangasa Indonesia.

Pemilihan Umum Tahun 2004 diselenggarakan Oleh komisi Pemilihan Umum dengan menggunakan landasan hukum sebagai berikut:

1. Undang-undang Dasar tahun 1945 dan diamandemen sebanyak empat kali mulai dari masuknya era reformasi tahun 1999 samapai dengan tahun 2002.

2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. 3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum


(33)

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Mahkamah Konstitusi yang merupakan kerangka hokum Pemilihan Umum Tahun 2004

Indonesai

Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 dibagi atas tiga tahap, dengan minimal dua tahap pelaksanaan Pemilihan. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah :

1. Tahap pertama Pemilihan Umum yang dilaksanakan untuk memilih Anggota Legislatif, atau Dewan Perwakilan Rakyat. Pada Pemilihan ini masyarakat memilih Partai Politik Yang menjadi peserta Pemilihan Umum, yang kemudian Partai Politik tersebut akan mendistribusikan kadernya ke Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan aturan Pemilihan yang berlaku. Dalam pemilihan tahap pertama ini juga masyarakat memilih Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

2. Tahap kedua adalah Pemilihan Umum yang dilaksanakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang bertarung dalam Pemilihan Umum tersebut.

3. Tahap ketiga adalah Pemilihan Umum untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden, dan tahap ketiga ini dilaksanakan hanya apabila pada putaran pertama tidak ada calon yang mendapatkan suara lebih dari batas mutlak untuk memenangkan Pemilihan sesuai dengan peraturan yang berlaku.


(34)

Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 samapai pada tahap yang ketiga, karena pada putaran pertama tidak ada calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50%. Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahap ketiga ini dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004.

2.1.1 Pemilihan Umum Legislatif Indonesia Tahun 2004

Pemilihan Umum Legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004. Pemilihan Umum Legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. Pemilihan Umum ini bertujuan untuk memilih partai politik (sebagai persyaratan Pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilihan Umum Presiden putaran pertama. Banyaknya Partai Politik yang menjadi pesera Pada Pemilihan Umum ini mengakibatkan dinakmika politik yang terjadi juga beragam, akan tetapi hal tersebut adalah merupakan suatu proses dari demokratisasi yang sedang gencar-gencarnya diterapkan oleh Bangasa Indonesia saat ini.

2.1.2 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama

Setelah Pemilihan Umum Legislatif selesai, partai yang memiliki suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya untuk maju ke Pemilihan Umum presiden putaran pertama. Apabila dalam Pemilu ini ternyata ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka pasangan calon itu langsung diangkat menjadi presiden


(35)

dan wakil presiden. Selebihnya, Pemilu presiden putaran kedua akan diselenggarakan dengan dua pasangan calon dengan suara terbanyak. Pemilu presiden putaran pertama 2004 ini diikuti oleh 5 pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan telah diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004. Hasil pemilu ini sendiri telah diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dengan hasil masih perlu diadakan pemilu presiden putaran kedua karena belum adanya pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen.

2.1.2.1 Peserta Pemilu Presiden Putaran Pertama 2004

Ada lima pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang dicalonkan di pemilu presiden putaran pertama, yaitu:

1.

Golongan Karya),

2.

oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan),

3.

(dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional),

4.

(dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia),

5.


(36)

2.1.2.2Hasil Pemilu Presiden Putaran Pertama 2004

Hasil Pemilu presiden putaran pertama telah selesai dihitung dan telah diumumkan oleh KPU pada tanggal 26 Juli 2004. Berikut ini adalah hasil perhitungannya :

Tabel I.

Tabel hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon:

Nomor Urut Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil

Presiden

Jumlah Suara

Persentase

1. H. Wiranto, SH.

Ir. H. Salahuddin Wahid

26.286.788 22,15%

2. Hj. Megawati Soekarnoputri KH. Ahmad Hasyim Muzadi

31.569.104 26,61%

3. Prof. Dr. HM. Amien Rais Dr. Ir. H. Siswono

Yudohusodo

17.392.931 14,66%

4. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla

39.838.184 33,57%

5. Dr. H. Hamzah Haz H. Agum Gumelar, M.Sc

3.569.86 3,01%

JUMLAH SUARA SAH

119.656.868 100,00%


(37)

Perbandingan jumlah pemilih yang suaranya sah dengan jumlah pemilih yang suaranya tidak sah:

Tabel II

Tabel jumlah pemilih sah dengan tidak sah

Tabel II Pemilih Jumlah Persentase

Suara Sah 119.656.868 97,84%

Suara Tidak Sah 2.636.976 2,16%

TOTAL PEMILIH

122.293.844 100,00%

Sumber:

Perbandingan jumlah pemilih (termasuk suara tidak sah) dengan jumlah orang yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput):

Tabel III.

Tabel Pemilih sah dengan yang tidak memilih

Jenis Jumlah Persentase

Memilih 122.293.844 79,76%

Golput 31.026.700 20,24%

GRAND TOTAL

153.320.544 100,00%

Sumber:

Dari hasil pemilu presiden putaran pertama di atas, dapat dicermati banyaknya jumlah suara yang tidak sah turun drastis (apabila dibandingkan


(38)

juta suara saja (2,16%) dari total jumlah pemilih, yaitu sebanyak 122.293.844 pemilih.

Selain itu, dapat dicermati juga makin banyaknya calon pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput), yaitu sebanyak 31 juta calon pemilih (20,24%) dari total jumlah calon pemilih, yaitu sebanyak 153 juta penduduk.

Dari Hasil Pemilihan Umum putaran pertama tersebut maka didapatkan hasil yang mengharuskan untuk melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden putaran kedua, karena tidak ada satupun calon yang mendapatkan suara lebih dari 50%. Pasangan calon yang kemudian masuk ke putaran kedua adalah dua urutan tertinggi yang memperoleh suara terbanyak. Dari hasil tersebut maka didapatkan dua pasangan calon yang akan masuk ke putara kedua yaitu pasangan Megawati Soekarno Putri dengan KH Ahmnad Hasyim Muzadi dan pasangan Susilop Bambang Yudhoyono dengan Drs. H Muhammad Jusuf Kalla.

2.1.2.3 Pemilu Presiden Putaran Kedua 2004

Sesuai hasil Pemilu presiden putaran pertama di atas, yaitu belum ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka diadakanlah Pemilu presiden putaran kedua 2004. Pasangan-pasangan calon yang mengikuti Pemilu presiden putaran kedua 2004 ini adalah dua pasangan calon dengan yang memperoleh suara terbanyak pada pada Pemilu presiden putaran pertama 2004 yang lalu. Pemilu ini rencananya akan diadakan pada tanggal 20 September 2004. Peserta Pemilu Presiden Putaran Kedua 2004 ada dua pasangan calon presiden


(39)

dan wakil presiden (yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilu presiden putaran pertama) yang dicalonkan di Pemilu presiden putaran kedua 2004, yaitu:

1.

oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan),

2.

(dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia).

2.1.2.4 Hasil Pemilu Presiden Putaran Kedua 2004

Hasil Pemilu presiden putaran kedua telah selesai dihitung dan telah diumumkan oleh KPU pada tanggal nomor 98/SK/KPU/

Tabel IV.

Tabel hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon

Nomor Urut Nama Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden

Jumlah Suara Persentase

2. Hj. Megawati Soekarnoputri KH. Ahmad Hasyim Muzadi

44.990.704 39,38%

4. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla

69.266.350 60,62%

JUMLAH SUARA SAH

114.257.054 100,00%


(40)

Perbandingan jumlah pemilih yang suaranya sah dengan jumlah pemilih yang suaranya tidak sah:

Tabel V.

Tabel perbandingan jumlah suara sah dengan suara tidak sah

Pemilih Jumlah Persentase

Suara Sah 114.257.054 97,94%

Suara Tidak Sah 2.405.651 2,06%

TOTAL PEMILIH

116.662.705 100,00%

Sumber:

Perbandingan jumlah pemilih (termasuk suara tidak sah) dengan jumlah orang yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput):

Tabel VI.

Tabel perbandingan jumlah suara sah dengan yang tidak memilih

Jenis Jumlah Persentase

Memilih 116.662.705 77,44%

Golput 33.981.479 22,56%

GRAND TOTAL

150.644.184 100,00%

Sumber:

Dari hasil pemilu presiden putaran pertama di atas, dapat dicermati banyaknya jumlah suara yang tidak sah kurang lebih sama (apabila dibandingkan dengan pemilu legislatif yang lalu, sebesar 10 juta suara), yaitu sejumlah hanya 2


(41)

juta suara saja (2,06%) dari total jumlah pemilih, yaitu sebanyak 116.662.705 pemilih.

Selain itu, dapat dicermati juga makin banyaknya calon pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput), yaitu sebanyak 34 juta calon pemilih (22,56%) dari total jumlah calon pemilih, yaitu sebanyak 150 juta penduduk.

Selain hal tersebut di atas, dapat dicermati juga penurunan jumlah calon pemilih yang berakibat turunnya jumlah pemilih (pemilih turun sekitar 6 juta, sementara calon pemilih turun sekitar 3 juta).

Sesuai dengan hasil pemilu presiden putaran kedua di atas, maka pasangan calon pemenang Pemilu, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. Pelantikannya sendiri telah diadakan pada tanggal pertama kalinya - dihadiri pemimpin-pemimpin negara sahabat, yaitu: kontroversial, presiden sebelumnya, Megawati Soekarnoputri menolak menghadiri acara pelantikan tersebut. Pada malam hari yang sama, sekitar pukul 23.50 WIB, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet yang baru, yait


(42)

Sebagai sebuah Negara yang demokratis, maka Indonesia telah sukses dalam melaksanakan pemilihan Umum Tahun 2004 dengan sangat demokratis dan telah menghasilkan pemimpin yang memang merupakan pilihan dari rakyat Indonesia. Akan tetapi dibalik itu semua tentu masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang harus terus diperbaiki untuk pelaksanaan Pepmilihan Umum kedepannya.

Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004 tentunya merupakan suatu pesta demokrasi dan pentas politik yang tidak akan terlepas dari kondisi politik yang menyertai perjalanan Pemilihan Umum tersebut. Kondisi Politik inilah yang kemudian menjadikan suatu gambaran bagaimana Pemilihan Umum tersebut akan berlangsung dan hasil dari Pemilihan Umum itu sendiri. Kondisi politik yang terjadi didalam suatu Negara merupakan suatu cerminan dari bagaimana kemudian Negara tersebut melaksanakan sebuah atau serangkaian kegiatan politik. Pemilihan Umum yang merupakan suatu kegiatan politik yang kemudian mutlak terjadi pada sistem politik apapun dewasa ini tidak terlepas dari bagaimana sebenarnya kondisi politik yang terjadi dari Negara yang melakukan pemilihan umum tersebut. Dalam bab ini penulis ingin mencoba untuk melihat lebih jauh tentang bagaimana sebenarnya kondisi politik Negara Indonesia sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2004.

2.2. Kondisi Politik Indonesia Pra Pemilihan Umum Tahun 2004 2.2.1 Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004

Semangat reformasi yang masih sangat besar pada sebagian besar elemen masyarakat Indonesia untuk menuju perubahan kearah yang lebih baik telah


(43)

memberikan sambutan yang sangat besar terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2004. Setelah Pemilihan Umum tahun 1999 yang dianggap sebagai langkah awal dalam memasuki era baru bangsa ini, maka pada Pemilihan Umum tahun 2004 ini dijadikan sebagai langkah pematangan dalam menuju konsep Negara yang lebih demokratis dan bertujuan untuk kemakmuran masyarakat banyak

Gairah politik yang begitu besar dalam pelaksanaan Pemilihan umum tahun 2004 ini kemudian melahirkan Partai-partai politik baru yang kesemuanya memiliki tujuan ideal yang sama yaitu melanjutkan agenda reforamasi menuju perubahan Indonesia yang lebih baik. Maraknya Partai politik baru ini tentunya juga mempengaruhi kondisi politik yang terjadi menjelang Pemilihan Umum tersebut. Akan tetapi munculnya partai-partai politik baru ini juga dinilai tidak ada kontribusi positifnya untuk perbaikan nasib masyarakat bagi beberapa kalangan. Belum bisa "berbeda" secara substansial dengan partai politik yang telah mapan sebelumnya. Menurut Syamsuldin Haris, kesan kemunculannya tersebut hanya mengejar target Pemilu 2004, yakni mendapatkan wakil di legislatif (DPR/MPR). (Kompas, 25 September 2002). Lebih lanjut dikatakan oleh Haris bahwa

kehadiran partai-partai politik baru hanya akan menambah kekecewaan masyarakat, yang telah berulang kali "dikibuli" oleh partai politik. Partai politik hanya pandai bersilat lidah dan memainkan jargon pada saat pemilu, tetapi pasca pemilu rakyat pemilih ditinggalkan begitu saja. Dengan kondisi seperti ini, kemunculan partai politik baru hanya akan menambah jumlah golonga putih (Golput), dan tidak signifikan dengan perubahan peta politik nasional pasca Pemilu 1999.


(44)

Dengan memperhatikan pendapat pengamat politik LIPI di atas, partai-partai baru hadir tampaknya tidak untuk menjawab problem masyarakat luas yang tengah sengsara. Partai politik baru tampak masih belum beranjak pada jargon kosmopolitan, yang bersifat menengah ke atas, seperti keterwakilan antara laki-laki dan perempuan dalam legislatif, transparansi anggaran, gender, budget, dan demokrasi.Seluruh tema yang diangkat baru merupakan tema-tema "elite" sehingga tidak menyentuh langsung problem masyarakat kelas bawah yang jumlahnya lebih banyak, sekalipun kelompok inilah yang akan dijadikan "sasaran tembak" perolehan suara dalam Pemilihan Umum tersebut.

Akan tetapi walupun terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam dalam melihat Partai-Partai Politik yang menjadi peserta pemilihan umum tersebut merupakan sebauh dinamika politik yang sama-sama bertujuan untuk mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Selanjutnya akan kita lihat Partai-Partai Politik yang menjadi kontestan dalam pemilihan umum tahun 2004, yang tentunya telah melewati persyaratan administrasi maupun verivikasi dari lembaga yang berwenang.

Partai-partai Politik yang menjadi peserta dalam pemilihan umu tahun 2004 adalah:

1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)

PNI pertama kali dibentuk oleh Soekarno dkk pada bulan Juli 1827 di Bandung. Tahun 1998 PNI dihidupkan kembali dan mengikuti Pemilu tahun 1999 dengan nama PNI Soepeni. Memperoleh 0,36 persen suara nasional.

Sesuai dengan UU No. 31 Tahun 2002, maka PNI Soepeni tidak diperbolehkan mengikuti Pemilu 2004. Oleh karena itu partai ini memakai nama


(45)

baru yaitu Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme) dan mendaftarkan diri untuk mengikuti Pemilu 2004 dan berhasil lolos dari verifikasi serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Partai berlandaskan perjuangan marhaenisme ini memberikan prioritas kepada perbaikan nasib buruh, petani dan nelayan dalam programnya. Selain itu partai juga menekankan memperjuangkan terselenggaranya pemerintahan yang bebas dari KKN serta mengembangkan nasionalisme Indonesia yang tidak chauvinistik.(Kompas 9 Desember. 2003)

2. Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD)

Cikal bakal dari partai ini adalah organisasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Dengan didukung oleh beberapa organisasi masa lain, maka melalui kongres nasional II tahun 2000 serta Raker Nasional tahun 2001PBSD terbentuk.

Untuk persiapan Pemilu 2004, PBSD telah mempunyai cabang di 22 propinsi serta 194 cabang di tingkat kota dan kabupaten.

PBSD menggunakan gagasan nilai sosial demokrat untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan makmur sebagai dasar dan tujuan partai dan berupaya mengembangkan dan menata aspek-aspek perburuhan sehingga mampu mewujudkan kehidupan buruh yang lebih baik dan sejahtera. (Kompas 9 Desember. 2003)

3. Partai Bulan Bintang (PBB)

Latar belakang partai ini disemangati oleh keberadaan partai terbesar ke dua dalam Pemilu 1955 yaitu Masyumi yang dibubarkan Orde Lama pada tahun 1960.


(46)

Dasar pergerakan PBB ini adalah visi Islamic Modernism serta keyakinan bahwa Islam adalah ajaran universal yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidup mereka di dunia dan akhirat.

Meraih 13 kursi DPR (1,9 persen suara) pada Pemilu 1999, PBB merupakan partai politik yang konsisten memperkaya wacana politik bangsa dengan tokoh-tokoh yang cukup vokal. Adapun untuk Pemilu 2004, PBB mentargetkan untuk mencapai 25 persen suara sehingga bisa masuk ke dalam 3 besar.( Kompas 9 Desember. 2003).

4. Partai Merdeka

Nama ketua umum partai ini, Adi Sasono, adalah aktivis perjuangan ekonomi kerakyatan di Indonesia. Demikian juga Partai Merdeka mempunyai fokus program kerja untuk memajukan ekonomi kerakyatan dengan dukungan dari organisasi koperasi, serikat pekerja, guru, usaha kecil menengah, pedagang kaki lima, nelayan dan kaum intelektual.

Tiga aspek yang ditonjolkan dalam prinsip partai ini adalah aspek kebangsaan, kerakyatan dan kemandirian. Para pendiri partai ini sebelumnya menyalurkan aspirasi dan pemikiran mereka kepada partai politik yang telah ada terlebih dahulu. Dalam perjalanannya karena merasa tidak ada parpol yang mampu mewujudkan aspirasi tersebut, maka akhirnya mereka bergabung dan mendirikan Partai Merdeka..( Kompas 9 Desember. 2003).

5. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Sebagai partai yang telah bereksistensi lama, PPP yang dipimpin oleh Wakil Presiden Hamzah Has ini memutuskan untuk kembali ke kithah 1973 dengan


(47)

menjadikan Islam sebagi azas partai pada tahun 1998 setelah menerapkan azas tunggal Pancasila selama masa Orde Baru.

Target dalam Pemilu 2004 adalah memperoleh 30 persen suara (dalam Pemilu 1999 PPP berhasil memperoleh 10,7 persen suara). Partai ini mengedepankan prinsip Istiqamah dalam melakukan tugasnya sebagai suatu partai politik diantaranya adalah mendorong terwujudnya fungsionalisasi lembaga-lembaga politik baik di pusat maupun daerah. (Kompas 9 Desember. 2003).

6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan

Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK) mengedepankan prinsip demokrasi moderen yang menghindari segala bentuk-bentuk kekerasan serta mengutamakan pengembangan intelektualitas politik. Oleh karena itu PDK tidak membentuk satuan-satuan tugas, laskar dsb.

PDK yang saat ini dipimpin oleh Ryaas Rasyid seorang guru besar ilmu politik serta mantan Meneg PAN, lahir atas inisiatif beberapa tokoh intelektual diantaranya alm. Afan Gafar dan Andi Malarangeng. PDK mengagendakan penegakan nilai-nilai etika dalam politik dan pemerintahan.( Kompas 9 Desember. 2003)

7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB)

Partai PIB yang dipimpin oleh Syahrir, seorang ekonom yang terkemuka, melihat bahwa faktor yang paling menentukan dalam usaha mensejahterakan rakyat adalah pembangunan ekonomi.

Sesuai dengan azas yang dianutnya, partai ini mengedepankan keberagaman masyarakat Indonesia tanpa memndang etnis, agama maupun profesi.


(48)

Keseimbangan dalam hidup berbangsa dan bernegara menjadi harapan yang tercermin dari yang menggambarkan kehidupan kosmik manusia dan alam.

Dalam Pemilu 2004, Partai PIB mentargetkan perolehan 7 juta suara terutama dari kalangan menengah. Untuk merekrut anggota DPR partai ini menggunakan proses penyaringan internal dengan sifat bottoms-up agar mendapatkan hasil yang terbaik. (Kompas 9 Desember. 2003).

8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK)

Pada awal pendirian partai ini memakai nama Partai Nasionalis Bung Karno dan dideklarasikan pada tgl. 27 Juli 2002. Sesuai dengan UU Partai Politik No. 31 Th 2002, maka nama partai ini dirubah menjadi Partai Nasinal Banteng Kemerdekaan.

PNBK bercita-cita untuk mewujudkan terciptanya masyarakat marhaenis yang memperjuangkan terwujudnya sosialisme Indonesia di seluruh Nusantara dengan konsentrasi mengangkat masyarakat miskin di Jawa.

Partai ini memperjuangkan perhatian yang lebih besar terhadap pendidikan, kesehatan serta pembukaan lapangan kerja serta disisi lain berprinsip bahwa pemerintah harus dikontrol agar KKN dapat ditekan sehingga tidak mengganggu jalannya pemerintahan yang pro rakyat. (Kompas 9 Desember. 2003).

9. Partai Demokrat

Beberapa tokoh politisi dalam MPR dan akademisi dari kalangan perguruan tinggi yang melihat bahwa Susilo Bambang Yudhoyono adalah sosok yang cocok untuk diangkat menjadi Presiden RI melalui Pemilu 2004, sepakat untuk membentuk Partai Demokrat pada tgl 9 September 2001.


(49)

Partai yang berazaskan Pancasila dengan penekanan pada nasionalisme, religius, pluralisme dan humanisme mempunyai tujuan yang salah satunya adalah menegakkan, mengamankan dan merpertahankan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. (Kompas 9 Desember. 2003).

10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia

Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia) adalah merupakan penjelmaan dari Partai Persatuan dan Keadilan (PKP) yang mendapatkan suara sebesar 1,01 persen suara dalam Pemilu 1999.

Tujuan partai ini adalah memperjuangkan terciptanya keadilan, berbangsa dan bernegara dengan mewujudkan secara nyata kedaulatan rakyat atas penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu partai ini juga akan memperjuangkan pemantapan persatuan dan kesatuan berbangsa.

Untuk Pemilu 2004 PKP Indonesia telah dinyatakan lolos verifikasi faktual di 23 propinsi di Indonesia. (Kompas 9 Desember. 2003).

11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia

Partai PDI Penggunaan kata "Penegak" dalam nama partai ini mengisyaratkan bahwa Partai PDI memandang masih ada penyimpangan dalam jalannya demokrasi saat ini. Oleh karena itu partai ini menggunakan visi yang bertujuan menegakkan demokrasi Pancasila, baik demokrasi politik, demokrasi ekonomi maupun demokrasi sosial-budaya.

Partai ini mengedepankan nasionalisme dengan misi mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, Pancasila dan UUD 1945. Dalam menjalankan program partai ke depan, partai PDI akan berfungsi sebagai pendidikan politik dan penghimpunan aspirasi. (Kompas 9 Desember. 2003).


(50)

12. Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia

Cikal bakal dari Partai PNU ini adalah Partai Nahdatul Ummat yang juga merupakan peserta Pemilu 1999. Untuk Pemilu 2004 mendatang partai PNU telah lolos verifikasi faktual di 22 propinsi.

Basis dukungan partai ini didapat terutama dari Ikhtikadul Mubalighin dan kalangan NU. Sosialisasi partai dilakukan melalui majelis taklim serta pengajian-pengajian. Meskipin lebih membidik pemilih dari kalangan Muslim menengah ke bawah, partai juga membuka keanggotaan bagi kalangan non-muslim yang ingin bergabung. (Kompas 9 Desember. 2003).

13. Partai Amanat Nasional (PAN)

Partai Amanat Nasional (PAN) walaupun beru pertama kali ikut dalam Pemilu di tahun 1999, berhasil memperoleh dukungan 7,1 persen suara sehingga berhak menempatkan 34 wakilnya di DPR.

Dalam menyongsong Pemilu 2004, partai yang dipimpin oleh DR. H.M. Amien Rais ini berkeyakinan bahwa sistim pemilihan Presiden secara langsung akan memuluskan jalan Ketua Umumnya menuju kursi Presiden. Dalam merekrut anggota, partai ini mempunyai program Mabita atau Masa Bimbingan Calon Anggota, yang diharapkan akan dapat menambah jumlah anggota partai tsb yang kini telah mencapai 11 juta orang. (Kompas 9 Desember. 2003).

14. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)

Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) merupakan partai yang tertib dalam mentaati jadwal KPU dan merupakan partai pertama yang mendaftarkan diri untuk menjadi peserta Pemilu 2004 di KPU.


(51)

Gagasan mendirikan partai ini dicetuskan oleh Jendral (Purn) HR Hartono melalui suatu organisasi kemasyrakatan yang bernama Karya Peduli Bangsa sebagai langkah dalam menyikapi perubahan politi yang terjadi pada saat ini yang dinilai telah mulai luntur dari tujuan reformasi.

Pilar kekuatan dari partai ini selain dari Ormas KPB, juga didapat dari Ormas Pemuda dan Ormas Wanita serta dari tokoh-tokoh purnawirawan TNI lain diantaranya Ary Mardjono dan H. Namuri Anoem S. Dalam Pemilu 2004 PKPB mencalonkan Siti Hardiyanti Rukmana sebagai Calon presiden. (Kompas 9 Desember. 2003).

15. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

PKB didirikan untuk mewadahi aspirasi politik nahdliyin. Namun demikian partai ini tetap tebuka bagi masyarakat di luar NU, baik itu lintas agama, suku maupun golongan.

Dalam pemilu 1999 perolehan suara PKB merupakan urutan ke tiga setelah PDIP dan Golkar, dengan 12,6 persen suara. Dalam Pemilu 2004 mendatang, PKB tidak banyak melalukan perubahan platform partai yang mendasarkan pada prinsip demokrasi tanpa korupsi dan humanisme religius.

Program pendidikan gratis bagi masyarakat tak mampu merupakan cita-cita PKB yang akan direalisasikan apabila partai berhasil memenuhi target perolehan suara Pemilu 2004 yaitu sebesar 23,24 persen. (Kompas 9 Desember. 2003).

16. Partai Keadilan Sejahtera (PK- Sejahtera)

Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) merupakan gabungan dari Partai Keadilan Sejahtera lama dengan Partai Keadilan (PK) yang merupakan salah satu peserta Pemilu 1999. Peleburan ini terjadi pada tgl 3 Juli 2003.


(52)

PK Sejahtera mempunyai visi untuk menjadi suatu partai politik yang berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani. Dengan bekal visi ini, maka PK Sejahtera mendasarkan prinsip kebijakan sebagai partai Da'wah yaitu menjadikan da'wah sebagai poros utama seluruk gerak partai serta sekaligus menjadi karakter para aktivisnya dalam berpolitik. Selain itu partai ini mempunyai komitmen untuk memenuhi kuota perempuan dalam daftar calon anggota legislatifnya. (Kompas 9 Desember. 2003).

17. Partai Bintang Reformasi

Partai Bintang Reformasi (PBR) merupakan nama baru dari Partai Persatuan Pembangunan Reformasi (PPP Reformasi) yang dideklarasikan pada tgl 20 Januari 2002, sebagai hasil penggabungan dari Partai Indonesia Baru, Partai Ummat Muslimin Indonesia, Partai Kebangkitan Muslim Indonesia dan Partai Republik Indonesia.

Selain itu PBR juga didukung oleh puluhan LSM, ormas, para Ulama dan Cendekiawan, pedagang, mahasiswa , buruh dan petani. PBR mempunyai tujuan untuk memperbaiki kepemimpinan nasional, pemerataan ekonomi dan penegakan hukum yang selaras dengan cita-cita partai untuk mewujudkan masyarakat madani yang sejahtera lahir dan batin, adil, mandiri dan demokratis yang diridhoi Allah SWT.

Untuk Pemilu 2004, partai ini mengajukan Ketua Umumnya (KH Zainuddin MZ) yang dikenal dengan sebutan Da'i Sejuta Ummat, sebagai calon Presiden. (Kompas 9 Desember. 2003).


(53)

18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)

Munculnya PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri tidak terlepas dari terjadinya perpecahan di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Partai ini juga merupakan fusi dari partai-partai yaitu PNI, IPKI, Murba, Parkindo dan Partai Katolik.

Tujuan partai adalah Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, makmur, beradab dan berke-Tuhanan. Partai yang dikenal sebagai partainya "Wong Cilik" ini menjadikan Pancasila dan keutuhan NKRI sebagai prinsip yang pokok.

Partai yang memperoleh suara terbesar (33,7 persen) dalam Pemilu 1999 ini menumpukan perolehan suara untuk Pemilu 2004 kepada basis massa tradisional kaum nasionalis sebagaimana yang diekspresikan dalam perolehan suara PNI dalam Pemilu 1955 serta pemilih dari Indonesia bagian timur.

Nama Megawati Soekarnoputri serta sosok besar Presiden Soekarno akan terus menjadi daya tarik partai ini. Untuk Pemilu 2004 kembali partai ini mencalonkan Megawati sebagai calon Presiden berikutnya. (Kompas 9 Desember. 2003).

19. Partai Damai Sejahtera (PDS)

Para pendiri Partai Damai Sejahtera merasa gelisah melihat perilaku bangsa ini yang dianggap telah mengalami dekadensi moral. Masyarakat telah jenuh, skeptis dan pesimistis menghadapi kondisi bangsa sekarang. PDS merasa terpanggil untuk mengatasi persoalan tersebut.

Ada 4 pilar yang menjadi dasar perjuangan PDS yaitu : Berdamai dengan Tuhan, sesama, diri sendiri dan lingkungan. Uniknya partai ini menetapkan


(54)

beberapa kriteria untuk menjadi pengurus, antara lain mampu secara ekonomi dan tidak merokok.

Nama Ruyandi Hutasoit, Ketua Umum partai, sebelumnya dikenal sebagai pimpinan Yayasan Doulos yang bergerak dalam penanggulangan narkoba dan gangguan jiwa. (Kompas 9 Desember. 2003).

20. Partai Golongan Karya (GOLKAR)

Partai Golkar membuktikan dirinya mampu bertahan dari tekanan luar biasa berupa gelombang anti partai ini yang datang dari berbagai kelompok masyarakat baik berupa demonstrasi maupun gugatan di pengadilan, setelah tumbangnya era Orde Baru. Pada Pemilu 1999 Golkar mampu meraih 22,43 persen sehingga menempati urutan ke 2 setelah PDIP.

Golkar bertekad untuk memperoleh suara terbanyak dalam Pemilu 2004 mendatang. Persiapan lain untuk menghadapi Pemilu 2004 adalah mereka menyelenggarakan penyaringan Calon Presiden dari tingkat bawah melalui konvensi. Muncul nama-nama a.l. Akbar Tanjung, Abu Rizal Bakri, Jusuf Kalla, Surya Paloh, Wiranto, Prabowo Subianto dan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam konvensi tsb.

Dengan paradigma baru partai ini bertekad untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan taraf hidup dan kecerdasan masyarakat secara menyeluruh. (Kompas 9 Desember. 2003).

21. Partai Patriot Pancasila

Lolosnya Partai Patriot pancasila dari verifikasi faktual telah mengantarkan partai yang kelahirannya dibidani oleh kader-kader Pemuda Pancasila ini ke arena Pemilu 2004. Para pengurus partai ini merasa yakin bahwa kehadiran partai akan


(55)

mendapat sambutan posotif dari masyarakat terutama kaum muda karena mereka melihat banyak kaum muda yang belum mempunyai preferensi politik.

Untuk Pemilu 2004, partai ini menargetkan perolehan suara sebesar 5 persen. Sekalipun Partai Patriot Pancasila ini dipimpin oleh orang yang sama dengan PP, namun secara organisasi keduanya adalah terpisah. Sesuai dengan namanya, Partai ini bertujuan untuk mempertahankan Negara Kesatuan republik Indonesia dan mengamankan Pancasila sebagi dasar negara. (Kompas 9 Desember. 2003).

22. Partai Sarikat Indonesia (PSI)

Partai Sarikat Indonesia merupakan koalisi dari 8 partai yaitu Partai Daulat Rakyat (PDR), Partai Katolik demokrat (PKD), Parati Bhinneka Tunggal Ika (PBI), Partai Nasional Front Marhaenis, PNI Massa Marhaen, Partai Persatuan (PP) dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).

Partai dengan motto "Kembalikan kedaulatan ke tangan rakyat" ini berpijak pada landasan yang bercirikan 3 esensi perekat kehidupan bangsa yaitu : religiusitas dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran agama, kebangsaan / nasionalisme dan kerakyatan.

Selain itu, dalam menjalankan agenda politiknya, PSI berpijak pada 3 pilar yaitu : pelayanan dalam rangka mencapai keadilan, pemberdayaan dalam rangka mewujudkan kemandirian dan pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan. (Mingguan Politik & Ekonomi Manifesto, No. 9, Desember. 2003).

23. Partai Persatuan Daerah

Partai Persatuan Daerah lahir setelah dihapusnya Fraksi Utusan Daerah di MPR setelah Pemilu 1999. PPD digagas oleh beberapa tokoh dari fraksi tersebut dan diketuai oleh mantan Ketua Fraksi Daerah itu.


(56)

Alasan yang mendasari pembentukan partai ini adalah berkurangnya perhatuan pemenrintah pusat terhadap persoalan daerah. Partai ini juga menamakan dirinya sebagai 'partainya orang daerah' dan bertujuan untuk aspirasi daerah secara maksimal namun tanpa menonjolkan sifat kedaerahan.

Misi utama partai ini adalah adalahmewujudkan pembangunan Indonesia sesuai dengan cita-cita proklamasi demi tegak dan teguhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk Pemilu 2004 mendatang, partai ini telah mempunyai cabang di 24 propinsi dan 223 di tingkat kabupaten dan kota. (Kompas 9 Desember. 2003).

24. Partai Pelopor

Berdirinya partai ini dilatarbelakangi oleh sosok oleh putri ke tiga alm. Presiden Soekarno, Rachmawati soekarnoputri yang juga dikenal sebagai pemimpin Yayasan Pendidikan Soekarno. Kiprah politik Rachmawati Soekarnoputri mulai nampak pada pertengahan tahun 2001 ketika ia mendeklarasikan Forum Nasional dimana dia mulai mengecam para elit politik yang menurutnya berada di menara gading.

Saat Forum Nasional melahirkan Partai Persatuan Bangsa Indonesia, Rachmawati dijadikan Calon Presiden oleh partai tsb walaupun ia bukan termasuk pendiri partai.

Satu tahun setelah peristiwa itu barulah Rachmawati mendirikan Partai Pelopor yang mengandalkan konstituennya dari kalangan urban muda marhaenis. Partai yang bersemangat marhaenis ini menjajikan tidak akan berkompromi terhadap para pelanggar HAM, menolak dwifungsi TNI/Polri dan menolak


(57)

ketergantungan ekonomi pada lembaga dana internasional. (Kompas 9 Desember. 2003).

Inilah ke dua puluh empat Partai Politik yang mengikuti Pemilihan Umum Indonesia Tahun 2004. Kesemuanya Parpol tersebut yang akan menjadi kontestan dalam memperebutkan kekuasaan Negara yang ada. Partai politik yang jumlahnya sangat banyak ini merupakan cerminan dari bagaimana antusiasme dari para aktor-aktor politik sedemikian besarnya untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum tahun 2004. kondisi politik yang seperti ini kemudian sangat mempengaruhi perjalanan politik bangsa ini, apakah untuk menuju perubahan kearah yang lebih baik, atau malah menuju kearah yang lebih buruk.

2.2.2 Sistem Pemilihan Umum Indonesia pada Tahun 2004

Pemilu 2004 menganut sistem Pemilu proporsional terbuka di mana beberapa kursi diperebutkan dalam suatu daerah pemilihan. Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Cara ini belum pernah diterapkan pada pemilu-pemilu sebelumnya, walaupun secara teknis tidak jauh berbeda. Dalam sistem ini hak suara pemilih terwakili secara proporsional karena di dalam surat suara tercantum nama Parpol dan nama calon.

Pemilu 2004 didasarkan atas Undang-undang No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD dan Undang-undang No 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu. Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu 2004 berbeda dengan Pemilu 1999. Pertama, pada Pemilu 2004 anggota Parlemen (DPR, DPD dan DPRD), Presiden/Wakil Presiden dipilih secara langsung. Kedua, ada lembaga baru yang bernama DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang calonnya berasal dari tiap


(58)

Provinsi sehingga tiap provinsi mempunyai wakil (senator seperti di AS) di Parlemen. Ketiga, untuk pertama kali dalam sejarah, sistem Pemilu Indonesia menerapkan daerah pemilihan (area election). Keempat, surat suara yang sangat

variatif antara lain surat suara DPR, DPD, DPRD, dan Presiden/Wakil Presiden. Dalam penyelenggaraan Pemilu, KPU bekerja berdasarkan tahapan jadwal Pemilu Legislatif dan tahapan jadwal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Tahapan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2004 berdasarkan jadwal yang dikeluarkan KPU sepeti pendaftaran Pemilih dan Pendaftaran Pen¬duduk Berkelanjutan, Pe¬metaan daerah pemilihan dan penetapan jumlah kursi DPR dan DPRD, pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah DPR, DPD, DPRD, penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), proses pendaftaran, verifikasi, dan penetap¬an partai politik peserta Pemilu 2004 dan kampanye peserta Pemilu.

Pelaksanaan Pemilu yang obyektif telah diselenggarakan oleh KPU secara independen dalam rangka menghasilkan wakil rakyat terbaik. Hasil Pemilu 2004 menunjukkan dari seluruh pemilih yang terdaftar sebanyak 145 juta jiwa, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 124.420.339 jiwa (voters turnout 84%). Sedangkan warganegara yang tidak menggunakan hak pilihnya 25.580.030 (16%). Suara sah sebanyak 113.462.414 jiwa sedangkan suara tidak sah 10.957.925 jiwa. Dari 24 Parpol peserta Pemilu, hanya 16 Parpol yang berhasil meraih kursi di Parlemen. Dari 16 Parpol peraih kursi di Parlemen muncul 6 Parpol peraih kursi terbesar yaitu Partai Golkar (121 kursi), PDIP (109 kursi), PPP (58 kursi), Partai Amanat Nasional (57 kursi), Partai Demokrat (56


(59)

kursi), Partai Kebangkitan Bangsa (52 kursi) dan Partai Keadilan Sejahtera ( 45 kursi).

Untuk mengawasi jalannya Pemilu, dibentuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) berkedudukan di ibukota Republik Indonesia.Di samping Panwaslu ada juga pemantau pemilu baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pemantau Pemilu dari dalam negeri mempunyai struktur organisasi berjenjang dari pusat hingga ke daerah yang akre¬ditasinya diberikan oleh KPU. Secara keseluruhan terdapat 112 lembaga pemantau Pemilu yang mendaftar untuk berpartisipasi sebagai pemantau, dengan rincian 90 berasal dari Pemantau dalam negeri dan 22 berasal dari Pemantau luar negeri yang lulus akreditasi dan mendapat sertifikat sebagai Pemantau Pemilu 2004.

Di tengah sempitnya waktu, Komisi Pemilihan Umum (KPU mampu menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden /Wakil Presiden. Setelah Pemilu Legislatif pada tanggal 5 April 2004, KPU menyelenggarakan Pemilu Presiden /Wakil Presiden dalam dua putaran. Pemilu Presiden /Wakil Presiden putaran pertama berlangsung 5 Juli 2004. Sedangkan Pemilu Presiden/Wakil Presiden putaran kedua berlangsung 20 September 2004. KPU mampu menyelenggarakan 3 (tiga) kali Pemilu yang diikuti 150 juta pemilih dengan pengadaan logsitik yang sangat kompleks karena harus didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia.

Inilah untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Selama 32 tahun Presiden/Wakil Presiden dipilih oleh Parlemen (MPR). Pada Pemilu Presiden/Wakil Presiden putaran pertama maju 5 (lima) pasangan calon Presiden/Wakil Presiden yaitu pasangan calon Presiden


(1)

Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6)

Yang dimaksud laporan dana kampanye adalah laporan dana kampanye sebelum ataupun setelah diaudit. Yang dimaksud dipelihara adalah didokumentasikan sebagai arsip negara.

Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas.

Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas.


(2)

Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas.

Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64


(3)

Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang adalah calon yang unggul di lebih banyak jumlah provinsi, kabupaten/kota.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang adalah calon yang unggul di lebih banyak jumlah provinsi, kabupaten/kota.

Pasal 68 Ayat (1)

Untuk mengajukan keberatan atas penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden, Pasangan Calon dapat memberikan kuasa kepada partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan, Tim Kampanye, atau pengacara. Keberatan dimaksud diajukan paling lambat 3 (tiga) hari atau 3 kali 24 jam dan setelah itu Mahkamah Konstitusi wajib memberikan konfirmasi kepada KPU terhadap ada atau tidak adanya keberatan atas penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 69


(4)

Pasal 73 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan wilayah adalah provinsi, atau kabupaten/kota, atau kecamatan, atau perwakilan negara Republik Indonesia di luar negeri.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75

Yang dimaksud dengan daerah-daerah yang tidak mungkin dilakukan kegiatan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara normal adalah daerah dengan status darurat militer, daerah dengan status darurat sipil dan/atau daerah yang mengalami konflik.

Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas.


(5)

Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92

Yang dimaksud dengan penyelenggara yang dapat dikenai sanksi adalah KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, dan Pengawas Pemilu. Yang dimaksud dengan Pasangan Calon yang dapat dikenai sanksi adalah Pasangan Calon dan/atau Tim


(6)

Ayat (1)

Keuangan KPU hanya bersumber dari APBN dan APBD. Dalam hal KPU memperoleh dukungan dana lain di luar dana APBN/APBD seperti bantuan teknis (technical assistance), kerja sama teknis (technical cooperation), dukungan kemitraan (partnership), dan bantuan lainnya harus dilakukan dalam mekanisme APBN atau mekanisme pengelolaan keuangan negara. Terhadap dukungan dana lain di luar dana APBN/APBD sebelum berlakunya Undang-undang ini, harus disesuaikan dengan prosedur pengelolaan keuangan negara dan kerja sama teknik luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan difasilitasi oleh pemerintah.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas