Peran tanin dalam fumigasi amonia Pengolahan Citra Image Prosessing

Saat ini telah ada metoda pewarnaan cara fumigasi seperti fumigasi belerang untuk menggelapkan dan mengkilapkan warna rotan secara alami. Belakangan ini metoda fumigasi khususnya fumigasi amonia telah mulai dicobakan untuk pewarnaan alami kayu. Metoda fumigasi fuming kayu pada intinya adalah menempatkan kayu pada lingkungan panas dan terdapat uap amonia sehingga terjadi perubahan warna kayu hasil reaksi antara komponen kayu yang diduga tanin dengan gas amonia. Kegelapan dan keseragaman warna yang terbentuk setelah proses fumigasi sangat ditentukan oleh kandungan dan distribusi tanin dalam kayu. Tanin merupakan polifenol dengan tingkat keasaman rendah. Tanin terdapat secara alami pada hampir semua jenis kayu hanya saja kandungannya berbeda-beda. Kayu Oak, Walnut dan Mahoni memiliki kandungan tanin yang cukup tinggi sehingga variasi warna yang dapat diciptakan juga lebih banyak mulai dari agak gelap ke gelap. Waktu yang dibutuhkan mengubah warna kayu Oak sangat terantung pada tingkat kepekatan kompartemen, secara teori 48 jam merupakan waktu yang cukup. Apabila proses fumigasi tidak cukup praktis akibat bahan terlalu besar untuk ukuran kompartemen, dapat digunakan dengan cara lain yaitu menempelkan amonia kuat langsung ke permukaan bahan dengan bantuan kuas atau spon dengan syarat bahan tersebut belum mengalami perlakuan staining dan perlakuan lainnya yang mempunyai efek menutupi pori kayu karena akan menghalangi reaksi yang diinginkan Dredsner, 2005.

2.2 Peran tanin dalam fumigasi amonia

Asam tanin tannic acid merupakan nama komersial untuk tanin. Asam tanin merupakan bahan baku pembuatan stain warna. Asam tanin secara alami terdapat pada kayu Oak, Walnut dan Mahoni, dan dapat diaplikasikan pada kayu yang memiliki kadar tanin rendah. Perubahan warna yang terjadi pada proses fuming disebabkan oleh reaksi antara tanin terkondensasi terutama Flavonoids yang memiliki struktur 5-OH bebas dengan amonia NH 3 . Jenis tanin ini antara lain Robinetin, Kaempferol, Quercetin dan Morin. Pada penelitian perubahan warna pada empat bagian kayu teras pada kayu Acacia maerensii dengan perlakuan fuming tidak terjadi perubahan warna sama sekali. Dari hasil analisis kimia menunjukkan adanya kandungan 3-OH bebas dalam jumlah besar di kayu teras dan sedikit sekali kandungan 5-OH bebas Marby et al, 1970 dalam Carrodus, 1971. 2.3 Jenis Kayu 2.3.1 Nangka Artocarpus heterophyllus Nangka termasuk ke dalam family Moraceae, nama ilmiahnya adalah Artocarpus heterophyllus. Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, dengan tinggi rata-rata sekitar 20 m samapai 30 m. Batang bulat silindris, dengan garis tengah sekitar 1 m. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai. Nangka tumbuh dengan baik di iklim tropis sampai dengan 25˚ lintang utara maupun selatan, walaupun diketahui pula masih dapat berbuah hingga 30˚ lintang utara maupun selatan. Tanaman ini menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun di mana musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan penggenangan. Kayu Nangka berwarna kuning di bagian teras, berkualitas baik dan mudah dikerjakan. Kayu ini cukup kuat, awet dan tahan terhadap serangan rayap atau jamur, serta memiliki pola yang menarik, gampang mengkilap apabila diserut halus dan digosok dengan minyak. Karena itu kayu nangka kerap dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik. Kayu Nangka memiliki serat agak kasar dan bewarna kuning sitrun mengkilat. Warna kuning ini disebabkan oleh adanya kandungan Morine. Zat ini termasuk dapat diekstrak dengan air mendidih atau alkohol. Morine dapat juga digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan. Bailey 1962, dalam Isrianto 1997 mengemukakan klasifikasi nangka sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyladoneae Ordo : Yrticales Famili : Moraceae Genus, sp : Artocarpus heterophyllus Lamk Kayu Nangka tergolong ke dalam kayu setengah keras, tahan terhadap serangan rayap, tahan terhadap pembusukan jamur dan bakteri,mudah dikerjakan dan mengkilap kalau disemir. Walaupun tidak sekuat kayu Jati, kayu Nangka dianggap lebih unggul daripada kayu Jati untuk pembuatan mebel, konstruksi bangunan, pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas dan alat musik Veirheij dan Coronel, 1997.

2.3.2 Mahoni Swietenia Macrophylla

Nama botani mahoni adalah Swietenia macrophylla Blume, famili Meliaceae, meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King mahoni daun besar dan Swietenia mahagoni Jacq mahoni daun kecil, sedangkan di negara lain terdapat : American Mahagoni, Baywood Inggris, Acajou Amerique Perancis; mahagony, Broadleaf Mahagoni USA. Daerah penyebarannya di seluruh Jawa dengan ciri tinggi pohon mencapai 35 meter, diameter sampai 125 cm bentuk silindris, tidak berbanir tajuk membulat. Kayu teras bewarna coklat muda sampai coklat tua kemerahan lambat laun menjadi lebih tua. Tekstur kayu agak halus arah serat berpadu, kadang bergelombang. Permukan kayu licin dan terdapat variasi gambar yang disebabkan oleh arah serat dan lingkaran tumbuh yang tidak teratur Martawijaya, 1995. Kayu Mahoni memiliki pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial diameter 100-200 mikron, frekuensi 30-65 per mm² , berisi deposit dengan bidang perforasi yang sederhana. Terdapat Parenkim terminal yang merupakan pita panjang - panjang pada kayu akhir dalam lingkaran tumbuh, jari-jari multiserat, lebar 30-50 mikron, heteroselular, panjang serat 1.362 mikron dengan diameter 27 mikron, tebal dinding 3,4 mikron dan diameter rongga sel 10,2 mikron. Berat jenis kayu Swietenia macrophylla 0,61 0,53-0,67 kelas kuat II, kelas awet III dan Swietenia mahagoni 0,64 0,56-0,72, kelas kuat II, kelas awet III dengan penyusutan sampa kering udara untuk Swietenia macrophylla 0,9 radial dan 1,3 tangensial sedangkan untk kering tanur 3,3 radial dan 5,7 tangensial. Tsoumis 1991 menyatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat di ekstrak Tanin dan sebagainya yang disebut ekstraktif. Ekstraktif adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral seperti air, eter, alkohol, benzen dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu bervariasi, mulai dari 1 hingga lebih dari 10 dan dapat mencapai 20 untuk kayu-kayu tropis. Achmadi 1990 menyatakan bahwa flavanoid, stilbena, tanin dan antosianin termasuk golongan zat warna ekstraktif kayu. Uprichard 1993 juga menyatakan bahwa polifenol dan tanin pada kayu daun lebar memiliki kontribusi besar pada warna kayu, khususnya warna kayu teras. Kayu Mahoni memiliki daya tahan terutama terhadap rayap kayu kering Cryptotermes Spp, sukar diawetkan. Kayu mahoni dapat dikeringkan dengan baik tanpa cacat yang berarti, pengeringan alami pada ketebalan 2,5 sampai 5 cm masing- masing memerlukan 40-50 hari. Untuk pengeringan dalam Dry Klin disarankan menggunakan bagan pengeringan moderat pada suhu 43ºC - 76ºC dengan kelembaban nisbi 75-33. Kayu Mahoni mudah dikerjakan meskipun dalam proses pembubutan kadang timbul bulu-bulu halus dan serat yang patah Martawijaya 1995.

2.3.3 Rambutan Nephelium lappaceum

Rambutan Nephelium lappaceum adalah tanaman tropis yang tergolong ke dalam suku lerak-lerakan atau Sapindaceae, berasal dari daerah kepulauan di Asia Tenggara. Kata rambutan berasal dari bentuk buahnya yang mempunyai kulit menyerupai rambut. Rambutan banyak terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Kamboja, Karibia , Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Sri Lanka. Pohon Rambutan berukuran cukup besar di vegetasi alaminya, namun pohon- pohon hasil perbanyakan clonal trees hanya memiliki tinggi sekitar 4-7 m. Daun majemuk menyirip ganda sempurna paripinnate sampai 6 pasang anak daun. Anak- anak daun berbentuk bulat telur sampai bulat telur sungsang, berukuran panjang 5-28 cm dan lebar 2-10.5 cm, permukaan atas daun halus dan ujung daun meruncing. Pembungaan umumnya terminal terkadang pseudo-terminal, terdapat bunga jantan dan bunga hermafrodit. Bunga bersimetri banyak actinomorphic, berwarna putih atau kuning atau hijau. Daun kelopak terdiri atas 4-5 daun yang saling lepas. Umumnya tidak ada daun-daun mahkota, terkadang dari 4 daun mahkota terreduksi menjadi satu daun saja dengan ukuran yang tidak lebih dari 0.7-2.1 mm. Tangkai benang sari diselaputi rambut-rambut panjang khususnya di bagian pangkalnya. Posisi kepala sari terlungkup menghadap ke samping dan tergolong dapat pecah anther dehiscing latero-introrse. putik berkembang dengan baik di bunga hermafrodit. Tangkai kepala putik berkembang dengan baik. Buah berbentuk samara elips sampai semi globular dengan panjang 7 cm dan lebar 5 cm, umumnya terdiri atas satu lembaga. Rambutan dapat tumbuh subur pada daerah dataran rendah tropis lembab, pada ketinggian dari permukaan air laut hingga 600 mdpl. Tumbuhan ini menyusun lapisan kanopi bawah dan tengah hutan primer dan sekunder. Curah hujan di habitat alaminya dapat mencapai 2500 mm per tahun. Jenis ini tumbuh pada tanah subur berpasir yang kaya humus atau tanah liat yang kaya humus, dengan pH tanah berkisar antara 4.5-6.5. Kayunya cocok untuk bahan bangunan. Pohon ini dapat ditanam untuk pemulihan kembali lahan-lahan kritis.

2.3.4 Durian Durio zibethinus

Durian Durio zibethinus termasuk ke dalam famili Bombacaceae, di Sumatera Utara dikenal dengan nama andurian, tarutung toba, drotong pakpak. Daerah penyebarannya mulai dari Aceh, Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Maluku. Tinggi pohon ini bisa mencapai 50-60 m dengan diameter 120-140 cm dan biasanya berbanir. Durian dapat tumbuh baik di daerah rendah sampai pada ketinggian 600m dpl, yang mempunyai iklim basah dengan curah hujan antara 1500-2500 mmtahun dan merata sepanjang tahun. Suhu udara yang sesuai 20 ˚-30˚C, dengan pH antara 5,5-7. Kayu terasnya bewarna coklat merah jika masih segar, lambat laun akan menjadi cokelat kelabu atau coklat semu-semu lembayung. Kayu gubal berwarna putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tebal sampai 5 cm. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus atau bepadu. Permukaan kayu agak licin dan mengkilap. Kayu durian termasuk kelas awet IVV dan kelas luat II-III dengan berat jenis 0,57. Kayunya mudah digergaji meskipun permukaan cenderung untuk berbulu, mudah dikupas untuk dibuat vinir. Kayu durian cepat menjadi kering tanpa cacat, tetapi papan yang tipis cenderung untuk menjadi cekung. Jika diawetkan dapat menyerap bahan pengawet dengan mudah meskipun dengan proses perendaman. Kayu Durian biasa dipakai sebagai bahan untuk pembuatan peti, plywood, veneer atau bahan-bahan seperti papan dan balok untuk kontruksi ringan.

2.3.5 Mindi Melia azedarach

Nama botani Mindi adalah Melia azedarach L, famili meliaceae. Nama Mindi di negara lain adalah Persia lilac United Kingdom, Arbre de paternoster France, Paraiso Spain, Peternosterbaum Germany. Daerah penyebarannya di seluruh Jawa, Bali, NTT dan NTB. Dengan ciri tinggi pohon mencapai 40 meter, diameter sampai 185 cm dan tidak berbanir. Kayu gubal bewarna putih kemerah – merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu terasnya. Tekstur kayu sangat kasar dengan arah serat lurus atau agak berpadu. Permukan kayu agak licin dan mengkilap indah. Kayu Mindi memiliki pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial, dengan ukuran diameter 30-360 mikron. Frekuensi 1-50 per mm² dan berisi zat bewarna coklat sampai hitam. Parenkim paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Parenkim apotrakeal tersebar membentuk pita pendek. Jari-jari homoseluler dan umumnya multiseriat dengan lebar 7-61 mikron dan tinggi sampai 1000 mikron. Panjang serat 1323 mikron, dengan diameter 27 mikron. Tebal dinding 2,8 mikron dan diameter lumen 21,0 mikron. Berat jenis kayu Mindi 0,53 0,42-0,65, dengan kelas kuat II-III dan kelas awet IV-V. Kayu Mindi dapat dikeringkan dengan baik tanpa cacat yang berarti, pengeringan alami pada ketebalan 2,5cm dari kadar air 37 – 15 memerlukan waktu 40-50 hari. Pengeringan dalam Dry Klin disarankan menggunakan bagan pengeringan moderat pada suhu 60ºC - 80ºC dengan kelembaban nisbi 80-40.

2.3.6 Menteng Baccaurea racemosa

Pohon Menteng Baccaurea racemosa memiliki ketinggian 15-25m, diameternya 25-70 cm, tajuknya padat dan tidak teratur. Daunnya bundar telur-lonjong sampai bundar telur sungsang, berukuran 7-18 cm x 37cm, berkelenjar, bertangkai daun 0,5-4,5 cm dengan penumpu segitiga. Racemosa dibedakan dalam dua forma: yang satu daging buahnya putih menteng, dan yang satu lagi daging buahnya merah bencoy. Kayunya digunakan untuk bangunan rumah, perahu, dan mebel. Sama halnya dengan pohon-pohon kauliflora lainnya, Menteng dianggap sebagai pohon perambat yang baik. Jenis-jenis yang dibudidayakan membentuk tajuk yang bagus dan dapat dimanfaatkan juga sebagai tanaman hias dan pohon pelindung. Kulit kayunya dapat digunakan untuk mewarnai sutra menjadi kuning, merah, atau lembayung muda, melalui proses pewarnaan yang dalam bahasa Melayu disebut pekan. Kulit kayu ini digunakan juga untuk mengobati mata bengkak.

2.4 Pengolahan Citra Image Prosessing

Pengolahan citra adalah proses mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik pengolahan citra meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur Ahmad, 2005. Sebagaimana layaknya mata dan otak, sistem visual yang buatan atau vision system computer vision adalah suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisa objek secara visual, setelah data objek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra image untuk membuat model nyata dari sistem visual Ahmad, 2005. Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green dan Blue RGB. Permukaan suatu benda yang terlihat sebenarnya hanya memantulkan cahaya yang jatuh pada benda tersebut, itulah sebabnya mata kita tidak dapat melihat suatu benda, apapun warnanya, bila ditempatkan dalam ruangan yang gelap sekali Ahmad,2005. Selain memantulkan benda juga dapat memancarkan sinar sendiri agar dapat terlihat oleh mata. Dengan cara mengalirkan sejumlah energi ke titik-titik penyusun layar monitor, maka akan tampak suatu benda ke layar monitor. Monitor dan kartu grafik komputer menggunakan model warna RGB red, green blue, yaitu suatu model warna yang didasarkan pada pembentukan warna melalui ketiga warna pokoknya, yaitu merah, hijau dan biru untuk mempresentasikan suatu warna. Dalam hal ini warna didefinisikan dengan jumlah relatif dari intensitas ketiga warna tersebut yang diperlukan untuk membentuk suatu warna. Kekuatan intensitas setiap komponen warna tadi dapat berkisar dari 0 sampai 100 dimana intensitas dengan nilai nol 0 untuk ketiga warna pokok tadi berarti ketiadaan suatu warna maupun kecerahan pada suatu piksel sehingga tampak sebagai titik hitam pada monitor. Demikian sebaliknya jika nilai intensitas penuh 100 untuk ketiga warna pokok berarti semua komponen warna akan saling menetralkan pada suatu piksel sehingga tampak suatu titik putih pada monitor. Dengan demikian warna merah murni akan muncul bila komponen warna merahnya bernilai penuh, sedangkan dua komponen lainya bernilai nol. Sama halnya dengan keadaan warna hijau murni dan biru murni. Gabungan untuk berbagai nilai komponen penyusunnya di luar keadaan tadi akan menghasilkan warna campuran yang dalam kehidupan sehari-hari kita nilai secara kualitatif seperti kuning kemerahan, hijau muda, kuning kehijauan dan sebagainya Ahmad, 2005. Citra masukan diperoleh melalui kamera yang didalamnya terdapat suatu alat digitasi yang mengubah citra masukan berbentuk analog menjadi citra digital. Alat digitasi ini dapat berupa penjelajahan solid-state yang menggunakan matrik sel yang sensitif terhadap cahaya yang masuk, dimana citra yang direkam maupun yang digunakan mempunyai kedudukan atau posisi yang tetap. Alat masukan citra yang digunakan adalah kamera CCD Charge coupled Device atau juga menggunakan kamera digital, dimana sensor citra dari alat ini menghasilkan citra berupa citra analog sehingga dibutuhkan proses digitasi dengan menggunakan alat digitasi. Perangkat pengolahan citra terdiri dari perangkat keras hardware dan perangkat lunak software. Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga komputer baik yang multiguna atau dari jenis khusus yang dirancang untuk image processing digital. Proses pengolahan citra umumnya dilakukan dari piksel ke piksel yang bersifat paralel. Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB red, green, blue, model CMYK Cyan, Magenta, Yellow, YcbCr Luminase serta dua komponen kromasi Cb dan Cr, dan HSI Hue, Saturation, Imtensity. Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan Ahmad, 2005 Salah satu cara yang mudah untuk menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga komponen warna tersebut. Normalisasi perlu dilakukan terutama bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tiap komponen warna pokok yang telah dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai untuk setiap komponen warna dapat dibandingkan satu sama lainnya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang berbeda. Model warna RGB dapat dinormalisasi dengan rumus sebagai berikut: Indeks warna merah I Red = Indeks warna hijau I Green = Indeks warna biru I Blue = Nilai R, G dan B masing-masing berupa besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau dan biru. Nilai warna hasil normalisasi ini kemudian ditafsirkan dengan melihat besarannya dimana apabila ketiga komponen yang telah dinormalkan ini, katakanlah masing-masing menjadi indeks warna merah R, hijau G dan biru B, mempunyai nilai yang sama 13 maka objek tidak berwarna. Bila R lebih besar daripada G dan B maka objek bewarna merah, dan seterusnya. Warna merah murni akan mempunyai nilai R yang sama dengan satu, sementara dua indeks lainnya bernilai nol.

2.5. Rayap kayu kering