Asumsi Penangkapan Dan Pembunuhan Angkatan 66

Indonesia.Pendirian mereka mendapat pujian dari rezim Soeharto. Parlemen Indonesia menegesahkan resolusi tanggal 11 Februari 1966, menyatakan penghargaan penuh atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni Sovyet dan negara-negara lain di konferensi solidaritas negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisasi usaha-usaha para kontra revolusioner gerakan 30 September, dan para pemimpin serta pelindung mereka, untuk campur tangan terhadap urusan dalam negri Indonesia.

2.3.9 Asumsi Penangkapan Dan Pembunuhan

Pada bulan-bulan setelah peristiwa G 30 S - PKI, mereka yang dianggap simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui, ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi untuk diinterogasi dan disiksa tanpa perlawanan. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah bulan Oktober, Jawa Timur bulan November, dan Bali bulan Desember 1965. Tidak diketahui dengan pasti berapa orang dibantai? Perkiraan konservatif menyebutkan 500 ribu orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga setidaknya satu juta orang menjadi korban bencana kemanusiaan enam bulan pasca kudeta itu. Tentara menghasut dan membantu kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap kanan seperti barisan Anshor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakuakan pembunuhan missal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya sampai di tempat-tempat tertentu terbendung mayat. Sewaktu regu-regu militer yang didukung CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan dengan keji membantai mereka, majalah Time saat itu memberitakan, Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala besar sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi sangat serius di Sumatra Utara, di mana udara lembab membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang terbendung mayat-mayat. Transportasi sungai terhambat secara serius.. Di Universitas Sumatera Utara Bali, yang sebelum peristiwa G 30 S dianggap sebagai kubu PKI, sedikitnya 35.000 orang menjadi korban di awal tahun 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elit PNI adalah pelaku pembunuhan ini.Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. 40

2.3.10 Angkatan 66

Di kota- kota besar perburuan rasialis anti Tionghoa terjadi. Para pekerja dan pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat. Diperkirakan sekitar 110.000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir tahun 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan, termasuk terhadap belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tahanan politik, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman, dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu. Jauh sebelum pemberontakan GestapuPKI, sudah ada pihak dan golongan anti komunis, baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Golongan-golongan itu antara lain adalah beberapa perwira Angkatan Darat, tokoh-tokoh Islam seperti bekas-bekas anggota Masyumi, HMI, PII, kalangan muda NU dan Muhammadiyah,bekas-bekas anggota PSI, tokoh-tokoh tertentu, KatholikPMKRI, SOKSI, dan lain-lain, secara naluriah, kelompok inilah yang paling cepat terpanggil untuk memerangi PKI.Sulastomo, ketua umum Pengurus Besar HMI saat itu, bersama Syarifuddin Harahap, pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi langsung menghubungi Subchan Z. E. ketua PBNU yang dekat angkatan muda, untuk menilai situasi dan menentukan sikap bersama. 41 40 ibid Atas inisiatif Subchan Z. E., diadakan rapat umum pertama untuk menentang, mengutuk GestapuPKI, menuntut pembubaran PKI dan antek-anteknya, di Taman Sunda Kelapa, Jakarta tanggal 4 Oktober 1965. Sore harinya, Subchan Z. E.bersama tokoh-tokoh anti komunis membentuk badan yang mengkoordinasikan aksi-aksi penumpasan PKI di kalangan sipil, yang dinamakan 41 Cosmas Batubara.2007. Sebuah Otobiografi Politik Kompas : Jakarta hal.88 Universitas Sumatera Utara Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gestapu disingkat KAP Gestapu, merupakan kesatuan aksi pertama di Indonesia yang bertujuan menghancurkan komunisme di Indonesia, dengan alamat pejabatnya di Jl. Sam Ratulangi No. 1 Sekretariat PMKRI dan juga Jl. Banyumas No. 4 rumah Subchan Z. E.. KAP Gestapu ini didukung NU, Partai Katholik, Muhammadiyah, Angkatan Muda Muhammadiyah, GP Anshor, IPKI, HMIKAHMI yang ikut dalam susunan pengurus KAP-Gestapu adalah Syarifuddin Harahap Biro Keuangan, Ismael Hasan Metareum, Marie Muhammad, Dahlan Ranumihardja, dan Sulastomo anggota. KAP- Gestapu menjadi dapur pemikiran untuk menilai setiap perkembangan situasi dan mengolahnya menjadi berbagai program aksi, mulai dari aksi jalanan demonstrasi sampai pada pengiriman petisi dan utusan kepada lembaga yang berkepentingan. KAP-Gestapu memperkenalkan dan memulai aksi-aksi jalanan dan demonstrasi yang kemudian menjadi program rutin seluruh kesatuan aksi lainnya. Sejalan dengan itu, seluruh kantor induk pejabat PKI dan organisasi pendukungnya, dihancurkan oleh kelompok-kelompok PII, HMI, dan Pemuda Muhammadiyah, atau diserahkan kepada militer.Setelah tanggal 1 Oktober 1965 dan beberapa bulan berikutnya terjadi perubahan situasi yang luar biasa di dalam konstelasi politik di Indonesia. Dampaknya sangat terasa di dunia kampus. Bukan saja karena gelombang- gelombang politik selalu memukul-mukul dinding kampus, juga karena peranan mahasiswa sangat menonjol dalam peristiwa di sekitar peralihan 1965-1966. Berbagai aksi demonstrasi terjadi terus-menerus pada bulan-bulan terakhir 1965, menjadi salah satu indikator ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah, khususnya dalam menuntaskan krisis politik akibat G 30 S 1965. Krisis politik belum selesai, pemerintah pada tanggal 22 November 1965 memperparah krisis bidang ekonomi dengan menaikkan harga bensin dari Rp 4 per liter menjadi Rp 250 per liter. Sehingga berbagai harga kebutuhan pokok dan tarif angkutan umum melonjak. Indeks biaya hidup meningkat tajam dari 22.651 menjelang bulan November menjadi 36.347 menjelang bulan Desember 1965. Ekonomi masyarakat Indonesia waktu itu sangat rendah sehingga melemahkan dukungan rakyat kepada Universitas Sumatera Utara Soekarno dan PKI. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan ganyang Malaysia yang dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.Inflasi yang mencapai 650 membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan dalam kenaikan harga ini adalah keputusan Soeharto-Nasution untuk menaikkan gaji tentara 500 dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa sehingga mereka kabur. Akibat inflasi, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, dan bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya, mereka juga memakai pakaian dari bahan karung. Belum sempat Indonesia sembuh dari berbagai luka politik, ekonomi, dan dampak yang disebabkan oleh peristiwa G 30 S 1965 masih menjadi trauma berkepanjangan bagi bangsa Indonesia, pada tanggal 3 Januari 1966 pemerintah menaikkan harga BBM. Harga bensin dinaikkan lagi secara drastis menjadi Rp 1.000,00 per liter. Minyak tanah yang menjadi kebutuhan rakyat Indonesia juga harganya naik menjadi lebih dari 100, dari seratus lima puluh rupiah per liter menjadi empat ratus rupiah per liter. Diikuti kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok dan tarif angkutan. Tarif bis, kereta api, dan pesawat terbang naik hingga 500, tarif pos dan telekomunikasi naik hingga sepuluh kali lipat. Kenaikan harga BBM dan berbagai harga kebutuhan pokok yang menyengsarakan rakyat ini mengundang reaksi keras dari berbagai pihak, terutama dari para mahasiswa yang tampil menjadi moral force rakyat Indonesia. Pada tahun 1965-1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan mendirikan Orde Baru. Gerakan ini disebut Angkatan 66, sebagai awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan.Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu antara lain Cosmas Batubara Ketua Presidium KAMI Pusat, Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi, ketiganya dari PMKRI, Akbar Tanjung dari HMI, dan lain-lain. Angkatan 66 mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil Universitas Sumatera Utara membangun kepercayaan untuk mendukung mahasiswa menentang komunis yang ditukangi PKI. 42

2.3.11 Lahirnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia