sementara untuk denda paling banyak satu milyar rupiah misalnya pasal 297. Dan denda paling sedikit adalah tiga juta rupiah.
57
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 merupakan undang-undang khusus yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu legislatif tahun
2009 untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Didalam undang-undang ini terdapat pasal-
pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana. Dalam hal adanya undang-undang lain seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana K.U.H.P. yang mengatur tentang
tindak pidana pemilihan umum maka berlaku asas hukum lex specialis derogat legi generali, artinya suatu undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya dari
undang-undang yang umum. Jika terjadi tindak pidana berhubungan dengan pelaksanaan pemilihan umum legislatif tahun 2009 maka Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 sebagai suatu undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya dari undang-undang yang umum.
B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pemilihan Umum Tentang Pelanggaran Larangan Kampanye.
Diatas telah diuraikan bentuk-bentuk tindak pidana pemilu yang diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008. Salah satu dari
tindak pidana dimaksud adalah pelanggaran terhadap larangan kampanye. Pada Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2008 disebutkan kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk
57
H. Muchsin, Tindak Pidana Pemilu Serta Tugas Peradilan Umum Menurut UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu, Varia Peradilan No. 275. Op.Cit, hlm. 23 sd 24.
Universitas Sumatera Utara
meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu.
Visi didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan suatu kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, pandangan atau wawasan kedepan.
58
Masing-masing partai politik mempunya visi dan itulah yang disampaikan didalam kampanye. Salah satu partai politik sebagai peserta pemilu pada
Pemilu Legislatif 2009 adalah Partai Keadilan Sejahtera, partai politik ini mempunyai visi Indonesia yang dicita-citakan adalah “Terwujudnya
masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat”.
59
Misi adalah tugas yang dirasakan masing-masing sebagai suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme dan sebagainya.
60
Masing- masing partai politik sebagai peserta pemilu legislatif tahun 2009 juga memiliki misi
yang diemban. Sebagai contoh berikut dikemukakan misi salah satu partai politik peserta pemilu legislatif tahun 2009 yaitu Partai Keadilan Sejahtera. Misi Partai
Keadilan Sejahtera tersebut adalah:
61
1. Mempelopori reformasi system politik, pemerintahan dan birokrasi, peradilan,
dan militer untuk berkomitmen terhadap penguatan demokrasi. Mendorong penyelenggaraan system ketatanegaraan yang sesuai dengan fungsi dan
wewenang setiap lembaga agar terjadi proses saling mengawasi. Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan
membangun solideritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, yang memiliki keunggulan
moral, kepribadian, dan intelektualitas. Melanjutkan reformasi birokrasi dan lembaga peradilan memperbaiki system rekrutmen dan pemberian sanksi-
penghargaan, serta penataan jumlah pegawai negeri dan memfokuskannya pada posisi fungsional, untuk membangun birokrasi yang bersih, kredibel, dan
efisien.Penegakan hukum yang diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan koruptif. Mewujudkan kemandirian
dan pemberdayaan industry pertahanan nasional. Mengembangkan otonomi daerah yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan
58
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, hlm. 640.
59
Platform Kebijakan Pembangunan Falsafah Dasar Perjuangan Anggaran DasarAnggaran Rumah Tangga, Partai Keadilan Sejahtera, Jakarta: 2008, hlm. 203.
60
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit. hlm. 749.
61
Platform Kebijakan Pembangunan Falsafah Dasar Perjuangan Anggaran DasarAnggaran Rumah Tangga, Partai Keadilan Sejahtera, Op. Cit. hlm. 213, 214.
Universitas Sumatera Utara
proporionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga kenegaraan ditingkat pusat, provinsi dan daerah. Menegaskan kembali sikap bebas dan
aktif dalam mengupayakan stabilitas kawasan dan perdamaian dunia berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, saling menguntungkan,
dan penghormatan terhadap martabat kemanusiaan. Menggalang solidaritas dunia demi mendukung bangsa-bangsa yang tertindas dalam merebut
kemerdekaan.
2. Mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan
kesejahteraan seluruh rakya melalui strategi pemerataan pendapatan, pertumbuhan bernilai tambah tinggi, dan pembangunan berkelanjutan, yang
dilaksanakan melalui langkah-langkah utama berupa pelipatgandaan produktifitas sektor pertanian, kehutanan dan kelautan; peningkatan daya
saing nasional dgn pendalaman struktur upgrading kemampuan teknologi; dan membangun sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru
berbasis resurces knowlwdge. Semua itu dibangun atas landasan filosofi ekonomi egaliter yang akan menjamin kesetaraan atau valuasi yang sederajat
antara pemilik modal dan pelaku usaha, dan menjamin pembatasan tindakan spekulasi, monopoli, dan segala bentuk kriminalitas ekonomi yang
dilakukan oleh penguasa modal dan sumber-sumber ekonomi lain untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bagi seluruh pelaku usaha.
3. Menuju pendidikan yang berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Membangun system pendidikan nasional yang terpadu, komprehensif dan bermutu untuk menumbuhkan SDM
yang berdaya saing tinggi serta guru yang professional dan sejahtera. Menuju sehat paripurna untuk semua kelompok warga, dengan visi sehat badan,
mental, spiritual, dan sosial sehingga dapat beribadah kepada Allah,Swt untuk membangun bangsa dan Negara; dengan cara mengoptimalkan anggaran
kesehatan dan seluruh potensi untuk mendukung pelayanan kesehatan berkualitas. Mengembangkan seni dan budaya yang bersifat etis dan relijius
sebagai faktor penentu dalam membentuk karakter bangsa yang tangguh, disiplin kuat, etos kerja kokoh, serta daya inovasi dan kreativitas tinggi.
Terciptanya masyarakat sejahtera, melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat mewadahi dan membantu proses pembangunan berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan kampanye pada pemilu legislatif tahun 2009 Komisi Pemilihan Umum membagi jadual tahapan dan masa kampanye dalam 2 dua bagian
yaitu:
62
62
Lampiran ke-5 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2008 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 09 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Universitas Sumatera Utara
a. Persiapan kampanye:
1. Penyusunan jadwal pelaksanaan kampanye dengan peserta Pemilu.
ditetapkan oleh KPU; 2.
KPU memfasilitasi pertemuan antar Peserta Pemilu untuk merumuskan kesepahaman tentang pelaksanaan kampanye yang dilakukan dengan cara
sopan, tertib dan edukatif. dilaksanakan oleh KPU; 3.
Penetapan lokasi pemasangan alat peraga untuk pelaksanaan kampanye; KPUKPU ProvinsiKPU KabupatenKota berkoordinasi dengan
PemerintahPemda; 4.
Pengaturan pengamanan kampanye berkoordinasi dengan Polri dan instansi terkait lain. dilaksanakan Polri dan dibantu oleh TNI;
5. Pengaturan pemberian kesempatan yang sama dan pemasangan iklan
pemilu dalam rangka kampanye berkoordinasi dengan media cetak dan elektronik. dilaksanakan oleh KPUKPU Provinsi, KPU
KabupatenKota;
b. Pelaksanaan Kampanye. dilaksanakan oleh Parpol dan calon anggota
DPD peserta Pemilu 2009 yaitu: 1.
Penyerahan tim pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota serta anggota DPD kepada KPU,
KPU Provinsi dan KPU KabupatenKota: a.
Pelaksanaan kampanye melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media massa cetak dan elektronik, penyebaran bahan kampanye
kepada umum. dilaksanakan oleh Peserta Pemilu 2009; b.
Pelaksanaan kampanye melalui rapat umum. dilaksanakan oleh Peserta Pemilu 2009;
2. Pelaksana kampanye melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka,
media massa cetak dan elektronik, penyebaran bahan kampanye kepada umum. dilaksanakan oleh Peserta Pemilu 2009;
3. Pelaksanaan kampanye melalui rapat umum dilaksanakan oleh Peserta
Pemilu 2009; Menurut ketentuan Pasal 77 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008
kampanye Pemilu dilaksanakan oleh pelaksana kampanye. Selanjutnya Pasal 78 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan “pelaksana kampanye Pemilu
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupatenkota terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupatenkota, juru kampanye,
Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
orang-seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota.
Pada saat melaksanakan kampanye pada pemilu legislatif tahun 2009, partai politik peserta pemilu akan menyampaikan kepada masyarakat tentang visi dan misi
masing-masing, hal ini tentunya dalam upaya menarik simpati dari masyarakat supaya nantinya memilih calon legislatif yang diajukan partai politik.
Selain menyampaikan visi dan misi partai politik peserta pemilu tentunya juga akan menyampaikan program-programnya sehubungan kehidupan bernegara
kedepan. Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha diketatanagaraan, perekonomian, dsb yang akan dijalankan; beberapa partai menyetujui-pemerintah.
63
Dalam melakukan kampanye supaya tahapan-tahapan pemilu berjalan dengan lancar dan tertib peserta pemilu haruslah mematuhi tata-tertib dalam berkampanye
serta tidak melanggar larangan, larangan dapat diartikan sebagai perintah aturan yang melarang suatu perbuatan.
64
Adapun hal-hal yang dilarang didalam kampanye pada Pemilu Legislatif tahun 2009, diatur didalam Pasal 84 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2008 yang menyatakan : 1. Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang:
a. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Melakukan kegiatan yang menbahayakan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
63
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit. hlm. 897.
64
Ibid, hlm. 640
Universitas Sumatera Utara
c. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon danatau
peserta pemilu yang lain; d.
Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; e.
Mengganggu ketertiban umum; f.
Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota
masyarakat, danatau peserta pemilu yang lain; g.
Merusak danatau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
h. Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat
pendidikan; i.
Membawa atau menggunakan tanda gambar danatau atribut lain selain dan tanda gambar danatau atribut peserta pemilu yang
bersangkutan, dan j.
Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.
2. Pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah
Agung, dan hakim pada semua badan peradilan dibawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank
Indonesia; d.
Pejabat badan usaha milik negarabadan usaha milik daerah; e.
Pegawai negeri sipil; f.
Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g. Kepala desa;
h. Perangkat desa;
i. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
3. Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a sampai dengan huruf i dilarang ikut serta sebagai pelaksana kampanye.
4. Sebagai peserta kampanye, pegawai negeri sipil dilarang menggunakan atribut partai atau atribut pegawai negeri sipil.
5. Sebagai peserta kampanye, pegawai negeri sipil dilarang mengerahkan pegawai negeri sipil dilingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan
fasilitas negara.
6. Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat 1 huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, ayat 2, dan ayat 5 merupakan tindak pidana
pemilu.
Universitas Sumatera Utara
Dari ketentuan Pasal 84 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 dapat dilihat ada 2 dua bentuk larangan sehubungan dengan
pelaksanaan kampanye yaitu: 1.
Larangan yang ditujukan kepada pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dalam bentuk materi ataupun perbuatan-perbuatan yang dilakukan selama
kampanye; 2.
Larangan yang ditujukan khusus kepada pelaksana kampanye sehubungan dengan larangan atau tidak diperbolehkannya dalam kegiatan kampanye
mengikutsertakan orang perorangan yang memiliki jabatan ataupun pekerjaan sebagai ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah
Agung, dan hakim pada semua badan peradilan dibawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi, ketua, wakil ketua, dan
anggota Badan Pemeriksa Keuangan, gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia, pejabat badan usaha milik negarabadan
usaha milik daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Desa, Perangkat Desa,
warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih. Dari uraian diatas tindak pidana pemilu tentang pelanggaran larangan
kampanye pada Pemilu legislatif tahun 2009 dapat diartikan segala perbuatan yang melanggar larangan kampanye menurut undang-undang. Larangan dalam pelaksanaan
kampanye tersebut dapat dikelompokan menjadi 2 dua bentuk yaitu
Universitas Sumatera Utara
pertama larangan melakukan sesuatu, kedua larangan mengikut sertakan orang perorangan yang mempunyai jabatan atau pekerjaan tertentu di pemerintahan.
C. Sistem Peradilan Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Pemilihan umum Pelanggaran Larangan Kampanye.
Sistem Peradilan Pidana criminal justice system menurut Muladi didalam diktat Sistem Peradilan Pidana Mahmud mulyadi adalah sebagai suatu jaringan network
peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formil, maupun hukum pelaksanaan pidana.
Didalam sistem peradilan pidana criminal justice system ini terkandung gerak sistemik dari komponen-komponen pendukungnya, yaitu kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Gerak sistemik ini secara keseluruhan dan totalitas berusaha mentransformasikan masukan input menjadi keluaran
output yang menjadi sasaran kerja sistem kerja sistem peradilan pidana criminal justice system ini, yaitu sasaran jangka pendek adalah resosialisasi pelaku
kejahatan, sasaran jangka menengah adalah pencegahan kejahatan, serta tujuan jangka panjang sebagai tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat.
65
Sistem peradilan pidana dari suatu negara akan terbentuk disebabkan pertumbuhan maupun perkembangan dari nilai-nilai yang terdapat dalam hukum pidana serta
penegakan hukum dinegara tersebut. Faktor-faktor penyebab dari pertumbuhan dan perkembangannya dapat saja terjadi dari berbagai faktor sosial-ekonomi,
kebijakan politik suatu bangsa mungkin juga pandangan filsafat bangsa tersebut, dan juga proses perkembangan sejarah dari suatu negara, serta penyebab lainnya.
66
Sistem peradilan pidana erat kaitannya dengan hak tersangka dan terdakwa yang harus dilindungi berkenaan dengan adanya perlakuan dari penegak hukum dalam
melakukan upaya paksa.
67
Menurut Chainur Arrasjid Indonesia mempunyai 4 empat sub-sistem peradilan pidana terdiri dari sub-sistem Kepolisian, sub-sistem Kejaksaan, sub-sistem
65
Mahmud Mulyadi, Diktat Sistem Peradilan Pidana Bahan Kuliah Semester Ganjil III Tahun Akademik 20072008 Konsentrasi Hukum Pidana, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana USU, hlm. 6.
66
Chainur Arrasjid, Diktat Sistem Peradilan Pidana, Program S2 Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hlm.3.
67
O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Tersangka, Terdakwa Dan Terpidana, Bandung: Alumni, 2006, hlm. 134.
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan, dan sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan. Keempat sub-sistem ini mempunyai hubungan keterkaitan di dalam sistem peradilan pidana yang berlaku.
68
Dalam hal terjadi tindak pidana maka ke empat sub-sistem peradilan pidana tersebut yang akan menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing selaku penegak
hukum. Ke empat sub-sistem peradilan pidana tersebut dalam menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan. Sub-sistem Kepolisian
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sub-sistem Kejaksaan berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, sub-sistem Pengadilan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyarakatan. Dalam perkembangannya sistem peradilan pidana criminal justice system
selain dari sub-sistem Kepolisian, sub-sistem Kejaksaan, sub-sistem Pengadilan, dan sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan pada saat ini Advokat juga merupakan penegak
hukum. Advokat sebagai penegak hukum ditegaskan didalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang
menyatakan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan”.
68
Ibid. hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Peranan Advokat sebagai bagian dari sub-sistem peradilan pidana dapat juga dilihat didalam Pasal 54 dan 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 08
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana K.U.H.A.P.. Pasal 54 K.U.H.A.P. menyatakan “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak
mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkatan pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan
dalam undang-undang ini”. Selanjutnya Pasal 56 K.U.H.A.P. menyatakan “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih
yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkatan pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat
hukum bagi mereka” Menurut Bagir Manan berdasarkan ketentuan undang-undang UU No. 18
Tahun 2003, advokat adalah penegak hukum. Status ini bukanlah ciptaan undang-undang. Undang-undang hanya mengukuhkan prinsip yang sudah ada
dan diterima umum. Baik ditinjau dari doktrin maupun tradisi, advokat adalah unsur penegak hukum, disamping polisi, jaksa, dan hakim atau penegak
hukum lainnya. Sebagai yang mewakili atau memberi bantuan hukum kepada klien yang berperkara di pengadilan, advokat turut serta dalam proses
penegakan hukum.
69
Sehubungan dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing sub-sistem peradilan pidana dalam memproses suatu perkara pidana antara sub-sistem
Kepolisian, sub-sistem Kejaksaan, sub-sistem Pengadilan dan sub-sistem Lembaga
69
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian, Yogyakarta: FH UII Press, 2005, hlm. 93, 94
Universitas Sumatera Utara
Pemasyarakatan dan sub-sistem Advokat masing-masing mempunyai tugas, wewenangan dan tanggungjawab yang terpisah.
Sub-sistem Kepolisian mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan proses hukum ditingkat penyelidikan dan penyidikan. Pasal 1 Angka 4 K.U.H.A.P.
menyatakan “Penyelidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan”, selanjutnya Pasal
1 Angka 1 K.U.H.A.P. menyatakan “Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Sub-sistem Kejaksaan bertugas mengajukan dakwaan dan melakukan
penuntutan terhadap terdakwa. Pasal 1 Angka 6 huruf b K.U.H.A.P. menyatakan “Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim”, Sub-sistem Pengadilan, pada sub-sistem pengadilan hakim merupakan pejabat
pada lembaga peradilan yang bertugas memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara. Pasal 1 Angka 8 K.U.H.A.P. menyatakan “Hakim adalah pejabat peradilan
Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili, selanjutnya Pasal 1 Angka 9 K.U.H.A.P. menyatakan “ Mengadili adalah serangkaian tindakan
Hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang Pengadilan dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini”.
Universitas Sumatera Utara
Sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai tempat bagi terpidana dalam menjalani hukumannya dan mendapatkan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Sub-sistem Advokat atau Penasihat Hukum dalam menjalankan profesinya bertugas memberikan dampingan hukum, bantuan hukum atau nasihat hukum kepada
tersangka, terdakwa, terpidana pada semua tingkat proses peradilan pidana. Pasal 1 Angka 13 K.U.H.A.P. menyatakan “Penasihat Hukum adalah seorang yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk member bantuan hukum. Undang-undang yang dimaksudkan adalah undang-undang
yang mengatur tentang Penasihat Hukum yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Dalam perkara tindak pidana pemilu pada pemilu legislatif tahun 2009 Panwaslu mempunyai peranan yang penting untuk terlaksananya sistem peradilan
pidana karena Panwaslu yang bertugas dan berwenang untuk menerima laporan, meneruskan temuan dan laporan ataupun memberi rekomendasi kepada sub-sistem
peradilan pidana untuk selanjutnya dilakukan penegakan hukum secara terpadu. Berdasarkan ketentuan Pasal 78 Ayat 1, Angka 12, huruf b dan huruf e,
Pasal 78 Ayat 2 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Panwaslu mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan mengenai pemilu;
Universitas Sumatera Utara
2. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada
instansi yang berwenang; 3.
Memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Jika dalam tahapan penyelenggaraan pemilu terjadi pelanggaran terhadap peraturan undang-undang pemilu, laporan disampaikan kepada panwaslu sesuai
dengan tingkatannya. Pasal 247 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2008 menyatakan “Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupatenkota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menerima
laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan Pemilu”. Selanjutnya pada ayat 2 dinyatakan “Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat disampaikan oleh :
a. Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih;
b. Pemantau pemilu; atau
c. Peserta pemilu.
Dari beberapa pasal didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 yang
berhubungan dengan tugas dan wewenang Panwaslu terlihat lembaga ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam memproses suatu perkara tindak pidana pemilu,
lembaga ini merupakan pintu masuk menuju ke proses peradilan pidana.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses peradilan pidana meskipun diantara masing-masing sub-sistem dalam penegakan hukum mempunyai tugas, wewenang dan tanggungjawab secara
tersendiri, semestinya masing-masing sub sistem penegak hukum berupaya agar terciptanya sistem peradilan terpadu hal ini perlu dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan peradilan yang efisien, efektif, dalam menemukan dan menerapkan hukum secara tepat, benar dan adil.
Sehubungan dengan sistem peradilan terpadu Bagir Manan mengemukakan sistem peradilan terpadu menyangkut hubungan antara penegak hukum.
Dalam perkara pidana, kegaduhan keterpaduan terutama menyangkut hubungan antara hakim, jaksa sebagai pendakwa dan penuntut, dan polisi
sebagai penyidik. Persoalan ini timbul akibat dianutnya “konsep kemandirian masing-masing penegak hukum”. Konsep kemandirian ini secara idealistik
bertujuan agar masing-masing penegak hukum dapat berkiprah tanpa terpengaruh oleh unsur penegak hukum lain. Tidak ada unsur penegak hukum
yang membawakan atau dibawakan satu sama lain seperti didapati dalam tata peradilan yang diatur dalam Rechterlijke Organisatie
atau RO 1847.Hubungan antar penegak hukum semata-mata atas dasar kemitraan.
70
Kemandirian masing-masing sub-sistem penegak hukum dalam perjalanannya dijumpai berbagai masalah yang mempengaruhi proses peradilan. Hal ini terjadi
karena ada beberapa hal yang terlupakan yakni:
71
Pertama; kebebasan suatu alat kelengkapan negara atau organ pemerintah yang mengandung muatan kekuasaan seperti kebebasan hakim dapat menjadi
tempat berlindung bagi penyalahgunaan kekuasaan, bahkan kesewenang- wenangan dalam menjalankan kekuasaan. Karena itu, dalam sistem apapun
yang memberikan wewenang mandiri atau bebas bagi alat-alat kelengkapan tau organ-organ dalam suatu organisasi harus disertai pula dengan penciptaan
sistem kontrol baik dalam bentuk sistem pertanggungjawaban maupun sistem checks and balances antara berbagai organ tersebut.
70
Ibid, hlm. 94.
71
Ibid, hlm 95, 96.
Universitas Sumatera Utara
Kedua ; badan-badan penegak hukum yang mandiri bekerja untuk satu objek yang sama yaitu proses peradilan proses mengadili. Berbagai tahapan atau
tingkatan proses akan menentukan keberhasilan setiap tingkat proses selanjutnya, dan yang lebih penting akan menentukan keluaran akhir output
dari keseluruhan proses.
Ketiga ; perkembangan secara berlebihan sifat dan sikap sektarian antara penegak hukum atau lazim disebut sebagai “ego sektoral”.
Dari beberapa permasalahan antar masing-masing sub-sistem penegakan hukum dalam mewujudkan sitem peradilan terpadu untuk mewujudkan
penyelenggaraan peradilan yang efisien, efektif, dalam menemukan dan menerapkan hukum secara tepat, benar dan adil. Bagir Manan mengemukakan ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam upaya mewujudkan sistem peradilan terpadu:
72
Pertama; harus diciptakan sistem checks and balances antar lembaga penegak hukum, agar seluruh proses sebagai satu kesatuan dapat lebih menjamin suatu
proses dan keluaran peradilan yang efisien, efektif, produktif, tepat, benar, dan adil yang akan memberi rasa puas staisfaction baik bagi pencari keadilan
atau masyarakat pada umumnya.
Kedua; tumbuhnya kesadaran bekerja sama dan rasa tanggungjawab untuk saling menunjang keberhasilan pada setiap proses peradilan. Kerjasama ini
bukan saja menjamin kesempurnaan setiap proses, tetapi untuk segera mengambil langkah-langkah apabila suatu proses diketahui atau diyakini
dijalankan dengan tidak sempurna untuk menuju keluaran tertentu.
Harmonisasi dan hubungan kemitraan antara sub-sistem peradilan pidana yang terdiri dari sub-sistem kepolisian, sub-sistem kejaksaan, sub-sistem pengadilan,
sub-sistem kemasyarakatan, dan sub-sistem advokat sangat diperlukan guna mewujudkan penyelenggaraan peradilan yang efisien, efektif, dalam menemukan dan
menerapkan hukum secara tepat, benar dan adil. namun jangan sampai hubungan kemitraan antara sub-sistem peradilan pidana tersebut disalahgunakan untuk
72
Ibid, hlm. 96,97
Universitas Sumatera Utara
menutupi kekurangan dan kesalahan yang dilakukan oleh salah satu sub-sistem sehingga melanggar hak-hak masyarakat pencari keadilan.
Dalam upaya penegakan hukum dalam perkara pidana pemilu tentang pelanggaran larangan kampanye pada pemilu legislatif tahun 2009, tindak pidana
tersebut diatur didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, dengan demikian maka sistem peradilan pidana yang tepat diterapkan adalah sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana K.U.H.A.P..
Berdasasarkan Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana K.U.H.A.P. maka komponen-komponen
yang bekerja dalam system ini adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan advokat. Khusus untuk permasalahan Pemilu ditambah dengan
Laporan Panwaslu. Ketika terjadi tindak pidana pemilu maka dalam upaya penegakan hukumnya
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 mengatur tentang jangka waktu penyelesaiannya dengan batasan waktu yang sangat singkat, karenanya penegakan
hukum tindak pidana pemilu harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan sederhana serta profesional hal ini diperlukan agar dalam penegakan hukum tindak pidana pemilu
nilai-nilai demokrasi dapat terjaga dengan baik. Dalam penegakan hukum tindak pidana pemilu telah dibentuk Sentra Penegakan
Hukum Terpadu SENTRA GAKUMDU sebagai lembaga yang merupakan wadah penanganan tindak pidana pemilu yang didasarkan pada kesepahaman bersama antara
Jaksa Agung Republik Indonesia, kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum, Nomor 055AJAVI2008, Nomor
Universitas Sumatera Utara
B06VI2008, Nomor 01BAWASLUKBVI2008 tertanggal 27 Juni 2008, tentang “Sentra Penegakan Hukum Terpadu dan Pola Penangan Perkara Tindak Pidana
Pemilu Legislatif Tahun 2009”. Dengan terbentuknya wadah penegakan hukum tindak pidana pemilu terpadu ini diharapkan dapat diwujudkan penanganan
pelanggarantindak pidana pemilu sesuai dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak yang pada akhirnya
dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
73
D. Penegakan Hukum Dalam Perkara Tindak Pidana Pemilihan Umum Pelanggaran Larangan Kampanye.