Skema Biaya A Skema Biaya B Simulasi lamanya waktu dibutuhkan untuk melaksanakan rehabilitasi skenario-2

Lampiran 41. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-2 Lampiran 42. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-3 Lampiran 43. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-4 Lampiran 44. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-5 229 Lampiran 45. Validasi Model SCS untuk Aliran Permukaan VALIDASI MODEL SCS Two-Sample T-Test and CI: Qobserved_1, Qestimated_1 Two-sample T for Qobserved_1 vs Qestimated_1 N Mean StDev SE Mean Qobserved_1 12 1.636 0.271 0.078 Qestimated_1 12 1.371 0.444 0.13 Difference = mu Qobserved_1 - mu Qestimated_1 Estimate for difference: 0.265285 95 CI for difference: -0.050095, 0.580665 T-Test of difference = 0 vs not =: T-Value = 1.77 P-Value = 0.094 DF = 18 Data validasi model SCS antara pengamatan observed dan pendugaan estimated Bulan Observed Estimated Observed Estimate Jan 93.83883 108.94 1.972383 2.037176 Feb 117.1877 48.96 2.068882 1.689861 Mar 121.6536 55.98 2.085125 1.748041 Apr 68.70207 14.80 1.83697 1.170178 Mei 34.55461 16.66 1.538506 1.221614 Jun 31.60139 14.83 1.499706 1.171024 Jul 27.34956 31.16 1.43695 1.493541 Agu 27.34956 1.68 1.43695 0.226431 Sep 25.95341 37.31 1.414194 1.571863 Okt 26.47247 25.63 1.422794 1.408744 Nov 28.54036 26.45 1.455459 1.422493 Des 28.96991 19.30 1.461947 1.28548 Transformasi Log ABSTRACT SLAMET BUDI YUWONO. The Development of Sustainable Water Resources of Way Betung Watershed, Bandar Lampung City. Under supervision by NAIK SINUKABAN, KUKUH MURTILAKSONO and BUNASOR SANIM. Way Betung watershed is one of the most potential watersheds as water supplier in Lampung Province and the most potential water resources for Bandar Lampung City particularly for potable water provided by regional water supplier company PDAM. The ever increasing population and economic activities in Bandar Lampung City resulted in the increasing need of clean water. However, over time, the conditions of Way Betung watershed as water resources supplier have been declined. Therefore, to improve or to restore the conditions of Way Betung watershed, the forest and land rehabilitations programs are necessary. Thus research was aimed: a to study the impact of land use change in Way Betung watershed on its potential as water resources supplier of Bandar Lampung City, b to study the economic value of Way Betung water resources c to formulate sustainable water resources development plan of Way Betung watershed. The impact of land use change on the Way Betung water resources was analyzed by a regression method, and the annual economic value of water resources was analyzed by Willingness to Pay WTP method. The development plan of sustainable water resources of Way Betung watershed was arranged in five scenarios. To determine the best scenario, the simulations of the erosion level by the USLE method and the runoff volume by the SCS method were performed. The results showed that the land use change of Way Betung watershed 1991-2006 resulted in the increasing of the annual run off coefficient, the maximum daily discharge Q max, and the decreasing of the daily minimum discharge Q min, as well as the increasing of the river discharge fluctuation. The total annual economic value of water resources of Way Betung watershed was Rp101.1 billionyear and the total willingness to pay value for the rehabilitation of Way Betung watershed was Rp1.5 billionyear, which were derived from PDAM sector, tourism, water mineral companies, households and paddy field farmers in the upstream watershed. The best development of sustainable water resources of Way Betung watershed was the scenario-4 the forest as much as 30 of watershed areas + alley cropping on mixed farms. Scenario-4 will reduce the erosion to lower than the tolerable soil loss TSL, will decrease the fluctuation of monthly run off from 64.7 to 30.9, and the forest rehabilitation will be achieved in the best time 10 years with a scheme-B. Therefore, economically the water users community are willing to pay the rehabilitation costs WTP and socially it is accepted by the society. Key Words: erosion, forest rehabilitation, land use change, run off fluctuation, sustainability, and water resources. RINGKASAN SLAMET BUDI YUWONO. Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung dengan komisi pembimbing NAIK SINUKABAN sebagai ketua, KUKUH MURTILAKSONO, dan BUNASOR SANIM sebagai anggota. DAS Way Betung merupakan sumberdaya air yang penting, dimana sungai Way Betung merupakan pemasok utama air baku bagi perusahaan daerah air minum PDAM untuk memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Luas DAS Way Betung 5.260 ha, sekitar 51 berada dalam kawasan hutan Tahura sisanya 49 merupakan kawasan budidaya. Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas perekonomian Kota Bandar Lampung menyebabkan kebutuhan air bersih semakin besar, bahkan diperkirakan sejak tahun 2002 telah terjadi defisit air bersih. Kondisi DAS Way Betung saat ini semakin memprihatinkan, hal ini ditandai dengan menurunnya debit rata-rata minimum dari 1,1 m 3 det 1997 menjadi 0,9 m 3 det 2002. Kondisi tersebut menyebabkan PDAM kekurangan air baku terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lain pertanian, kebun campuran, semak dan permukiman yang disebabkan oleh tekanan penduduk terhadap lahan, perambahan hutan 23,7, dan kegiatan hutan kemasyarakatan HKm. Untuk itu diperlukan perbaikan dan pengembangan DAS Way Betung agar ketersediaan air bagi Kota Bandar Lampung terjamin. Perbaikan atau rehabilitasi kerusakan sumberdaya air DAS Way Betung membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Alternatif pengembangan berkelanjutan yang dikaji dalam penelitian ini melalui konsep pendekatan rehabilitasi DAS dengan pembiayaan bersama cost sharing. Untuk itu, diperlukan pengkajian potensi dana rehabilitasi hutan DAS yang berasal dari para pemanfaat sumberdaya air DAS Way Betung. Besarnya kesediaan membayar willingness to pay biaya rehabilitasi dari para pemanfaat sumberdaya air akan digunakan untuk merancang rehabilitasi DAS Way Betung. Pemanfaat utama air DAS Way Betung adalah PDAM, industri air minum dalam kemasan AMDK, wisata dan rumah tungga hulu serta pertanian sawah di hulu. Penelitian bertujuan : a mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologisumberdaya DAS Way Betung b mengkaji nilai ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung c menyusun pengembangan perencanaan sumberdaya air berkelanjutan DAS Way Betung. Untuk melihat dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologisumberdaya air dilakukan analisis regresi, untuk menduga nilai ekonomi sumberdaya air digunakan metode Willingness to Pay WTP. Besarnya erosi setiap pengembangan skenario diduga dengan metode USLE A=RKLSCP Weischmeier dan Smith, 1978 dan besarnya volume aliran permukaan bulanan diduga dengan metode SCS Arsyad, 2006. Penentuan skenario pengembangan terbaik dengan pertimbangan ekologis, yaitu memiliki nilai erosi TSL Tolerable Soil Loss dan fluktuasi debit aliran permukaan 30. Indikator penerimaan masyarakat secara sosial Social Acceptability terhadap skenario pengembangan dianalisis dari persentase responden yang bersedia membayar biaya rehabilitasi dari setiap sektor pengguna air. Selain pertimbangan ekologis erosi dan aliran permukaan, pertimbangan ekonomi dan sosial, alternatif pengembangan terpilih adalah yang membutuhkan waktu implementasi yang paling rasional baik. Pengembangan skenario perencanaan sumberdaya air berkelanjutan disusun sebagai berikut: Skenario-1: kondisi DAS Way Betung saat ini existing; Skenario-2 : pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung berdasarkan UU Kehutanan No.41 tahun 1999 pasal 18, bagian hulu DAS dengan penggunaan lahan hutan harus dipertahankan minimal 30 tiga puluh persen; Skenario-3 : pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung disusun berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu sesuai pasal 5 2, yang menyatakan penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya skenario-3 ini, semua kawasan lindunghutan harus direhabilitasi dihutankan kembali; Skenario-4 : penerapan skenario-2 ditambahkan tindakan konservasi tanah agroteknologialley cropping pada penggunaan lahan kebun campuran, dan Skenario-5 : penerapan skenario-3 ditambahkan tindakan konservasi tanah agroteknologialley cropping pada penggunaan lahan pertanian lahan kering. Skema pembiayaan kegiatan rehabilitasi terbagi 2 dua yaitu : Model-A dana rehabilitasi hanya bersumber dari pengguna air PDAM dan Model-B dana rehabilitasi bersumber dari semua sektor pengguna air PDAM, industri AMDK, wisata, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah hulu. Biaya satuan unit cost rehabilitasi hutan menggunakan acuan Harga Satuan Kegiatan Bidang RLPS tahun 2007 dari Dirjen RLPS Departemen Kehutanan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: a Penggunaan lahan berupa hutan DAS Way Betung dari 979,3 ha 16,7 tahun 1991, menjadi 508,1 ha 9,7 tahun 1999 dan 377,1 ha 7,2 tahun 2006. Penggunaan lahan berupa kebun campuran meningkat demikian juga dengan permukiman, sedangkan penggunaan lahan berupa lahan kering cenderung tetap, dan penggunaan lahan berupa semak belukar berfluktuasi. b Perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung 1991-2006 terutama penurunan luas hutan dan peningkatan luas kebun campuran mengakibatkan peningkatan koefisien aliran permukaan tahunan C dari 48,6 1991-1995 menjadi 61,6 2002-2006, peningkatan debit maksimum rata-rata harian Qmax, menurunkan debit minimum rata-rata harian Qmin, dan peningkatan fluktuasi debit sungai. c Nilai ekonomi total tahunan sumberdaya air DAS Way Betung sebesar Rp.101,1 Milyartahun, merupakan kontribusi sektor PDAM Rp.38,1 Milyartahun, sektor wisata Rp.5,3 Milyartahun, sektor AMDK Rp.55,4 Milyartahun, sektor rumah tangga hulu Rp.2,3 Milyartahun dan sektor pengguna air pertanian padi sawah hulu Rp.4,2 Jutatahun. d Nilai kesediaan membayar WTP biaya rehabilitasi sebesar Rp.1,54 Milyartahun yang merupakan kontribusi sektor PDAM Rp.958,5 Jutatahun, sektor wisata Rp.131,4 Jutatahun, sektor AMDK Rp.429,7 Jutatahun, sektor rumah tangga hulu Rp.26,3 Jutatahun, dan sektor pengguna air pertanian padi sawah hulu Rp.162.960,2tahun. e Pengembangan sumberdaya air berkelanjutan skenario-4 30 hulu DAS berupa hutan + agroteknologi alley cropping pada kebun campuran merupakan scenario pengembangan yang terbaik, karena mampu menurunkan erosi hingga lebih rendah dari TSL dan menurunkan aliran fluktuasi permukaan hingga 30,9 serta penerapannya membutuhkan waktu yang terbaik 10 tahun dengan Skema-B, secara ekonomi cukup layak karena tersedia dana rehabilitasi dari masyarakat pengguna air WTP, serta secara sosial dapat diterima oleh masyarakat pengguna air. Kata kunci: erosi, fluktuasi aliran permukaan, perubahan penggunaan lahan, kemauan untuk membayar willingnes to pay dan sumberdaya air berkelanjutan PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi. Berdasarkan UU Sumberdaya Air SDA No. 7 tahun 2004, pasal 5 dinyatakan bahwa “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhannya yang sehat, bersih dan produktif ”. Hal ini berarti negara wajib menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan air, kerusakan sumberdaya air juga tidak dapat dihindari. Apabila tidak segera diatasi maka hal ini berpotensi menyebabkan kelangkaan air water scarcity di masa yang akan datang. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh: a pertumbuhan penduduk, b pertumbuhan sektor industri dan sektor-sektor lainnya, dan c peningkatan aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor industri maupun sektor lainnya akan meningkatkan permintaan kebutuhan air dalam jumlah yang cukup besar. Peningkatan kebutuhan air ini tidak diimbangi oleh jumlah air yang tersedia, karena sumberdaya air di dunia termasuk di Indonesia jumlahnya relatif tetap. Aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan mempercepat kerusakan sumberdaya air sehingga berdampak terhadap penurunan ketersediaan air. Indonesia sebagai negara tropis basah mempunyai curah hujan yang cukup tinggi yaitu 4.000 mmtahun, namun beberapa daerah memiliki curah hujan yang rendah yaitu 800 mmtahun. Meskipun potensi curah hujan cukup tinggi, namun pada kenyataannya aliran dasar base flow yang terjadi secara kontinyu setiap tahun hanya sekitar 25 – 30 dari aliran permukaan total. Berdasarkan hasil perhitungan dari data curah hujan, ketersediaan air di Indonesia sebanyak 3.279 Milyar m 3 tahun sedangkan jumlah kebutuhan air sebesar 88,5 Milyar m 3 tahun Pawitan et al., 1997. 2 Apabila dinyatakan dalam nilai Indeks Ketersediaan Air IKA dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa pada tahun 2000, maka IKA Indonesia adalah sebesar 14.000 m 3 orangtahun. Namun demikian, apabila laju pertumbuhan penduduk tidak terkendali maka nilai IKA akan turun secara drastis hingga ambang toleransi sebesar 1.000 m 3 Provinsi Lampung memiliki sumberdaya alam cukup besar, antara lain memiliki luas daratan 35.376 km orangtahun Pawitan et al., 1997. 2 , panjang garis pantai 1.105 km pulau kecil, serta luas wilayah perairan 16.623,3 km 2 Kondisi topografi di Provinsi Lampung sangat beragam berkisar dari dataran sampai pegunungan. Kondisi demikian sangat potensial menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan erosi yang tinggi, yang pada gilirannya dapat menimbulkan dampak negatif baik pada lahan itu sendiri on site maupun wilayah hilirnya off site. Hal ini dapat terjadi manakala pemerintah daerah dan sektor swasta melakukan kegiatan ekploitasi sumberdaya alam khususnya sumberdaya lahan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang memadai tidak rasional. . Sebelah selatan dan barat merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur pegunungan Bukit Barisan Selatan dan merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Lampung. Bagian tengah dan timur relatif datar berupa rawa-rawa, dan sebagian lagi merupakan habitat mangrove. Sampai saat ini kondisi sumberdaya alam di Provinsi Lampung sudah sangat menghawatirkan akibat adanya berbagai kegiatan pembangunan yang kurang bijaksana. Umumnya bagian hulu daerah tangkapan air merupakan kawasan hutan, sehingga untuk memperkirakan degradasi sumberdaya air tidak dapat mengabaikan keberadaan dan kondisi hutan. Luas hutan di Provinsi Lampung 1.004.735 ha 30,3 dari luas daratan, tingkat kerusakan hutan khususnya di kawasan konservasi Taman Nasional, Cagar Alam, dan Tahura telah mencapai 43, hutan lindung 64, dan hutan produksi mencapai 80 Dinas Kehutanan Prov. Lampung, 2000. Kerusakan hutan tersebut diperkirakan mempengaruhi kondisi hidrologis DAS bersangkutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sinukaban 2007, bahwa penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir. 3 Selain itu, penerapan agroteknologi yang tidak sesuai atau kurang memadai dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir di bagian hilir. Keberadaan Kota Bandar Lampung memiliki peran yang sangat strategis, karena Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Sebagian besar kebutuhan air minum Kota Bandar Lampung dipasok oleh PDAM, dimana sumber air bakunya berasal dari sungai Way Betung. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas perekonomian Kota Bandar Lampung, maka kebutuhan air juga meningkat. Sementara itu, kondisi biofisik DAS Way Betung semakin menurun, hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya nilai rasio antara debit maksimum dan debit minimum QmaxQmin. Akibatnya pasokan air bagi masyarakat Kota Bandar Lampung semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Berkurangnya pasokan air dapat dilihat dari adanya pergiliran dan pembatasan pengaliran air kepada pelanggan PDAM di beberapa wilayah kecamatan di Kota Bandar Lampung. Bagian hulu DAS Way Betung merupakan kawasan konservasi, yaitu bagian dari Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman Tahura WAR. Tahura WAR ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.408KPTS-II93 tanggal 10 Agustus 1993, yang berisi tentang perubahan fungsi dan penunjukan kawasan hutan lindung Gunung Betung Register 19 seluas 22.244 ha menjadi Tahura, sebanyak 43 kawasan Tahura WAR telah mengalami kerusakan Dinas Kehutanan, 1998. DAS Way Betung memiliki luas 5.260 ha, seluas 2.710,0 ha 51 berada di dalam kawasan Tahura WAR dan seluas 2.550,0 ha 49 berada dalam kawasan budidaya atau areal penggunaan lain APL Lembaga Penelitian Unila, 1996. Saat ini DAS Way Betung kondisinya mulai memprihatinkan, hal ini ditandai dengan fluktuasi debit maksimumminimum DAS Way Betung relatif cukup besar 30 PU Pengairan Prov. Lampung, 1998. Akibatnya sungai Way Betung pada musim kemarau mengalami kekeringan dan pada musim hujan berpotensi menimbulkan banjir, hal ini mengganggu pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung, sehingga pada musim kemarau air PDAM tidak dapat mengalir secara terus-menerus. 4 Kondisi DAS Way Betung saat ini eksisting sangat komplek, dan secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : a Terjadinya perubahan penggunaan lahan. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di bagian hulu DAS Way Betung antara lain : 1 adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan perambahan hutan, hal ini diindikasikan dengan tingginya kepadatan penduduk di sekitar Tahura WAR termasuk didalamnya DAS Way Betung. Wilayah ini dikelilingi oleh 5 kecamatan yang memiliki 35 DesaKelurahan dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Kepadatan penduduk desakelurahan sekitar kawasan Tahura WAR baik secara absolut maupun pertanian relatif tinggi, dengan mata pencaharian utama pertanian 50,9 diikuti buruh sebesar 36,3 , sisanya dengan mata pencaharian lain-lain Setiawan, 2000. Sebagai akibat dari mata pencaharian utama masyarakat disektor pertanian, maka kebutuhan lahan pertanian sangat besar. Hal ini mengakibatkan bertambahnya jumlah perambah hutan. Keberadaan perambahan hutan diindikasikan dengan ditemukannya perladangan liar di Tahura WAR seluas 5.198 ha 23,4 Dinas Kehutanan, 1998. 2 adanya kegiatan Hutan Kemasyarakatan HKm, kegiatan HKm ini dilatarbelakangi dengan krisis ekonomimoneter yang melanda Indoensia pada tahun 19971998. Setelah melalui verifikasi dan klarifikasi, Departemen Kehutanan mengeluarkan Sertifikat Izin Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan Sementara dengan Surat Keputusan No. 21IVPHK-21999 tanggal 13 November 1999. Sertifikat diberikan kepada 7 tujuh Kelompok Pengelola dan Pelestari Hutan KPPH untuk mengelola Hutan Kemasyarakatan seluas 492,7 ha di kawasan Tahura WAR selama 5 lima tahun dengan berbagai ketentuan yang telah disepakati bersama. Lahan garapan KPPH tersebut berada di dalam DAS Way Betung. Adanya kegiatan perambahan hutan dan kegiatan HKm mengakibatkan meningkatnya luas lahan pertanian atau kebun campuran. Aktivitas petani perambah hutan dan kegiatan HKm pada umumnya belum menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air agroteknologi yang memadai. Kondisi demikian baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kondisi hidrologi DAS Way Betung menurun. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan debit minimum 5 rata-rata S. Way Betung dari 1,1 m 3 det tahun 1997 menjadi 0,9 m 3 b Defisit kebutuhan air bersih. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2006 sebesar 809.860 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,1 - 2,5 pertahun. Pertumbuhan industri tahun 2004 – 2006 meningkat sebesar 12,6 , yang ditunjukkan dengan peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB Kota Bandar Lampung sebesar 7,7 Bandar Lampung dalam Angka, 2004 dan 2006. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang demikian menyebabkan permintaan terhadap air bersih semakin meningkat dari tahun ke tahun, di sisi lain pasokan air oleh PDAM hanya mampu melayani 22,2 dari jumlah penduduk Kota Bandar Lampung. Lembaga Penelitian Unila 2003 melaporkan bahwa kebutuhan air bersih kota Bandar Lampung tahun 2002 sebanyak 36,4 Juta m det tahun 2002 Lembaga Penelitian Unila, 2003. 3 tahun, sedangkan pasokan dari PDAM 9,9 juta m 3 tahun, dan pasokan air tanah sebesar 20,9 Juta m 3 tahun, sehingga terjadi defisit sebesar -5,5 Juta m 3 tahun. Selanjutnya seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri, maka diperkirakan pada tahun 2010 defisit air bersih mencapai -16,1 Juta m 3 c Kontribusi pengguna air terhadap biaya rehabilitasi sumberdaya air. Salah satu manfaat ekonomi dari DAS Way Betung adalah nilai penggunaan langsung berupa nilai uang yang diperoleh dari pelanggan PDAM Kota Bandar Lampung. Tahun 2004 penerimaan PDAM sebesar Rp.13.629.281.380; dengan jumlah pelanggan sebanyak 28.744, selanjutnya tahun 2006 penerimaan PDAM sebesar Rp.16.073.406.261; dengan jumlah pelanggan sebanyak 33.411 Bandar Lampung Dalam Angka, 2004 dan 2006. Selain itu, di dalam DAS Way Betung juga terdapat Taman Wisata Bumi Kedaton TWBK, dimana secara tidak langsung memanfaatkan sumberdaya air untuk menarik pengunjungnya. Selain tempat wisata, terdapat industri Air Minum Dalam Kemasan AMDK yang menggunakan sumber air dari DAS Way Betung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 6 tahun 2007, tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta tahun. Akibat keterbatasan pasokan air bersih dari PDAM masyarakat membuat sumur gali dangkal maupun sumur bor dalam untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. 6 Pemanfaatan Hutan, menyatakan bahwa biaya rehabilitasi DAS dapat diambil dari jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi, termasuk didalamnya adalah pemanfaatan air Dephut, 2007. Pengguna air yang lainnya adalah masyarakat yang ada di bagian hulu, berupa penggunaan air untuk kepentingan rumah tangga dan pertanian padi sawah. Namun yang menjadi permasalahan adalah sampai saat ini belum ada metode acuanreferensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air Way DAS Betung. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang menyebabkan kerusakan sumberdaya air di DAS Way Betung adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian, kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di hulu DAS Way Betung. Penyebab perubahan penggunaan lahan tersebut antara lain adanya kegiatan perambahan hutan ilegal dan kegiatan HKm legal. Kegiatan pertanian di kawasan hulu DAS pada umumnya tidak menerapkan teknologi konservasi tanah dan air agroteknologi yang memadai, sehingga mempengaruhi kondisi biofisik DAS Way Betung. Selain itu, perubahan penutupan lahan diduga menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan run off coefficient, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kualitas fungsi hidrologi DAS Way Betung. 2. Terjadi kekurangan pasokan air bersih untuk Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di kawasan hulu DAS Way Betung. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatkan aliran permukaan. Akibat selanjutnya akan menurunkan debit rata-rata minimum sungai Way Betung, yang pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung. 3. Manfaat ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung yang digunakan oleh PDAM, Wisata, AMDK, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah sampai saat ini belum memberikan konstribusi Cost Sharing yang memadai untuk 7 kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini disebabkan karena belum adanya metodeacuanreferensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air DAS Way Betung. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung disajikan pada Gambar 1. Keberadaan DAS Way Betung sangat penting bagi Kota Bandar Lampung, dimana sungai Way Betung merupakan sumber utama air baku PDAM Kota Bandar Lampung. Namun saat ini kondisi hidrologi DAS Way Betung sudah mengalami degradasi, hal ini diindikasikan dengan penurunan debit minimum rata-rata, dan peningkatan fluktuasi debit Lembaga Penelitian Unila, 2003. Kerusakan DAS Way Betung antara lain disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan, dari lahan hutan menjadi lahan kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan ini, antara lain disebabkan adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan adanya kegiatan HKm di bagian hulu DAS tersebut. Aktivitas tersebut menyebabkan penurunan debit rata-rata minimal sungai Way Betung, sehingga pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Di lain pihak, pertumbuhan penduduk dan industri di bagian hilir menyebabkan pertambahan kebutuhan air bersih, sehingga PDAM pada saat ini hanya mampu melayani 22,2 kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Adanya peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Sesungguhnya perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan hutan menjadi penggunaan lainnya seperti, pertanian, kebun campuran, permukiman dan industri. Penggunaan lahan yang tidak bijaksanarasional akan menyebabkan curah hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan Run-Off yang terus hilang ke laut. Selain itu, dapat menyebabkan terjadi kelebihan air yang tidak termanfaatkan pada saat musim hujan banjir dan pada gilirannya terjadi kekeringan pada saat musim kemarau. 8 Lembaga Penelitian Unila 2003 melaporkan bahwa total kebutuhan air Kota Bandar Lampung tahun 2002 sebesar 36,4 Juta m 3 tahun terdiri dari kebutuhan rumah tangga 32,5 Juta m 3 tahun, fasilitas umum 0,05 juta m 3 tahun dan kebutuhan industrijasa 3,8 Juta m 3 tahun. Bandar Lampung memiliki curah hujan rata-rata 1.918,3 mmtahun, dengan asumsi curah hujan merata pada DAS Betung, maka potensi air tersedia adalah sebesar 90,5 Juta m 3 tahun. Apabila koefisien aliran permukaan diasumsikan sebesar 25 , maka potensi air yang dapat digunakan sebesar 67,9 Juta m 3 tahun, sehingga jumlah air tersebut dapat memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Namun pada kenyataaanya telah terjadi defisit air sebesar -5,5 Juta m 3 Pengelolaan DAS Way Betung sebagai sumberdaya air tidak dapat terlepas dari sistem pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Hal ini selaras dengan pernyataan Sinukaban 2006, bahwa pengelolaan sumberdaya air adalah upaya pengelolaan yang diarahkan untuk menyediakan air guna memenuhi kebutuhan yang beragam secara memadai baik dari segi kualitas, kuantitas, tempat, waktu maupun harga. Strategi pengelolaan DAS bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat sekaligus mengurangi banjir pada musim hujan, serta meningkatkan produktivitas pertanian tahun, yang berarti telah terjadi degradasi fungsi hidrologi DAS Way Betung. Terjadinya defisit air diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi tanah sehingga menurunkan pengisian recharge air bawah tanah ground water yang menjadi sumber air pada musim kemarau. Akibat selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aliran permukaan, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh akan mengalir dan langsung terbuang ke laut dalam waktu yang relatif pendek. Hal ini menimbulkan potensi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban 2007, bahwa berkurangnya infiltrasi ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali recharge air bawah tanah ground water juga berkurang yang mengakibatkan kekeringan dimusim kemarau. Untuk itu, penataan penggunaan lahan yang optimal dengan penerapan agroteknologi yang mampu menekan erosi dan meminimumkan fluktuasi aliran permukaan harus dilakukan agar kelestarian sumberdaya air dapat terjaga. 9 dan pendapatan petani, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan penataan penggunaan lahan untuk pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan, maka diperlukan penerapan teknologi konservasiagroteknologi pada setiap bidang lahan yang mampu meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dan menurunkan aliran permukaan. Beberapa bentuk agroteknologi yang dapat diterapkan antara lain: pembuatan terras, check dam, guludan, rorak, pemberian mulsa, pertanian lororng alley cropping, dan penanaman menurut kontur. Alternatif teknologi konservasi yang terpilih disamping mampu meningkatkan infiltrasi juga dapat menekan erosi dan mampu mengurangi aliran permukaan. Penerapan agroteknologi akan mampu mengurangi fluktuasi debit aliran dan meningkatkan ketersediaan distribusi air DAS Way Betung. Keberhasilan penerapan teknologi konservasiagroteknologi pada suatu bidang lahan dapat dievaluasi dari besarnya erosi yang terjadi. Erosi aktual yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi E tol. Agar pemilihan alternatif teknologi konservasi tanah dapat memenuhi persyaratan di atas, yaitu efektif dalam mengurangi erosi dan menurunkan fluktuasi aliran permukaan , maka pemilihan teknologi konservasi dapat dilakukan dengan menggunakan model prediksi erosi Universal of Soil Loss Equation USLE, karena model USLE ini berfungsi baik untuk skala plot atau usahatani Tarigan dan Sinukaban, 2000. Selanjutnya dalam upaya memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan ketersediaan dana rehabilitasi, maka perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan beberapa tujuan tersebut. Salah satu metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai tujuan tersebut adalah model Multiple Goal Programming Program Tujuan Ganda, model ini dapat mengakomodasi berbagai tujuan tersebut Nasendi dan Anwar, 1985; Mulyono, 1991. Program Tujuan Ganda dapat digunakan untuk mencari solusi pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan melalui optimalisasi penggunaan lahan dan penerapan teknologi konservasiagroteknologi di DAS 10 Way Betung, maka penelitian ini dirancang dengan tolok ukur layak erosi, layak aliran permukaan, dan penerapan teknologi konservasi sesuai dengan potensi dana rehabilitasi yang bersedia dibayarkan oleh pengguna air WTP. Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menetapkan alokasi dana rehabilitasi yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya air adalah dengan analisis permintaan dan penawaran Sugiarto et al., 2002. Analisis permintaan dan penawaran suatu atas barang atau jasa air berkaitan dengan interaksi antara pembeli dan penjual sehingga akan mempengaruhi tingkat harga. Penggabungan permintaan pembeli dan penawaran penjual dapat menunjukkan bagaimana interaksi antara pembeli dan penjual menentukan harga keseimbangan atau harga pasar untuk suatu komoditas tertentu. Dalam hal ini harga air yang akan dijual sudah memasukkan komponen biaya rehabilitasi didalamnya. Rancangan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air terdiri dari sub model erosi, sub model aliran permukaan, dan penghitungan potensi biaya rehabilitasi dengan pendekatan penilaian valuasi manfaat ekonomi sumberdaya air. Sub model erosi dirancang menurut struktur model USLE Universal of Soil Loss Equation Wischmeier dan Smith, 1978. Model ini digunakan untuk menduga besarnya erosi yang terjadi pada satuan lahan setiap skenario pengembangan. Tolok ukur sub model ini adalah laju kehilangan tanah yang masih dapat dibiarkan Tolerable Soil Loss : E tol Penerapan teknik konservasiagroteknolgi yang mampu menurunkan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan E menurut konsep Wood dan Dent 1983. tol dinilai layak erosi. Sub model aliran permukaan menggunakan metode Soil Conservation Services SCS, model ini digunakan untuk menduga volume aliran permukaan bulanan yang dihasilkan oleh setiap skenario pengembangan. Untuk menilai manfaat air valuasi ekonomi pendekatan yang akan digunakan yaitu dengan metode Willingnes to PayAccept atau kesediaan untuk membayar KUM biaya rehabilitasi hutan pengguna air. 11 Gambar 1. Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung Kondisi Biofisik

1. Peningkatan fluktuasi debit 1:48

2. Penurunan debit minimum rata-rata

1,1m 3 det ‘97 mjd 0,92 m 3 det ‘02 3. PDAM kekurangan pasokan air baku, terutama pada saat musim kemarau Penyusunan pengembangan alternatif perencana- an SDA untuk menjamin ketersediaan air Penggalian dana rehabilitasi hutan dari pemanfaat air dengan metode WTP Willingnes To Pay Kondisi Sosekbud

1. Pemanfaat Ekonomi Air : PDAM,

AMDK, Wisata, RT. Hulu, Pertanian Sawah Hulu

2. Belum ada kontribusi pemanfaat air

untuk biaya rehabiltasi hutan Cost sharing Tidak tersedia biaya rehabilitasi hutan dan lahan Degradsi DAS Way Betung Erosi E tol USLE Ketersediaan Biaya Reha- bilitasi lahan Pengembangan Alternatif Perencanaan SDA Terbaik Pendekatan Program Tujuan Ganda Simulasi Biaya Rekomendasi Pengembangan Alternatif Terbaik Untuk Kelestarian Sumberdaya Air DAS WAY BETUNG Existing Diperlukan biaya Diperlukan pengembangan SDA untuk menjamin ketersediaan air Qmax Qmin 30 SCS 1. Tekanan penduduk thd lahan 2. Perambahan hutan dan HKm 3. Perubahan penggunaan lahan Hutan mjd: Kb.Camp, Semak, Pert.Lhn.Krg, dan Permukiman 12 Analisis optimalisasi dengan program tujuan ganda, fungsi tujuannya adalah meminimumkan simpangan atau deviasi dari kendala tujuan yang ada, dalam hal ini adalah erosi dan fluktuasi aliran permukaan. Output program tujuan ganda menghasilkan skenario pengembangan yang paling optimal apabila deviasi pada tolok ukur erosi dan tolok ukur fluktuasi aliran permukaan minimal dengan penerapan agroteknologi yang implementasinya disesuaikan dengan biaya rehabilitasi yang tersedia. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung terhadap kondisi hidrologisumberdaya air. 2. Mengkaji nilai ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung. 3. Menyusun pengembangan perencanaan sumberdaya air berkelanjutan DAS Way Betung. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain : 1. Sebagai bahan masukan kepada pembuat kebijakan Policy Maker dan stakeholsders lainnya, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan DAS Way Betung untuk kelestarian sumberdaya air. 2. Sebagai sumber informasi bagi stakehoders, terutama yang berkaitan dengan pelestarian sumberdaya air khususnya Provinsi Lampung dan Indonesia pada umumnya. 3. Pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan konsep pengembangan sumberdaya air yang mempertimbangkan penerapan agroteknologi dan nilai ekonomi pemanfaatan air. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian Batasan dan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian adalah DAS Way Betung, yang berada di Provinsi Lampung. DAS Way Betung bagian hulu termasuk dalam kawasan konservasi yaitu 13 Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman Tahura WAR sedangkan bagian hilir termasuk kawasan budidayaareal penggunaan lain APL. 2. Aspek biofisik yang diteliti antara lain kondisi penggunaan lahan, kelas kemiringan lereng, dan jenis tanah. 3. Aspek hidrologi yang diteliti adalah curah hujan, debit sungai Way Betung yang meliputi: debit rata-rata, debit maksimum, debit minimum, fluktuasi debit dan koefisien aliran permukaan tahunan. 4. Manfaat ekonomi sumberdaya air yang diteliti adalah manfaat ekonomi secara langsung meliputi : pemanfaatan air oleh Perusahaan Daerah Air Minum PDAM, pemanfaatan air oleh industri Air Minum Dalam Kemasan AMDK, pemanfaatan air oleh tempat wisata, pemanfaatan air untuk kepentingan rumah tangga di hulu DAS Way Betung, serta pemanfaatan air untuk kepentingan pertanian padi sawah hulu. 5. Penyususunan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung antara lain didasarkan pada UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, disusun skenario pengembangan sumberdaya air dengan kombinasi antara rehabilitasi hutan dengan agroteknologi alley cropping. 6. Agroteknologi adalah teknologi konservasi tanah dan air yang dapat menurunkan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan erosi yang diperbolehkan erosi TSL dan mampu menurunan fluktuasi aliran permukaan sesuai yang diharapkan 30. TINJAUAN PUSTAKA Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan Sumberdaya air adalah bagian dari sistem daerah aliran sungai DAS yang antara lain terdiri dari sub sistem sumberdaya lahan, sumberdaya hutan, sumberdaya sosekbud, dan sumberdaya air itu sendiri. Pengelolaan sumberdaya air tidak terlepas dari pengelolaan DAS, dengan demikian strategi pengelolaan DAS yang baik akan menghasilkan sumberdaya air yang baik pula. DAS adalah suatu wilayah atau kawasan yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran air di bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainnya oleh pemisah topografi, yaitu punggung bukit dan keadaan geologi terutama formasi batuan Linsley et al., 1982. Arsyad et al. 1985, menyebutkan bahwa secara operasional DAS didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh diatasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai tersebut. UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menyatakan bahwa DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Kartodihardjo et al., 2004 menyatakan DAS dapat dipandang sebagai sumberdaya alam yang berupa stock dengan ragam pemilikan private, common, state property dan berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan atau kelompok masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan interdependensi antar pihak, individu dan atau kelompok masyarakat. Pengelolaan DAS adalah upaya penggunaan sumberdaya alam di dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan degradasi seminimal mungkin, serta diperoleh water yield yang merata sepanjang tahun Sinukaban, 1999. 15 Di dalam pengelolaan DAS, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan antara wilayah hulu dan hilir, karena adanya interdependensi. Pada umunya bagian hulu DAS merupakan daerah tangkapan dan pengisian recharge dan merupakan sumber air bagi daerah hilirnya, maka perhatian yang lebih serius terhadap wilayah hulu sangat diperlukan. Penutupan lahan di bagian hulu DAS umumnya berupa kawasan hutan, sehingga apabila hutan rusak maka fungsi hidrologis DAS juga akan mengalami kerusakan. Berkaitan dengan fungsi dan karakteristik DAS bagian hulu tersebut, maka pengelolaan bagian hulu DAS lebih dimanifestasikan dengan pengelolaan hutan. Pengelolaan DAS sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah, saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Masalah-masalah tersebut antara lain : erosi dan sedimentasi, banjir dan kekeringan, pencemaran air sungai, pengelolaan tidak terpadu, koordinasi yang lemah, institusi belum mantap, konflik antar sektorkegiatan dan peraturan yang tumpang tindih Dephut, 2001; Brooks et al., 1990; Easter et al., 1986. Kondisi ini menyebabkan kerusakan DAS semakin meningkat setiap tahunnya, meskipun pengelolaan DAS terus dilakukan. Prayogo et al. 2008, menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian di bagian hulu DAS Brantas menyebabkan penurunan fungsi resapan air, peningkatan aliran permukaan, erosi, penurunan debit sungai. Akibat selanjutnya adalah penurunan kualitas lahan yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas pertanian. Selain itu, akan menyebabkan kekurangan air pada musim hujan dan banjir dimusim hujan. Kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan DAS tersebut di atas mengharuskan berbagai pihak yang terlibat stakeholders untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam pengelolaan DAS secara utuh, menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan one river one plan one management. Sinukaban 1994, menyatakan bahwa tujuan pengelolaan DAS adalah adanya keberlanjutan sustainability yang diukur dari pendapatan, produksi, teknologi, dan erosi. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang dapat diterima acceptable dan dapat dilakukan oleh petani dengan pengetahuan yang dimilikinya tanpa intervensi dari pihak luar, dan teknologi tersebut dapat direplikasi replicable berdasarkan 16 faktor-faktor sosial budaya itu sendiri. Salah satu upaya agar penggunaan sumberdaya lahan dapat dilakukan secara berkelanjutan adalah menerapkan sistem pertanian konservasi. Sistem pertanian konservasi dimaksud adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem usahatani yang sedang dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sekaligus menekan bahaya erosi. Erosi yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan tolerable soil loss, sehingga sistem pertanian tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa batas waktu. Selanjutnya Sinukaban 1994 menyatakan bahwa sistem pertanian konservasi dicirikan oleh : 1 Produksi pertanian tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya. 2 Pendapatan petani cukup tinggi sehingga petani dapat merancangmendisain masa depan keluarganya dari hasil pendapatan usahatani yang dilakukan. 3 Teknologi yang diterapkan sesuai dengan kemampuan petani setempat acceptable dan replicable. 4 Komoditas pertanian yang diusahakan beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima petani, dan laku di pasar. 5 Laju erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, sehingga produksi yang cukup tinggi tetap dapat dipertahankanditingkatkan secara lestari, dan fungsi hidrologis terpelihara dengan baik. 6 Sistem penguasaan dan pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang longterm investment security dan menggairahkan petani untuk terus berusahatani. Sistem pertanian konservasi merupakan sistem pertanian yang bersifat spesifik lokasi sehingga tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan di tempat lain jika tidak sesuai. Penentuan alternatif pengelolaan lahan dirancang berdasarkan pada data tanah, data iklim, bentuk lahan, dan kondisi fisik lingkungan lainnya. Persyaratan penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh tanaman menjadi penting, karena penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan harus sesuai dengan daya dukungnya agar dapat tercipta suatu pengelolaan lahan yang lestari. Menurut Sinukaban 1994, perencanaan pengelolaan DAS yang baik diharapkan dapat 17 meningkatkan produktivitas lahan di suatu DAS yang tidak mengabaikan keberlanjutan daya dukung dan kualitas lingkungan serta memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya yang ada sesuai karakteristik DAS yang dikelola. Dalam praktiknya, pengelolaan suatu DAS harus berorientasi pada kaidah- kaidah konservasi tanah dan air dengan mengembangkan pola usahatani yang sudah ada sambil mengintroduksi teknologi secara perlahan-lahan yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat, agar diperoleh suatu model usahatani yang spesifik lokasi. Model usahatani konservasi yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, selain itu erosi yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan tolerable soil loss, sehingga sistem pertanian tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa batas waktu sustainable. Untuk merancang atau mengembangkan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di dalam DAS yang mempunyai tujuan keberlanjutan, maka diperlukan informasi berikut: 1 kondisi biofisik DAS, 2 evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan, 3 ekonomi pasar, 4 agroteknologi yang menjamin erosi rendah, dan 5 pengetahuan orang di dalam DAS dan sumberdaya lokal Sinukaban, 1995. Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di permukaan tanah atau bawah permukaan tanah, yang mengalir ke tempat yang lebih rendah seperti sungai, danau atau laut Schwab et al., 1981. Berdasarkan UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dikatakan bahwa air permukan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Sedangkan menurut Arsyad 2006, aliran permukaaan run off adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah. Aliran permukaan inilah yang dapat menyebabkan erosi tanah, karena mampu mengangkut bagian-bagian tanah yang terdispersi oleh butir hujan. Dalam pengertian ini run-off adalah aliran di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai. Faktor- faktor yang mempengaruhi sifat-sifat aliran permukaan Arsyad, 2006 sebagai berikut: 18 1 Curah hujan : jumlah, laju dan distribusi 2 Temperatur 3 Tanah : jenistipe, substratum, dan topografi 4 Luas daerah aliran 5 Vegetasi penutup tanah : jenistipe, jumlah dan kerapatan 6 Sistem pengelolaan tanah Pengendalian aliran permukaan akan berdampak secara langsung terhadap terjadinya erosi lahan, dimana pada gilirannya akan dapat mempengaruhi ketersediaan air pada musim kemarau dan pencegahan banjir pada musim hujan. Pendugaan volume aliran permukaan pada suatu DAS dapat menggunakan model hubungan hujan-limpasan yaitu metode U.S. Soil Conservation Services. Besarnya volume aliran permukaan Q tergantung pada curah hujan P dan volume simpanan yang tersedia untuk menahan air S. Persamaan yang digunakan adalah : P – 0,2S Q = --------------- ………………………………... 1 P + 0,8S 2 Q = Jumlah aliran permukaan mm P = Curah hujan mm S = Retensi air potensial maksimum mm Berdasarkan persamaan empirik nilai S diduga dengan menggunakan persamaan : 25400 S = --------- - 254 …………………………………2 CN S = Retensi air potensial maksimum mm CN = bilangan kurva runoff curve number Besaran nilai bilangan kurva runoff curve number tergantung dari sifat- sifat tanah, penggunaan tanah dan kondisi hidrologi serta keadaan air sebelumnya. Nilai CN ditentukan berdasarkan pada jenis tanah, penggunaan lahan, infiltrasi, dan kondisi hidrologi tanah kondisi kandungan air tanah sebelumnya. Volume aliran permukaan yang berlebihan dapat berpotensi menimbulkan banjir di bagian hilir. Hal ini sesuai dengan pendapat Irianto 2003, bahwa curah hujan tahunan yang terakumulasi pada waktu yang pendek Desember-Februari 19 menyebabkan tanah tidak mampu menampung semua volume air hujan. Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan, hal ini diperburuk dengan meningkatnya alih fungsi hutan menjadi pengunaan lain seperti pertanian, permukiman, industri dan sawah. Hal ini berpotensi menimbulkan banjir yang cukup besar di wilayah hilir. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya aliran permukaan juga akan menimbulkan erosi yang berlebihan, sehingga secara langsung akan menurunkan kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah akan menyebabkan makin berkurangnya vegetasi yang mampu tumbuh dengan baik, sehingga tutupan lahan semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya pengisian recharging cadangan air di bagian hulu yang berakibat timbulnya kekeringan pada saat musim kemarau. Erosi Erosi adalah proses berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempatlokasi terkikis dan terangkut kemudian diendapkan di suatu tempat lain. Beasley 1972 dan Hudson 1976 berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja fisika yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan agregat tanah detachment, memercikan partikel tanah splash, menyebabkan gejolak turbulence pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah. Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan Meyer et al., 1991; Utomo, 1987; Foth, 1978. Di alam terdapat dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti Arsyad, 2006 Erosi tanah soil erosion terjadi melalui dua proses yakni proses penghancuran partikel-partikel tanah detachment dan proses pengangkutan transport partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat hujan rain dan aliran permukaan run off yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan, karakteristik tanah sifat fisik, penutupan lahan land cover, kemiringan 20 lereng, panjang lereng dan sebagainya Wischmeier dan Smith, 1978. Faktor- faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam mempengaruhi erosi. Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas berjalan. Tanpa proses penghancuran partikel-partikel tanah, maka erosi tidak akan terjadi, tanpa proses pengangkutan, maka erosi akan sangat terbatas. Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi empat sub proses yakni: 1 penghancuran oleh curah hujan; 2 pengangkutan oleh curah hujan; 3 penghancuran scour oleh aliran permukaan; dan 4 pengangkutan oleh aliran permukaan. Jika butir hujan mencapai permukaan tanah, maka partikel-partikel tanah dengan berbagai ukuran akan terpercik splashed ke segala arah, menyebabkan terjadinya penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah. Jika aliran permukaan tidak terjadi seluruh curah hujan terinfiltrasi, maka seluruh partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel- partikel yang terdeposisi tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawah. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan empat sub proses di atas, yakni : 1 penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih kecil dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; 2 penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih besar dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; dan 3 penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan. Morgan dan Rickson 1995 menjelaskan bahwa kemungkinan- kemungkinan tersebut dapat terjadi sebagai berikut: kemungkinan pertama; penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih kecil dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan proses 1 + 3 proses 2 + 4. Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang tererosi lebih rendah dari kapasitas angkut carrying capacity hujan dan aliran permukaan, akibatnya semua material yang tererosi akan terangkut ke tempat lain. Kemungkinan ini terjadi karena beberapa faktor : 1 kepekaan tanah terhadap erosi KE tinggi; 2 permukaan tanah miring berlereng, 3 kapasitas infiltrasi tanah rendah sehingga aliran permukaan besar; 4 partikel tanah yang dihancurkan berukuran kecil 21 sehingga walaupun aliran permukaan besar, tetapi kemampuannya untuk menggerus scour rendah. Kemungkinan kedua; penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih besar dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan proses 1 + 3 proses 2 + 4. Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang tererosi melebihi kapasitas angkut carrying capacity hujan dan aliran permukaan, akibatnya sebagian dari material yang tererosi akan terangkut ke tempat lain sebagian lagi akan terdeposisi di permukaan tanah. Kemungkinan ini terjadi karena beberapa faktor : 1 kepekaan tanah terhadap erosi KE rendah, 2 permukaan tanah datar, 3 kapasitas infiltrasi tanah besar sehingga aliran permukaan kecil; 4 partikel tanah yang dihancurkan berukuran besar sehingga kemampuan aliran permukaan untuk melakukan proses penggerusan juga besar. Kemungkinan ketiga; penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan proses 1 + 3 = proses 2 + 4. Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang dihancurkan sama dengan kapasitas angkut carrying capacity hujan dan aliran permukaan, sehingga material tersebut semuanya akan terangkut walaupun proses pengangkutannya akan berjalan relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan kemungkinan pertama. Kemungkinan ketiga ini secara alamiah mencerminkan suatu kondisi keseimbangan equilibrium antara proses penghancuran dan proses pengangkutan baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan. Selanjutnya Arsyad 2006 menjelaskan bahwa di daerah beriklim tropika basah, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : 1 menghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah D h dan perendaman oleh air yang tergenang proses dispersi, dan pemindahan pengangkutan butir-butir tanah oleh percikan hujan T h ; dan 2 penghancuran struktur tanah D i diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut T i oleh air yang mengalir di permukaan tanah. Secara skematis proses terjadinya erosi disajikan pada Gambar 2.