Putusan Mahkamah Syar’iyyah Tentang Khalwat
Adapun pertimbangan hakim dalam putusan ini ialah bahwa Terdakwa I maupun JPU Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 31 Agustus 2009 telah
mengajukan banding terhadap putusan Mahkamah Syar‟iyyah Tapaktuan Nomor: 03JN2009Msy-Ttn dalam tenggang waktu dan dengan cara yang
telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga permintaan banding tersebut diterima oleh hakim.
Hakim menimbang, bahwa JPU Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menuntut agar para Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
khalwat mesum sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasa 22 ayat 1 jo. Pasal 5 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun
2003 tentang Khalwat Mesum, dan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II masing-
masing berupa pidana “‟uqubat cambuk di depan umum sebanyak 9 sembilan kali”.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan setelah Mahkamah Syar‟iyyah Provinsi Aceh mempelajari dengan seksama putusan Hakim Tingkat Pertama, berita
acara persidangan, berita acara penyidikan, keterangan saksi-saksi dan para terdakwa serta bukti-bukti lain yang saling berhubungan dan terkait satu sama
lain. Mahkamah Syar‟iyyah Aceh dapat membenarkan dan menyetujui pendapat Hakim Tingkat Pertama yang berdasarkan alasan-alasan serta
pertimbangan-perimbangan hukum sebagaimana terurai dalam putusan Mahkamah Syar‟iyyah Tapaktuan Nomor: 03JN2009Msy-Ttn. Maka,
Mahkamah Syar‟iyyah Aceh menyatakan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II terbukti secara sah dan menyakinkan telah bersalah melakukan tindak
pidanajarimah khalwat mesum, sebagaimana diatur dalam pasa 22 ayat 1 jo. Pasal 5 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003
Tentang Khalwat Mesum. Dengan Putusan Mahkamah Syar‟iyyah Provinsi Aceh yang Menguatkan
Putusa n Mahkamah Syar‟iyyah Tapaktuan Nomor : 03JN2009Msy-Ttn
tanggal 26 Agustus 2009 M5 Ramadhan 1430 H, maka para Terdakwa dihukum dengan
‘uqubat takzir yaitu berupa hukuman cambuk 7 kali terhadap Terdakwa I dan 9 kali cambuk terhadap Terdakwa II.
2. Putus an Mahkamah Syar‟iyyah Kutacane Nomor: 0027JN.B2010MS-KC
Putusan ini merupakan putusan pengadilan tingkat pertama termasuk ke dalam perkara jinayat khalwatmesum. Berdasarkan tuntutan hakim disebutkan
di dalam surat dakwaan bahwa para Terdakwa terbukti bersalah melakukan jarimah khalwatmesum, sehingga jaksa menuntut agar para Terdakwa dijatuhi
pidana kurungan masing-masing 2 dua bulan dan masing-masing membayar denda sebesar Rp. 5.000.000,- lima juta rupiah. Jaksa juga menjadikan satu setel
baju dengan corak kotak-kotak warna oranye campur putih yang dibungkus dalam kantong plastik hitam sebagai barang bukti.
Berdasarkan surat dakwaan, kronologi perkara khalwat ini ialah: bahwa pada hari Rabu tanggal 28 April 2010 sekitar jam 21.30 WIB Terdakwa I dan
Terdakwa II bertemu dan berada di tempat yang agak gelap depan kilang kayu. Pertemuan tersebut bermula dari Terdakwa II yang keluar rumah dengan alasan
untuk membeli mie tanpa restu dari suaminya saksi I yang sebelumnya
Terdakwa II menjemput saksi II untuk menemaninya, kemudian bertemu dengan Terdakwa I yang telah menunggu di sebelah kanan arah Medan Kutacane.
Kemudian Terdakwa II menyuruh saksi II pergi. Selanjutnya Terdakwa I dan Terdakwa II pergi bersama dari pinggir jalan besar masuk menuju kilang padi
sejauh lebih dari 5 lima meter, kemudian masuk lagi ke dalam tempat yang agak gelap yang apabila orang lewat tidak akan dapat menduga bahwa ada orang
disana. Sekitar 15 menit kemudian saksi I menemukan Terdakwa I berada di dalam tempat yang agak gelap tersebut karena hendak mencari Terdakwa II istri
saksi I yang kemudian saksi I menemukan Terdakwa II setelah Terdakwa I pergi. Di antara pertimbangan-pertimbangan Hakim dalam perkara ini ialah:
1. Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah hadir di persidangan, yakni saksi I suami dari Terdakwa II dan saksi II keponakan Terdakwa II.
Berdasarkan keterangan saksi I, bahwa pada hari itu setelah Terdakwa II pergi membawa sepeda motor dan saksi I mengikuti Terdakwa II dari belakang.
Terdakwa II menjemput saksi II untuk menemaninya. Kemudian saksi I bertemu dengan saksi II dalam keadaan sendirian, lalu saksi I menanyakan keberadaan
Terdakwa II kepada saksi II dan dikatakan oleh saksi II bahwa Terdakwa II berhenti di Simpang kilang kayu dan berbicara dengan Terdakwa I lantas saksi II
disuruh pergi untuk membeli mie. Kemudian saksi I menemukan Tedakwa I lalu disusul Terdakwa II muncul setelah bersembunyi dari tempat yang agak gelap
yaitu sekitar dua meter dari tempat berdirinya Terdakwa I. Dan saksi I menemukan satu setel baju di dalam baju Terdakwa II yang dibungkus plastik.
Akan tetapi para terdakwa menyatakan keberatan atas keterangan yang diberikan oleh saksi I, bahwa saksi I tidak melihat Terdakwa I dan Terdakwa II
sedang berdua-duaan, yakni hanya sebatas dugaan saksi I saja. Para Terdakwa menerima atau setuju atas keterangan yng diberikan oleh saksi I.
2. Hakim juga menimbang atas keterangan para Terdakwa di persidangan, yang maksudnya ialah bahwa keduanya tidak mengakui adanya perbuatan
khalwatmesum, karena terdakwa I dan terdakwa II tidak berbicara di tempat yang gelap, karena di tempat tersebut ada lampu jalan. Menurut Terdakwa I bahwa baju
yang menjadi barang bukti tersebut sebenarnya ialah baju untuk istri terdakwa I, akan tetapi baju tersebut diambil oleh terdakwa II.
Berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan saat itu, baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan para terdakwa dan barang bukti, maka Majelis Hakim
mempertimbangkan apakah perbuatan para terdakwa memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan kepadanya. Adapun unsur-unsur pada pasal 5 Jo 22 ayat 2
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No.14 Tahun 2003 Tentang Khalwat Mesum ialah:
1. Unsur Setiap Orang; maksudnya ialah setiap orang Islam yang berada di Nanggore Aceh Darussalam. Jadi “setiap orang” tersebut ditentukan oleh 2 dua
syarat yaitu: 1 pelaku tintak pidana tersebut beragama Islam dan mukallaf; 2 tindak pidana tersebut dilakukan dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Dalam kasus ini, unsur “setiap orang” telah cukup terpenuhi, karena benar adanya bahwa para terdakwa beragama Islam, sudah dewasa, sehat jasmani
dan rohani dan mampu ertanggung jawab atas akibat perbuatannya, dan peristiwa yang didakwakan kepadanya benar terjadi di wilayah hukum Mahkamah
Syar‟iyyah Kutacane. 2. Unsur dilarang melakukan khalwat mesum; maksudnya ialah segala kegiatan,
perbuatan dan keadaan yang mengarah kepada perbuatan zina, oleh karenanya hakim menyimpulkan bahwa Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang
KhalwatMesum hanya mengancam ‘uqubat terhadap pelaku khalwatmesum
yang mengarah kepada perbuatan zina. Akan tetapi, berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah dikumpulkan, yaitu
keterangan saksi-saksi, keterangan para terdakwa dan barang bukti di persidangan, bahwa baik saksi I maupun saksi II tidak mengetahui betul apa yang dilakukan
oleh Terdakwa I dan Terdakwa II, berdasarkan keterangan saksi II bahwa pertemuan antara Terdakwa I dan Terdakwa II di tempat kejadian perkara begitu
singkat yaitu sekitar dua atau tiga menit dan hanya melakukan pembicaraan biasa, dan baju yang menjadi barang bukti tersebut sebenarnya ialah baju untuk istri dari
Terdakwa I. Jadi, hakim dalam perkara ini menyimpulkan bahwa perbuatan bersunyi-
sunyikhalwat antara Terdakwa I dan Terdakwa II di tempat kejadian perkara tidak terbukti mengarah kepada perbuatan zina, karena pada saat Terdakwa I dan
Terdakwa II melakukan pembicaraan di tempat kejadian perkara hanya sekitar dua atau tiga menit lalu kemudian datang saksi I selaku suami Terdakwa II dan saksi
II memergoki para Terdakwa sehingga para terdakwa belum sempat melakukan
perbuatan yang mengarah kepada perbuatan zina. Sehingga dapat diartikan bahwa perbuatan khalwatmesum yang didakwakan kepada para Terdakwa ialah
jarimahtindak pidana percobaan khalwatmesum. Berdasarkan keterangan di atas, Majelis Hakim berkeyakinan bahwa unsur
“dilarang melakukan khalwatmesum” tidak cukup terpenuhi. Maka Mahkamah
Syar‟iyah Kutacane mengadili dan menyatakan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan jarimah
khalwatmesum dan membebaskan para Terdakwa dari semua dakwaan tersebut.
B. Perbandingan Putusan Mahkamah Syar’iyyah Tentang Khalwat dengan Qanun Khalwat Nomor 14 Tahun 2003
Dari kedua putusan khalwat tersebut dapat diketahui bagaimana pelaksanaan Syari‟at Islam di Aceh dalam tingkat Mahkamah Syar‟iyyah yakni
sebagai lembaga hukum yang menentukan hukuman apa yang diputusdiberikan kepada pelaku jarimahtindak pidana, baik itu diputus lepas, bebas, ataupun
diputus pidana. Maka pada bagian ini akan dibandingkan antara putusan Mahkamah Syar‟iyyah tentang khalwat dengan Qanun Khalwat itu sendiri.
Bahwa beberapa unsur yang akan dibandingkan ialah: 1 Aspek yang dilarang, 2 Subjek hukumnya, 3 Sanksinya. Ketiga unsur tadi akan menjadi
bahan dari perbandingan antara putusan Mahkamah Syar‟iyyah dalam perkara pidana khalwatmesum dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat.
1. Aspek yang Dilarang
Di dalam Pasal 5 dan 6 Qanun Khalwat disebutkan bahwa “setiap orang dilarang melakukan khlawat
mesum” dan “setiap orang atau kelompok masyarakat, atau aparatur pemerintahan dan badan usaha dilarang memeberikan
fasilitas kemudahan danatau melindungi orang melakukan khalwat mesum”. Jadi
di dalam Qanun Khalwat tersebut “aspek yang dilarang” ialah 1 perbuatan khalwatmesum itu sendiri dan 2 perbuatan memberikan fasilitas kemudahan
danatau melindungi orang melakukan khalwatmesum. Kemudian di dalam pasal 2 Qanun Khalwat, larangan khalwatmesum
tersebut diberikan ruang lingkupnya atau batasannya yaitu “ ruang lingkup larangan khalwatmesum adalah segala kegiatan, perbuatan dan keadaan yang
mengarah kepada perbuatan zina”. Jadi, bahwa perbuatan khalwatmesum yang dilarang ialah segala kegiatan, perbuatan dan keadaan yang mengarah kepada
perbuatan zina saja. Sedangkan perbuatan khalwat atau bersunyi-sunyi yang tidakbelum mengarah kepada perbuatan zina, belum termasuk ke dalam ruang
lingkup larangan khalwatmesum dalam pasal 5 Qanun Khalwat tersebut. Pada kedua putusan Mahkamah Syar‟iyyah di atas, aspek yang dilarang
ialah perbuatan khalwatmesum dan dibatasi oleh segala kegiatan, perbuatan dan keadaan yang mengarah kepada perbuatan zina. Seperti pada putusan Mahkamah
Syar‟iyyah Provinsi Aceh Nomor: 03JN2010MS-ACEH, yang menyatakan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II melakukan perbuatan khalwatmesum di
sebuah kamar yang kegiatan, perbuatan dan keadaan tersebut mengarah kepada perbuatan zina. Maka hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Qanun
Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat.
Selanjutnya Putusan Mahkamah Syar‟iyyah Kutacane Nomor: 0027JN.B2010MS-KC, di dalam dakwaan putusan tersebut diceritakan bahwa
Terdakwa I dan Terdakwa II bertemu di tempat yang agak gelap yang apabila orang lewat tidak akan dapat menduga bahwa ada orang di dalamnya untuk
perbuatan bersunyi-sunyi. Namun berdasarkan bukti-bukti dan keterangan dari para terdakwa dan saksi-saksi di pengadilan, Majelis Hakim menyimpulkan
bahwa perbuatan tersebut hanya percobaan jarimah khalwat, karena pertemuan antara Terdakwa I dan Terdakwa II hanya sekitar dua atau tiga menit saja, karena
tidak lama kemudian saksi I dan saksi II datang mencari Terdakwa II, dan Terdakwa I telah pergi terlebih dahulu.
Dalam putusan Hakim dalam perkara khalwat ini tidak cukup memenuhi unsur “dilarang melakukan khalwat”, karena perbuatan yang dilakukan Terdakwa
I dan Terdakwa II tidakbelum terbukti kegiatan, perbuatan dan keadaan tersebut mengarah kepada perbuatan zina. Jadi hal ini sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 5
Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat. Jadi, baik dalam Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat maupun
dalam setiap putusan Mahkamah Syar‟iyyah aspek yang dilarang ialah perbuatan khalwatmesum itu sendiri yakni perbuatan, kegiatan, dan keadaan yang mengarah
kepada perbuatan zina. 2. Subjek Hukum
Bahwa yang menjadi subjek hukum dalam Qanun Khalwat ialah setiap orang atau kelompok masyarakat atau aparatur pemerintahan dan badan usaha, hal
ini disebutkan dalam pasal 6 Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat.
Pada intinya bahwa subjek hukum dalam Qanun Khalwat ialah setiap orang. Adapun maksud dari setiap orang ialah orang Islam yang berada di Nanggroe
Aceh Darussalam. Jadi, setiap orang Islam yang berada dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dilarang untuk melakukan khalwatmesum, dilarang untuk
memberikan fasilitas kemudahan danatau melindungi orang melakukan khalwatmesum.
Dalam kedua putusan Mahkamah Syar‟iyyah tentang khalwat di atas, benar adanya disebutkan dalam dakwaan bahwa yang menjadi subjek hukum ialah
orang Islam dan tempat kejadian perkara berada dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seperti dalam Putusan Mahkamah Syar‟iyyah
Provinsi Aceh Nomor: 03JN2010MS-ACEH disebutkan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II pada hari senin tanggal 16 Maret 2009 sekitar pukul 23.30 WIB telah
melakukan perbuatan khalwatmesum yang bertempat di Kabupaten Aceh Selatan setidak-
tidaknya masih termasuk dalam daerah hukum Mahkamah Syar‟iyyah Tapaktuan.
Pada Putusan
Mahkamah Syar‟iyyah
Kutacane Nomor:
0027JN.B2010MS-KC di dalam surat dakwaannya disebutkan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II pada hari rabu tanggal 28 April 2010 sekitar jam 21.30 WIB
bertempat di dalam tempat yang agak gelap depan kilang kayu yang terletak di sebuah desa di Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara yang masih
termasuk dalam wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyyah Kutacane. Keduanya
beragama Islam.
Jadi, baik di dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003 Tentang Khalwat maupun di dalam setiap putusan dalam perkara khalwatmesum yang dijadikan
sebagai subjek hukum ialah setiap orang Islam yang berada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. SanksiHukuman Di dalam Qanun
‘uqubatsanksi atas pebuatan khalwat ialah ‘uqubat takzir berupa dicambuk paling tinggi 9 sembilan kali, paling rendah 3 tiga kali
danatau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah, paling sedikit Rp. 2.500.000,-dua juta lima ratus ribu rupiah.
Pada Putusan Mahkamah Syar‟iyyah Provinsi Aceh Nomor: 03JN2010MS-ACEH
‘uqubatsanksi atas pelanggaran khalwat tersebut ialah dengan menguatkan dan
membenarkan Putusan Mahkamah Syar‟iyyah Tapaktuan Nomor: 03JN2009Msy-Ttn yang menyatakan bahwa hukumah untuk kedua
Terdakwa khalwat ialah ‘uqubat takzir yaitu berupa dicambuk di depan umum
masing-masing: Terdakwa I sebanyak 7 tujuh kali cambuk dan Terdakwa II sebanyak 9 sembilan kali cambuk.
Akan tetapi pada Putusan Mahkamah Syar‟iyyah Kutacane Nomor: 0027JN.B2010MS-KC para Terdakwa diadili dengan putusan bebas, karena
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim di pengadilan dan bukti- bukti yang telah dikumpulkan bahwa para Terdakwa tidak terbukti secara sah dan
tidak meyakinkan bahwa para Terdakwa bersalah melakukan jarimah khalwatmesum.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa antara ‘uqubatsanksi yang ada
dalam Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat dan Putusan Mahkamah Syar‟iyyah atas perkara khalwat itu tidak bertentangan karena ada pertimbangan-
pertimbangan hakim yang memungkinkan dijatuhkannya hukuman yang lebih ringan atas terdakwa atau mungkin sesuai dengan ancaman dalam Qanun Khalwat
yakni ‘uqubat takzir berupa dicambuk paling tinggi 9 sembilan kali, paling
rendah 3 tiga kali danatau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah, paling sedikit Rp. 2.500.000,-dua juta lima ratus ribu rupiah.
Berikut tabel perbandingan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat dengan Putusan Mahkamah Syar‟iyyah atas perkara khalwat Tahun
2010:
No Perbandingan Qanun Nomor 14
Tahun 2003 Tentang Khalwat
Putusan Mahkamah Syar’iyyah dalam perkara
khalwat Keterangan
1 Aspek yang
dilarang Pasal 5: dilarang
melakukan khalwatmesum
Pasal 6: dilarang memberikan fasilitas
kemudahan danatau melindungi orang
melakukan khalwatmesum.
Pasal 2: ruang lingkup larangan
khalwatmesum adalah segala
kegiatan, perbuatan dan keadaan yang
mengarah kepada perbuatan zina.
Dilarang melakukan khalwatmesum yang
mengarah kepada perbuatan zina.
Antara Qanun Nomor 14 Tahun
2003 Tentang Khalwat dengan
Putusan Mahkamah Syar‟iyyah
sesuaitidak bertentangan dalam
unsur “aspek yang dilarang”, yaitu
sama-sama melarang khalwatmesum dan
segala kegiatan, perbuatan dan
keadaan yang mengarah kepada
perbuatan zina.
2 Subjek Hukum
Pasal 5: setiap orang dilarang melakukan
khalwatmesum Penjelasan pasal 22:
yang dimaksud dengan setiap orang
adalah orang Islam yang berada di
Nanggroe Aceh Darussalam.
Putusan Mahkamah Syar‟iyyah mengacu kepada
Qanun Khalwat yaitu orang Islam yang berada di
Nanggroe Aceh Darussalam. Dan setiap
orang tersebut ditentukan oleh dua syarat yaitu: 1
pelaku jarimah beragama Islam yaitu orang yang
mukallaf 2 tindak pidana tersebut dilakukan dalam
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Antara Qanun Nomor 14 Tahun
2003 Tentang Khalwat dengan
Putusan Mahkamah Syar‟iyyah telah
sesuaitidak bertentangan. Bahwa
dalam subjek hukum dalam perkara ini
ialah setiap orang adalah orang Islam
yang berada di Nanggroe Aceh
Darussalam.
3
‘UqubatSanksi Pasal 22: setiap orang yang
melanggar diancam dengan
‘uqubat takzir berupa
dicambuk paling tinggi 9 sembilan
kali, paling rendah 3 tiga kali danatau
denda paling banyak Rp. 10.000.000,-
sepuluh juta rupiah, paling
sedikit Rp. 2.500.000,- dua juta
lima ratus ribu rupiah.
Putusan Mahkamah Syar‟iyyah Provinsi Aceh
Nomor: 03JN2010MS- ACEH
‘uqubatsanksi atas pelanggaran khalwat
tersebut ialah dengan menguatkan dan
membenarkan Putusan Mahkamah Syar‟iyyah
Tapaktuan Nomor: 03JN2009Msy-Ttn
‘uqubat takzir yaitu berupa dicambuk di depan umum
masing-masing: Terdakwa I sebanyak 7 tujuh kali
cambuk dan Terdakwa II sebanyak 9 sembilan kali
cambuk. Putusan Mahkamah
Syar‟iyyah Provinsi Aceh Nomor: 03JN2010MS-
ACEH memutus bebas kepada para Terdakwa
Antara Qanun Nomor 14 Tahun
2003 Tentang Khalwat dengan
Putusan Mahkamah Syar‟iyyah telah
sesuaitidak bertentangan, karena
‘uqubat yang diberikan dalam
putusan tidak kurang atau tidak melebihi
dari
‘uqubat yang ada di dalam qanun.
karena Terdakwa tidak terbukti secara sah telah
melakukan perbuatan khalwat.