Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia Umbellifera(J.R. Forst & G. Forst.) Seem)

(1)

(2)

Lampiran 1. Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan Daun Loning (Pisonia


(3)

Lampiran 2. Gambar Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(4)

Lampiran 3 . Gambar Serbuk Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(5)

Lampiran 4. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(6)

(7)

Lampiran 5. Ekstrak yang digunakan Dalam Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

1. Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(8)

Lampiran 6. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(9)

Lampiran 7. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.) Perhitungan % Peredaman Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning

1. Konsentrasi 20 ppm

2. Konsentrasi 40 ppm

3. Konsentrasi 60 ppm

4. Konsentrasi 80 ppm

Peredaman radikal ekstrak metanol daun tumbuhan loning

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,942 0

20 0,469 50,2123

40 0,419 55,5201


(10)

Perhitungan Nilai IC50Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

X y xy x2

0 0,00 0,00 0

20 50,2123 1004,246 400

40 55,5201 2220,804 1600

60 59,7664 3585,984 3600

80 69,1082 5528,656 6400

∑x = 200 ∑y = 234,607 ∑xy = 12339,69 ∑x2= 12000

Dimana : x = Konsentrasi y = % Peredaman


(11)

= 43,41825

Jadi persamaan garis regresi Y = 0,304x + 43,41 Nilai IC50:

50 = 0,304x + 43,41

0,304x = 50–43,41 0,304x = 6,59

x = 21,67


(12)

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Kadar Air dan Kadar Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem. Kadar air serbuk daun tumbuhan loning diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

Berat sampel = 2 gram

Berat setelah pemanasan = 1,810 gram

Kehilangan bobot = 2 gram–1,810 gram = 0,19 gram

Kadar ekstrak metanol diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Berat sampel kering = 200 gram


(13)

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2007.Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB Press.

Apak, R. 2007. Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity Assay Applied to Phenolic Compounds with The CUPPRAC Assay.

Molecules12:1496-1547

Ajizah, A. 2004 . Sensitivitas Salmonella Tyhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Jurnal Bioscientiae. Volume 1. Nomor 1. Halaman 36. Andlauer,W. and Furst,P. 2001.Food Research International. Germany : Institute

For Biological Chemistry And Nutrition, University of Honenheim

Artini, P.E.U.D., Astuti,K.W. dan Warditiani, N.K. 2013. Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). volume 2.Nomor 4. Jimbaran-Bali: Universitas Udayana

Astarina, N.W.G., Astuti, K.W. dan Warditiani, N.K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Volume 2.Nomor 4. Jimbaran-Bali : Universitas Udayana

Bintang, M. 2010.Biokimia-Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga

Buckle, K.A. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta:Universitas Indonesia.

Candra,R.A. 2012. Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Daun Phoebe declinata Nees. [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia, Program Sarjana

Clinical and Laboratory Standars Institue, 2007. Performance Standars for Antimicrobial Disk Susceptibility Testing; Seventeenth Informational Supplement. M100-S17, Vol.27, No.3

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang : Andalas University Press

Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 4. Puspaswara. Jakarta.

Depkes RI. 2000 . Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat & Makanan.


(15)

Erawati. 2002. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garciniadaedalanthera Pierre Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil Pikrilhidrazil) dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Paling Aktif, Skripsi Sarjana Farmasi Universitas Indonesia.

Fardiaz, S. 1992.Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Gaman,P.M. 1992. Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press.

Harborne, J.B. 2003.Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Edisi II. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjamah : Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi Ketiga. Bandung : ITB Press.

Irianto,K. 2006.Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: Yrama Widya.

Jawetz.,Melnick. dan Adelberg’s.1995.Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jayakumari, S.,Ravichandiran,V and Rao, N. 2014. Antimocrobial Activity of Pisonia grandis R.Br. Leaf Extract and Its Fraction. Vol 3. India : Department of Pharmacognosy, School of Pharmaceuticl Sciences, VELS University Pallavaram.

Kosasih, E. N. 2004.Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Jakarta : Pusat Kajian Nasional Majalah Lanjut Usia.

Markham, K.R. 1988.Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung : ITB. Molyneux, P. 2004. The Use of Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl

(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity,Journal Science of Technology.

Pokornya, J.N. Yanishlieva and N.Gordon. 2001.Antioxidant in Food. Woodhead Publishing Limited : England.

Pratiwi, S.T. 2008.Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Penerbit Erlangga

Purwantoro, R.S., Siregar, H.M., Sudarmono. dan Praptiwi. 2010. Uji Antibakteri Lasianthus ( Rubiceae) Sebagai Tumbuhan Berkhasiat Obat Dan Upaya Perbanyakannya. Bogor : Buletin Kebun Raya volume 13, No. 2.


(16)

Robinson, T. 1995.Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB. Setyowati, W.A.E., Sri Retno, D.A., Ashadi., Bakti, M., Cici Putri, R. 2014.

Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Metanol Kulit Durian ( Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Sirait, M. 2007.Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung : Penerbit ITB Subeki. 1998. Pengaruh Cara Pemasakan Terhadap Kandungan Antioksidan

Beberapa macam Sayuran Serta Daya Serap dan Retensinya pada Tikus Percobaan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Syukur, C. 2001.Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta : Penebar Swadaya Tortora, G.J. 2001.Microbiology an Introduction. Edisi Ketujuh. New York :

M Addison Wesley Longman, Inc. Halaman 86-88.

Viljanen, K. 2005.Protein Oxidation and Protein-Lipid Interactions in Different Food Models in the Presence of Berry Phenolics.[Dissertation]. Finland : University of Helsinki, Department of Applied Chemistry and

Microbiology

Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang : Penerbit Universitas Muhammadiah Malang Press

Widyastuti, N. 2010. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode CUPRAC, DPPH, dan FRAP serta Korelasinya dengan Fenol dan Flavonoid pada Enam Tanaman, Skripsi Sarjana Sains Institut Pertanian Bogor.


(17)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

Nama Alat Merek

1. Autoklaf Fiesher Scientific

2. Rotary evaporator Buchi

3. Spektrofotometer UV-VIS SP-300

4. Incubator fiber scientific

5. Neraca Analitik Sartorius

6. Oven fischer scientific

7. Pipet Volume Pyrex

8. Bunsen

-9. Pipet mikro

-10. Blender

-11. Bola Karet

-12. Cawan petri

-13. Corong

-14. Penangas Air

-15. Statif dan Klem

-16. Gelas Erlenmeyer Pyrex

17. Gelas Beaker Pyrex

18. Desikator

-19. Gelas Ukur Pyrex

20. Tabung reaksi


(18)

-3.2 Bahan-Bahan

Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

Bahan Merek

1. Daun tumbuhan Loning

-2. Metanol

-3. Etil asetat

-4. Etanol p.a. Merck

5. Aquadest

-6. FeCl35%

-7. CeSO4dalam H2SO410%

-8. Pereaksi Wagner

-9. Pereaksi Maeyer

-10. Pereaksi Bouchardat

-11. Pereaksi Dragendorf

-12. DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) p.a. Aldrich

13. DMSO (dimetilsulfoksida) p.a. Fisons

14.Mueller Hinton Agar( MHA)

-15.Nutrient Broth(NB) Merck

16.Nutrient Agar(NA) Merck

17. BakteriStaphylococcus aureus

-18. BakteriEscherichia coli

-3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun tumbuhan loning yang diperoleh dari Desa Lau Baleng, Kabupaten Karo. Daun tumbuhan loning dipisahkan dari batangnya dan dikeringkan dalam ruangan sampai kering kemudian dihaluskan dengan blender kemudian ditentukan kadar airnya.


(19)

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Metanol dari Daun Tumbuhan Loning

( Pisonia umbellifera ( J.R. Forst & G. Forst.) Seem.

Daun tumbuhan loning dipisahkan dari batangnya, lalu dikeringkan dalam ruangan sampai kering, setelah kering diblender. Kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol, selama 2x24 jam, dilakukan beberapa kali pengulangan hingga larutan berwarna jernih. Kemudian dirotarievaporator dan filtratnya yang dihasilkan diuapkan diatas penangas air sampai dihasilkan ekstrak kering. Ekstrak kering yang dihasilkan diuji skrining fitokimia, aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH ( 2,2-diphenyl-1-pycril-hydrazil ) dan antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia colidengan menggunakan metode difusi agar.

3.3.3 Uji Skrining Fitokimia 1. Alkaloida

Ekstrak metanol daun tumbuhan loning masing-masing dimasukkan dalam 4 tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksi Wagner, jika terbentuk endapan jingga, maka positif mengandung alkaloida. Tabung II ditetesi pereaksi Maeyer, jika terbentuk endapan putih, maka positif mengandung alkaloida. Tabung III ditetesi pereaksi Bouchardat, jika terbentuk endapan cokelat, maka positif mengandung alkaloida dan tabung IV ditetesi pereaksi Dragendorf, jika terbentuk endapan jingga, maka positif mengandung alkaloida.

2. Flavonoida

Ekstrak metanol daun tumbuhan loning masing-masing dimasukkan dalam 2 tabung reaksi. Tabung I ditetesi NaOH 10%, jika terbentuk larutan warna biru violet maka positif mengandung flavonoida. Tabung II ditambah serbuk Mg dan HCl pekat, jika terbentuk larutan warna jingga maka positif mengandung flavonoida.

3. Tanin


(20)

4. Terpenoida

Ekstrak metanol daun tumbuhan loning masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan CeSO41% dalam H2SO4 10%. Jika terbentuk

endapan warna merah kecokelatan maka positif mengandung terpenoida. 5. Saponin

Ekstrak metanol daun tumbuhan loning masing-masing ditambah 10 ml aquades, kemudian dikocok kuat-kuat. Jika muncul busa yang stabil maka positif mengandung saponin.

3.3.4 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil)

3.3.4.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

Larutan DPPH 0,3 mM dibuat dengan melarutkan 11,85 mg serbuk DPPH dalam etanol p.a dalam labu takar 100 mL, kemudian dihomogenkan.

3.3.4.2 Pembuatan Variasi konsentrasi

Ekstrak metanol dibuat larutan induk 1000 ppm, dengan melarutkan 0,025 g ekstrak metanol dengan pelarut etanol p.a dalam labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm. Kemudian dari larutan 100 ppm dibuat lagi variasi konsentrasi 20, 40, 60, dan 80 ppm.

3.2.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan a. Larutan Blanko

Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 ml etanol p.a.

Dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum 515 nm.

b. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 ml ekstrak metanol dengan konsentrasi 20 ppm, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap.


(21)

Setelah itu diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum 515 nm.

3.3.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol

3.3.5.1 Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) Miring Dan Sub Kultur Bakteri

Dimasukkan 7 g media NA ke dalam gelas erlenmeyer, dilarutkan dengan 250 ml aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Kemudian dituangkan kedalam empat tabung reaksi sebanyak 3 ml dibiarkan memadat pada posisi miring membentuk sudut 300-450C. Diambil biakan bakteriStaphylococcus aureusdanEschericia colidari strain utama dengan jarum ose lalu digoreskan pada media NA yang telah memadat. Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 350C.

3.3.5.2 Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)

Dimasukkan 19 g media MHA ke dalam gelas erlenmeyer, dilarutkan dengan 500 ml aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

3.2.5.3 Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)

Sebanyak 3,25 g media NB dilarutkan dengan 250 ml aquades dalam erlemenyer dan dipanaskan hingga semua larut, kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

3.3.5.4 Pembuatan Inokulum Bakteri

Dimasukkan 10 ml media nutrient broth (NB) steril dalam tabung reaksi diambil koloni bakteri Staphylococcus aureus dari stok kultur bakteri dengan jarum ose, disuspensikan kedalam nutrien broth dan diinkubasikan selama 2-3 jam pada suhu 35oC, kemudian dibandingkan kekeruhannya dengan kekeruhan standar Mcfarland. Dilakukan dengan cara yang sama terhadap bakteriEschericia coli.


(22)

3.3.5.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol

Dimasukkan 0,1 ml inokulum bakteriStaphylococcus aureuskedalam cawan petri kemudian ditambahkan 15 ml media MHA dengan suhu 450-500C dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata dibiarkan sampai media memadat. Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan masing-masing sampel yang telah berisi bakteri dan diinkubasi pada suhu 350C selama 24 jam dalam inkubator. Setelah itu diukur zona bening yang ada disekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan perlakuan yang sama untuk inokulum dari bakteriEschericia coliuntuk konsentrasi 100,200,300,400,500 mg/ml.

3.3.5.6 Pembuatan Variasi Konsentrasi

Dibuat larutan dengan konsentrasi 500 mg/ml dengan cara melarutkan 500 mg ekstrak metanol dalam 1 ml DMSO didalam botol vial, kemudian diencerkan menjadi 400 mg/ml dengan cara memipet larutan dengan konsentrasi 500 mg/ml sebanyak 0,8 ml ditambah dengan 0,2 ml DMSO,kemudian diencerkan menjadi 300 mg/ml dengan cara memipet larutan dengan konsentrasi 400 mg/ml sebanyak 0,75 ml ditambah dengan 0,25 ml DMSO,kemudian diencerkan menjadi 200 mg/ml dengan cara memipet larutan dengan konsentrasi 300 mg/ml sebanyak 0,67 ml ditambah dengan 0,33 ml DMSO,kemudian diencerkan kembali menjadi 100 mg/ml dengan cara memipet larutan dengan konsentrasi 200 mg/ml sebanyak 0,5 ml ditambah dengan 0,5 ml DMSO.


(23)

Ekstrak Metanol Daun Loning

dimasukkan kedalam tabung reaksi

tabung I + pereaksi Wagner

tabung II + pereaksi Maeyer tabung III + pereaksi Dragendorf tabungIV + pereaksi Bouchardat

tabung I + NaOH 10%

tabung II + logam Mg + HCl (p)

ditambahkan FeCl35%

ditambahkan CeSO41% dalam H2SO410%

ditambahkan aquadest

dikocok kuat-kuat

Alkaloida Flavonoida Tanin Terpenoida Saponin

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia


(24)

serbuk daun tumbuhan loning

ditimbang sebanyak 200 g

serbuk daun tumbuhan loning sebanyak 200 g

dimaserasi dengan 2 liter metanol selama 2x24 jam

disaring

dirotarievaporator hingga dihasilkan filtrat

dipekatkan diatas penangas air

ekstrak metanol daun tumbuhan loning


(25)

0,025 g Ekstrak Metanol Daun Loning

dimasukkan kedalam labu takar 25 ml ditambahkan etanol p.a sampai garis batas dihomogenkan

25 ml larutan 1000 ppm

dipipet sebanyak 5 ml

dimasukkan kedalam labu takar 50 ml ditambahkan etanol p.a hingga garis batas dihomogenkan

50 ml larutan 100 ppm

dibuat variasi 20, 40, 60, 80 ppm

dipipet 5 ml dengan pipet volume

dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas dihomogenkan

dipipet 10 ml dengan pipet volume

dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas dihomogenkan

dipipet 15 ml dengan pipet volume

dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dihomogenkan dihomogenkan ditambahkan etanol p.a hingga garis batas dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

dipipet 20 ml dengan pipet volume 3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(26)

11,85 mg serbuk DPPH

dimasukkan kedalam labu takar 100 ml ditambahkan etanol p.a sampai

garis batas dihomogenkan

Larutan DPPH 0,3 mM

1 ml larutan DPPH 0,3 mM

dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 ml etanol p.a

dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

Hasil

2. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 Mm

3. Pengukuran Absorbansi Larutan Blanko dan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(27)

1 ml larutan DPPH 0,3 mM

dimasukkan kedalam tabung reaksi

ditambahkan 2,5 ml ekstrak metanol daun tumbuhan loning sesuai dengan variasi

konsentrasi 20, 40, 60, dan 80 ppm dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

Hasil

19 g tepung Mueller Hinton Agar (MHA)

dilarutkan dengan 500 ml aquades dalam erlenmeyer

dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

b. Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

3.4.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning 1. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)


(28)

7 g tepung Nutrien Agar (NA)

dilarutkan dengan 250 ml aquadest

dalam erlenmeyer

dipanaskan sambil diaduk hingga

larut dan mendidih

disterilkan dalam autoklaf pada

suhu 121

o

C selama 15 menit

Media Nutrien Agar (NA) steril

dituangkan sebanyak 3ml kedalam

tabung reaksi

dibiarkan pada temperatur kamar sampai

memadat pada posisi miring membentuk

sudut 30-45

o

diambil biakan bakteri

Staphylococcus

aureus

dari strain utama dengan jarum ose

lalu digoreskan pada media Nutrien Agar

(NA) yang telah memadat

diinkubasi pada suhu 35

o

C selama 18-24 jam

Stok Kultur Bakteri

Staphylococcus aureus

2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri


(29)

3,25 g tepung Nutrien Broth (NB)

dilarutkan dengan 250 ml aquadest dalam erlenmeyer

dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

Media Nutrien Broth (NB) steril

dimasukkan sebanyak 10 ml kedalam tabung reaksi

diambil koloni bakteriStaphylococcus aureusdari stok kultur bakteri dengan jarum ose

disuspensikan kedalam Nutrien Broth (NB)

diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24 jam

Inokulum Bakteri Staphylococcus aureus

dibandingkan kekeruhannya dengan kekeruhan standar Mcfarland

3. Penyiapan Inokulum Bakteri


(30)

0,1 ml inokulum bakteri

dimasukkan kedalam cawan petri steril

ditambah dengan 15 ml media Mueller Hinton Agar (MHA) dengan suhu 45-50oC

dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata

dibiarkan sampai media memadat dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak metanol daun tumbuhan loning dengan

berbagai konsentrasi kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri

diinkubasi selama 18 jam pada suhu 35oC

diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan jangka sorong

diameter zona bening

4. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(31)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Tumbuhan Loning (Pisonia

umbellifera J.R. Forst & G. Forst) Seem

Kadar air dalam serbuk daun tumbuhan loning yang diperoleh yaitu sebesar 9,5%.

4.1.2 Ekstraksi Daun Tumbuhan Loning

Kadar ekstrak metanol yang diperoleh yaitu sebesar 10,37 %.

4.1.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol

Ekstrak metanol yang diperoleh dan diuji skrining fitokimia untuk mengetahui adanya golongan senyawa alkaloida, flavonoida, tanin dan saponin yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol daun tumbuhan loning

No. Parameter Pereaksi

Sampel Ekstrak Metanol 1. Alkaloida Dragendorf -Bouchardat -Maeyer -Wagner

-2. Flavonoida FeCl35% +

3. Tanin FeCl35% +

4. Terpenoida

CeSO41% dalam H2SO410%

+

5. Saponin Aquadest +

Keterangan : - ( Tidak ada)


(32)

Loning (Pisonia umbellifera J.R. Forst & G. Forst) Seem.

Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 menunjukkan hasil pengukuran absorbansi ekstrak metanol daun tumbuhan loning.

Tabel 4.2 Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning.

No Konsentrasi

Absorbansi

Sampel % Peredaman Sampel

Ekstrak Metanol

Ekstrak Metanol

Blanko 0,942 0

1 20 ppm 0,469 50,2123

2 40 ppm 0,419 55,5201

3 60 ppm 0,379 59,7664

4 80 ppm 0,291 69,1082

Gambar 4.1Grafik % Peredaman vs Konsentrasi Ekstrak Metanol daun tumbuhan loning.


(33)

Persamaan garis regresi dan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak metanol daun

tumbuhan loning dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 yang diperoleh dari Ekstrak

Metanol daun tumbuhan loning.

No Sampel Persamaan Garis Regresi IC50

1 Ekstrak Metanol y = 0,304x + 43,41

R2= 0,968 21,67 ppm

4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera J.R. Forst & G. Forst) Seem

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuan loning dapat ditunjukkan pada Tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.4Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol daun tumbuhan loning.

No

Bakteri

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Zona Hambatan (mm) Bakteri Gram-positif Bakteri Gram-negatif Ekstrak Metanol

1 S.aureus Blanko

-100 8,8

200 10,5

300 11,4

400 13,6

500 15,1

2 E. coli Blanko

-100 7,8

200 8,8

300 11,1

400 12,6


(34)

a. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.

Aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem. ditentukan berdasarkan zona hambat yang terbentuk pada pertumbuhan beberapa bakteri yaituStaphylococcus aureusdanEscherichia coliseperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 dan 4.3 dibawah ini

Gambar 4.2 Zona hambat bakteriStaphylococcus aureusekstrak metanol


(35)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Tumbuhan Loning ( Pisonia

umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

Dari hasil penelitian diperoleh kadar air untuk simplisia serbuk daun tumbuhan loning sebesar 9,5 %. Tujuan dari penentuan kadar air untuk mengetahui batas maksimum tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air ± 10 %. Secara umum, pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalam tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secara enzimatis seperti hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi, sehingga rendemennya akan turun. Pada tumbuhan yang masih hidup reaksi enzimatik tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Pengeringan harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik dengan adanya air dalam simplisia (Harborne, 1987).

4.2.2 Ekstraksi Daun Tumbuhan Loning

Proses ekstraksi serbuk simplisia daun tumbuhan loning dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Serbuk kering dari daun tumbuhaan loning dimaserasi dengan pelarut metanol, kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator. Metanol merupakan pelarut polar sehingga mampu menarik senyawa-senyawa yang bersifat polar. Hasil ekstraksi serbuk simplisia daun tumbuhan loning diperoleh ekstrak sebanyak 20,75 gram dan kadar ekstrak sebesar 10,37 %.


(36)

4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Hasil skrining fitokimia ekstrak metanol daun tumbuhan loning yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa flavonoid, tannin, terpenoid, saponin dapat tertarik dalam pelarut metanol. Hal ini disebabkan karena metanol merupakan pelarut universal yang memiliki gugus polar (-OH) dan gugus nonpolar (-CH3) sehingga dapat menarik

analit-analit yang bersifat polar dan nonopolar. Flavonoid dan tannin merupakan bagian dari senyawa fenolik. Flavonoid mempunyai tipe yang beragam dan terdapat dalam bentuk bebas (aglikon) maupun terikat sebagai glikosida.

Aglikon polimetoksi bersifat nonpolar, aglikon polihidroksi bersifat semi polar, sedangkan glikosida flavonoid bersifat polar karena mengandung sejumlah gugus hidroksil dan gula ( Harborne, 1987; Markham, 1988). Oleh karena itu flavonoid dapat tertarik dalam pelarut metanol. Tannin ditunjukkan dari adanya perubahan warna setelah penambahan FeCI3 yang bereaksi dengan salah-satu

gugus hidroksil pada senyawa tannin. Penambahan FeCI3 menghasilkan warna

hijau kehitaman yang menunjukkan adanya tannin terkondensasi.

Saponin merupakan glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan sapogenin (aglikon). Saponin adalah senyawa yang bersifat aktif permukaan dan dapat membentuk larutan koloidal dalam air. Bila dikocok akan terbentuk busa. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan untuk membentuk buih dalam air yang terhidrolisis memjadi glukosa dan senyawa lainnya. Senyawa saponin tersebut akan cenderung tertarik oleh pelarut yang bersifat semi polar seperti metanol (Astarina et al, 2013). Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloida dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa pereaksi diantaranya pereaksi Dragendorf, Wagner, Mayer, dan Bouchardat. Untuk pereaksi Dragendorf yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi ini, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam.


(37)

Untuk pereaksi Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada uji ini ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Untuk pereaksi Mayer yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Untuk pereaksi Bouchardat yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat. Pada pengujian terpenoida, analisis senyawa didasarkan pada kemampuan senyawa tersebut membentuk warna dengan penambahan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%. Hasil yang diperoleh

menunjukkan hasil positif dengan perubahan warna menjadi merah kecoklatan yang menunjukkan kandungan golongan terpenoida.

4.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.

Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning dapat dilakukan dengan metode DPPH dengan menggunakan alat spektrofotometri UV Visible.

Adapun mekanisme utama peredaman radikal DPPH adalah sebagai berikut :

DPPH + AH DPPH-H + A

Pada uji DPPH, peredaman radikal DPPH diikuti dengan pemantauan penurunan absorbansi pada panjang gelombang maksimum yang terjadi karena pengurangan radikal oleh antioksidan AH atau reaksi dengan spesi radikal (R)* yang ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat, data yang sering digunakan sebagai IC50 merupakan konsentrasi antioksidan yang

dibutuhkan untuk 50% peredaman radikal DPPH pada periode waktu tertentu (15-30 menit) (Pokornya et al, 2001). DPPH merupakan suatu molekul radikal bebas yang distabilkan oleh bentuk resonansi yang ditunjukkan pada gambar berikut.


(38)

Gambar 4.4 Kestabilan radikal bebas DPPH

Tabel 4.2 dan tabel 4.3 menunjukkan telah terjadi peredaman radikal bebas setelah penambahan ekstrak metanol dimana semakin tinggi konsentrasi maka % peredaman semakin besar yang ditandai dengan menurunnya absorbansi. Dari persamaan Y = ax + b dapat diketahui nilai IC50 dengan memasukkan nilai 50

sebagai sumbu Y, sehingga diperoleh berapa besar nilai x yang akan mempresentasikan besaran IC50 untuk ekstrak metanol daun tumbuhan loning

adalah sebesar 21, 67 ppm.

Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak metanol daun tumbuhan loning mengandung golongan senyawa kimia berupa flavonoida dan tanin. Flavonoida dan tanin merupakan bagian dari senyawa fenolik yang bersifat sebagai antioksidan (Harborne, 1996). Reaksi DPPH dengan turunan fenol dapat dilihat pada Gambar 4.5.


(39)

Gambar 4.5 Reaksi DPPH dengan turunan fenol

Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuan untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya serta adanya gugus karbonil dan ikatan rangkap terkonjugasi pada inti fenolat yang menyebabkan delokalisasi elektron yang stabil. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa flavonoid yang mempunyai jumlah gugus hidroksil dan karbonil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi. Hasil dari skrining fitokimia golongan senyawa yang bersifat sebagai antioksidan adalah senyawa flavonoid dan tannin.

Berdasarkan literatur (Ionita, 2005) dapat diketahui bahwa jika nilai IC50

yang dihasilkan <50 ppm maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dan >150 ppm memiliki aktivitas antioksidan lemah. Dari data hasil uji aktivitas antioksidan, aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning termasuk kategori sangat kuat dengan nilai IC50


(40)

Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan DPPH dapat digolongkan sebagai berikut :

Intensitas Nilai IC50

Sangat kuat <50 ppm

Kuat 50-100 ppm

Sedang 101-150 ppm

Lemah >150 ppm

(Ionita, 2005)

4.2.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui potensi aktivitas bakteri pada sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi agar. Pada metode ini aktivitas antibakteri terhadap sampel uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram. Kertas cakram yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar (Pratiwi, 2008). Pada penelitian ini menggunakan bakteri patogen yang berasal dari bakteri gram positif dan gram negatif yaitu Staphylococcus aureusdanEscherichia coli.

Berdasarkan Clinical and Laboratory Standards Institute (2007) bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat≤ 14 mm lemah (resistant), 15 hingga 19 mm sedang (intermediate) dan≥ 20 mm kuat. Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol daun tumbuhan loning dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada tabel 4.4 memperlihatkan bahwa ekstrak metanol daun tumbuhan loning memiliki aktivitas antibakteri dengan kategori sedang pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat 15,1 mm pada bakteri Staphylococcus aureus dan kategori


(41)

lemah untuk bakteri Escherichia coli dengan zona hambat 13,9 mm. Perbedaan diameter zona hambat pada kedua bakteri menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sensitivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang bersifat antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta kerusakan pada membrane sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun membran sel. Ekstrak metanol daun tumbuhan loning lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri gram negatif Escherichia coli, hal ini kemungkinan disebabkan karena aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi ekstrak dan jenis bakteri yang dihambat( Jawetzet al, 2005).

Penelitian ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka jumlah senyawa antibakteri yang dilepaskan semakin besar, sehingga mempermudah penetrasi senyawa tersebut kedalam sel dengan kata lain semakin tinggi konsentrasi ekstrak dan lama waktu kontak maka aktivitas antibakteri makin aktif, hal ini dinyatakan bahwa bakteri gram positif yang membran luarnya terdiri dari lapisan peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan gram negatif yang membran luarnya terdiri dari lipopolisakarida yaitu lipid, polisakarida dan protein (Pratiwi, 2008).

Dinding sel bakteri gram negatif mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit daripada gram positif sehingga permeabilitas bakteri gram positif lebih rendah dibandingkan permeabilitas bakteri gram negatif. Dengan permeabilitas yang rendah maka zat aktif dari ekstrak metanol daun tumbuhan loning akan mengalami kesulitan untuk menembus membran sel bakteri gram positif sehingga efek bakterinya, kurang optimal pada sel bakteri yang sedang tumbuh dan menyebabkan kematian sel. Senyawa flavonoid memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang mengandung protein menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak karena adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya, fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri


(42)

dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Flavonoid juga bersifat lipofilik yang akan merusak membran mikroba karena di dalam flavonoid mengandung suatu senyawa fenol. Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dapat terganggu disebabkan senyawa fenol dimana senyawa ini merupakan suatu alkohol yang bersifat asam disamping itu juga fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasikan protein dan merusak membran sel. Kondisi asam oleh adanya fenol dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Rahayu, 2000). Hasil penelitian melalui uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ektrak metanol daun tumbuhan loning mengandung senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antibakteri yaitu flavonoid, polifenol, dan saponin.


(43)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan uji skrining fitokimia ekstrak metanol daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.) mengandung golongan senyawa flavonoid, tannin, terpenoid dan saponin.

2. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning termasuk golongan antioksidan yang sangat kuat dimana ekstrak tersebut memiliki nilai IC50sebesar 21,67 ppm.

3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuhan loning termasuk kategori sedang terhadap bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan termasuk kategori lemah terhadap bakteri gram negatif Escherichia coli pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat masing-masing 15,1 mm dan 13,9 mm.

3.4 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut isolasi dan elusidasi struktur komponen kimia senyawa yang bersifat antioksidan dan antibakteri dari ekstrak metanol daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera(J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

2. Perlu dilakukan uji lanjut lainnya seperti uji toksisitas dari daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera(J.R. Forst & G. Forst) Seem.)


(44)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daun Tumbuhan Loning ( Pisonia umbellifera ( J.R. Forst & G. Forst.) Seem)

Daun Tumbuhan Loning ( Pisonia umbellifera ( J.R. Forst & G. Forst.) Seem) merupakan salah satu tumbuhan dari suku Nyctaginaceae yang tumbuh di sekitar dataran tinggi Kabupaten Karo khususnya di Desa Lau Baleng. Tumbuhan ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat luka pada hewan ternak, dengan cara mencampurkan daun tumbuhan loning ke makanan hewan ternak.

2.1.1 Taksonomi Daun Tumbuhan Loning

Klasifikasi daun tumbuhan loning hasil identifikasi tumbuhan di laboratorium Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor , adalah sebagai berikut :

Kerajaan :Plantae

Divisi :Spermatophyta Kelas :Angiospermae Bangsa :Caryophyllales Familia :Nyctaginaceae Genus :Pisonia


(45)

Gambar 2.1 Tumbuhan Loning

2.2 Metabolit Sekunder

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ tanaman kering. Senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur tanaman (selulosa, kitin, lignin, dan pectin), sebagai cadangan makanan (amilum, protein, lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolism penting lainnya ( protein dan enzim). Senyawa kimia dari tanaman yang berbeda-beda dapat diekstrak dengan pelarut umum (air, etanol, eter, benzene, eter minyak bumi) berupa senyawa kimia tanaman dengan molekul kecil. Senyawa kimia tanaman yang jumlahnya paling banyak adalah senyawa kimia bermolekul kecil dari kelompok yang disebut sebagai metabolit sekunder (Sirait, 2007).

Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolit sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu :

2.2.1 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,umumnya tidak berwarna,dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik.Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai


(46)

Dalam skrining fitokimia, bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloida dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa pereaksi diantaranya pereaksi Dragendorf, Wagner, Mayer, dan pereaksi Bouchardat. Untuk pereaksi Dragendorf yang ditandai dengan terbentuk warna jingga, Pada pembuatan pereaksi Dragendorf, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+), pada uji alkaloid dengan dragendorf, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorf ditunjukkan pada gambar 2.2

Bi(NO3)3 + 3KI BiI3 + 3KNO3

BiI3 + KI KBiI4

Kalium tetraiodobismutat

Kalium-Alkaloid oranye endapan

Gambar 2.2 Reaksi Alkaloid dengan Pereaksi Dragendorf ( Setyowatiet al, 2014)

Pada uji wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Pada pembuatan pereaksi wagner, iodine bereaksi dengan ion I- dari kalium iodide menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji wagner ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Reaksi yang terjadi pada uji wagner ditunjukkan pada gambar 2.3

I2 + I- I3


(47)

Kalium-Alkaloid Coklat endapan

Gambar 2.3 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Wagner ( Setyowatiet al, 2014)

Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Setyowati et al, 2014). Reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada gambar 2.4.

HgCl2 + 2KI HgI2 + 2KCl

HgI2 + 2KI K2[ HgI2]

Kalium tetraiodomerkurat (II)

Kalium-Alkaloid oranye endapan


(48)

2.2.2 Flavonoid

Beberapa fungsi flavonoid yang terkandung pada tumbuhan ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus. Efek flavonoid terhadap berbagai macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan, juga sebagai senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun nonenzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dan melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak ( Robinson, 1995).

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6- C3- C6.Artinya, kerangka

karbonnya terdiri atas dua gugus C6 ( cincin benzene tersubstitusi ) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995). Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Flavonoid biasanya terdapat sebagai O-glikosida; pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan hemiasetal. Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam atau disebut C-glikosida (Markham, 1988). Kegunaan bagi tumbuhan yaitu untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan, untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia dosis kecil, flavon bekerja sebagai stimulant pada jantung, hisperidin mempengaruhi pemburuh darah kapiler, flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak ( Sirait, 2007).


(49)

Identifikasi adanya senyawa flavonoid dapat dilihat dengan penambahan serbuk Mg dan HCl pekat, jika terbentuk larutan warna jingga maka positif mengandung flavonoida.reaksinya dapat ditunjukkan pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Reaksi Flavonoid dengan Mg dan HCI ( Setyowatiet al, 2014)

2.2.3 Terpenoid

Terpenoid mempunyai beberapa fungsi yang berbeda bagi tumbuhan itu sendiri, antara lain sebagai pengatur tumbuh; dua kelompok regulator pertumbuhan yang penting ialah seskuiterpenoid absisin dan diterpenoid giberelin. Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoiddibangun oleh molekul isoprene, CH2=C(CH3)-CH=CH2,

kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprene (C5). Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa yang volatile, yakni komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan sesquiterpen (C10 dan C15), senyawa yang kurang volatil, yakni diterpen (C20), sampai senyawa yang nonvolatile seperti triterpenoid dan sterol (C30) serta pigmen karotenoid. Baik pada tumbuhan ataupun hewan yang menjadi senyawa dasar untuk biosintesis terpenoid adalah isopentenil pirophosfat.


(50)

Karotenoid mempunyai peran penting sebagai senyawa warna tumbuhan dan hampir semua terpenoid C40 juga berperan sebagai pigmen biosintesis ( Sirait, 2007). Identifikasi adanya senyawa terpenoid dapat dilihat dengan penambahan CeSO41% dalam H2SO4 10%. Jika terbentuk endapan warna merah kecokelatan

maka positif mengandung terpenoida. Reaksinya dapat ditunjukkan pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Reaksi Terpenoid dengan pereaksi CeSO4 dalam H2SO4 10%

( Setyowatiet al, 2014)

2.2.4 Saponin

Saponin adalah glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan sapogenin (aglikon). Sapogenin merupakan derivate non gula dari system polisiklik. Selain itu saponin juga merupakan kelompok glikosida triterpenoid dan sterol yang telah terdeteksi lebih dari 90 famili tumbuhan dan banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi. Senyawa aktif permukaan dari saponin bersifat sabun dan dideteksi berdasarkan kemampuan membentuk busa pada pengocokan dan memiliki rasa pahit yang mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan sehingga merusak membran sel dan menginaktifkan enzim sel serta merusak protein sel. Kemampuan menurunkan tegangan permukaan ini disebabkan molekul saponin terdiri dari hidrofor dan hidrofil. Bagian hidrofob adala aglikonnya, bagian hidrofil adalah glikonnya. Rasanya pahit atau getir.


(51)

Dapat mengiritasi membran mukosa. Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol. Sebagian besar saponin bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada yang bereaksi asam (sukar larut dalam air), sebagian kecil ada yang bereaksi basa. Aglikon dari saponin disebut sapogenin. Sapogenin sukar larut dalam air.

Saponin dapat berupa senyawa yang mempunyai satu rantai gula atau dua rantai gula yang sebagian besar bercabang. Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Sifat menurunkan tegangan muka yang ditimbulkan oleh saponin dapat dihubungkan dengan daya ekspektoransia. Dengan sifat ini lendir akan dilunakkan atau dicairkan. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregang partikel tak larut dan menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan( Sirait, 2007) . Saponin telah dapat diaplikasikan secara industrial maupun secara komersial, seperti digunakan untuk soft drink, shampoo, pemadam kebakaran, sabun dan hormon steroid sintesis karena aglikonnya bersifat non polar. Aglikon pada saponin dikenal sebagai sapogenin sedangkan pada steroid sapogenin disebut saraponin (Widodo, 2005).

Identifikasi adanya saponin menggunakan uji Forth, dengan terbentuknya busa stabil, menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya dengan reaksi yang ditunjukkan pada gambar 2.5.


(52)

2.2.5 Tannin

Tannin merupakan senyawa polifenolik dengan bobot molekul yang tinggi dan mempunyai kemampuan mengikat protein. Tannin terdiri dari katekin, leukoantosiannin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan berat molekul yang sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul yang rendah ditemukan pada buah-buahan dan sayuran.

Tannin tidak dapat mengkristal dan berbentuk senyawa koloid. Tannin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tannin mulai tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Tannin terdiri dari dua kelompok, yaitu condensed tannin dan hydrolizable tannin. Kelompok condensed tannin merupakan tipe tannin yang terkondensasi, tahan terhadap degradasi enzim, tahan terhadap hidrolisa asam, dimetilai dengan penambahan metionin, sering kompleks susunannya dan banyak dijumpai dalam biji-bijian sorghum. Condensed tannin diperoleh dari kondensasi flavanol-flavanol seperti katekin dan epikatekin, tidak mengandung gula dan mengikat protein sangat kuat sehingga menjadi rusak (Widodo, 2005). Pengujian tannin dilakukan dengan penambahan FeCI3. Pada

penambahan ini tannin akan bereaksi dengan ion Fe3+ membentuk senyawa kompleks. Reaksi uji tannin dapat ditunjukkan pada gambar 2.6.


(53)

2.3 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Depkes RI, 2000).

Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selekstivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga (Harborne, 1987).

Suatu metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Cara Dingin 1.1 Maserasi

Maserasi berasal dari kata macerace yang artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi adalah prosedur dan peralatannya sederhana, sedangkan kerugiannya adalah pelarut yang digunakan lebih banyak (Agoes, 2007).

1.2 Perkolasi


(54)

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Harborne, 1987).

2. Cara Panas 2.1 Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000).

2.2 Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

2.3 Infudasi

Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).

2.4 Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah zat penghambat reaksi oksidasi akibat radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh, membran dinding sel, pembuluh darah, basa DNA, dan jaringan lipid sehingga menimbulkan penyakit (Subeki,1998). Suatu tanaman memiliki aktivitas antioksidan apabila mengandung senyawaan yang mampu menangkal radikal bebas seperti fenol dan flavonoid.

Menurut Hudson (1990) definisi antioksidan secara umum adalah suatu senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan dapat menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas.


(55)

Secara alami beberapa jenis tumbuhan merupakan sumber antioksidan, hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis sayuran, buah-buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah (Dalimarta dan Soedibyo,1998). Selain itu antioksidan juga dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron sehingga tidak reaktif lagi (Kosasih et al,2004). Tubuh manusia sebenarnya memproduksi beberapa jenis enzim antioksidan yaitu superperoksida dimutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Enzim –enzim antioksidan ini sangat ampuh menetralisir berbagai tipe penyakit yang muncul karena adanya serangan radikal bebas (Kosasihet al,2004).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Antioksidan primer ( antioksidan endogen atau antioksidan enzimatis). Contohnya enzim Superoside Dismutase, katalase dan Glutation peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau mengambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil.

2. Antioksidan sekunder ( antioksidan eksogen atau antioksidan nonenzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah Vitamin E, Vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas, kemudian mencegah amplifikasi radikal.

3. Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair, metionin sulfoksida reduktase, yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas.


(56)

Gambar 2.9. Mekanisme reaksi senyawa antioksidan dengan DPPH ( Bintang, 2010)

Berdasarkan mekanisme tersebut, maka dapat dikatakan bahwa senyawa antioksidan mempunyai sifat yang relatif stabil dalam bentuk radikalnya. Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dapat diprediksi dari golongan fenolat, flavonoid, dan alkaloid, yang merupakan senyawa polar.

Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan. Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efesien atau efficient concentration 50 (EC50) atau inhibition

concentration ( IC50), yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat


(57)

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif karena mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif karena kehilangan satu atau lebih elektron yang bermuatan listrik, dan untuk mengembalikan keseimbangannya maka radikal bebas berusaha mendapatkan elektron dari molekul lain atau melepas elektron yang tidak berpasangan tersebut. Radikal bebas dalam jumlah berlebih di dalam tubuh sangat berbahaya karena menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein dan jaringan lemak. Radikal bebas terbentuk di dalam tubuh akibat produk sampingan proses metabolisme ataupun karena tubuh terpapar radikal bebas melalui pernapasan (Dalimartha dan Soedibyo, 1998).

Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan susunan elektron tidak lengkap atau tidak berpasangan sehingga bersifat tidak stabil dan kecenderungan kuat untuk berpasangan. Radikal bebas bertedensi kuat memperoleh elektron dari atom lain,sehingga atom lain yang kekurangan satu elektron ini menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder. Proses ini akan berlangsung secara berantai dan menyebabkan kerusakan biologis. Radikal bebas dapat terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan elektron di lintasannya pada saat terputusnya ikatan kovalen atom dan molekul bersangkutan sehingga menyebabkan instabilitas dan bersifat sangat reaktif. Susunan elektron yang tidak lengkap menyebabkan atom atau molekul sangat terpengaruh oleh medan magnet. Energi untuk memutuskan ikatan kovalen berasal dari panas,radiasi elektromagnetk atau reaksi redoks berlebihan. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain menyebabkan terjadinya radikal bebas baru dan mengakibatkan perubahan dramatis secara fisik dan kimiawi pada tubuh manusia. Mula-mula dirangsang (initiation) terjadinya radikal bebas,kemudian radikal bebas cenderung bertambah banyak membentuk (propagasi) rantai bereaksi dengan molekul lain. Senyawa bereaksi berantai ini mempunyai masa paruh yang lebih panjang dan potensial menyebabkan kerusakan sel. Fase inisiasi dan propagasi dapat dinetralisir oleh antioksidan yang berasal dari endogen maupun eksogen (Kosasihet al,2004).


(58)

Ketika radikal bebas menempel pada molekul yang berpasangan, yang dilakukan hanyalah merusak DNA sel-sel molekul tersebut untuk membentuk keseimbangan elektron agar proses metabolisme tubuh berjalan normal. Tetapi ketika dua radikal bebas yang mencari pasangan bertemu, mereka akan menciptakan hubungan yang stabil.

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu CUPRAC, DPPH, dan FRAP :

1. Metode CUPRAC (cupric ion reducing antioxidant capacity)

Prinsip dari uji CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capasity) adalah pembentukan kelat oleh bis (neukropin) besi(II) menggunakan pereaksi redoks kromogenik pada pH 7. Absorbansi dari pembentukan kelat Cu(I) merupakan hasil reaksi redoks dengan mereduksi polifenol yang diukur pada panjang gelombang 450 nm. Untuk spektrum Cu(I) Ne diperoleh dengan mereaksikan asam askorbat berbagai konsentrasi reagen, pH dan waktu oksidasi pada suhu kamar dan peningkatan suhu pada percobaan dapat berasal dari sumber lain.

Metode CUPRAC menggunakan bis (neokuproin) tembaga (II) (Cu(Nc)22+

sebagai pereaksi kromogenik. Pereaksi Cu(Nc) 22+ yang berwarna biru akan

mengalami reduksi menjadi Cu(Nc)2+yang berwarna kuning dengan reaksi: nCu(Nc)22+ +AR(OH)n→ nCu(Nc)2++AR(=O)n+nH+

Kelebihan dari metode CUPRAC adalah pereaksi yang digunakan cukup cepat bekerja, selektif, lebih stabil, mudah didapatkan dan mudah untuk diaplikasikan (Erawati, 2002).

2. Metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrilhidrazil)

Menggunakan 2,2 difenil-1- pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan. (Apaket al.,2007).

Metode DPPH merupakan senyawa radikal nitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat dalam suatu senyawa, misalnya senyawaan fenol. Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini berlangsung melalui transfer elektron. DPPH menggunakan pelarut metanol sehingga kemungkinan senyawa


(59)

hidrofilik yang terekstrak dalam metanol lebih banyak dibandingkan dalam pelarut etanol. Metode DPPH ini mudah digunakan, cepat, cukup teliti dan baik digunakan dalam pelarut organik, khususnya alkohol. Metode ini juga sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan dalam ekstrak tanaman (Widyastuti, 2010).

Gambar 2.10. Reaksi antara antioksidan (flavonoid) dengan radikal DPPH ( Molyneux, 2004)

3. Metode FRAP (ferric reducing antioxidant power)

Metode FRAP menggunakan Fe(TPTZ)23+ kompleks besi-ligan

2,4,6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe(TPTZ)23+ akan berfungsi


(60)

Fe(TPTZ)23+ + AROH→ Fe(TPTZ)22+ + H+ + AR=O

Pengujian antiradikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau hasil sintesis secara UV-Tampak dapat dilakukan secara kimia menggunakan DPPH (difenilpikril hidrazil). DPPH berfungsi sebagai senyawa radikal bebas stabil yang ditetapkan secara spektrofotometri melalui persen peredaman absorbansi. Peredaman warna ungu merah pada panjang gelombang (λ) 517 nm dikaitkan dengan kemampuan metabolit sekunder sebagai antiradikal bebas.

Kereaktifan dari golongan senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antiradikal bebas ditentukan adanya gugus fungsi –OH (hidroksil) bebas dan ikatan rangkap karbon-karbon seperti flavon,flavanon,skualen,tokoferol,βkaroten,Vitamin C dan lain-lain (Widyastuti, 2010).

2.5 Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10µ dan lebar 0,5 sampai 2,5µ (µ = 1 mikron = 0,001mm) tergantung dari jenisnya. Bakteri terdapat secara luas dilingkungan alam yang berhubungan dangan hewan,udara,air dan tanah. Bakteri berkembang biak secara aseksual yaitu dengan proses pembelahan diri menjadi dua (Buckle, 2007).

Mikroorganisme memang peranan penting dalam menganalisis sistem enzim dan dalam mengalisis komposisi suatu makanan. Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5 –1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1 mikron - mm). Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarna ini disebut pengecatan bakteri. Cat yang umum dipakai adalah cat Gram. Diantara bermacam-macam bakteri yang dicat,ada yang dapat menahan zat warna ungu dalam tubuhnya meskipun telah didekolorisasi dengan alkohol dan aseton. Dengan demikian tubuh bakteri itu tetap berwarna ungu meskipun disertai dengan pengecatan oleh zat warna kontras, warna ungu itu tetap dipertahankan. Bakteri yang memberikan reaksi semacam ini dinamaknbakteri Gram positif. Sebaliknya, bakteri yang tidak dapat menahan zat warna setelah didekolorisasi dengan alkohol akan kembali menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pengecatan dengan zat


(61)

warna kontras, akan berwarna sesuai dengan zat warna kontras. Bakteri yang memperlihatkan reaksi semacam ini dinamakan bakteri Gram negatif (Irianto, 2006).

Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata (Buckle, 2007). Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram dan strktur dinding bakteri, bakteri diklasifikasikan menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.

2.5.1 Bakteri gram positif

Bakteri gram positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi lebih tahan terhadap perlakuan fisik dibandingkan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif sering berubah sifat pewarnaannya sehingga menunjukkan reaksi gram variabel. Sebagai contoh, kultur gram positif yang sudah tua dapat kehilangan kemampuannya untuk menyerap pewarna violet kristal sehingga dapat berwarna merah seperti bakteri gram negatif. Perubahan tersebut dapat juga disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan atau modifikasi teknik pewarnaan (Fardiaz, 1992).

Contoh dari bakteri gram positif :

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm,tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,fakultatif anaerob,tidak membentuk spora,dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ̊C,tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ̊C) (Jawetzet al,1994).


(62)

Gambar 2.11. BakteriStaphylococcus aureus

2.5.2 Bakteri gram negatif

Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan (Fardiaz, 1992). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikan dan membran luar. Dinding selnya tidak mengandungteichoic acid. Membran luar terususun atas lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2001).

Contoh bakteri gram negatif :

Escherichia berbatang pendek. Habitat utamanya adalah usus manusia dan hewan. Escherichia coli dipakai sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran (Gaman, 1992).


(63)

Untuk mencegah pencemaran ini dapat digunakan senyawa golongan polifenol dimana senyawa ini mampu untuk membentuk kompleks larut dengan protein, mengganggu pemanfaatan protein, efek ini dapat diwujudkan dalam penurunan laju pertumbuhan dan / atau konversi pakan, serta produksi telur yang lebih rendah. Polifenol dikenal untuk mengikat protein dalam bir, anggur dan jus buah, yang mengakibatkan kekeruhan yang tidak diinginkan dan koloid kabut. Fenol teroksidasi dapat bereaksi dengan asam amino dan protein dan menghambat aktivitas enzim seperti tripsin dan lipase. Tanin, yang merupakan polimer dari senyawa fenolik, telah diteliti untuk interaksi dengan protein, banyak penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tannin-protein, seperti pH, suhu, struktur fenolik, ukuran protein, dan komposisi asam amino. (Viljanen, 2005). Salah-satu contoh reaksi antara protein lisin dengan polifenol ditunjukkan oleh reaksi berikut.

Gambar 2.13. Reaksi antara protein Lisin dengan polifenol (Viljanen, 2005).

2.5 Spektrofotometer UV-VIS

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis


(64)

larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini.

Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bias ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-beer adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Hukum Lambert-beer dapat ditulis dengan :

A = ɛ . b . C A = absorban (serapan)

ɛ = koefisien ekstingsi molar ( M-1cm-1) b = tebal kuvet (cm)

C = konsentrasi (M)

ɛ = A / b . C

Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium untuk pengukuran uv dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang seperti prisma atau monokromator. Spektrum didapatkan dengan cara scanning oleh wavelength separator sedangkan pengukuran kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau pada panjang gelombang tertentu (Dachriyanus, 2002).


(65)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan kosmetika tradisional maka penggunaan bahan alam sebagai obat semakin diminati masyarakat. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apa pun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah dan kulit batang (Syukur, 2001). Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang sejak bertahun-tahun yang lalu. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional untuk memelihara kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit. Secara umum, penggunaan obat tradisional Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menemukan antioksidan dan antibakteri alami yang bersumber dari tanaman (Andlauer dan Frust,1998), khususnya tanaman-tanaman asli Indonesia. Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia, dari Sabang sampai Merauke tersebar sekitar 40.000 jenis tumbuhan yang mengandung berbagai jenis bahan kimia yang berpotensi sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat-obatan. Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan obat secara tradisional hingga sekarang masih diterapkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kandungan bahan aktif jenis-jenis tumbuhan obat melalui penelitian fitokimia perlu dilakukan agar pemanfaatannya tepat guna dan tidak menimbulkan keracunan. Saat ini, informasi kandungan bahan aktif jenis-jenis tumbuhan obat telah banyak dipublikasikan dalam buku, jurnal maupun internet (Purwantoroet al. 2010 ).


(66)

Secara umum tanaman menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Golongan senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid dan triterpenoid (Harborne, 1987). Kemampuan yang dimiliki suatu tanaman didukung dari metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Faktor iklim yang didalamnya termasuk suhu udara, sinar matahari,kelembaban udara dan angin serta keadaan tanah sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman hingga variasi metabolit sekunder yang terkandung (Artiniet al. 2013).

Peneliti sebelumnya telah meneliti ekstrak etil asetat daun kol banda (Pisonia alba Span), yang merupakan suku dariNyctaginaceae terhadap bakteri Stapylococcus aureus dan pada bakteri Eschericia coli menunjukkan ekstrak ini dikategorikan sedang (Jayakumariet al, 2014).

Daun tumbuhan loning (Pisonia umberellifera ( J.R. Forst & G. Forst.) Seem) merupakan salah satu tumbuhan dari sukuNyctaginaceaeyang tumbuh di sekitar Desa Lau Baleng, Kabupaten Karo yang dipercaya khasiatnya sebagai obat luka. Menurut informasi dari masyarakat Desa Lau Baleng tanaman ini telah dimanfaatkan sebagai obat luka pada hewan ternak. Berdasarkan hasil skrining fitokimia tanaman ini mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan salah-satu metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa ini dapat digunakan sebagai anti mikroba, obat infeksi luka, anti virus anti kanker dan anti tumor. Selain itu flavonoid juga dapat digunakan sebagai antibakteri, anti alergi, anti hipertensi, dan senyawa ini juga pada umumnya memiliki aktivitas antioksidan (Candra, 2012). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti ekstrak daun loning menggunakan pelarut metanol yang diharapkan dapat berpotensi sebagai antioksidan ( menggunakan metode DPPH ( 2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) dan antibakteri ( menggunakan metode difusi agar).


(67)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah

3. Bagaimanakah aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning?

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada :

1. Bagian tanaman yang diekstraksi adalah daun tumbuhan loning

2. Analisa pendahuluan untuk daun tumbuhan loning yaitu uji skrining fitokimia.

3. Bakteri yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri yaitu Staphylococcus aureusdanEscherichia coli

4. Variasi konsentrasi untuk uji aktivitas antibakteri 100, 200, 300, 400, dan 500 mg/ml

5. Variasi konsentrasi untuk uji antioksidan antioksidan 20, 40, 60, dan 80 ppm

6. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi yaitu Metanol

7. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan yaitu DPPH (2,2-diphenyl- 1-picryl-hydrazil)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Golongan senyawa metabolit sekunder apakah yang terdapat didalam daun tumbuhan loning ( Pisonia umbellifera ( J.R. Forst & G. Forst.) Seem) berdasarkan uji skrining fitokimia ?

2. Bagaimanakah aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuhan loning terhadap bakteriStaphylococcus aureusdanEscherichia coli?


(68)

3. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak metanol daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera ( J.R. Forst & G. Forst.), aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri.

1.6. Lokasi Penelitian

Untuk skrining fitokimia daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst.) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU Medan, untuk ekstraksi daun tumbuhan loning dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, untuk uji aktivitas Antioksidan di Laboratorium Kimia Departemen Kimia FMIPA USU dan untuk uji aktivitas Antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU Medan.

1. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst.) Seem) berdasarkan uji skrining fitokimia

2. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuhan loning terhadap bakteriStaphylococcus aureusdanEscherichia coli


(69)

1.7. Metodologi Penelitian

Ekstrak yang dihasilkan diuji skrining fitokimia, lalu diuji aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH (2,2-diphenyl-1-pycril-hydrazil) dan antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia colidengan menggunakan metode difusi agar.

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium dan sebagai objek penelitian adalah daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera( J.R. Forst & G. Forst.) Seem) diperoleh dari pohon tumbuhan loning yang berada di daerah Desa Lau Baleng, Kabupaten Karo. Daun tumbuhan loning dipisahkan dari batangnya, lalu dikeringkan dalam ruangan , setelah kering diblender. Kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol selama 2x24 jam, dilakukan beberapa kali pengulangan hingga larutan berwarna jernih.


(70)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN TUMBUHAN LONING

(Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

ABSTRAK

Skrining fitokimia, uji aktivitas antioksidan dan antibakteri telah dilakukan terhadap ekstrak metanol daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.). Serbuk daun tumbuhan loning diekstraksi dengan metanol selama 2 x 24 jam secara maserasi. Kemudian diuji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar. Hasil uji skrining fitokimia ekstrak metanol daun tumbuhan loning terdapat senyawa golongan flavonoid, tannin, terpenoid, dan saponin. Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning termasuk kategori sangat kuat dengan nilai IC50

sebesar 21,67 ppm. Aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuhan loning termasuk kategori sedang terhadap bakteri gram positif Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/mL dengan zona hambat 15,1 mm dan termasuk kategori lemah terhadap bakteri gram negatif Escherichia coli pada konsentrasi 500 mg/mL dengan zona hambat 13,9 mm.

Kata kunci : Skrining Fitokimia, Antioksidan, Antibakteri, Daun Tumbuhan Loning


(71)

THE TESTED ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES METHANOL EXTRACT FROM LONING LEAVES PLANT

(Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.) ABSTRACT

Phytochemical screening, antioxidant and antibacterial test was activity carried out on the methanol extract from loning leaves plant (Pisonia umbellifera(J.R. Forst & G. Forst) Seem.). The powder of loning leaves plant with methanol for 2 x 24 hours by maceration. Then tested with DPPH antioxidant activity and antibacterial activity by the agar diffusion method. The tested phytochemical screening results methanol extract of loning leaves plant contained flavonoids, tannins, terpenoids and saponins. The antioxidant activity methanol extract of loning leaves plant including the category very strong with 21,67 ppm IC50values.

The antibacterial activity methanol extract of loning leaves plant including the category intermediate at gram positive bacteria Staphylococcus aureus with concentration of 500 mg/mL showed activity with 15,1 mm diameters respectively and including the category resistant at gram negative bacteria Eschericia coli with concentration of 500 mg/mL showed activity with 13,9 mm diameters respectively.

Keywords :Phytochemical Screening, Antioxidant, Antibacterial, Loning Leaves Plant


(72)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI

EKSTRAK METANOL DAUN TUMBUHAN LONING

(Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

SKRIPSI

SURYA LESMANA

140822023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(73)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI

EKSTRAK METANOL DAUN TUMBUHAN LONING

(Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat

mencapai gelar Sarjana Sains

SURYA LESMANA

140822023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(74)

PERSETUJUAN

Judul : Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri

Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia Umbellifera(J.R. Forst & G. Forst.) Seem).

Kategori : Skripsi

Nama : Surya Lesmana

Nomor Induk Mahasiswa : 140822023

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui

Medan, Oktober 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dra. Herlince Sihotang, M.Si Dr. Firman Sebayang, MS NIP. 195503251986012002 NIP. 195607261985031001

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001


(75)

PERNYATAAN

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN TUMBUHAN LONING

(Pisonia umbellifera (J.R.Forst & G. Forst) Seem.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2016

SURYA LESMANA 140822023


(1)

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Tumbuhan Loning (P. umbelliferaJ.R. Forst & G. Forst) Seem

4.1.2 Ekstraksi Daun Tumbuhan Loning 4.1.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbelliferaJ.R. Forst & G. Forst) Seem 4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Metanol Daun Tumbuhan Loning

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbelliferaJ.R. Forst & G. Forst) Seem

4.2.2 Ekstraksi Daun Tumbuhan Loning

4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning

4.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning

34 35 37 41 41 41 41 41 41 42 43 45


(2)

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

DaftarPustaka

Lampiran

45

46

47

50

53 53 53

54


(3)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan 41 Loning (Pisonia umbellifera(J.R. Forst & G. Forst) Seem.) 4.2 Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan 42

Loning

4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50yang diperoleh dari 43

Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol 43 Daun Tumbuhan Loning


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Tumbuhan Loning 7

2.2 Reaksi Alkaloid dengan Pereaksi Dragendorf 8

2.3 Reaksi Alkaloid dengan Pereaksi Wagner 9

2.4 Reaksi Alkaloid dengan Pereaksi Mayer 9

2.5 Reaksi Flavonoid dengan Mg dan HCI 11

2.6 Reaksi Terpenoid dengan Pereaksi CeSO4dalam

H2SO410 % 12

2.7 Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air 13

2.8 Reaksi Tannin dengan FeCI3 14

2.9 Mekanisme reaksi senyawa antioksidan dengan DPPH 18 2.10 Reaksi antara antioksidan (flavonoid) dengan radikal DPPH 21

2.11 BakteriStaphylococcus aureus 24

2.12 BakteriEscherichia coli 24

2.13 Reaksi antara protein Lisin dengan polifenol 25


(5)

(J.R. Forst & G. Forst) Seem 42 4.2 Zona hambat bakteriStaphylococcus aureus

ekstrak metanol 44

4.3 Zona hambat bakteriEscherichia coli

ekstrak metanol 44

4.4 Kestabilan radikal bebas DPPH 48

4.5 Reaksi DPPH dengan turunan fenol 49

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Hasil Identifikasi/Determinasi Daun Tumbuhan Loning 58 (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

2. Gambar Daun Tumbuhan Loning 59

3. Gambar Serbuk Daun Tumbuhan Loning 60

4. Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol 61 Daun Tumbuhan Loning

5. Ekstrak Yang Digunakan Dalam Uji Aktivitas 63

Antioksidan Dan Antibakteri Daun Tumbuhan Loning

6. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 64 Metanol Daun Tumbuhan Loning


(6)

8. Hasil Perhitungan Kadar Air dan Kadar Ekstrak Metanol Daun 68 Tumbuhan Loning