Dangerously, ia sering menukar data-data yang ia kumpulkan untuk mendapatkan
fasilitas teleks untuk mengirimkan berita. 2.3.4 Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat waktu itu terlibat perang Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunis. Peranan CIA dalam hal ini
sebatas memberikan 50 juta rupiah nilai uang saat itu kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika Serikat
pada bulan-bulan menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Soekarno ke dalam konfrontasi Indonesia-
Malaysia. Menurut salah satu sumber bahwa peran Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, dapat dilihat dari telegram duta besar Green ke Washington tanggal 8
Agustus 1965 yang mengeluh karena usahanya melawan propaganda anti Amerika Serikat di Indonesia tidak berhasil dan tidak berguna.
Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober 1965, agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang tak masuk akal karena
situasi politik Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, hingga akhir Oktober 1965 masih terjadi kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Bali dilakukan oleh PKI, NU, atau PNI. Sumber lain, terutama dari kalangan korban insiden ini, menyebutkan bahwa Amerika Serikat menjadi aktor di balik layar, dan
setelah dekrit Supersemar, Amerika Serikat memberikan nama-nama anggota PKI kepada militer untuk dibunuh. Namun hingga sekarang kedua sumber di atas tidak
punya banyak bukti fisik.
2.3.5 Isu Bung Karno Sakit
PKI telah mengetahui persiapan-persiapan pembentukan rezim militer, lalu mengusulkan pendirian angkatan ke lima, di dalam angkatan bersenjata, terdiri dari
para pekerja dan petani yang dipersenjatai. Bukan memperjuangkan mobilisasi massa
Universitas Sumatera Utara
yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang, kepemimpinan PKI malah berusaha membatasi gerakan massa yang makin mendalam
pada batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka di depan para jendral berusaha meyakinkan bahwa usul PKI itu akan
memperkuat negara. Aidit melaporkan ke komite sentral PKI bahwa Nasakomisasi Angkatan Bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja sama mendirikan
angkatan ke lima. Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Bulan Mei 1965, polit biro PKI masih mendorong ilusi
bahwa aparat militer dan negara sedang diubah untuk mempersempit aspek anti rakyat dalam alat-alat negara.
2.3.6 Isu Masalah Tanah Dan Bagi Hasil
Pada tahun 1960 terbit Undang-Undang Pokok Agraria UUPA dan Undang- Undang Pokok Bagi Hasil sebagai kelanjutan dari Panitia Agraria yang menghasilkan
Undang-Undang Pokok Agraria terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai organisasi massa tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik saat itu. Namun
tak ada yang melaksanakan undang-undang itu di daerah sehingga timbul gesekan- gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang terkena
UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya yang dibacking aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini adalah peristiwa Bandar Betsi
di Sumatra Utara dan peristiwa di Klaten, sebagai aksi sepihak dan kemudian militer menggunakannya sebagai dalih untuk membersihkannya. Sementara di Jawa Timur
juga terjadi keributan antara PKI dengan NU, PERSIS, dan Muhammadiyah, bahkan hamper di semua tempat di Indonesia. Kiai-kiai NU yang kebanyakan tuan tanah
menolak gerakan PKI membagi-bagikan tanah kepada petani yang tak punya tanah. Di beberapa tempat PKI mengancam akan menyembelih para kiai setelah tanggal 30
September 1965 ini membuktikan seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta
30 September 1965.
Universitas Sumatera Utara
2.3.7 Faktor Malaysia