Eritrosit atau Sel Darah Merah

Adanya eritropoetin pada sumsum tulang akan memicu terjadinya proliferasi sel unipoten dan terjadinya mitosis lebih lanjut dari sel pronormoblas, normoblas basofilik dan normoblas polikromatofil Reksudiputro 1994. Sel pronormoblas merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Sel pronormoblas memiliki inti berwarna biru kemerahan dan sitoplasmanya berwarna biru. Normoblas basofilik memiliki kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang. Sitoplasmanya mengandung sedikit hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerahan. Normoblas polikromatofil memiliki kromatin yang kasar dan menebal. Inti sel normoblas polikromatofil lebih kecil daripada inti sel dari normoblas basofilik, tetapi sitoplasmanya lebih banyak mengandung warna biru karena kandungan Asam ribonukleat RNA dan merah karena kandungan hemoglobin Silverthorn 2006. Waktu yang dibutuhkan oleh pronormoblas untuk menjadi normoblas polikromatofil sekitar 2-4 hari. Hasilnya adalah sel darah merah muda yang inti selnya sudah mengalami piknotis dan sudah siap dikeluarkan dari sel. Sel darah merah termuda ini disebut retikulosit. Waktu yang dibutuhkan oleh retikulosit untuk berubah menjadi eritrosit sekitar 2-3 hari Reksudiputro 1994. Eritropoiesis akan meningkat bila terjadi pendarahan yang mengakibatkan anemia dan atau hipoksia, dimana penurunan oksigen akan merangsang ginjal untuk melepaskan enzim eritrogenin yang akan mengaktifkan eritropoietinogen sebagai prekursor pembentukan eritropoietin. Produksi eritropoietin akan menurun ketika individu memperoleh transfusi darah Ganong 2001.

2.4.2. Eritrosit atau Sel Darah Merah

Sel darah merah atau eritrosit berperan dalam sistem transportasi sel untuk mengantarkan nutrien dan oksigen. Sel darah merah memiliki bentuk bikonkaf dan berwarna kepucatan di daerah tengahnya. Bentuknya yang bikonkaf memungkinkan volume oksigen yang diangkut lebih banyak dalam setiap sel darah merah. Sel darah merah mamalia kehilangan inti selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki peredaran darah Ganong 2001. Selain itu sel darah merah mamalia dewasa tidak memiliki mitokondria sebagai penghasil energi, oleh karena itu sebagai penggantinya sel darah merah mamalia memiliki membran berbentuk kantong yang berisi enzime dan hemoglobin. Tidak adanya mitokondria ini menyebabkan sel darah merah tidak dapat melakukan metabolisme secara aerobik. Sel darah merah hanya mengandalkan glykolisis untuk memperoleh energi utama berupa ATP. Tanpa nukleus dan retikulum endoplasma sel darah merah tidak dapat memproduksi enzime baru atau memperbaiki komponen dari membrannya. Oleh sebab itu semakin tua umur sel darah, maka fleksibilitas membran sel darah merah akan semakin berkurang sehingga semakin tua sel darah merah, semakin kaku, dan mudah rusak Silverthorn 2006. Secara morfologi sel darah merah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya penyakit dalam tubuh. Pada keadaan tertentu sel darah merah dapat berubah bentuk, sel darah yang seharusnya pipih akan berubah menjadi membulat atau kembung. Perubahan morfologi sel darah merah ini disebut poikilositosis. Perubahan morfologi dari sel darah merah dapat mengurangi afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen. Pada penyakit tertentu, ukuran sel darah merah dapat di tentukan dengan indeks eritrosit yaitu MCV Mean Corpuscular Volume untuk mengetahui keabnormalan ukuran baik mengecil maupun membesar pada sel darah merah, seperti pada kasus defisiensi besi maka sel darah merah akan berukuran kecil Silverthorn 2006. Menurut Rebar 2000, jumlah butir darah merah normal anjing sekitar 5.5-8.5 x 10 6 µL sedangkan jumlah butir darah merah kucing sekitar 5.0-10.0 x 10 6 µL.

2.4.3. Hemoglobin