Persepsi Pelaku Perjalanan Terhadap Pelayanan Angkutan Umum Di Kota Medan

(1)

PERSEPSI PELAKU PERJALANAN TERHADAP PELAYANAN

ANGKUTAN UMUM DI KOTA MEDAN

Herry Lubis, Julaihi Wahid, Rahmad Dian Program Studi Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota

Abstract. Public transportation is an important medium of mobility to support people's daily activities in the city. The general conditions of public transportation in the city are reflected by the city itself. The choice of mode of transport lies on the benefits they received from the mode of transportation. This paper attempts to outline the people's perception towards the public transportation services in Medan. The research was conducted in Medan with the daily commuter of public transport as the main respondents. In this case mini bus is the most widely used vehicles in the city. The study applies variables such as reliability, comfort, safety, speed and fare as an indicator of assessment. The data from the field survey are analyzed and complemented with descriptive analysis by using frequencies, graphics and chi-square analysis. According to the analysis, the respondent changed the mode of transport once they get to their destination. Generally, the travellers are satisfied with the services rendered especially where frequent stop can be requested from the driver even not at the proper bus stop. Although they feel comfortable by using public transportation, however the feeling of insecurity exists according to the respondents. Other factors contribute to insecurity are pick pockets and traffic accidents. The chi-square analysis shows that the respondents' answer distribution is not homogeneous, or the users of the public transportation in Medan appear to have different perception against the public transportation service as a parameter of variables.

Keywords: perception, service, public transportation

1. LATAR BELAKANG

Persoalan transportasi perkotaan dialami oleh kota-kota di negara berkembang. Persoalan tersebut lebih dipersulit lagi dengan adanya persepsi yang cenderung memihak pada kelompok tertentu dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan sistem transportasi perkotaan. Pemihakan dimaksud adalah pemihakan pada penggunaan kendaraan pribadi (private car) dan mengabaikan anggota masyarakat lainnya. Sinyalemen ini banyak dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta di mana pembangunan prasarana jalan lebih diutamakan dibandingkan dengan pembangunan dan pengembangan angkutan umum serta angkutan umum cenderung dibiarkan pada proses dan mekanisme pasar (Anonim, 1996). Tentu saja orientasi kebijakan seperti ini akan berakibat fatal, di mana permasalahan transportasi

perkotaan bukan menjadi terselesaikan dengan baik, tetapi malah semakin rumit.

Menurut Tamin (2000), salah satu penyebab kemacetan di daerah perkotaan adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum. Selain membaiknya keadaan ekonomi yang menyebabkan tingkat kepemilikan kendaraan pribadi semakin tinggi, menurunnya peranan angkutan umum juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum itu sendiri. Pada dasarnya, tingkat pelayanan yang rendah itu menyangkut sarana dan prasarana yang kurang memadai, waktu tempuh yang cukup lama, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut, tingkat kenyamanan yang rendah, sistem jaringan yang kurang memadai, serta aksesibilitas yang sulit untuk beberapa daerah tertentu.


(2)

Angkutan umum adalah sarana transportasi yang penting dalam mendukung aktivitas dan mobilitas penduduk sehari-hari di suatu perkotaan. Baik buruknya keadaan angkutan umum dan transportasi secara umum di suatu perkotaan merupakan cerminan baik buruknya sistem kota tersebut. Di Kota Medan, angkutan umum penumpang terdiri dari berbagai jenis moda angkutan darat seperti becak (dayung dan bermotor), taksi, mobil penumpang umum (MPU), dan bus Damri (Napitupulu, 2005). Kota Medan saat ini dilayani oleh angkutan umum sebanyak 8.930 armada dengan melintasi 249 trayek yang beroperasi setiap hari (DLLAJ: 2004).

Angkutan umum di Kota Medan saat ini dikelola oleh beberapa perusahaan dengan tipe angkutan mini bus (angkot) yaitu Koperasi Pengangkutan Umum Medan (4000 armada), PT Rahayu Medan Ceria (844 armada), PTU Morina (624), PU Gajah Mada (152 armada), CV Wampu Mini (407 armada), Fa. Mekarjaya (143 armada) (DLLAJ, 2004).

Ada tiga dimensi yang menentukan dalam angkutan umum, yaitu dimensi evaluasi pelayanan, yang akan ditentukan oleh pengguna (user), dimensi kinerja pelayanan yang lebih banyak ditinjau dari sisi pemilik (operator) angkutan umum, dan dimensi kebijakan pemerintah (regulator). Masyarakat, dalam hal ini bertindak sebagai pengguna, akan menentukan bagaimana permintaan muncul. Hal-hal penting yang dituntut oleh pengguna di antaranya adalah bagaimana memperpendek waktu perjalanan dan waktu tunggu, meningkatkan kecepatan perjalanan, kenyamanan, kemudahan mencapai halte, dan adanya informasi yang baik mengenai jadwal dan rute perjalanan angkutan umum (Giannopoulos, 1989).

Pola perilaku perjalanan dengan menggunakan moda angkutan tertentu ditentukan oleh persepsi dari pengguna terhadap atribut-atribut pada moda tersebut. Secara umum, atribut-atribut tersebut adalah biaya perjalanan, waktu perjalanan, serta ketidaknyamanan. Atribut tersebut membentuk fungsi utilitas yang berpengaruh terhadap preferensi

dari pelaku perjalanan untuk memilih moda angkutan yang akan digunakannya.

Menurut Black (1995) salah satu masalah dalam transportasi yaitu mobilitas. Masyarakat umum menginginkan angkutan yang baik, tetapi masyarakat tidak memiliki kemampuan yang sama dalam perjalanan atau akses yang sama dalam sistem transportasi. Sudah saatnya masyarakat diminta mengevaluasi pelayanan angkutan umum. Keterbatasan semakin tampak nyata sementara

problem yang muncul semakin parah, di mana keterlambatan antisipasi dapat menyebabkan dampak yang serius.

1.1 Permasalahan

Masyarakat umum menginginkan angkutan yang baik, tetapi masyarakat tidak memiliki kemampuan yang sama dalam perjalanan atau akses yang sama dalam sistem transportasi. Sudah saatnya masyarakat diminta mengevaluasi pelayanan angkutan umum. Bagaimanakah persepsi masyarakat pelaku perjalanan terhadap pelayanan angkutan umum di Kota Medan?

1.2 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang dikemukakan tersebut, diharapkan penelitian ini dapat menjawab permasalahan dan mencapai tujuan penelitian yaitu: mengetahui persepsi pelaku perjalanan terhadap pelayanan angkutan umum di kota Medan.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan nantinya akan bermanfaat sebagai:

1. Bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan (kebijakan) transportasi yang berpihak pada masyarakat pengguna.

2. Bahan atau referensi ilmiah guna penelitian lebih lanjut di bidang transportasi.


(3)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persepsi

Gibson (1997) menjelaskan bahwa persepsi terjadi kapan saja, di mana stimulus menggerakkan indra yang dipengaruhi faktor-faktor antara lain

sterectip, kepandaian menyaring, konsep diri, keadaan kebutuhan, dan emosi. Persepsi mencakup kognisi (pengetahuan), penafsiran obyek tanda dan orang dari sudut pemahaman yang bersangkutan. Dengan perkataan lain dijelaskan bahwa persepsi mencakup penerimaan, stimulus, pengorganisasian stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.

2.2 Pelayanan Angkutan Umum

Tujuan dasar dari penyediaan angkutan umum, Wells (1975) mengatakan, adalah menyediakan pelayanan angkutan yang baik –andal, nyaman, aman, cepat dan murah, untuk umum. Secara umum dapat dikatakan angkutan umum selalu kalah bersaing dengan kendaraan pribadi. Dari beberapa studi mengenai angkutan umum Harries (1976) menyatakan pelayanan angkutan umum dapat diusahakan mendekati angkutan pribadi untuk membuat angkutan umum menjadi lebih menarik dan pemakai angkutan pribadi tertarik berpindah ke angkutan umum.

Hal ini dapat diukur secara relatif dari kepuasan pelayanan. Beberapa kriteria angkutan umum ideal antara lain adalah:

Keandalan: setiap saat tersedia, kedatangan dan sampai tujuan tepat waktu, waktu total perjalanan singkat dari rumah, sedikit waktu berjalan kaki ke bus stop, tidak perlu berpindah kendaraan.

Kenyamanan: pelayanan yang sopan, terlindung dari cuaca buruk di bus stop, mudah turun naik kendaraan, tersedia tempat duduk setiap saat, tidak bersesak-sesak, interior yang menarik, tempat duduk yang enak. • Keamanan: terhindar dari kecelakaan, badan

terlindung dari luka benturan, bebas dari kejahatan.

Murah: ongkos relatif murah terjangkau. • Waktu perjalanan: waktu di dalam kendaraan

singkat.

Kinerja angkutan umum bis kota banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1. Safety

Meliputi keselamatan dalam berkendaraan (baik pengguna maupun bukan pengguna) dan pada hentian termasuk aman dari pencopetan dan kejahatan fisik juga keamanan kendaraan dari kekerasan (vandalism).

2. Comfort

Meliputi kenyamanan fisik penumpang dalam kendaraan dan pada hentian. Kenyamanan ini antara lain: kualitas pengendaraan, lingkungan bus dan di luar bus, penataan kursi/berdiri, pegangan tangan, kemudahan keluar masuk dan pembayaran ongkos, tempat untuk barang bawaan seperlunya. Estetika meliputi: kebersihan dan keindahan rancangan kendaraan, tempat-tempat hentian, terminal, trotoar yang menarik, perlindungan lingkungan (polusi udara/suara), fasilitas bagi manula dan kaum penyandang cacat atau disable, awak yang ramah dan menyenangkan.

3. Accessibility

Menyangkut distribusi rute yang memadai pada seluruh area, kapasitas kendaraan, frekuensi dan jam operasi, identifikasi dari hentian kendaraan dan distribusi informasi akan ongkos, jadwal, serta kemudahan membayar ongkos serta penempatan hentian dan terminal yang tepat.

4. Reliability

Mencerminkan tingkat kerusakan/gangguan yang rendah, armada cadangan yang selalu siap, ketepatan terhadap jadwal serta informasi yang memadai jika ada perubahan layanan serta jaminan perjalanan sambungan (transit) pada titik transfer.

5. Cost

Salah satu faktor dari informasi yang penting dalam pengelolaan angkutan umum adalah harga tarif. Penetapan tarif akan sangat menentukan nilai ekonomis dari keberadaan angkutan umum. Penetapan tarif yang kurang tepat dapat menyebabkan menurunnya fungsi angkutan umum.

6. Efficiency

Meliputi kecepatan rata-rata yang tinggi dengan waktu berhenti minimum serta terbebas dari tundaan lalu lintas, jumlah hentian yang memadai untuk jarak berjalan minimum, jadwal dan titik transfer yang terkoordinasi agar tidak repot serta rute yang


(4)

langsung, jika perlu layanan yang cepat (patas) atau khusus jika memang layak. Juga termasuk di sini adalah sistem yang mudah pemeliharaannya dengan fasilitas yang memadai, manajemen yang efisien serta jumlah awak yang terbatas (Munawar, 2000).

3. METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, khususnya pengguna angkutan umum dengan tipe angkutan mini bus (angkot).

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk melihat persepsi pelaku perjalanan terhadap pelayanan angkutan umum di Kota Medan khususnya yang menggunakan tipe angkutan mini bus dengan armada yang terbanyak yaitu dioperasikan oleh Koperasi Pengangkutan Umum Medan, PT Rahayu Medan Ceria, dan PTU Morina.

3.3 Sumber Data 1. Data Primer

Data primer ini diperlukan untuk menjelaskan persepsi pelaku perjalanan terhadap kualitas pelayanan angkutan umum di Kota Medan. Data primer ini diperoleh melalui kegiatan: a. Observasi

Yaitu melakukan pengamatan langsung ke lapangan, dalam hal ini melakukan perjalanan dengan angkutan umum dan melakukan pemotretan sesuai dengan permasalahan penelitian.

b. Kuesioner

Yaitu memberikan sejumlah pertanyaan kepada responden yang dipandu oleh

surveyor yang dilengkapi panduan lembaran kuesioner dengan alternatif jawaban yang harus dipilih. Format jawaban untuk setiap kuesioner ialah tipe likert. Kuesioner didasarkan atas dimensi mutu pelayanan yang sifatnya umum (Supranto, 2001). Pelaksanaan interview dilakukan di saat penumpang berada dalam kendaraan umum yang dipandu oleh satu orang surveyor.

2. Data Sekunder

Data ini diperoleh dari berbagai instansi dan lembaga terkait seperti BPS, BPN, Satlantas Poltabes MS, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan Kota Medan.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi

Sebelum membahas mengenai sampel, terlebih dahulu diterangkan sekilas tentang populasi. Adapun yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh masyarakat pengguna angkutan umum, khususnya yang menggunakan tipe angkutan mini bus dengan armada yang terbanyak yaitu dioperasikan oleh Koperasi Pengangkutan Umum Medan, PT Rahayu Medan Ceria, dan PTU Morina.

Sampel

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sebagaimana telah dilakukan sebelumnya oleh Adriani (2000), metode yang digunakan dalam memilih sampel angkutan umum adalah metode penarikan sampel acak. Semua penumpang dengan ketentuan menggunakan tipe dan trayek yang telah ditetapkan.

Jumlah Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi pengamatan atau merupakan subset dari populasi (Nazir, 1983). Mengingat besarnya populasi tidak ada data, maka besarnya sampel ditetapkan berdasarkan sampling purposif yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan efektif dan efisien (Sugiyono, 2003). Dalam hal ini ditetapkan sebesar 300 sampel.

Jumlah sampel ini diambil secara acak terhadap penumpang yang menggunakan angkutan tipe mini bus yaitu: penumpang angkutan umum sebanyak 100 sampel.

3.5 Analisis Data

Untuk menjawab perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka digunakan beberapa metode analisis data yaitu metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah menggambarkan sejumlah data yang diperoleh dalam penelitian. Data tersebut disajikan dalam tabel frekuensi dan


(5)

bentuk grafik serta melakukan interpretasi sesuai dengan permasalahan penelitian.

Untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan, digunakan pendekatan statistik inferensial chi kuadrat. Rumus chi kuadrat adalah sebagai berikut (Sugiono, 1998):

X2 =

(f0 – fh)2 fh X2 = chi kuadrat

f0 = frekuensi yang diobservasi fh = frekuensi yang diharapkan

Guna mempermudah dan dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi, proses perhitungan menggunakan program SPSS versi 10,0 (Santoso, 2004).

4. HASIL PENELITIAN

Angkutan umum adalah sarana transportasi yang penting dalam mendukung aktivitas dan mobilitas penduduk sehari-hari di suatu perkotaan. Baik buruknya keadaan angkutan umum dan transportasi secara umum di suatu perkotaan merupakan cerminan baik buruknya sistem kota tersebut. Berikut ini persepsi pengguna angkutan umum di Kota Medan terhadap pelayanan yang ditinjau atas beberapa variabel:

4. 1 Keandalan Angkutan Umum Kota Medan 4.1.1 Ketersediaan angkutan umum

Ketersediaan angkutan umum untuk aktivitas sehari-hari selalu tersedia setiap saat. Responden yang menyatakan selalu tersedia sebanyak 23% artinya responden menggunakan angkutan umum tidak lama menunggu dengan waktu tunggu kurang dari 5 menit atau tersedia setiap saat pada jam masyarakat beraktivitas, responden menyatakan tersedia sebanyak 64% hal ini menunjukkan bahwa waktu tunggu merupakan waktu yang diperlukan bagi calon penumpang untuk menunggu kendaraan yang melewati suatu jalan tidak lama yaitu hanya 5-10 menit. Waktu tunggu dipengaruhi oleh faktor muat (load factor). Load factor hasil pengamatan rata-rata 0,40 sedangkan kapasitas tempat duduk jenis angkutan umum yang ditetapkan oleh DLLAJ Kota Medan adalah 11 penumpang. Hal ini menunjukkan load factor angkutan umum di bawah kapasitas.

23%

64% 1%

12% 0% Selalu tersedia

Tersedia

Tidak Tahu

Jarang Tersedia

Tidak tersedia sama sekali

Sedangkan responden yang menjawab jarang tersedia sebanyak 12%, artinya lama waktu tunggu 10 – 20 menit dan tidak tersedia sama sekali sebesar 0%, artinya adalah semua daerah yang dilewati rute terlayani oleh trayek angkutan umum di Kota Medan.

4.1.2 Ketepatan Waktu

Angkutan umum yang digunakan oleh masyarakat Kota Medan untuk aktivitas sehari-hari, ternyata sebagian kecil responden menyatakan sampai tujuan tepat waktu yaitu 9% sedangkan responden menyatakan kurang tepat waktu sebesar 34%. Waktu perjalanan: rata-rata sangat tergantung dari jarak tempuh dan kecepatan rata-rata angkutan umum adalah 15 km/jam. Waktu perjalanan ini termasuk waktu yang digunakan ketika angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang, serta saat-saat angkutan umum menunggu penumpang di terminal dan faktor kemacetan pada ruas jalan tertentu. Karena berbagai faktor keterlambatan angkutan umum tersebut maka 41% responden menyatakan angkutan umum jarang tepat waktu dalam perjalanan.

9%

34%

15% 41%

1% Tepat waktu

Kurang tepat waktu Tidak tahu

Jarang tepat waktu

Tidak tepat waktu sama sekali

Menurut penelitian Kusharjo (2000) nilai tengah kecepatan perjalanan untuk bis standar adalah 17,70 km/jam, sedangkan maksimumnya sebesar 19,56 km/jam dan minimumnya


(6)

sebesar 16,12 km/jam. Untuk bis sedang nilai tengah kecepatan perjalanan adalah 19,65 km/jam, sedangkan maksimumnya sebesar 30,40 km/jam dan minimumnya sebesar 15 km/jam. Dari penelitian di atas nilai kecepatan angkutan publik bus standar maupun bis sedang di atas standar yang ditetapkan World Bank, yaitu 10 –12 km/jam.

4.1.3 Perpindahan Angkutan Umum

Responden menyatakan 22% tidak perlu berpindah kendaraan untuk mencapai tujuan perjalanan. Menurut responden 32% menyatakan perlu berpindah satu kali angkutan umum untuk mencapai tujuan perjalanan. Berpindah dua kali sebanyak 18 % responden. Banyak menjawab tidak tahu 28%, dalam hal ini responden memberikan jawaban terhadap perjalanan yang dilakukan bagi pekerjaan tidak tetap misalnya buruh dan pedagang berpindah.

22%

32% 28%

18% 0% Tidak Perlu

Perlu satu kali

Tidak tahu

Perlu perpindahan dua kali Perlu perpindahan lebih dua kali

Berdasarkan standar yang ditetapkan bank dunia bahwa perpindahan maksimal 2 kali berpindah angkutan umum untuk mencapai tujuan perjalanan dalam kota. Pelayanan angkutan umum Kota Medan dalam mencapai lokasi tertentu dalam kota (accessibility) termasuk kategori baik.

4. 2 Kenyamanan Angkutan Umum di Kota Medan

4.2.1 Pelayanan oleh Sopir

Pelayanan yang diberikan oleh sopir dan atau kernet angkutan umum kepada penumpang pada saat masuk, di dalam, dan saat berhenti. Responden menyatakan mendapatkan pelayanan yang baik (tidak bercakap kotor, bersikap ramah) sebanyak 55% dan pelayanan sangat baik (tidak bercakap kotor, memberikan senyuman, bersikap ramah) sebanyak 1%.

Sedangkan responden merasakan kurang mendapatkan pelanan yang baik (bercakap kotor, emosional) yaitu sebanyak 29% dan tidak baik sama sekali (bercakap kotor, emosional, sering membentak penumpang) sebanyak 5% responden.

1%

55%

10% 29%

5% Pelayanan sangat

baik Pelayanan baik

Tidak tahu

Kurang baik

Tidak baik sama sekali

4.2.2 Menggunakan Halte

Sebanyak 61% responden menyatakan dalam menunggu dan berhenti angkutan umum jarang (lebih sering tidak menggunakan daripada menggunakan) halte (tempat menunggu/berhenti kendaraan umum) dan yang tidak pernah sama sekali menggunakan halte dilakukan oleh 24% responden. Sedangkan yang menggunakan (bila tersedia) halte sebanyak 10% responden dan yang selalu menggunakan (setiap saat) hal ini dilakukan oleh 1% responden. Rendahnya kesadaran penumpang angkutan umum untuk menggunakan halte disebabkan kurangnya jumlah halte pada titik-titik berhenti angkutan umum.

1% 10%

4%

61% 24%

Selalu menggunakan

Menggunakan

Tidak tahu

Jarang menggunakan

Tidak perna menggunakan

Dari hasil analisis meskipun faktor fisik halte ini mempunyai pengaruh terhadap ketidak-efektifan penggunaan halte, namun pengaruh tersebut tidak terlalu kuat karena hanya muncul pada calon penumpang. Hal ini dikarenakan para pengemudi tidak secara langsung menggunakan halte seperti para


(7)

penumpang sehingga penempatan halte yang dirasakan tidak tepat hanya muncul dari para calon penumpang (Catur dkk., 2001). Kondisi ini dimungkinkan karena sepanjang jalan penumpang bebas untuk menghentikan dan keluar dari angkutan umum.

4.2.3 Mudah Turun Naik Kendaraan

Bila penumpang ingin memberhentikan angkutan umum sangat mudah. Responden terbanyak menyatakan mudah sebanyak 69 %, sangat mudah sebanyak 16% sedangkan menyatakan kesulitan sebanyak 13%. Hal ini menunjukkan bahwa kapan penumpang ingin menggunakan dan keluar dari pintu samping angkutan umum mudah.

16%

69% 1%

13% 1% Sangat mudah

Mudah

Tidak tahu

Sulit

Sangat sulit

4.2.4 Tersedia Tempat Duduk Setiap Saat Saat penumpang berada dalam angkutan umum, apakah mendapatkan tempat duduk? Responden menyatakan 61% dapat tempat duduk (lebih sering dapat dan jarang tidak dapat) dalam angkutan umum dan 25% menyatakan selalu mendapatkan tempat duduk (selalu tersedia), sedangkan sebagian kecil responden menyatakan jarang mendapatkan tempat duduk (lebih sering tidak dapat daripada dapat tempat duduk). Faktor muat (load factor) yang rendah lebih disukai penumpang karena selalu dapat naik di kendaraan yang datang pertama dan mereka akan memperoleh tempat duduk, waktu tunggu menjadi pendek. Sementara faktor muat yang tinggi tidak disukai oleh penumpang karena kendaraan yang datang biasanya sudah penuh penumpang dan mempunyai waktu tunggu yang panjang. Faktor muat ini digunakan untuk mendapatkan kapasitas penumpang ideal angkutan kota (Karno, 2001).

25%

61% 5%

8% 1%

Selalu dapat Dapat Tidak tahu Jarang dapat Selalu padat

4.2.5 Tidak Berdesak-desakan

Berdasarkan hasil survai, sebagian besar penumpang menilai kenyamanan dalam menggunakan angkutan umum adalah 58% merasa tidak berdesak-desakan. Kenyamanan yang dirasakan ini secara umum disebabkan oleh tingkat pengisian yang kecil yaitu rata-rata 40% dari kapasitas yang tersedia. Juga keadaan kendaraan angkutan itu sendiri yang sebagian besar dalam kondisi yang baik. Kondisi kendaraan angkutan umum ini sangat tergantung dari usia kendaraan mini bis yang menurut data dari DLLAJ, sebagian besar kendaraan (sekitar 70% dari jumlah seluruh armada) sudah berusia di atas 10 tahun.

Kondisi kendaraan disertai tingkat pengisian yang rendah menyebabkan penumpang tidak mengalami berdesak-desakan. Ternyata dengan persepsi terhadap tingkat kenyamanan angkutan umum yang sebagian besar responden menilainya kondisi tidak berdesak-desakan (tempat duduk selalu tidak penuh) 58%, yang merasakan agak berdesakan (tempat duduk diisi melebihi kapasitas) adalah sebesar 15%, sedangkan yang merasakan kondisi ideal (tempat duduk terisi sesuai dengan kapasitas) 15%.

58% 15%

7% 15%

5% Tidak

berdesak-desakan Kondisi ideal

Tidak tahu

Agak berdesakan

Berdesak-desakan

Dari 58% responden menyatakan tidak berdesakan, berdasarkan uji crosstabs dengan karakteristik responden menurut pekerjaan terdapat persentase jawaban yang berbeda


(8)

yaitu: pedagang menyatakan 66,7%, ibu rumah tangga 76,9%, jasa 70%, mahasiswa/pelajar 32,6%, pegawai negeri 92%, tidak bekerja 71, 4% dan swasta 52,2%.

4.2.6 Kualitas Tempat

Kenyamanan fisik penumpang dalam kendaraan dan pada hentian. Kenyamanan ini antara lain: kualitas pengendaraan, lingkungan bus dan di luar bus, penataan kursi, pegangan tangan, kemudahan keluar masuk dan pembayaran ongkos, tempat untuk barang bawaan seperlunya (Munawar, 2000). Menurut persepsi penumpang 53% responden merasa nyaman (tempat duduk agak empuk) dengan tempat duduk yang ada dalam angkutan umum. Sedangkan yang kurang merasa nyaman (tempat duduk menggunakan busa tipis) terdapat 26% responden. Hal ini menunjukkan kondisi tempat duduk angkutan umum yang ada saat ini telah sesuai dengan sebagian besar keinginan penumpang.

8%

53% 7%

26% 6%

Sangat nyaman Nyaman Tidak tahu Kurang nyaman Tidak nyaman

Pada diagram di atas dapat dilihat tempat duduk dalam angkutan umum, tempat duduk yang terbuat dari pembalut kulit campuran karet dan dilapisi dengan busa. Posisi tempat duduk saling berhadapan dengan memanjang ke belakang.

Masalah kelayakan bus kota memang menjadi salah satu penyebab buruknya sistem penataan angkutan umum secara keseluruhan. Ketidak-layakan itu dimulai dari hal yang kecil, seperti spion yang hanya sebuah, jok kursi yang bolong-bolong, kaca jendela yang pecah atau bahkan hilang, hingga asap pekat yang mengepul-ngepul dan ban yang divulkanisasi hingga tiga kali. Itu belum termasuk kelebihan

muatan pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari (Kompas, 11 Desember 2004).

4.2.7 Suhu dalam Angkutan Umum

Penumpang merasa nyaman terhadap suhu (panas, pengap, dan normal) dalam angkutan umum. Menurut responden, 49% merasa kurang nyaman (panas dan pengap), 27% responden merasa tidak nyaman sama sekali (panas, pengap, dan bau busuk). Sedangkan responden merasa nyaman (suhu normal) sebesar 13% dan 1% merasa sangat nyaman (suhu normal, aroma wangi). Sebagian besar responden merasa tidak nyaman karena suhu dalam angkutan umum terasa panas pada saat siang hingga sore. Kondisi suhu panas dalam angkutan umum karena tidak ada angkutan umum yang menggunakan pendingin udara (AC).

Ketidaknyamanan dalam angkutan umum dipengaruhi oleh faktor suhu dalam angkutan umum yang relatif tinggi pada saat perjalanan dilakukan siang hingga sore hari. Suhu Kota Medan rata-rata siang hari antara 29,20 C sampai dengan 32,90. Kondisi di dalam angkutan umum dapat dilihat pada gambar berikut.

1% 13%

10%

49% 27%

Sangat nyaman Nyaman Tidak tahu Kurang nyaman Tidak nyaman

Dari 49% responden menyatakan kurang nyaman. Berdasarkan uji crosstabs dengan karakteristik responden menurut tujuan perjalanan, pengguna angkutan umum untuk berangkat bekerja yang menyatakan kurang nyaman 50%, belanja 53,5%, kuliah/sekolah 62,9%, tempat keluarga/sosial/teman 42,6% dan pulang kerja 44,1%.


(9)

4. 3 Keamanan Menggunakan Angkutan Umum 4.3.1 Aman terhadap Kecelakaan Lalu Lintas

Penumpang merasa aman (karena sopirnya tidak melanggar lalu lintas) menggunakan angkutan umum. Sebagian besar responden menyatakan kurang aman (sopir tidak tertib) 63%, sangat tidak aman (sopir selalu melanggar lalu lintas) 15%. Permasalahan dalam organisasi angkutan umum adalah jumlah armada dan bus yang tergolong sudah sangat besar dengan jumlah trayek yang begitu banyak (trayek banyak tumpang tindih dengan ruas jalan yang sama). Ini mengakibatkan persaingan antarkoperasi dan juga internal koperasi angkutan dalam hal berebut penumpang yang semakin parah untuk “kejar setoran”, sehingga sopir sering terlihat tidak disiplin berlalu lintas di jalan: berhenti semaunya di sembarang tempat di badan jalan, sering melanggar aturan lampu persimpangan, menyalip semaunya tanpa mempertimbangkan lalu lintas lainnya (Napitupulu, 2005).

0%4% 18%

63% 15%

Sangat aman Aman Tidak tahu Kurang aman Sangat tidak aman

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa hampir semua kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan, penyebab utama adalah pengemudi karena berbagai faktor yang melekat pada diri pengemudi, misalnya: kebugaran jasmani, kesiapan mental pada saat mengemudi, lengah, kelelahan, mengantuk, pengaruh minuman keras dan obat terlarang, kurang terampil, tidak menjaga jarak, melaju terlalu cepat, adalah contoh kesalahan pengemudi pada umumnya yang membuka peluang besar terjadinya kecelakaan yang parah, di samping membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya (Warpani, 2001).

4.3.2 Aman Terhadap Aksi Kejahatan

Penumpang merasa aman terhadap aksi pencopetan dalam angkutan umum. Dari hasil survai ternyata sebagian besar responden yaitu 49% merasa kurang aman (sering terjadi

pencopetan) terhadap aksi pencopetan dalam angkutan umum, sedangkan yang merasa aman (jarang terjadi pencopetan) dalam kendaraan umum adalah sebesar 6% responden. Besarnya kekhawatiran penumpang angkutan umum terhadap kejahatan pencopetan disebabkan sering terjadinya aksi pencopetan dalam angkutan umum.

0%6% 5%

49% 40%

Sangat aman Aman Tidak tahu Kurang aman Sangat tidak aman

4. 4 Tarif Angkutan Umum

Menurut Button, permintaan akan jasa transportasi sebenarnya tidak hanya tergantung pada biaya finansialnya saja namun lebih pada

oportunity costs secara keseluruhan, termasuk di dalamnya masalah waktu perjalanan serta kualitas pelayanan jasa yang diberikan.

Pengguna jasa pelayanan transportasi pada umumnya sering tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka terkena biaya selain uang yang dikeluarkan untuk membayar tarif jasa transportasi. Penguna jasa angkutan secara riil dibebankan biaya uang sebesar tarif yang dikenakan kepada mereka walaupun terdapat biaya-biaya lain yang harus ditanggung yang sangat tergantung pada kualitas dari produk jasa transportasi. Biaya-biaya tersebut antara lain dari biaya waktu, biaya ketidaknyamanan,dan lain-lainnya.

Biaya-biaya yang ditanggung oleh pengguna jasa transportasi, di luar biaya tarif yang dikenakan, umumnya diasosiasikan sebagai social cost yang harus ditanggung oleh pengguna.

Bila biaya riil dari pengguna yaitu tarif yang dapat dianggap sebagai biaya untuk membayar segala keuntungan dari jasa angkutan umum, maka dari pendekatan hedonic prices ini dapat mengkonversikan kerugian-kerugian menyangkut

output yang dihasilkan dari jasa angkutan umum ke dalam satu satuan moneter yang merupakan


(10)

biaya tambahan selain tarif yang ditanggung oleh para pengguna (Button,1993).

Berdasarkan data survai tarif angkutan umum saat ini, sebagian besar responden yaitu 40% menganggap tarif angkutan umum sedang (agak terjangkau). Responden yang menganggap tarif agak mahal (kurang terjangkau) 31 % dan yang sangat mahal (tidak terjangkau) 6%. Pada saat ini pemerintah menetapkan tarif angkutan umum sebesar Rp 1.500,- per estafet (satu estafet 10 kilometer). 1% 40% 22% 31% 6% Murah Sedang Tidak tahu Agak mahal Sangat mahal

4. 5 Waktu Perjalanan

Menurut responden waktu perjalanan menggunakan angkutan umum (dibandingkan dengan menggunakan sepeda motor dan mobil pribadi), sebagian besar menyatakan lebih lambat 41% responden dan

hanya 9% menyatakan cepat, 2% responden menyatakan lebih cepat.

2% 9% 46% 41% 2% Lebih cepat Cepat Tidak tahu Lambat Sangat lambat

Waktu perjalanan menggunakan angkutan umum di Kota Medan tergantung kondisi lalu lintas, pada saat kondisi lalu lintas padat atau jam puncaknya waktu perjalanan biasanya lebih lama. Biasanya kondisi lalu lintas padat terjadi pada jam berangkat kerja yaitu jam 7.00 WIB sampai jam 9.00 WIB, dan jam pulang kerja yaitu jam 15.00 WIB sampai jam 17.00 WIB.

Secara umum, tabulasi rata-rata distribusi persentase jawaban atas semua variabel pelayanan angkutan umum dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Rata-Rata Distribusi Persentase Jawaban Atas Semua Variabel Pelayanan Angkutan Umum

Puas Tidak Puas

Variabel Pelayanan Sangat puas

(%)

Puas (%)

Netral

(%) Kurang Puas

(%)

Tidak Puas (%) Keandalan

- Tersedia - Tepat waktu - Perpindahan 23 9 22 64 34 32 1 15 28 12 41 18 0 1 0 Kenyamanan - Pelayanan - Guna halte - Mudah Naik turun -Tersedia tempat duduk - Tidak berdesakan - Kualitas tempat duduk - Suhu didalam

1 1 16 25 58 8 1 55 10 69 61 15 53 13 10 4 1 5 7 7 10 29 61 13 8 15 26 49 5 24 1 1 5 6 27 Keamanan

- Pelanggaran lalulintas - Terhadap pencopet

0 0 4 6 18 5 63 49 15 40

- Kesanggupan ongkos 1 40 22 31 6

- Waktu perjalanan 2 9 46 41 2

Rata-rata persentase terhadap

semua variabel 11,93 33,21 12,78 32,57 9,51


(11)

Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata persentase jawaban terhadap semua variabel yang termasuk kategori sangat puas 11,93%, puas 33,21%, netral 12,78%, kurang puas 32,57%, dan yang tidak puas 9,51%. Untuk menarik kesimpulan atas semua variabel yang diuji, maka diambil rata-rata terbesar dalam tingkat kepuasan. Dari lima kategori tingkat kepuasan di atas, ternyata kategori puas lebih tinggi dari kategori yang lain yaitu 33,21%. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi pelaku perjalanan angkutan umum di Kota Medan merasa puas terhadap pelayanan angkutan umum.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan

Persepsi pelaku perjalanan terhadap pelayanan angkutan umum ditinjau dari aspek pelayanan itu sendiri, antara lain:

1. Keandalan angkutan umum Kota Medan, ditinjau beberapa aspek:

-Ketersediaan angkutan umum, menunjukkan waktu tunggu 5 sampai 10 menit atau tersedia setiap saat pada jam masyarakat beraktivitas.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan jarang tepat waktu

-Mayoritas responden perlu berpindah satu kali angkutan umum untuk mencapai tujuan perjalanan

2. Kenyamanan angkutan umum di Kota Medan, ditinjau beberapa aspek:

-Sebagian besar pelaku perjalanan mendapatkan pelayanan yang baik.

-Sebagian besar pelaku perjalanan jarang menggunakan halte untuk naik turun angkutan umum.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan dapat tempat duduk disaat angkutan umum mereka gunakan.

-Di dalam angkutan umum sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan tidak berdesak-desakan. Sebagian besar pelaku perjalan menyatakan menyatakan nyaman terhadap tempat duduk yang ada dalam angkutan umum.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan kurang nyaman.

6. Keamanan menggunakan angkutan umum, ditinjau beberepa aspek:

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan kurang aman terhadap kecelakaan lalu lintas.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan kurang aman dengan adanya aksi pencopetan yang sering terjadi dalam angkutan umum. 4. Tarif Angkutan Umum

Sebagian besar pelaku perjalan mengganggap tarif angkutan umum yang ditetapkan saat ini termasuk mahal.

5. Waktu Perjalanan

Menurut pelaku perjalanan waktu perjalanan menggunakan angkutan umum lebih lambat dibandingkan dengan menggunakan sepeda motor dan mobil pribadi.

6. Pengguna angkutan umum di kota Medan merasa puas terhadap variabel pelayanan ketersediaan, perpindahan, pelayanan, mudah turun/naik, tersedia tempat duduk, tidak berdesakan, kualitas tempat duduk, dan ongkos. Pengguna angkutan umum di Kota Medan merasa tidak puas terhadap variabel pelayanan tepat waktu, guna halte, suhu di dalam angkutan, pelanggaran lalu lintas, keamanan, dan waktu perjalanan.

7. Secara umum dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persepsi pelaku pelayanan angkutan umum di kota Medan merasa puas terhadap pelayanan angkutan umum.

5. 2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diberikan saran-saran untuk perbaikan sistem pelayanan angkutan umum di kota Medan sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan keandalan angkutan

umum adalah dengan mengganti angkutan umum dengan sistem angkutan umum yang dapat membawa sejumlah besar orang dengan menggunakan lebih sedikit sumber daya energi. Efisiensi ruang merupakan alasan utama mengapa kebanyakan di berbagai negara menggunakan angkutan jenis bus yang dikelola oleh sebuah perusahaan yang profesional.

2. Membangun sistem angkutan umum dengan jenis bus berkapasitas tinggi direncanakan dengan standar pelayanan dan tingkat kenyamanan baik dilengkapi pendingin udara (AC) yang melayani koridor utama (jalan arteri) dalam kota, sebagai trayek percontohan.


(12)

3. Pembangunan halte bus harus ditempatkan pada interval kira-kira 300 m di dalam kota. Halte bus juga harus ditempatkan di dekat setiap jembatan penyeberangan pejalan kaki. Semua halte harus memiliki shelter dan informasi yang memadai mengenai trayek dan frekuensi trayek percontohan (Final Draft Trayek Percontohan Perbaikan Angkutan Umum di Surabaya, 2001).

4. Sistem setoran yang dilaksanakan membawa implikasi tekanan untuk menutupi setoran, dan perilaku pengemudi terhadap pelanggaran lalu lintas. Sistem ini diubah dengan sistem karyawan tetap yang tergabung dalam sebuah perusahan profesional serta meningkatkan kesadaran disiplin berlalu lintas terhadap pengemudi kendaraan.

5. Meningkatkan pengamanan di dalam angkutan umum jenis bus dengan menempatkan satu orang tenaga pengamanan dalam bus.

6. Membuat perbaikan melalui trayek percontohan dengan mengatur waktu keberangkatan dan kedatangan yang terjadwal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996, Perencanaan Angkutan Umum,

Penerbit ITB, Bandung.

Black, Alan, 1995, Urban Mass Transportation Planning, University of Kansas, USA.

Button, Kenneth J., 1993, Transport Economics. 2nd Edition, Edward Elgar Publishing Limited, London.

Catur, R dan Hardjanta, G dan Hindarto, F ,2001,

Faktor-Faktor Yang Mengakomodasikan Ketidakefektifan Penggunaan Halte, Simpositum ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001.

Giannopoulos, G.A., 1989, Bus Planning and Operation in Urban Area: A Practical Guide. Avebury.

Gibson J.L., J.M Ivancevich dan J. H. Donnely., 1997. Organisasi Perilaku Struktur Proses. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Harries S., 1976, State-of-the-art review of Urban Transportation Concepts and Public Attitudes,

US Department of Transportation, Washington. Karno, Achmad dan Iphan F, 2001, Analisa

Headway Angkutan Kota Pada Jalan Utama Berdasarkan Kebutuhan Penumpang Di Banjarmasin, Prosiding Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 2 November 2001

Munawar, Ahmad, 2000, Pengaturan Angkutan Umum Dalam Kampus, Simposium III FSTPT, ISBN no. 979-96241-0-X.

Nazir, M., 1988, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Napitupulu, Richard dan Bangun, Filiyanti, 2005,

Prospek Sistem Angkutan Umum di Kota Medan, Harian Sinar Indonesia Baru terbitan 15 Januari 2005.

Napitupulu, Richard dan Bangun, Filiyanti, 2005,

Medan, Kota Metropolitan Atau Kota Metromarpilitan, Harian Sinar Indonesia Baru terbitan 13 Januari 2005

Tamin, O.Z., 2000, Pemodelan Sisem Transportasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung

Wells G.R., 1975, Comprehensive Transport Planning, Charles Griffin & Company Ltd., London.

Warpani, S., 2001, Keselamatan Lalulintas, Simpositum ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001.


(1)

dirasakan tidak tepat hanya muncul dari para calon penumpang (Catur dkk., 2001). Kondisi ini dimungkinkan karena sepanjang jalan penumpang bebas untuk menghentikan dan keluar dari angkutan umum.

4.2.3 Mudah Turun Naik Kendaraan

Bila penumpang ingin memberhentikan angkutan umum sangat mudah. Responden terbanyak menyatakan mudah sebanyak 69 %, sangat mudah sebanyak 16% sedangkan menyatakan kesulitan sebanyak 13%. Hal ini menunjukkan bahwa kapan penumpang ingin menggunakan dan keluar dari pintu samping angkutan umum mudah.

16%

69% 1%

13% 1% Sangat mudah

Mudah Tidak tahu Sulit Sangat sulit

4.2.4 Tersedia Tempat Duduk Setiap Saat

Saat penumpang berada dalam angkutan umum, apakah mendapatkan tempat duduk? Responden menyatakan 61% dapat tempat duduk (lebih sering dapat dan jarang tidak dapat) dalam angkutan umum dan 25% menyatakan selalu mendapatkan tempat duduk (selalu tersedia), sedangkan sebagian kecil responden menyatakan jarang mendapatkan tempat duduk (lebih sering tidak dapat daripada dapat tempat duduk). Faktor muat (load factor) yang rendah lebih disukai penumpang karena selalu dapat naik di kendaraan yang datang pertama dan mereka akan memperoleh tempat duduk, waktu tunggu menjadi pendek. Sementara faktor muat yang tinggi tidak disukai oleh penumpang karena kendaraan yang datang biasanya sudah penuh penumpang dan mempunyai waktu tunggu yang panjang. Faktor muat ini digunakan untuk mendapatkan kapasitas penumpang ideal angkutan kota (Karno, 2001).

25%

61% 5%

8% 1%

Selalu dapat Dapat Tidak tahu Jarang dapat Selalu padat

4.2.5 Tidak Berdesak-desakan

Berdasarkan hasil survai, sebagian besar penumpang menilai kenyamanan dalam menggunakan angkutan umum adalah 58% merasa tidak berdesak-desakan. Kenyamanan yang dirasakan ini secara umum disebabkan oleh tingkat pengisian yang kecil yaitu rata-rata 40% dari kapasitas yang tersedia. Juga keadaan kendaraan angkutan itu sendiri yang sebagian besar dalam kondisi yang baik. Kondisi kendaraan angkutan umum ini sangat tergantung dari usia kendaraan mini bis yang menurut data dari DLLAJ, sebagian besar kendaraan (sekitar 70% dari jumlah seluruh armada) sudah berusia di atas 10 tahun.

Kondisi kendaraan disertai tingkat pengisian yang rendah menyebabkan penumpang tidak mengalami berdesak-desakan. Ternyata dengan persepsi terhadap tingkat kenyamanan angkutan umum yang sebagian besar responden menilainya kondisi tidak berdesak-desakan (tempat duduk selalu tidak penuh) 58%, yang merasakan agak berdesakan (tempat duduk diisi melebihi kapasitas) adalah sebesar 15%, sedangkan yang merasakan kondisi ideal (tempat duduk terisi sesuai dengan kapasitas) 15%.

58% 15%

7% 15%

5% Tidak

berdesak-desakan Kondisi ideal Tidak tahu Agak berdesakan Berdesak-desakan

Dari 58% responden menyatakan tidak berdesakan, berdasarkan uji crosstabs dengan karakteristik responden menurut pekerjaan terdapat persentase jawaban yang berbeda


(2)

yaitu: pedagang menyatakan 66,7%, ibu rumah tangga 76,9%, jasa 70%, mahasiswa/pelajar 32,6%, pegawai negeri 92%, tidak bekerja 71, 4% dan swasta 52,2%.

4.2.6 Kualitas Tempat

Kenyamanan fisik penumpang dalam kendaraan dan pada hentian. Kenyamanan ini antara lain: kualitas pengendaraan, lingkungan bus dan di luar bus, penataan kursi, pegangan tangan, kemudahan keluar masuk dan pembayaran ongkos, tempat untuk barang bawaan seperlunya (Munawar, 2000). Menurut persepsi penumpang 53% responden merasa nyaman (tempat duduk agak empuk) dengan tempat duduk yang ada dalam angkutan umum. Sedangkan yang kurang merasa nyaman (tempat duduk menggunakan busa tipis) terdapat 26% responden. Hal ini menunjukkan kondisi tempat duduk angkutan umum yang ada saat ini telah sesuai dengan sebagian besar keinginan penumpang.

8%

53% 7%

26% 6%

Sangat nyaman Nyaman Tidak tahu Kurang nyaman Tidak nyaman

Pada diagram di atas dapat dilihat tempat duduk dalam angkutan umum, tempat duduk yang terbuat dari pembalut kulit campuran karet dan dilapisi dengan busa. Posisi tempat duduk saling berhadapan dengan memanjang ke belakang.

Masalah kelayakan bus kota memang menjadi salah satu penyebab buruknya sistem penataan angkutan umum secara keseluruhan. Ketidak-layakan itu dimulai dari hal yang kecil, seperti spion yang hanya sebuah, jok kursi yang bolong-bolong, kaca jendela yang pecah atau bahkan hilang, hingga asap pekat yang mengepul-ngepul dan ban yang divulkanisasi hingga tiga kali. Itu belum termasuk kelebihan

muatan pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari (Kompas, 11 Desember 2004).

4.2.7 Suhu dalam Angkutan Umum

Penumpang merasa nyaman terhadap suhu (panas, pengap, dan normal) dalam angkutan umum. Menurut responden, 49% merasa kurang nyaman (panas dan pengap), 27% responden merasa tidak nyaman sama sekali (panas, pengap, dan bau busuk). Sedangkan responden merasa nyaman (suhu normal) sebesar 13% dan 1% merasa sangat nyaman (suhu normal, aroma wangi). Sebagian besar responden merasa tidak nyaman karena suhu dalam angkutan umum terasa panas pada saat siang hingga sore. Kondisi suhu panas dalam angkutan umum karena tidak ada angkutan umum yang menggunakan pendingin udara (AC).

Ketidaknyamanan dalam angkutan umum dipengaruhi oleh faktor suhu dalam angkutan umum yang relatif tinggi pada saat perjalanan dilakukan siang hingga sore hari. Suhu Kota Medan rata-rata siang hari antara 29,20 C sampai dengan 32,90. Kondisi di dalam angkutan umum dapat dilihat pada gambar berikut.

1% 13%

10%

49% 27%

Sangat nyaman Nyaman Tidak tahu Kurang nyaman Tidak nyaman

Dari 49% responden menyatakan kurang nyaman. Berdasarkan uji crosstabs dengan karakteristik responden menurut tujuan perjalanan, pengguna angkutan umum untuk berangkat bekerja yang menyatakan kurang nyaman 50%, belanja 53,5%, kuliah/sekolah 62,9%, tempat keluarga/sosial/teman 42,6% dan pulang kerja 44,1%.


(3)

4.3.1 Aman terhadap Kecelakaan Lalu Lintas

Penumpang merasa aman (karena sopirnya tidak melanggar lalu lintas) menggunakan angkutan umum. Sebagian besar responden menyatakan kurang aman (sopir tidak tertib) 63%, sangat tidak aman (sopir selalu melanggar lalu lintas) 15%. Permasalahan dalam organisasi angkutan umum adalah jumlah armada dan bus yang tergolong sudah sangat besar dengan jumlah trayek yang begitu banyak (trayek banyak tumpang tindih dengan ruas jalan yang sama). Ini mengakibatkan persaingan antarkoperasi dan juga internal koperasi angkutan dalam hal berebut penumpang yang semakin parah untuk “kejar setoran”, sehingga sopir sering terlihat tidak disiplin berlalu lintas di jalan: berhenti semaunya di sembarang tempat di badan jalan, sering melanggar aturan lampu persimpangan, menyalip semaunya tanpa mempertimbangkan lalu lintas lainnya (Napitupulu, 2005).

0%4% 18%

63% 15%

Sangat aman Aman Tidak tahu Kurang aman Sangat tidak aman

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa hampir semua kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan, penyebab utama adalah pengemudi karena berbagai faktor yang melekat pada diri pengemudi, misalnya: kebugaran jasmani, kesiapan mental pada saat mengemudi, lengah, kelelahan, mengantuk, pengaruh minuman keras dan obat terlarang, kurang terampil, tidak menjaga jarak, melaju terlalu cepat, adalah contoh kesalahan pengemudi pada umumnya yang membuka peluang besar terjadinya kecelakaan yang parah, di samping membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya (Warpani, 2001).

4.3.2 Aman Terhadap Aksi Kejahatan

Penumpang merasa aman terhadap aksi pencopetan dalam angkutan umum. Dari hasil survai ternyata sebagian besar responden yaitu 49% merasa kurang aman (sering terjadi

angkutan umum, sedangkan yang merasa aman (jarang terjadi pencopetan) dalam kendaraan umum adalah sebesar 6% responden. Besarnya kekhawatiran penumpang angkutan umum terhadap kejahatan pencopetan disebabkan sering terjadinya aksi pencopetan dalam angkutan umum.

0%6% 5%

49% 40%

Sangat aman Aman

Tidak tahu Kurang aman Sangat tidak aman

4. 4 Tarif Angkutan Umum

Menurut Button, permintaan akan jasa transportasi sebenarnya tidak hanya tergantung pada biaya finansialnya saja namun lebih pada oportunity costs secara keseluruhan, termasuk di dalamnya masalah waktu perjalanan serta kualitas pelayanan jasa yang diberikan.

Pengguna jasa pelayanan transportasi pada umumnya sering tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka terkena biaya selain uang yang dikeluarkan untuk membayar tarif jasa transportasi. Penguna jasa angkutan secara riil dibebankan biaya uang sebesar tarif yang dikenakan kepada mereka walaupun terdapat biaya-biaya lain yang harus ditanggung yang sangat tergantung pada kualitas dari produk jasa transportasi. Biaya-biaya tersebut antara lain dari biaya waktu, biaya ketidaknyamanan,dan lain-lainnya.

Biaya-biaya yang ditanggung oleh pengguna jasa transportasi, di luar biaya tarif yang dikenakan, umumnya diasosiasikan sebagai social cost yang harus ditanggung oleh pengguna.

Bila biaya riil dari pengguna yaitu tarif yang dapat dianggap sebagai biaya untuk membayar segala keuntungan dari jasa angkutan umum, maka dari pendekatan hedonic prices ini dapat mengkonversikan kerugian-kerugian menyangkut output yang dihasilkan dari jasa angkutan umum ke dalam satu satuan moneter yang merupakan


(4)

biaya tambahan selain tarif yang ditanggung oleh para pengguna (Button,1993).

Berdasarkan data survai tarif angkutan umum saat ini, sebagian besar responden yaitu 40% menganggap tarif angkutan umum sedang (agak terjangkau). Responden yang menganggap tarif agak mahal (kurang terjangkau) 31 % dan yang sangat mahal (tidak terjangkau) 6%. Pada saat ini pemerintah menetapkan tarif angkutan umum sebesar Rp 1.500,- per estafet (satu estafet 10 kilometer).

1%

40%

22% 31%

6%

Murah Sedang Tidak tahu Agak mahal Sangat mahal

4. 5 Waktu Perjalanan

Menurut responden waktu perjalanan menggunakan angkutan umum (dibandingkan dengan menggunakan sepeda motor dan mobil pribadi), sebagian besar menyatakan lebih lambat 41% responden dan

hanya 9% menyatakan cepat, 2% responden menyatakan lebih cepat.

2% 9%

46% 41%

2%

Lebih cepat Cepat Tidak tahu Lambat Sangat lambat

Waktu perjalanan menggunakan angkutan umum di Kota Medan tergantung kondisi lalu lintas, pada saat kondisi lalu lintas padat atau jam puncaknya waktu perjalanan biasanya lebih lama. Biasanya kondisi lalu lintas padat terjadi pada jam berangkat kerja yaitu jam 7.00 WIB sampai jam 9.00 WIB, dan jam pulang kerja yaitu jam 15.00 WIB sampai jam 17.00 WIB.

Secara umum, tabulasi rata-rata distribusi persentase jawaban atas semua variabel pelayanan angkutan umum dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Rata-Rata Distribusi Persentase Jawaban Atas Semua Variabel Pelayanan Angkutan Umum

Puas Tidak Puas

Variabel Pelayanan Sangat puas

(%)

Puas (%)

Netral

(%) Kurang Puas

(%)

Tidak Puas (%) Keandalan

- Tersedia - Tepat waktu - Perpindahan

23 9 22

64 34 32

1 15 28

12 41 18

0 1 0 Kenyamanan

- Pelayanan - Guna halte - Mudah Naik turun -Tersedia tempat duduk - Tidak berdesakan - Kualitas tempat duduk - Suhu didalam

1 1 16 25 58 8 1

55 10 69 61 15 53 13

10 4 1 5 7 7 10

29 61 13 8 15 26 49

5 24

1 1 5 6 27 Keamanan

- Pelanggaran lalulintas - Terhadap pencopet

0 0

4 6

18 5

63 49

15 40

- Kesanggupan ongkos 1 40 22 31 6

- Waktu perjalanan 2 9 46 41 2

Rata-rata persentase terhadap

semua variabel 11,93 33,21 12,78 32,57 9,51


(5)

persentase jawaban terhadap semua variabel yang termasuk kategori sangat puas 11,93%, puas 33,21%, netral 12,78%, kurang puas 32,57%, dan yang tidak puas 9,51%. Untuk menarik kesimpulan atas semua variabel yang diuji, maka diambil rata-rata terbesar dalam tingkat kepuasan. Dari lima kategori tingkat kepuasan di atas, ternyata kategori puas lebih tinggi dari kategori yang lain yaitu 33,21%. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi pelaku perjalanan angkutan umum di Kota Medan merasa puas terhadap pelayanan angkutan umum.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Persepsi pelaku perjalanan terhadap pelayanan angkutan umum ditinjau dari aspek pelayanan itu sendiri, antara lain:

1. Keandalan angkutan umum Kota Medan, ditinjau beberapa aspek:

-Ketersediaan angkutan umum, menunjukkan waktu tunggu 5 sampai 10 menit atau tersedia setiap saat pada jam masyarakat beraktivitas.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan jarang tepat waktu

-Mayoritas responden perlu berpindah satu kali angkutan umum untuk mencapai tujuan perjalanan

2. Kenyamanan angkutan umum di Kota Medan, ditinjau beberapa aspek:

-Sebagian besar pelaku perjalanan mendapatkan pelayanan yang baik.

-Sebagian besar pelaku perjalanan jarang menggunakan halte untuk naik turun angkutan umum.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan dapat tempat duduk disaat angkutan umum mereka gunakan.

-Di dalam angkutan umum sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan tidak berdesak-desakan. Sebagian besar pelaku perjalan menyatakan menyatakan nyaman terhadap tempat duduk yang ada dalam angkutan umum.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan kurang nyaman.

6. Keamanan menggunakan angkutan umum, ditinjau beberepa aspek:

kurang aman terhadap kecelakaan lalu lintas.

-Sebagian besar pelaku perjalanan menyatakan kurang aman dengan adanya aksi pencopetan yang sering terjadi dalam angkutan umum. 4. Tarif Angkutan Umum

Sebagian besar pelaku perjalan mengganggap tarif angkutan umum yang ditetapkan saat ini termasuk mahal.

5. Waktu Perjalanan

Menurut pelaku perjalanan waktu perjalanan menggunakan angkutan umum lebih lambat dibandingkan dengan menggunakan sepeda motor dan mobil pribadi.

6. Pengguna angkutan umum di kota Medan merasa puas terhadap variabel pelayanan ketersediaan, perpindahan, pelayanan, mudah turun/naik, tersedia tempat duduk, tidak berdesakan, kualitas tempat duduk, dan ongkos. Pengguna angkutan umum di Kota Medan merasa tidak puas terhadap variabel pelayanan tepat waktu, guna halte, suhu di dalam angkutan, pelanggaran lalu lintas, keamanan, dan waktu perjalanan.

7. Secara umum dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persepsi pelaku pelayanan angkutan umum di kota Medan merasa puas terhadap pelayanan angkutan umum.

5. 2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diberikan saran-saran untuk perbaikan sistem pelayanan angkutan umum di kota Medan sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan keandalan angkutan

umum adalah dengan mengganti angkutan umum dengan sistem angkutan umum yang dapat membawa sejumlah besar orang dengan menggunakan lebih sedikit sumber daya energi. Efisiensi ruang merupakan alasan utama mengapa kebanyakan di berbagai negara menggunakan angkutan jenis bus yang dikelola oleh sebuah perusahaan yang profesional.

2. Membangun sistem angkutan umum dengan jenis bus berkapasitas tinggi direncanakan dengan standar pelayanan dan tingkat kenyamanan baik dilengkapi pendingin udara (AC) yang melayani koridor utama (jalan arteri) dalam kota, sebagai trayek percontohan.


(6)

3. Pembangunan halte bus harus ditempatkan pada interval kira-kira 300 m di dalam kota. Halte bus juga harus ditempatkan di dekat setiap jembatan penyeberangan pejalan kaki. Semua halte harus memiliki shelter dan informasi yang memadai mengenai trayek dan frekuensi trayek percontohan (Final Draft Trayek Percontohan Perbaikan Angkutan Umum di Surabaya, 2001).

4. Sistem setoran yang dilaksanakan membawa implikasi tekanan untuk menutupi setoran, dan perilaku pengemudi terhadap pelanggaran lalu lintas. Sistem ini diubah dengan sistem karyawan tetap yang tergabung dalam sebuah perusahan profesional serta meningkatkan kesadaran disiplin berlalu lintas terhadap pengemudi kendaraan.

5. Meningkatkan pengamanan di dalam angkutan umum jenis bus dengan menempatkan satu orang tenaga pengamanan dalam bus.

6. Membuat perbaikan melalui trayek percontohan dengan mengatur waktu keberangkatan dan kedatangan yang terjadwal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996, Perencanaan Angkutan Umum, Penerbit ITB, Bandung.

Black, Alan, 1995, Urban Mass Transportation Planning, University of Kansas, USA.

Button, Kenneth J., 1993, Transport Economics. 2nd Edition, Edward Elgar Publishing Limited, London.

Catur, R dan Hardjanta, G dan Hindarto, F ,2001, Faktor-Faktor Yang Mengakomodasikan Ketidakefektifan Penggunaan Halte, Simpositum ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001.

Giannopoulos, G.A., 1989, Bus Planning and Operation in Urban Area: A Practical Guide. Avebury.

Gibson J.L., J.M Ivancevich dan J. H. Donnely., 1997. Organisasi Perilaku Struktur Proses.

Penerbit Erlangga. Jakarta.

Harries S., 1976, State-of-the-art review of Urban Transportation Concepts and Public Attitudes, US Department of Transportation, Washington. Karno, Achmad dan Iphan F, 2001, Analisa

Headway Angkutan Kota Pada Jalan Utama Berdasarkan Kebutuhan Penumpang Di Banjarmasin, Prosiding Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 2 November 2001

Munawar, Ahmad, 2000, Pengaturan Angkutan Umum Dalam Kampus, Simposium III FSTPT, ISBN no. 979-96241-0-X.

Nazir, M., 1988, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Napitupulu, Richard dan Bangun, Filiyanti, 2005, Prospek Sistem Angkutan Umum di Kota Medan, Harian Sinar Indonesia Baru terbitan 15 Januari 2005.

Napitupulu, Richard dan Bangun, Filiyanti, 2005, Medan, Kota Metropolitan Atau Kota Metromarpilitan, Harian Sinar Indonesia Baru terbitan 13 Januari 2005

Tamin, O.Z., 2000, Pemodelan Sisem Transportasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung

Wells G.R., 1975, Comprehensive Transport Planning, Charles Griffin & Company Ltd., London.

Warpani, S., 2001, Keselamatan Lalulintas, Simpositum ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001.