Skema Biaya A Skema Biaya B Simulasi lamanya waktu dibutuhkan untuk melaksanakan rehabilitasi skenario-2
                                                                                Lampiran 41. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung  skenario-2
Lampiran 42. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-3
Lampiran 43. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-4
Lampiran 44. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-5
229 Lampiran 45.  Validasi Model SCS untuk Aliran Permukaan
VALIDASI MODEL SCS Two-Sample T-Test and CI: Qobserved_1, Qestimated_1
Two-sample T for Qobserved_1 vs Qestimated_1 N   Mean  StDev  SE Mean
Qobserved_1   12  1.636  0.271    0.078 Qestimated_1  12  1.371  0.444     0.13
Difference = mu Qobserved_1 - mu Qestimated_1 Estimate for difference:  0.265285
95 CI for difference:  -0.050095, 0.580665 T-Test of difference = 0 vs not =: T-Value = 1.77  P-Value = 0.094  DF
= 18
Data validasi model SCS antara pengamatan observed dan pendugaan estimated Bulan
Observed Estimated
Observed Estimate
Jan 93.83883
108.94 1.972383
2.037176 Feb
117.1877 48.96
2.068882 1.689861
Mar 121.6536
55.98 2.085125
1.748041 Apr
68.70207 14.80
1.83697 1.170178
Mei 34.55461
16.66 1.538506
1.221614 Jun
31.60139 14.83
1.499706 1.171024
Jul 27.34956
31.16 1.43695
1.493541 Agu
27.34956 1.68
1.43695 0.226431
Sep 25.95341
37.31 1.414194
1.571863 Okt
26.47247 25.63
1.422794 1.408744
Nov 28.54036
26.45 1.455459
1.422493 Des
28.96991 19.30
1.461947 1.28548
Transformasi Log
ABSTRACT
SLAMET BUDI YUWONO.  The  Development  of Sustainable Water Resources of Way Betung Watershed, Bandar Lampung City.  Under supervision by  NAIK
SINUKABAN, KUKUH MURTILAKSONO and BUNASOR SANIM. Way Betung watershed is one of the most potential  watersheds as water supplier
in Lampung Province and the most potential water resources for Bandar Lampung City particularly for potable water  provided by regional water supplier company
PDAM.    The  ever increasing population  and  economic activities  in  Bandar Lampung City  resulted  in  the  increasing need of clean water.   However, over
time, the conditions  of Way Betung watershed as water resources supplier have been declined. Therefore, to improve or to restore the conditions of Way Betung
watershed, the forest and land rehabilitations  programs  are  necessary.  Thus research  was  aimed: a to study  the  impact  of land  use change in  Way  Betung
watershed  on  its potential as water resources supplier of Bandar Lampung City, b to study the economic value of Way Betung water resources c to formulate
sustainable  water resources development plan of  Way Betung watershed.  The impact of land use change on the Way Betung water resources was analyzed by a
regression  method, and the  annual economic value of water resources was analyzed  by  Willingness  to Pay WTP  method.    The  development plan of
sustainable water resources of  Way Betung watershed was arranged in five scenarios. To determine the best scenario, the simulations of the erosion level by
the USLE method and the runoff volume by the SCS method were performed. The results showed that the  land use change of  Way Betung watershed 1991-2006
resulted in  the  increasing of  the annual run off  coefficient, the maximum daily discharge Q max, and the decreasing of the daily minimum discharge Q min,
as well as the increasing  of the river discharge fluctuation.  The total annual economic value of water resources of  Way Betung watershed was Rp101.1
billionyear and the  total willingness to pay value for the rehabilitation of Way Betung watershed was Rp1.5 billionyear, which were derived from PDAM
sector, tourism, water mineral companies, households and paddy field farmers in the upstream watershed.  The best development of sustainable water resources of
Way Betung  watershed  was the scenario-4 the forest as much as 30 of watershed  areas  + alley cropping on mixed farms.   Scenario-4  will  reduce the
erosion to lower than the tolerable soil loss TSL, will decrease the fluctuation of monthly run off from 64.7 to 30.9, and the forest rehabilitation will be achieved in
the best time 10 years with a scheme-B. Therefore, economically the water users community are willing to pay the rehabilitation costs WTP and socially  it is
accepted by the society. Key  Words:    erosion,  forest rehabilitation, land use change, run off  fluctuation,
sustainability, and water resources.
RINGKASAN
SLAMET BUDI YUWONO.    Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung dengan  komisi pembimbing  NAIK
SINUKABAN sebagai ketua, KUKUH MURTILAKSONO, dan BUNASOR SANIM sebagai anggota.
DAS Way Betung merupakan sumberdaya air yang penting, dimana sungai Way Betung merupakan pemasok utama air baku bagi perusahaan daerah
air minum PDAM untuk memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Luas  DAS Way Betung  5.260 ha, sekitar  51 berada dalam kawasan
hutan Tahura sisanya 49 merupakan kawasan budidaya. Peningkatan  jumlah penduduk  dan  aktivitas  perekonomian  Kota  Bandar Lampung menyebabkan
kebutuhan air bersih semakin besar,  bahkan diperkirakan sejak tahun 2002 telah terjadi defisit air bersih.  Kondisi DAS Way Betung  saat ini semakin
memprihatinkan,  hal ini ditandai dengan menurunnya debit rata-rata minimum dari 1,1 m
3
det 1997 menjadi 0,9 m
3
det 2002. Kondisi tersebut menyebabkan PDAM kekurangan air baku terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan
adanya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lain pertanian, kebun campuran, semak dan permukiman yang disebabkan oleh tekanan
penduduk terhadap lahan, perambahan hutan 23,7, dan kegiatan hutan kemasyarakatan HKm. Untuk itu diperlukan perbaikan dan pengembangan DAS
Way Betung agar ketersediaan air bagi Kota Bandar Lampung terjamin.
Perbaikan atau rehabilitasi kerusakan  sumberdaya air DAS Way Betung membutuhkan biaya yang tidak sedikit.  Alternatif pengembangan  berkelanjutan
yang dikaji dalam penelitian ini melalui konsep pendekatan rehabilitasi DAS dengan pembiayaan bersama  cost sharing.  Untuk itu, diperlukan pengkajian
potensi dana rehabilitasi hutan  DAS yang berasal dari para pemanfaat sumberdaya air DAS Way Betung. Besarnya kesediaan membayar willingness to
pay biaya rehabilitasi dari para pemanfaat sumberdaya air akan digunakan untuk merancang rehabilitasi DAS Way Betung.  Pemanfaat utama air DAS Way
Betung  adalah PDAM, industri air minum dalam kemasan AMDK, wisata dan rumah tungga hulu serta pertanian sawah di hulu.
Penelitian bertujuan : a mengkaji  dampak  perubahan penggunaan lahan terhadap  kondisi hidrologisumberdaya  DAS Way Betung b mengkaji nilai
ekonomi  sumberdaya air DAS Way Betung c menyusun pengembangan perencanaan  sumberdaya air berkelanjutan DAS Way Betung.  Untuk melihat
dampak  perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologisumberdaya air dilakukan  analisis  regresi, untuk menduga nilai ekonomi sumberdaya air
digunakan metode Willingness to Pay  WTP.  Besarnya erosi setiap pengembangan skenario diduga dengan metode USLE A=RKLSCP
Weischmeier dan Smith,  1978  dan besarnya volume aliran permukaan bulanan diduga  dengan metode SCS Arsyad, 2006. Penentuan  skenario  pengembangan
terbaik dengan pertimbangan ekologis, yaitu memiliki nilai erosi  TSL Tolerable Soil Loss  dan fluktuasi  debit aliran permukaan  30. Indikator
penerimaan  masyarakat secara sosial Social  Acceptability terhadap skenario
pengembangan dianalisis dari persentase responden yang bersedia membayar biaya rehabilitasi dari setiap sektor pengguna air.  Selain pertimbangan ekologis
erosi dan aliran permukaan,  pertimbangan ekonomi dan sosial,  alternatif pengembangan terpilih adalah yang membutuhkan waktu implementasi yang
paling rasional baik.
Pengembangan  skenario  perencanaan  sumberdaya air berkelanjutan
disusun sebagai berikut: Skenario-1: kondisi DAS Way Betung saat ini existing; Skenario-2
:  pengembangan  alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung berdasarkan UU Kehutanan No.41 tahun 1999 pasal 18, bagian hulu DAS
dengan penggunaan lahan hutan harus dipertahankan minimal 30 tiga puluh persen; Skenario-3 : pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS
Way Betung disusun berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu sesuai pasal 5 2, yang menyatakan penataan ruang berdasarkan fungsi
utama kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya  skenario-3 ini, semua kawasan lindunghutan harus direhabilitasi  dihutankan kembali;
Skenario-4
:  penerapan  skenario-2 ditambahkan tindakan konservasi tanah agroteknologialley cropping pada penggunaan lahan kebun campuran,  dan
Skenario-5
:  penerapan skenario-3 ditambahkan tindakan konservasi tanah agroteknologialley cropping pada penggunaan lahan pertanian lahan kering.
Skema pembiayaan kegiatan rehabilitasi terbagi 2 dua yaitu : Model-A dana rehabilitasi hanya bersumber dari  pengguna air PDAM dan Model-B  dana
rehabilitasi bersumber dari semua sektor pengguna air PDAM, industri AMDK, wisata, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah hulu. Biaya  satuan unit
cost rehabilitasi hutan menggunakan acuan Harga Satuan Kegiatan Bidang RLPS tahun 2007 dari Dirjen RLPS Departemen Kehutanan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: a
Penggunaan lahan berupa hutan DAS Way Betung dari  979,3  ha 16,7 tahun 1991, menjadi 508,1 ha 9,7 tahun 1999 dan 377,1 ha 7,2 tahun
2006. Penggunaan  lahan berupa kebun campuran meningkat demikian juga dengan permukiman, sedangkan penggunaan lahan berupa lahan kering
cenderung tetap, dan penggunaan lahan berupa semak belukar berfluktuasi.
b Perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung 1991-2006 terutama
penurunan luas hutan dan peningkatan luas kebun campuran mengakibatkan peningkatan koefisien aliran permukaan tahunan C dari 48,6 1991-1995
menjadi 61,6 2002-2006, peningkatan debit maksimum rata-rata harian Qmax, menurunkan debit minimum rata-rata harian Qmin, dan
peningkatan fluktuasi debit sungai.
c Nilai ekonomi total tahunan sumberdaya air DAS Way Betung sebesar
Rp.101,1  Milyartahun, merupakan kontribusi sektor PDAM Rp.38,1 Milyartahun,  sektor wisata Rp.5,3 Milyartahun, sektor AMDK Rp.55,4
Milyartahun, sektor rumah tangga hulu Rp.2,3  Milyartahun dan sektor pengguna air pertanian padi sawah hulu Rp.4,2 Jutatahun.
d Nilai kesediaan  membayar  WTP  biaya rehabilitasi sebesar Rp.1,54
Milyartahun  yang merupakan  kontribusi sektor PDAM Rp.958,5 Jutatahun, sektor wisata Rp.131,4  Jutatahun, sektor AMDK Rp.429,7
Jutatahun,  sektor rumah tangga hulu Rp.26,3  Jutatahun, dan sektor pengguna air pertanian padi sawah hulu Rp.162.960,2tahun.
e Pengembangan sumberdaya air berkelanjutan skenario-4 30 hulu DAS
berupa hutan + agroteknologi alley cropping pada kebun campuran merupakan scenario pengembangan yang terbaik, karena mampu menurunkan
erosi hingga lebih rendah dari TSL dan   menurunkan aliran fluktuasi permukaan hingga 30,9 serta penerapannya membutuhkan waktu yang terbaik
10 tahun dengan  Skema-B, secara ekonomi cukup layak karena tersedia dana rehabilitasi dari masyarakat pengguna air WTP, serta secara sosial
dapat diterima oleh masyarakat pengguna air.
Kata kunci:  erosi, fluktuasi aliran permukaan, perubahan penggunaan lahan, kemauan untuk membayar willingnes to pay dan sumberdaya air
berkelanjutan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan dan  merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan  mahkluk hidup lainnya di
muka bumi.  Berdasarkan UU Sumberdaya Air SDA No. 7 tahun 2004, pasal 5 dinyatakan  bahwa “Negara menjamin hak setiap orang untuk  mendapatkan air
bagi kebutuhan pokok minimal  sehari-hari  guna  memenuhi kebutuhannya yang sehat, bersih dan produktif  ”.  Hal ini berarti negara  wajib menyelenggarakan
berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.
Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan air,  kerusakan sumberdaya air juga tidak dapat dihindari. Apabila tidak segera diatasi maka hal
ini berpotensi menyebabkan kelangkaan air water scarcity di masa yang akan datang.  Kerusakan tersebut diakibatkan oleh:  a pertumbuhan penduduk, b
pertumbuhan sektor industri dan sektor-sektor lainnya, dan c peningkatan aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif
dan berlebihan.  Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor industri maupun sektor lainnya akan meningkatkan permintaan kebutuhan air dalam jumlah yang
cukup besar.  Peningkatan kebutuhan air ini tidak diimbangi oleh jumlah air yang tersedia, karena sumberdaya air di dunia termasuk di Indonesia jumlahnya relatif
tetap.  Aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan mempercepat kerusakan sumberdaya air sehingga
berdampak terhadap penurunan ketersediaan air. Indonesia sebagai negara tropis basah mempunyai curah hujan yang cukup
tinggi yaitu 4.000 mmtahun, namun beberapa daerah memiliki curah hujan yang rendah yaitu 800 mmtahun. Meskipun potensi curah hujan cukup tinggi,  namun
pada kenyataannya aliran  dasar  base flow yang terjadi secara kontinyu setiap tahun  hanya sekitar 25 –  30 dari aliran permukaan total. Berdasarkan hasil
perhitungan  dari data curah hujan, ketersediaan air di Indonesia sebanyak  3.279 Milyar m
3
tahun sedangkan  jumlah kebutuhan  air  sebesar  88,5  Milyar m
3
tahun Pawitan et al., 1997.
2 Apabila dinyatakan dalam nilai Indeks Ketersediaan Air IKA  dengan jumlah
penduduk sekitar 230 juta jiwa pada tahun 2000,  maka IKA Indonesia adalah sebesar 14.000 m
3
orangtahun.  Namun  demikian,  apabila  laju pertumbuhan penduduk    tidak  terkendali  maka  nilai IKA akan  turun secara drastis hingga
ambang toleransi sebesar 1.000 m
3
Provinsi Lampung memiliki sumberdaya alam cukup besar, antara lain memiliki luas daratan 35.376 km
orangtahun Pawitan et al., 1997.
2
, panjang garis pantai 1.105 km pulau kecil, serta luas wilayah perairan 16.623,3 km
2
Kondisi topografi di Provinsi Lampung sangat beragam berkisar  dari dataran sampai  pegunungan.  Kondisi demikian sangat potensial menyebabkan
peningkatan  aliran permukaan dan erosi yang tinggi, yang pada gilirannya dapat menimbulkan dampak negatif baik pada  lahan itu sendiri on site maupun
wilayah hilirnya off site.  Hal ini dapat terjadi manakala pemerintah daerah dan sektor swasta melakukan kegiatan ekploitasi sumberdaya alam khususnya
sumberdaya lahan tanpa  memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang memadai tidak rasional.
.   Sebelah selatan dan barat merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur pegunungan Bukit
Barisan Selatan dan merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Lampung.  Bagian tengah dan timur relatif datar berupa rawa-rawa, dan sebagian
lagi merupakan habitat mangrove. Sampai saat ini kondisi sumberdaya alam di Provinsi Lampung sudah sangat menghawatirkan akibat adanya berbagai kegiatan
pembangunan yang kurang bijaksana.
Umumnya  bagian hulu daerah tangkapan air  merupakan kawasan hutan, sehingga untuk memperkirakan degradasi sumberdaya air tidak dapat
mengabaikan  keberadaan  dan  kondisi hutan.  Luas hutan di Provinsi  Lampung 1.004.735 ha 30,3  dari luas daratan, tingkat kerusakan hutan khususnya  di
kawasan konservasi Taman Nasional, Cagar Alam, dan Tahura telah  mencapai 43, hutan lindung 64, dan hutan produksi mencapai 80  Dinas Kehutanan
Prov. Lampung, 2000. Kerusakan hutan tersebut diperkirakan mempengaruhi kondisi hidrologis DAS bersangkutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sinukaban
2007, bahwa penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir.
3 Selain itu, penerapan agroteknologi yang tidak sesuai atau kurang memadai dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir di bagian hilir. Keberadaan  Kota Bandar  Lampung memiliki peran  yang sangat strategis,
karena Kota Bandar  Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung.  Sebagian besar kebutuhan air minum Kota Bandar Lampung dipasok oleh PDAM, dimana
sumber air bakunya  berasal dari sungai  Way Betung. Seiring dengan meningkatnya  pertumbuhan penduduk dan aktivitas  perekonomian  Kota Bandar
Lampung,  maka  kebutuhan air juga meningkat. Sementara itu, kondisi biofisik DAS Way Betung semakin menurun,  hal ini diindikasikan dengan  semakin
meningkatnya  nilai  rasio antara debit  maksimum  dan  debit  minimum QmaxQmin.  Akibatnya pasokan air bagi masyarakat Kota Bandar Lampung
semakin  berkurang  terutama pada musim kemarau.  Berkurangnya pasokan air dapat dilihat dari adanya pergiliran dan pembatasan pengaliran air  kepada
pelanggan PDAM di beberapa wilayah kecamatan di Kota Bandar Lampung. Bagian hulu DAS  Way  Betung  merupakan  kawasan konservasi, yaitu
bagian dari Taman Hutan Raya   Wan Abdurrahman  Tahura WAR.    Tahura WAR ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat  Keputusan  Menteri
Kehutanan No.408KPTS-II93 tanggal 10 Agustus 1993, yang berisi tentang perubahan fungsi dan penunjukan kawasan hutan lindung Gunung Betung
Register 19 seluas 22.244 ha menjadi Tahura,  sebanyak 43   kawasan  Tahura WAR telah mengalami kerusakan Dinas Kehutanan, 1998.
DAS Way Betung memiliki luas  5.260 ha, seluas 2.710,0 ha 51   berada di dalam kawasan Tahura WAR dan seluas 2.550,0  ha  49   berada dalam
kawasan budidaya atau areal penggunaan lain APL Lembaga Penelitian Unila, 1996.  Saat ini DAS Way Betung kondisinya mulai memprihatinkan,  hal ini
ditandai dengan fluktuasi debit maksimumminimum DAS Way Betung relatif cukup besar 30 PU Pengairan Prov. Lampung, 1998. Akibatnya sungai Way
Betung pada musim kemarau mengalami kekeringan  dan pada musim hujan berpotensi menimbulkan banjir,    hal ini mengganggu pasokan air baku bagi
PDAM Kota Bandar Lampung, sehingga  pada musim  kemarau air PDAM tidak dapat mengalir secara terus-menerus.
4 Kondisi  DAS  Way  Betung  saat ini eksisting sangat komplek,  dan  secara
rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
a  Terjadinya  perubahan penggunaan lahan. Kegiatan masyarakat yang
menyebabkan perubahan penggunaan lahan di bagian hulu DAS Way Betung antara lain : 1 adanya tekanan penduduk terhadap lahan  dan perambahan
hutan,  hal ini diindikasikan dengan tingginya kepadatan penduduk di  sekitar Tahura WAR termasuk didalamnya DAS Way Betung. Wilayah ini dikelilingi
oleh 5 kecamatan yang memiliki 35 DesaKelurahan dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Kepadatan penduduk desakelurahan sekitar kawasan
Tahura  WAR baik secara absolut maupun pertanian relatif tinggi,  dengan mata pencaharian utama  pertanian  50,9   diikuti  buruh sebesar 36,3  ,
sisanya dengan mata  pencaharian lain-lain Setiawan, 2000. Sebagai akibat dari mata pencaharian utama  masyarakat disektor pertanian, maka kebutuhan
lahan pertanian sangat  besar.  Hal ini mengakibatkan  bertambahnya jumlah perambah hutan.  Keberadaan perambahan hutan diindikasikan dengan
ditemukannya perladangan liar di Tahura WAR  seluas 5.198 ha 23,4 Dinas Kehutanan,  1998. 2 adanya kegiatan Hutan Kemasyarakatan
HKm, kegiatan HKm ini  dilatarbelakangi dengan krisis ekonomimoneter yang melanda Indoensia pada tahun 19971998. Setelah melalui verifikasi dan
klarifikasi, Departemen Kehutanan mengeluarkan Sertifikat Izin Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan Sementara dengan Surat Keputusan No.
21IVPHK-21999 tanggal 13 November 1999.  Sertifikat diberikan kepada 7 tujuh  Kelompok Pengelola dan Pelestari Hutan KPPH untuk mengelola
Hutan Kemasyarakatan seluas 492,7 ha di kawasan Tahura WAR selama 5 lima tahun dengan berbagai ketentuan yang telah disepakati bersama.  Lahan
garapan KPPH tersebut berada di dalam DAS Way Betung.  Adanya kegiatan perambahan hutan dan kegiatan HKm mengakibatkan meningkatnya luas
lahan pertanian atau kebun campuran.  Aktivitas  petani perambah hutan dan kegiatan HKm pada umumnya belum  menerapkan kaidah-kaidah konservasi
tanah dan air  agroteknologi  yang memadai.  Kondisi demikian baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kondisi hidrologi  DAS Way
Betung  menurun.  Hal ini ditunjukkan dengan penurunan  debit  minimum
5 rata-rata    S.  Way Betung dari  1,1 m
3
det    tahun  1997  menjadi 0,9 m
3
b Defisit kebutuhan air bersih.  Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung
tahun 2006 sebesar 809.860 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,1 -  2,5 pertahun. Pertumbuhan industri tahun 2004 – 2006 meningkat sebesar 12,6 ,
yang  ditunjukkan dengan peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB Kota Bandar Lampung sebesar 7,7   Bandar Lampung dalam
Angka, 2004 dan 2006.  Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang demikian menyebabkan permintaan terhadap air bersih semakin meningkat dari tahun
ke tahun,  di sisi lain pasokan air oleh PDAM hanya mampu melayani 22,2 dari jumlah penduduk Kota Bandar Lampung. Lembaga Penelitian Unila
2003 melaporkan bahwa kebutuhan air bersih kota Bandar Lampung tahun 2002  sebanyak  36,4  Juta m
det
tahun 2002 Lembaga Penelitian Unila, 2003.
3
tahun,  sedangkan pasokan dari PDAM 9,9  juta m
3
tahun, dan pasokan air tanah sebesar 20,9 Juta m
3
tahun, sehingga terjadi defisit sebesar  -5,5  Juta m
3
tahun. Selanjutnya seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri, maka diperkirakan pada tahun 2010 defisit air bersih
mencapai  -16,1  Juta m
3
c Kontribusi pengguna air terhadap biaya rehabilitasi sumberdaya air.
Salah satu manfaat ekonomi dari DAS Way Betung adalah nilai penggunaan langsung berupa nilai uang yang diperoleh dari pelanggan PDAM Kota
Bandar Lampung. Tahun 2004 penerimaan PDAM sebesar
Rp.13.629.281.380; dengan jumlah pelanggan sebanyak 28.744, selanjutnya tahun 2006 penerimaan PDAM sebesar Rp.16.073.406.261; dengan jumlah
pelanggan  sebanyak 33.411 Bandar  Lampung Dalam Angka, 2004 dan 2006.  Selain itu, di  dalam  DAS Way Betung juga terdapat Taman Wisata
Bumi Kedaton  TWBK,  dimana  secara tidak langsung memanfaatkan sumberdaya air untuk menarik pengunjungnya.  Selain tempat wisata, terdapat
industri Air Minum Dalam Kemasan AMDK yang menggunakan sumber air dari DAS Way Betung. Berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  RI No.  6 tahun
2007, tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta tahun.  Akibat keterbatasan pasokan  air  bersih  dari
PDAM masyarakat membuat sumur gali dangkal maupun sumur bor dalam
untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.
6 Pemanfaatan Hutan, menyatakan bahwa biaya rehabilitasi DAS dapat diambil
dari jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi, termasuk didalamnya adalah pemanfaatan air  Dephut, 2007.  Pengguna air yang
lainnya adalah masyarakat yang ada di bagian hulu, berupa penggunaan air untuk kepentingan rumah tangga dan pertanian padi sawah. Namun yang
menjadi permasalahan adalah sampai saat ini belum ada metode acuanreferensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air
Way DAS Betung. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang menyebabkan kerusakan sumberdaya air di DAS Way Betung adalah sebagai berikut:
1.  Terdapat  perubahan penggunaan  lahan  hutan  menjadi  lahan  pertanian,  kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar  dan permukiman di hulu
DAS Way Betung. Penyebab perubahan penggunaan lahan tersebut antara lain adanya  kegiatan  perambahan  hutan  ilegal  dan  kegiatan HKm legal.
Kegiatan pertanian di kawasan hulu DAS pada umumnya tidak menerapkan teknologi konservasi tanah dan air agroteknologi  yang memadai, sehingga
mempengaruhi kondisi biofisik DAS Way Betung.  Selain itu,  perubahan penutupan lahan diduga menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan
run off coefficient, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kualitas fungsi hidrologi DAS Way Betung.
2.  Terjadi kekurangan pasokan air bersih untuk Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan
dari  hutan menjadi kebun campuran,  pertanian  lahan kering, semak belukar dan permukiman di kawasan hulu DAS Way Betung. Perubahan penggunaan
lahan tersebut menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi  dan  peningkatkan aliran permukaan. Akibat selanjutnya    akan  menurunkan  debit rata-rata
minimum sungai Way Betung, yang pada gilirannya  menurunkan pasokan air
baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung.
3.  Manfaat ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung   yang digunakan oleh PDAM, Wisata, AMDK, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah sampai
saat ini belum memberikan konstribusi Cost Sharing yang memadai  untuk
7 kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini disebabkan karena belum adanya
metodeacuanreferensi  kontribusi dana  rehabilitasi hutan dan lahan dari
pengguna air DAS Way Betung. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung disajikan pada Gambar  1.  Keberadaan DAS Way Betung sangat penting bagi Kota Bandar
Lampung, dimana sungai Way Betung merupakan sumber utama air baku PDAM Kota Bandar  Lampung.  Namun saat ini kondisi hidrologi DAS Way Betung
sudah mengalami degradasi, hal  ini  diindikasikan dengan penurunan debit minimum  rata-rata, dan peningkatan fluktuasi debit Lembaga  Penelitian  Unila,
2003.  Kerusakan DAS Way Betung antara lain disebabkan oleh perubahan penggunaan  lahan, dari lahan hutan menjadi  lahan kebun campuran, pertanian
lahan kering, semak belukar dan permukiman.  Perubahan penggunaan lahan ini, antara lain disebabkan adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan adanya
kegiatan HKm di bagian hulu DAS tersebut.  Aktivitas tersebut menyebabkan penurunan debit rata-rata minimal sungai Way Betung, sehingga pada gilirannya
menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Di lain pihak, pertumbuhan penduduk dan industri di bagian hilir
menyebabkan pertambahan kebutuhan air bersih, sehingga  PDAM pada saat ini hanya mampu melayani 22,2  kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung.
Adanya  peningkatan  kebutuhan  penduduk terhadap lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan
menyebabkan perubahan penggunaan lahan.  Sesungguhnya perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian
sumberdaya air adalah perubahan hutan menjadi  penggunaan lainnya seperti, pertanian,  kebun campuran, permukiman  dan  industri.  Penggunaan lahan  yang
tidak bijaksanarasional akan menyebabkan curah hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan Run-Off  yang terus hilang ke laut.  Selain itu,
dapat  menyebabkan  terjadi  kelebihan air yang tidak termanfaatkan  pada saat musim hujan banjir  dan  pada gilirannya terjadi kekeringan pada saat musim
kemarau.
8 Lembaga Penelitian Unila 2003  melaporkan  bahwa  total  kebutuhan air
Kota Bandar Lampung tahun 2002 sebesar 36,4  Juta m
3
tahun terdiri dari kebutuhan rumah tangga 32,5  Juta m
3
tahun, fasilitas umum 0,05  juta m
3
tahun dan kebutuhan industrijasa 3,8 Juta m
3
tahun.  Bandar Lampung memiliki curah hujan rata-rata 1.918,3  mmtahun,  dengan asumsi curah hujan merata pada DAS
Betung, maka potensi air tersedia adalah sebesar 90,5 Juta m
3
tahun.  Apabila koefisien aliran permukaan diasumsikan  sebesar 25  ,  maka  potensi air yang
dapat digunakan sebesar 67,9  Juta m
3
tahun,  sehingga jumlah air tersebut dapat memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Namun pada
kenyataaanya telah terjadi defisit air sebesar -5,5 Juta m
3
Pengelolaan DAS Way Betung sebagai sumberdaya air tidak dapat terlepas
dari  sistem pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Hal ini selaras dengan pernyataan  Sinukaban 2006, bahwa pengelolaan sumberdaya air adalah upaya
pengelolaan yang diarahkan untuk menyediakan air guna memenuhi kebutuhan yang beragam secara memadai baik dari segi kualitas, kuantitas, tempat, waktu
maupun harga. Strategi pengelolaan DAS bertujuan  untuk meningkatkan ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat  sekaligus
mengurangi banjir pada musim hujan, serta meningkatkan produktivitas pertanian tahun, yang berarti telah
terjadi  degradasi fungsi hidrologi DAS Way Betung.  Terjadinya defisit air diakibatkan oleh  adanya perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan
penurunan kapasitas infiltrasi tanah sehingga menurunkan pengisian recharge air  bawah  tanah  ground water  yang menjadi sumber air pada musim kemarau.
Akibat selanjutnya adalah  terjadinya peningkatan aliran permukaan, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh akan mengalir dan langsung terbuang ke laut
dalam waktu yang relatif pendek. Hal ini menimbulkan potensi banjir pada musim hujan dan  kekeringan pada musim kemarau.  Hal  ini  sesuai dengan pendapat
Sinukaban 2007, bahwa berkurangnya infiltrasi ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali recharge air bawah
tanah ground water juga berkurang yang mengakibatkan kekeringan dimusim kemarau.  Untuk itu, penataan penggunaan lahan yang optimal dengan penerapan
agroteknologi yang mampu menekan erosi dan meminimumkan fluktuasi aliran permukaan harus dilakukan agar kelestarian sumberdaya air dapat terjaga.
9 dan pendapatan petani, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Berkaitan dengan penataan  penggunaan lahan untuk pengembangan
sumberdaya air yang berkelanjutan, maka diperlukan penerapan teknologi konservasiagroteknologi pada setiap bidang  lahan  yang mampu meningkatkan
kapasitas infiltrasi  tanah  dan menurunkan aliran permukaan.  Beberapa bentuk agroteknologi yang dapat diterapkan antara lain: pembuatan terras, check dam,
guludan, rorak, pemberian mulsa, pertanian lororng alley cropping, dan penanaman menurut kontur.  Alternatif teknologi konservasi yang terpilih
disamping mampu meningkatkan infiltrasi juga dapat menekan erosi dan mampu mengurangi aliran permukaan.  Penerapan agroteknologi akan mampu
mengurangi fluktuasi debit aliran  dan meningkatkan ketersediaan distribusi  air DAS Way Betung.
Keberhasilan penerapan teknologi konservasiagroteknologi  pada suatu bidang lahan dapat dievaluasi dari besarnya erosi yang terjadi. Erosi aktual yang
terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi  E tol. Agar pemilihan alternatif teknologi konservasi tanah dapat memenuhi persyaratan
di atas,  yaitu  efektif dalam mengurangi erosi dan menurunkan  fluktuasi aliran permukaan
,
maka pemilihan teknologi konservasi dapat dilakukan dengan menggunakan model prediksi erosi  Universal of Soil  Loss  Equation  USLE,
karena model USLE ini berfungsi baik untuk skala plot  atau usahatani Tarigan dan Sinukaban, 2000.
Selanjutnya dalam upaya memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan  ketersediaan dana rehabilitasi,  maka perlu dilakukan optimalisasi
penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan beberapa tujuan tersebut. Salah satu metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk
mengakomodasi berbagai tujuan tersebut  adalah model Multiple    Goal Programming  Program  Tujuan  Ganda,  model  ini dapat mengakomodasi
berbagai tujuan tersebut Nasendi dan Anwar, 1985; Mulyono, 1991. Program Tujuan Ganda dapat digunakan untuk mencari solusi
pengembangan  sumberdaya air yang berkelanjutan melalui optimalisasi penggunaan lahan dan penerapan  teknologi  konservasiagroteknologi  di DAS
10 Way Betung, maka penelitian ini dirancang dengan tolok ukur layak erosi, layak
aliran permukaan, dan penerapan teknologi konservasi sesuai dengan potensi dana rehabilitasi yang bersedia dibayarkan oleh pengguna air WTP.
Salah satu metode  pendekatan  yang dapat digunakan  untuk menetapkan alokasi dana rehabilitasi yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya air adalah
dengan  analisis permintaan dan penawaran  Sugiarto  et al., 2002. Analisis
permintaan dan penawaran suatu atas  barang atau jasa air berkaitan dengan interaksi antara pembeli dan penjual sehingga akan mempengaruhi tingkat harga.
Penggabungan permintaan pembeli
dan penawaran penjual
dapat
menunjukkan bagaimana interaksi antara pembeli dan penjual menentukan harga keseimbangan
atau harga pasar  untuk suatu komoditas tertentu.  Dalam hal ini harga air yang akan dijual sudah memasukkan komponen biaya rehabilitasi
didalamnya. Rancangan  pengembangan  alternatif perencanaan sumberdaya air  terdiri
dari sub model erosi, sub model  aliran permukaan, dan penghitungan potensi biaya  rehabilitasi dengan pendekatan penilaian valuasi  manfaat  ekonomi
sumberdaya air. Sub model erosi dirancang menurut struktur model USLE Universal of Soil Loss Equation Wischmeier dan Smith, 1978.  Model ini
digunakan  untuk menduga besarnya erosi yang terjadi pada satuan lahan  setiap skenario pengembangan.  Tolok ukur sub model ini adalah laju kehilangan tanah
yang masih dapat dibiarkan Tolerable Soil Loss  : E
tol
Penerapan teknik konservasiagroteknolgi yang  mampu menurunkan  erosi hingga  lebih kecil atau sama dengan E
menurut  konsep Wood dan Dent 1983.
tol
dinilai layak erosi. Sub model aliran permukaan menggunakan metode Soil Conservation Services  SCS, model ini
digunakan untuk menduga volume aliran permukaan bulanan yang dihasilkan oleh setiap skenario pengembangan.  Untuk menilai manfaat air valuasi ekonomi
pendekatan yang akan digunakan yaitu dengan metode Willingnes to PayAccept atau kesediaan untuk membayar KUM biaya rehabilitasi hutan pengguna air.
11 Gambar 1.  Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung
Kondisi Biofisik
                