Faktor Malaysia SUASANA PERUBAHAN POLITIK ORDE LAMA MENUJU ORDE BARU

2.3.7 Faktor Malaysia

Konfrontasi Indonesia-Malaysia, saat negara federal Malaysia baru terbentuk tanggal 16 September 1963, menyebabkan kedekatan Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang bergabung dalam gerakan G 30 S PKI atau Gestok, juga akhirnya menyebabkan PKI menculik dan membunuh para petinggi Angkatan Darat.Sejak demonstrasi-demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur di mana para demonstran menyerbu gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia, merobek-robek photo Bung Karno, membawa lambang Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdurrahman, Perdana Mentri Malaysia saat itu dan memaksanya menginjaknya. Amarah Bung Karno terhadap Malaysia meledak. Bung Karno mengutuk tindakan Tunku Abdurrahman dan penghinaan terhadap Indonesia itu, lalu membalasnya dengan gerakan Ganyang Malaysia. Perintah Bung Karno kepada Angkatan Darat untuk mengganyang Malaysia ditanggapi dingin oleh para jendral saat itu. Di satu pihak Letnan Jendral Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu Inggris dengan anggapan tentara Indonesia saat itu tidak memadai dalam skala tersebut. Sedangkan Kepala Staf Angkatan Darat Jendral A. H. Nasution menyetujui usulan Bung Karno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini ditunggangi PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik Indonesia. Posisi Angkatan Darat saat itu serba salah karena mereka tidak yakin dapat mengalahkan Inggris, dan mereka akan menghadapi Bung Karno yang akan mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih berperang setengah hati di Kalimantan. Brigadir Jendral Supardjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi tidak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang. Operasi gerilya di Malaysia gagal, padahal sebenarnya tentara Indonesia sangat mahir dalam perang Universitas Sumatera Utara gerilya.Mengetahui tentara Indonesia tak mendukungnya, Bung Karno kecewa dan mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya kepada Malaysia. Bung Karno dalam otobiografinya, mengakui bahwa ia seorang yang memiliki harga diri sangat tinggi, dan tak ada yang dapat dilakukan untuk merubah keinginannya mengganyang Malaysia. PKI menjadi pendukung utama gerakan Ganyang Malaysia yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek neokolonialisme, PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, motif PKI mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis. Dari sebuah dokumen rahasia badan intelijen Amerika Serikat CIA yang baru dibuka tanggal 13 Januari 1965 menyebutkan adanya percakapan santai Bung Karno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia sehingga tidak bisa menindak tegas mereka. Namun Bung Karno pun menegaskan bahwa suatu waktu giliran PKI akan tiba. Bung Karno berkata,Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu...Untukku Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang. Kedudukan PKI semakin kuat dan menjadi ancaman serius bagi para penantangnya, ditambah hubungan internasional PKI dengan partai komunis sedunia, khususnya dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow- Pyongyang-Phnom Penh. Soekarno mengetahui hal ini, tetapi mendiamkannya karena ia masih meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang tengah berlangsung, karena posisi Indonesia melemah di lingkungan internasional sejak ke luar dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa pada 20 Januari 1965.

2.3.8 Gerakan 30 September 1965