Gerakan 30 September 1965 SUASANA PERUBAHAN POLITIK ORDE LAMA MENUJU ORDE BARU

gerilya.Mengetahui tentara Indonesia tak mendukungnya, Bung Karno kecewa dan mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya kepada Malaysia. Bung Karno dalam otobiografinya, mengakui bahwa ia seorang yang memiliki harga diri sangat tinggi, dan tak ada yang dapat dilakukan untuk merubah keinginannya mengganyang Malaysia. PKI menjadi pendukung utama gerakan Ganyang Malaysia yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek neokolonialisme, PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, motif PKI mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis. Dari sebuah dokumen rahasia badan intelijen Amerika Serikat CIA yang baru dibuka tanggal 13 Januari 1965 menyebutkan adanya percakapan santai Bung Karno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia sehingga tidak bisa menindak tegas mereka. Namun Bung Karno pun menegaskan bahwa suatu waktu giliran PKI akan tiba. Bung Karno berkata,Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu...Untukku Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang. Kedudukan PKI semakin kuat dan menjadi ancaman serius bagi para penantangnya, ditambah hubungan internasional PKI dengan partai komunis sedunia, khususnya dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow- Pyongyang-Phnom Penh. Soekarno mengetahui hal ini, tetapi mendiamkannya karena ia masih meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang tengah berlangsung, karena posisi Indonesia melemah di lingkungan internasional sejak ke luar dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa pada 20 Januari 1965.

2.3.8 Gerakan 30 September 1965

Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jendral yang mengungkapkan bahwa beberapa petinggi Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno dan berniat menggulingkannya. Menanggapi isu ini Soekarno disebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa menangkap dan membawa mereka untuk diadili. Seluruh akumulasi kekuatan PKI menyimpulkan bahwa mereka telah Universitas Sumatera Utara siap merebut kekuasaan, dan tinggal menunggu waktu. Dalam bahasa isyarat PKI menyebut kondisi dan kekuatan itu dengan, Ibu telah hamil tua., tinggal menunggu saat-saat melahirkan, waktunya tak lama lagi.PKI telah menyiapkan tiga pasukan utama, yaitu pasukan Pasopati yang bertugas menculik dan membunuh para jendral Angkatan Darat yang berlawanan dengan PKI. Pasukan Pringgodani bertugas menguasai lapangan udara Halim Perdana Kusuma dan sarana-sarana penting politik dan ekonomi. 39 1. Letnan Jendral TNI Ahmad Yani MentriPanglima Angkatan DaratKepala Staf Komando Operasi Tertinggi. Pasukan Bima Sakti bertugas menguasai sekitar Monas, Istana Negara, Radio Republik Indonesia, dan Telekomunikasi, dan tempat-tempat strategis lain. Pada tanggal 30 September 1965 terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap enam pejabat tinggi militer Indonesia, seorang perwira pertama, dan beberapa orang lain, dalam suatu usah pemberontakan atau kudeta yang dituduhkan kepada para anggota PKI.Ke enam pejabat tinggi Angkatan Darat yang dibunuh tersebut adalah : 2. Mayor Jendral R. Suprapto Deputi II Mentri Panglima Angkatan Darat bidang Administrasi. 3. Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono Deputi III MentriPanglima Angkatan Darat bidang Perencanaan dan Pembinaan 4. Mayor Jendral Suwondo Parman Asisten I MentriPanglima Angkatan Darat bidang Intelijen. 5. Brigadir Jendral Donald Izaacus Panjaitan Asisten IV MentriPanglima Angkatan Darat bidang Logistik 6. Brigadir Jendral Sutoyo Siswomihardjo Inspektur KehakimanOditur Jendral Angkatan Darat. Jendral TNI Abdul Haris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Tetapi, putrinya, Ade Irma Suryani 39 Tim Penyusun.1950. Terminologi sejarah, DEPDIKBUD, Jakarta : CV. DEFIT PRIMA KARYA Universitas Sumatera Utara Nasution, dan ajudannya, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean gugur dalam peristiwa itu. Ada beberapa orang lain yang menjadi korban,yaitu : 1. Bripka Karel Satsuit Tubun pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Mentri II dr. J. Leimana 2. Kolonel Katamso Darmokusumo Komandan Korem 072Pamungkas Yogya. 3. Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto Kepala Staf Umum Korem 072Pamungkas Yogya.Para korban yang di Jakarta jenazahnya dibuang ke suatu lokasi sumur tua di daerah Lubang Buaya, Pondok Gede. Mayat mereka ditemukan pada tanggal 3 Oktober 1965. Pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 07.00 waktu Indonesia bagian Barat, PKI mengumumkan melalui siaran RRI Pusat, tentang pembentukan gerakan perjuangan yang berfungsi sebagai pemerintahan sementara, yang disebut Gerakan 30 September, yang dalam praktek sehari-hari dilaksanakan oleh Dewan Revolusi Indonesia, akan dibentuk Dewan Revolusi Propinsi, Dewan Revolusi Kabupaten, Dewan Revolusi Kecamatan. Menurut pengamat sejarah, PKI dengan cepat membentuk Dewan Revolusi yang terdiri dari 45 orang, lima di antaranya bertindak sebagai presidium, selebihnya sebagai anggota. Tetapi hasil pemberontakan mereka hanya sampai pada tahap ini. Karena sebelum mereka dapat menguasai berbagai posisi dan lokasi pengambila keputusan serta proyek vital, mereka telah kehabisan energi dan akhirnya keadaan berbalik kea rah kehancuran mereka. Soekarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner para pemberontak dengan berpindah ke pangkalan udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Kesalahan kecil tetapi berpengaruh pada tahap operasi militer Gerakan 30 September 1965 adalah lolosnya Jendral A. H. Nasution dan tidak diperhitungkannya Komando Universitas Sumatera Utara Strategi Angkatan Darat KOSTRAD yang dipimpin Mayor Jendral Soeharto. Dua Jendral yang kurang diperhitungkan inilah yang menjadi motor dan lokomotif penghancuran PKI. Mayor Jendral Soeharto langsung mengontak Panglima Angkatan Laut, Panglima Angkatan Kepolisian, Komandan Batalyon Kujang Siliwangi di Bandung, dan menggerakkan pasukan elit Resimen Para Komando Angkatan Darat RPKAD untuk merebut RRI Pusat dan Gedung Telkom. Pada pukul 19.00WIB tanggal 1 Oktober 1965, Soeharto sudah tampil berbicara di corong radio, mengumumkan bahwa GestapuPKI dan Dewan Revolusioner adalah makar dan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah, dan meminta rakyat tidak melibatkan diri dalam pemberontakan tersebut. Inilah pertama kalinya seorang jendral menegaskan siapa kawan, siapa lawan, meminta rakyat menghancurkan pemberontakan tersebut. Tanggal 6 Oktober 1965 Soekarno menghimbau rakyat menciptakan persatuan nasional, yaitu persatuan antara Angkatan Bersenjata dengan para korbannya dan penghentian kekerasan. Biro politik dan komite senttral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung Pemimpin Revolusi Indonesia dan tidak melawan Angkatan Bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di Koran CPA bernama Tribune. Tanggal 12 Oktober 1965, para pemimpin Uni Sovyet Brezhnev, Mikoyan, dan Kosygin, mengirim pesan khusus untuk Soekarno, Kita dan rekan-rekan kita bergembira mendengar bahwa kesehatan Anda telah membaik... Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato Anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tenang dan menghindari kekacauan.Himbauan akan dimengerti secara mendalam. Tanggal 16 Oktober 1965, Soekarno melantik Mayor Jendral Soeharto menjadi MentriPanglima Angkatan Darat di Istana Negara. Dalam Konferensi Tiga Benua di Havana bulan Februari 1966, perwakilan Uni Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka menghindari pengotakan atas penangkapan dan pembunuhan orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Universitas Sumatera Utara Indonesia.Pendirian mereka mendapat pujian dari rezim Soeharto. Parlemen Indonesia menegesahkan resolusi tanggal 11 Februari 1966, menyatakan penghargaan penuh atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni Sovyet dan negara-negara lain di konferensi solidaritas negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisasi usaha-usaha para kontra revolusioner gerakan 30 September, dan para pemimpin serta pelindung mereka, untuk campur tangan terhadap urusan dalam negri Indonesia.

2.3.9 Asumsi Penangkapan Dan Pembunuhan