Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

(1)

Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan

Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat

di RSUD Dr. Pirngadi Medan

SKRIPSI

oleh

Zona Marlina Simarmata 111101028

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan

Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat

di RSUD Dr. Pirngadi Medan

SKRIPSI

oleh

Zona Marlina Simarmata 111101028

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

Judul : Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Zona Marlina Simarmata

NIM : 111101028

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Supervisi merupakan pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan yang meliputi penilaian kinerja perawat sesuai standar prosedur, memberikan bimbingan, dukungan dan bantuan apabila terdapat masalahsehingga tujuan organisasi yang sudah ditetapkan dapat tercapai. Pemberian obat pada pasien merupakan tanggung jawab perawat. Perawat berkewajiban untuk mematuhi standar prosedur tetap dalam pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi. Kesalahan dalam pemberian obat merupakan kejadian yang dapat dicegah salah satunya dengan adanya supervisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan jumlah perawat74 orang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pengambilan sampel simple random sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner supervisi kepala ruangan, dan kuesioner pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat. Hasil penelitian diuji dengan spearman rank dan menunjukkan hasil supervisi kepala ruangan mayoritas dalam kategori baik yaitu sebanyak 73% dan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat mayoritas dalam kategori baik sebanyak 91,9%. Hasil uji korelasi Spearman Rank didapat nilai p sebesar 0,000 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan pemberian obat, kekuatan korelasi r = 0,488 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori sedang dan arah korelasi (+). Saran bagi pihak rumah sakit agar mempertahankan dan melakukan peningkatan kompetensi supervisi kepala ruangan melalui pembinaan, pelatihan supervisi bagi kepala ruangan.


(6)

Title of the Thesis : Correlation between Supervision of Ward-Heads and the Implementation of “Enam-Benar” in Giving Medicines by Nurses at RSUD dr. Pirngadi, Medan

Name of Student : Zona Marlina Simarmata Std. ID Number : 111101028

Department : S1 (Undergraduate) Nursing, S.Kep Academic Year : 2015

ABSTRACT

Supervision is a control by the ward-heads which consists of assessment of nurses’ performance according to the standard of procedures, guidance, and support and aid if there is a problem so that the organization target will be achieved. Giving medicines to patients is nurses’ responsibility. They are responsible for complying with the procedures in giving medicines so that there will be no error in doing their job. Error in giving medicine can be forestalled by supervision. The objective of the research was to find out the correlation between ward-heads’ supervision and the implementation of the principle of “enam-benar” (six accurate principles) in giving medicines by 74 nurses at RSUD dr. Pirngadi, Medan. The research used descriptive correlation method. The samples were taken by using simple random sampling technique. The instrument of the research was questionnaires on demographic data, ward-heads’ supervision, and the “enam-benar” principle in giving medicines. The result of the research, using Spearman rank, showed that ward-heads’ supervision was in good category (73%) and the implementation of “enam benar”: principle was in good category (91.9%), It was also found that p-vale = 0.000 which indicated that there was significant correlation between ward-heads’ supervision and the implementation of giving medicines at r = 0.488 which indicated that the significant correlation was in moderate category and toward correlation (+). It is recommended that the hospital management maintain and increase the competence of ward-heads through training in supervision.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah yang telah memberi berkat dan penyertaanNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip ‘Enam Benar’ Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan USU, bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan USU.

2. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji I. 4. Alm. Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep selaku dosen penguji II.

5. Dosen dan seluruh staf pegawai Fakultas Keperawatan USU yang turut mendukung dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

6. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada Ayahanda S. Simarmata dan Ibunda J. Siregar, serta abang-abangku Beni Simarmata dan Dedy Simarmata yang selalu mendukung dan mendoakan serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

7. Kepada sahabat-sahabatku Rohana Y. Damanik, Basaria Panjaitan, Afriani Purba, Safrida Yanti, Ira Tobing, Ika Wulandari, Vido, Elfirstman Tafati dan semua orang-orang terdekat yang selalu mendukung, membantu, dan memberi nasehat. 8. Seluruh teman-teman stambuk 2011 fakultas keperawatan USU yang selalu

memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memerlukan penyempurnaan baik dalam penulisan, serta isi pada skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan skripsi ini dimasa yang akan datang dapat lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian proposal penelitian ini.

Medan, Juli 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Orisinalitas ... ii

Lembar Pengesahan ...iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Skema ... x

Daftar Tabel... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manajemen Rumah Sakit ... 5

1.4.2 Profesi Keperawatan ... 5

1.4.3 Peneliti Selanjutnya ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supervisi ... 7

2.1.1 Pengertian Supervisi ... 7

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Supervisi ... 8

2.1.3 Sasaran Supervisi ... 9

2.1.4 Prinsip-Prinsip Pokok Dalam Supervisi... 9

2.1.5 Pelaksana Supervisi ... 12

2.1.6 Teknik Supervisi ... 15

2.2 Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat ... 17

2.2.1 Benar Pasien ... 17

2.2.2 Benar Obat ... 18

2.2.3 Benar Dosis ... 20

2.2.4 Benar Waktu ... 21

2.2.5 Benar Rute ... 22

2.2.6 Benar Dokumentasi ... 24

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 26

3.2 Kerangka Operasional ... 27


(10)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ... 30

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.4 Pertimbangan Etik ... 33

4.5 Instrumen Penelitian ... 34

4.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 35

4.7 Proses Pengumpulan Data ... 37

4.8 Analisa Data ... 37

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Karakteristik Responden... 40

5.1.2 Supervisi Kepala Ruangan ... 41

5.1.3 Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat ... 42

5.1.4 Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat ... 43

5.2 Pembahasan 5.2.1 Supervisi Kepala Ruangan ... 44

5.2.2 Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat ... 47

5.2.3Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat ... 50

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan……….53

6.2 Saran ………..………53

DAFTAR PUSTAKA ... 55 Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden Lampiran 3. Instrumen Penelitian

Lampiran 4. Taksasi Dana Lampiran 5. Riwayat Hidup

Lampiran 6. Lembar Persetujuan Validitas Lampiran 7. Surat Komisi Etik

Lampiran 8. Surat Izin Pengambilan Data Lampiran 9. Uji Reliabilitas

Lampiran 10. Hasil Pengolahan Data


(11)

DAFTAR SKEMA

halaman Skema 3.1Kerangka Konsep Penelitian ... 26


(12)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di

RSUD Dr. Pirngadi Medan... 42 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Supervisi Kepala Ruangan di

RSUD Dr.Pirngadi Medan ... 42 Tabel 5.3Distribusi Frekuensi dan Persentase Supervisi Langsung dan

Supervisi Tidak Langsung Kepala Ruangan di RSUD Dr.

Pirngadi Medan ... 43 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Prinsip “Enam

Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 43 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Komponen

Enam Benar Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 44 Tabel 5.6 Hasil Analisa Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan

Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang


(13)

Judul : Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Zona Marlina Simarmata

NIM : 111101028

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Supervisi merupakan pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan yang meliputi penilaian kinerja perawat sesuai standar prosedur, memberikan bimbingan, dukungan dan bantuan apabila terdapat masalahsehingga tujuan organisasi yang sudah ditetapkan dapat tercapai. Pemberian obat pada pasien merupakan tanggung jawab perawat. Perawat berkewajiban untuk mematuhi standar prosedur tetap dalam pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi. Kesalahan dalam pemberian obat merupakan kejadian yang dapat dicegah salah satunya dengan adanya supervisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan jumlah perawat74 orang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pengambilan sampel simple random sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner supervisi kepala ruangan, dan kuesioner pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat. Hasil penelitian diuji dengan spearman rank dan menunjukkan hasil supervisi kepala ruangan mayoritas dalam kategori baik yaitu sebanyak 73% dan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat mayoritas dalam kategori baik sebanyak 91,9%. Hasil uji korelasi Spearman Rank didapat nilai p sebesar 0,000 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan pemberian obat, kekuatan korelasi r = 0,488 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori sedang dan arah korelasi (+). Saran bagi pihak rumah sakit agar mempertahankan dan melakukan peningkatan kompetensi supervisi kepala ruangan melalui pembinaan, pelatihan supervisi bagi kepala ruangan.


(14)

Title of the Thesis : Correlation between Supervision of Ward-Heads and the Implementation of “Enam-Benar” in Giving Medicines by Nurses at RSUD dr. Pirngadi, Medan

Name of Student : Zona Marlina Simarmata Std. ID Number : 111101028

Department : S1 (Undergraduate) Nursing, S.Kep Academic Year : 2015

ABSTRACT

Supervision is a control by the ward-heads which consists of assessment of nurses’ performance according to the standard of procedures, guidance, and support and aid if there is a problem so that the organization target will be achieved. Giving medicines to patients is nurses’ responsibility. They are responsible for complying with the procedures in giving medicines so that there will be no error in doing their job. Error in giving medicine can be forestalled by supervision. The objective of the research was to find out the correlation between ward-heads’ supervision and the implementation of the principle of “enam-benar” (six accurate principles) in giving medicines by 74 nurses at RSUD dr. Pirngadi, Medan. The research used descriptive correlation method. The samples were taken by using simple random sampling technique. The instrument of the research was questionnaires on demographic data, ward-heads’ supervision, and the “enam-benar” principle in giving medicines. The result of the research, using Spearman rank, showed that ward-heads’ supervision was in good category (73%) and the implementation of “enam benar”: principle was in good category (91.9%), It was also found that p-vale = 0.000 which indicated that there was significant correlation between ward-heads’ supervision and the implementation of giving medicines at r = 0.488 which indicated that the significant correlation was in moderate category and toward correlation (+). It is recommended that the hospital management maintain and increase the competence of ward-heads through training in supervision.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang bergerak dibidang kesehatan yang selayaknya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan yang berfokus pada standar pelayanan pasien. Kelompok Standar Pelayanan yang berfokus pada pasien salah satunya adalah Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) (Bina Upaya Kesehatan, KEMENKES RI, KARS, 2011).

Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) merupakan sistem dan proses yang digunakan di rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi pada pasien.Salah satu upaya dalam MPO adalah pemberian obat (BUK, KEMENKES RI, KARS, 2011). Pemberian obat pada pasien merupakan tanggung jawab perawat. Perawat berkewajiban untuk mematuhi standar prosedur tetap dalam pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi (Potter dan Perry, 2005).

Kesalahan dalam pemberian obat dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian pada pasien (Anief, 2007). Kesalahan dalam pemberian obat sering ditemukan meliputi kekeliruan dalam mengidentifikasi pasien, menetapkan jenis obat, order dosis yang salah, rute yang salah, waktu pemberian yang tidak tepat, obat yang menimbulkan alergi, atau kombinasi yang bertentangan (Pujiastuti, 2007).


(16)

2

Kesalahan pemberian obat merupakan kejadian yang dapat dicegah agar tidak terjadi.Peran perawat dalam pemberian obat sangat penting untuk terciptanya penggunaan obat yang aman bagi pasien (Searl, 2009). Perawat harus mempunyai pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pemberian obat untukmemberikan obat dengan cara yang aman dan efektif pada pasien (Potter dan Perry, 2005). Perawat perlu memperhatikan prinsip enam benar dalam pemberian obat yang meliputi: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute, dan benar dokumentasi(Kee dan Hayes, 1996).

Hughes dan Blegan (2008) menyatakan bahwa 40% kesalahan dalam pemberian obat dilakukan oleh perawat. Pada laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI, 2007) kesalahan dalam pemberian obat berada pada tingkat pertama 24,8%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Auburn University di 36 rumah sakit dan nursing home di Colorado dan Georgia, USA pada tahun 2002, dari 3216 jenis pemberian obat, 43% diberikan pada waktu yang salah dan 4% diberikan obat yang salah Joint Commission on Accreditiation of Health Organization (JCAHO, 2002). Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwiprahasto (2006) menyatakan bahwa 11% medication error di rumah sakit berkaitan dengan kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis atau obat yang keliru.

Penelitian Kuntarti (2005) menunjukkan bahwa secara umum penerapan ketepatan prinsip “enam tepat” dalam pemberian obat oleh81 perawat di RSCM Jakarta berada pada tingkatsedang sampai tinggi. Hasil


(17)

3

penelitan menunjukkanpenerapan pemberian obat yang tepat 75,3%,tepat dosis 19.8%, tepat waktu sebanyak 63%, tepat cara 51,9%, dantepat dokumentasi sebanyak 59,3%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan dalam pemberian obat terkait benar obat, benar pasien, benar dosis, benar waktu, benar rute, dan benar dokumentasi masih sering terjadi dengan berbagai macam persentasi kejadian kesalahan pemberian obat di rumah sakit.

Pemberian obat yang efektif oleh perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh supervisi yang dilakukankepala ruangan (Searl, 2009). Pada penelitian Kuntarti (2005) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat dan salah satunya adalah faktor eksternal yaitu supervisi atasan.

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwatujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efisien, peningkatan efisiensi kerja yang erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan danpeningkatan efektifitas kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahansehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan.

Supervisi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu cara langsung dan cara tidak langsung (Nursing & Midwifery Board of Australia, 2013).


(18)

4

Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan/ permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan (Suarli dan Bahtiar, 2009). Cara tidak langsung dapat dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan, supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan bawahan (Arwani dan Supriyatno, 2005).

Berdasarkan uraian tersebut dan fenomena yang terjadi dilapangan, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawatdi RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.2. Pertanyaan Penelitian

1.2.1. Bagaimana gambaran supervisi kepala ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan?

1.2.2. Bagaimana gambaran pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan?

1.2.3. Apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di ruang rawat inap RSUD Pirngadi Medan.


(19)

5

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi supervisikepala ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan

b. Mengidentifikasi pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

c. Mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan denganpelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada berbagai pihak yang terkait yakni :

1.4.1. Manajemen Rumah Sakit

Sebagai masukan RS dalam menyusun program peningkatan kompetensi supervisi kepala ruangan melalui pembinaan, pelatihan supervisibagi kepala ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.4.2. Profesi Keperawatan

Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pemberian obat yang dilakukan perawat serta pertimbangan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam melaksanakan pemberian obat dengan melakukan pelatihan khusus di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


(20)

6

1.4.3. Peneliti Selanjutnya

Sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian berikutnya terutama yang berhubungan dengan penelitian supervisi kepala ruangan dan pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat .


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Supervisi

2.1.1. Pengertian Supervisi

Supervisi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka pemantauan disertai dengan pemberian bimbingan, penggerakan atau motivasi dan pengarahan (Depkes, 2008). Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan dan jika ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli dan Bahtiar, 2009).

Supervisi merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Supervisi memungkinkan seorang manajer dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas bawahan (Arwani dan Supriyatno, 2005).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah tindakan pengamatan ataupun pengawasan yang dilakukan oleh atasan meliputi penilaian kinerja bawahan sesuai standar prosedur, memberikan bimbingan dan bantuan apabila terdapat masalah serta dukungan sehingga tujuan organisasi yang sudah ditetapkan dapat tercapai.


(22)

2.1.2. Tujuan dan Manfaat Supervisi

Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Tujuan supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti peran serta fungsinya sebagai staf, dan difokuskan pada pemberian pelayanan dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan (Arwani dan Supriyatno, 2005).

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut adalah dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. Manfaat selanjutnya adalah dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah (Suarli dan Bahtiar, 2009).


(23)

2.1.3. Sasaran Supervisi

Arwani dan Supriyatno (2005) menyatakan bahwa supervisi yang dilakukan memiliki target tertentu yang akan dicapai. Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hierarki tugas. Dengan demikian, sasaran yang menjadi target dalam kegiatan supervisi adalah terbentuknya staf yang berkualitas yang dapat dikembangkan secara sistematis dan berkesinambungan , penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, tersedianya sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, adanya pembagian tugas dan wewenang yang proporsional, dan tidak terjadinya penyelewengan kekuasaan, kedudukan, dan keuangan.

Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Di sini terlihat lebih jelas bahwa bawahan yang melaksanakan pekerjaan akan disupervisi, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bahtiar, 2009). 2.1.4. Prinsip-Prinsip Pokok Dalam Supervisi

Tobing dan Napitupulu (2011) menyatakan bahwa ada 8 prinsip-prinsip pokok supervisi, yaitu:

a. Supervisor harus mengerti dengan jelas hal-hal yang diharapkan dari pekerjaan tersebut seperti tujuan/sasaran, sifat/kriteria, anggaran, dan kualitas pekerjaan.


(24)

b. Supervisor harus mengetahui pedoman dan prosedur dalam menjalankan pekerjaan.

c. Supervisor harus mengakui pekerjaan yang baik yang telah dilakukan bawahannya dan memberikan pekerjaan kepada yang dipimpinnya. d. Supervisor harus memberikan tanggung jawab pekerjaan kepada

bawahannya.

e. Supervisor harus memotivasi orang-orang yang dipimpinnya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya dan memberi kritik yang konstruktif.

f. Supervisor harus mempunyai gaya dan fungsi kepemimpinan sebagai teladan bagi bawahannya.

g. Supervisor harus mampu mengarahkan, berkomunikasi dengan baik, dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan diri.

h. Supervisor harus memberikan suasana bekerja dalam lingkungan yang sehat, nyaman, dan aman.

Arwani dan Supriyatno (2005) menyatakan bahwa seorang manajer keperawatan yang melakukan kegiatan supervisi harus mengetahui prinsip-prinsip supervisi yaitu didasarkan atas hubungan profesional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan rasa aman pada perawat pelaksana, harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis, dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), dapat mengembangkan potensi atau kelebihan


(25)

masing-masing orang yang terlibat, bersifat progresif, inovatif, fleksibel, konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.

b. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan sportif, bukan otoriter.

c. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala.

d. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan.

e. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik.


(26)

f. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.

2.1.5. Pelaksana Supervisi

Depkes (2008) menyatakan bahwa pelaksana supervisi di rumah sakit dapat dilakukan oleh:

a. Kepala Ruangan

Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan untuk klien. Kepala ruangan sebagai ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan keperawatan dan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan.

b. Pengawas Perawatan

Beberapa ruang atau unit pelayanan berada dibawah unit pelaksana fungsional (UPF). Pengawas bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang di UPF bersangkutan.

c. Kepala Seksi

Beberapa UPF digabung dalam satu pengawasan kepala seksi (Kasie). Kepala seksi mengawasi pengawas UPF dalam melaksanakan tugasnya secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.

d. Kepala Bidang

Kepala bidang bertanggung jawab untuk supervisi kepala seksi secara langsung dan semua perawat secara tidak langsung. Jadi


(27)

supervisi berkaitan dengan struktur organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang disupervisi.

Pelaksana supervisi adalah manajer yang langsung mengelola karyawan yang memiliki pengalaman dalam supervisi, mengikuti pelatihan sistemik, serta memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan. Apabila supervisor tidak memiliki keterampilan tersebut dapat dipastikan kinerja unit kerja mereka akan menjadi korban (Dharma, 2003).

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya, kelebihan tersebut tidak hanya dari aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Untuk dapat menjadi pelaksana supervisi yang baik manajer juga perlu mengikuti pendidikan dan pelatihan yang bersifat khusus. Pelaksana supervisi yang baik membutuhkan bekal yang banyak, termasuk bekal dalam melakukan komunikasi, motivasi, pengarahan, bimbingan, dan juga kepemimpinan.

2.1.6. Teknik Supervisi

Supervisi dapat dilakukan melalui 2 cara dalam prosesnya, yaitu:


(28)

2.1.6.1. Cara Langsung

Supervisi langsung adalah ketika supervisor bertanggung jawab secara langsung terhadap asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada saat kegiatan berlangsung dan supervisor melakukan observasi kepada perawat pelaksana saat melakukan asuhan keperawatan (Nursing and Midwifery Board of Australia, 2013). Observasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan standar program (Muninjaya, 2004). Pada kondisi ini, umpan balik dan perbaikan dapat sekaligus dilakukan dimana bawahan tidak merasakannya sebagai suatu beban dan selama proses supervisi, supervisor dapat memberikan dukungan, reinforcement, dan petunjuk, kemudian supervisor dan perawat pelaksana melakukan diskusi untuk menguatkan yang telah sesuai dengan apa yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatunya yang dianggap masih kurang (Arwani dan Supriyatno, 2005).

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan 3 hal yang perlu diperhatikan saat melakukan supervisi langsung, yaitu:

a. Sasaran pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya merupakan pengamatan yang tidak efektif, karena pelaksana supervisi tidak mengetahui tujuan dari supervisi tersebut.


(29)

Pencegahan yang dapat dikerjakan dalam situasi tersebut adalah perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis (selective supervision).

b. Objektivitas pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu objektivitas.Pengamatan langsung perlu dibantu dengan suatu daftar isian (check list) agar lebih objektivitas. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya.

c. Pendekatan pengamatan

Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan mengganggu kelancaran pekerjaan. Pengamatan langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak muncul. Pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas. 2.1.6.2. Cara Tidak Langsung

Supervisi tidak langsung memungkinkan terjadinya salah pengertian (misunderstanding) dan salah persepsi (misperception) karena supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan (Arwani dan


(30)

Supriyatno, 2005). Nursing and Midwifery Board of Australia (2013) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung adalah ketika supervisor berada dalam fasilitas ataupun organisasi yang sama dengan yang disupervisi namun tidak melakukan observasi langsung. Supervisor harus tersedia saat dibutuhkan baik via telepon ataupun email.

Muninjaya (2004) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu:

a. Laporan lisan

Supervisor dapat memperoleh data langsung tentang pelaksanaan suatu program dengan mendengarkan laporan lisan staf atau pengaduan masyarakat. Supervisor hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat, sehingga supervisor harus peka dengan raut wajah staf dan cara mereka melapor, jika seandainya laporan yang diterima tidak benar apalagi jika tidak ditunjang dengan data (fakta).

b. Laporan tertulis

Staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Informasinya hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Format laporan staf harus dibuat. Sistem pencatatan dan


(31)

pelaporan program yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan program asalkan laporan tersebut sudah dianalisis dengan baik.

Wiyana (2008) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung dapat dilakukan dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat dengan memilih satu dokumen asuhan keperawatan, kemudian memeriksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit. Setelah itu memberikan penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikannya.

2.2. Prinsip Enam Benar Pemberian Obat 2.2.1. Benar Pasien

Pemberian obat pada pasien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa gelang identifikasi pasien, dan meminta pasien menyebutkan namanya sendiri, jika pasien tidak mampu berespon secara verbal, dapat digunakan cara non-verbal seperti menganggukkan kepala (Kee dan Hayes, 1996 ).

Ketika memberikan obat pada pasien perawat harus mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien yang


(32)

akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien (Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010).

Perawat harus memastikan obat diberikan kepada pasien yang tepat dengan meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya dan nomor jaminan sosialnya atau nama lengkap dan tanggal lahirnya (Vaughans, 2013).

Pemberian obat pada pasien yang salah dapat terjadi pada saat pemesanannya lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakitnya sama, ataupun adanya pindahan pasien dari ruang yang satu keruang yang lainnya. Perawat harus mengidentifikasi pasien dengan menanyakan nama lengkap pasien, melihat identitas pasien dalam bracelet ataupun mengidentifikasi melalui papan nama pada tempat tidur pasien untukmengurangi kejadian pemberian obat pada pasien yang tidak tepat (Wijayaningsih, 2013).

2.2.2. Benar Obat

Obat yang benar berarti pasien menerima obat yang telah diresepkan. Label obat harus dibaca 3 kali untuk menghindari kesalahan, yaitu: saat melihat botol atau kemasan, sebelum menuang obat,setelah menuang obat. Perawat juga harus menyadari bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip. Jika ada keraguan, perawat dapat menghubungi apoteker atau pemberi resep (Kee dan Hayes, 1996).


(33)

Benar obat dapat dilakukan dengan mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, mengecek label obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, perawat juga harus mengetahui efek samping obat (Kozier, et al., 2010).

Vaughans (2013) menyatakan bahwa perawat harus memastikan obat yang akan diberikan kepada pasien benar dengan cara:

a) Mengecek inkonsistensi antara obat yang diresepkan dan riwayat medis pasien, termasuk kontraindikasi, alergi, diagnosis medis, dan hasil laboratorium. Perawat harus memverifikasi ketidakjelasan medikasi yang dipesan atau inkonsisten dengan penilaian informasi yang diperoleh selama proses persiapan.

b) Mengecek adanya ketidakcocokan antara obat yang diresepkan dan obat yang diberikan. Ada kesamaan tampilan, kesamaan bunyi dalam medikasi (misal, Xanax dan Zantac) yang dapat berakibat pada medikasi yang salah pada pasien.

c) Jika pasien tidak yakin untuk meminum obat yang telah diresepkan, verifikasi bahwa pemberi resep telah memesan obat yang tepat.

Obat diberikan dengan benar dapat dipastikan dengan melihat label atau etiket dan harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain : nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberian serta expired date. Kesalahan


(34)

pemberian obat sering terjadi jika perawat memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau pemberian obat melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas (Wijayaningsih, 2013).

2.2.3. Benar Dosis

Benar dosis diperhatikan melalui penulisan resep dengan dosis yang disesuaikan dengan keadaan pasien. Beberapa kasus yang ditemui di lapangan, terdapat banyak obat yang direkomendasikan dalam bentuk sediaan. Perawat harus teliti menghitung dosis masing-masing obat dan mempertimbangkan adanya perubahan dosis dari penulis resep. Yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam pemberian dosis yang benar adalah tidak mengubah dosis asli, menghitung dan memeriksa dosis obat dengan benar. Jika ada keraguan, dosis obat harus dihitung ulang dan diperiksa oleh perawat lain, serta menghubungi apoteker atau penulis resep sebelum pemberian dilanjutkan. Jika pasien meragukan dosis, periksa kembali dosis obat. Apabila sudah mengkonsultasikan dengan apoteker atau penulis resep namun tetap rancu, obat tidak boleh diberikan, beritahu penanggung jawab unit atau ruangan dan penulis resep beserta alasannya (Kee dan Hayes, 1996).

Benar dosis dapat dipastikan dengan mengecek dosis yang diresepkan sesuai dengan kebutuhan pasien, mencari tahu dosis obat yang biasa digunakan pasien, dan memeriksa kembali perhitungan dosis yang menimbulkan pertanyaan (Kozier, et al., 2010).


(35)

Memberikan obat dengan dosis yang tepat pada pasien merupakan hal yang harus dipastikan oleh perawat. Memberikan jumlah yang lebih sedikit dari yang diresepkan berakibat pada tidak memadainya perlakuan terhadap pasien dan akan menunda pemulihan dari sakit, juga menyebabkan resistensi terhadap obat tertentu di masa yang akan datang. Memberikan obat dengan dosis yang berlebih dari yang seharusnya dapat menciptakan masalah baru bagi pasien, beberapa diantaranya dapat mengakibatkan kematian (Vaughans, 2013).

Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbulnya efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada anak-anak, lansia, atau pada orang obesitas. Perawat perlu memeriksa dosis obat sesuai kebutuhan pasien dan jika ragu dapat berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep (Wijayaningsih, 2013).

2.2.4. Benar Waktu

Waktu yang benar adalah saat obat yang diresepkan harus diberikan. Jika obat harus diminum sebelum makan untuk memperoleh kadar yang diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan, jika obat harus dimakan sesudah makan maka harus diberi sesudah pasien makan. Perawat juga harus memeriksa tanggal kadaluarsa obat (Kee dan Hayes, 1996).

Benar waktu dapat diterapkan dengan memberikan obat pada frekuensi yang tepat dan pada waktu yang diprogramkan oleh pemberi


(36)

resep. Obat yang diberikan dalam 30 menit sebelum atau sesudah waktu yang dijadwalkan dianggap memenuhi waktu standar yang benar (Kozier, et al., 2010).

Benar waktu meliputi interval yang benar dan juga waktu yang tepat setiap harinya. Memberikan obat dengan frekuensi lebih sering atau kurang dari yang telah diresepkan berpotensi mempengaruhi efek yang diharapkan dari obat tersebut. Selain itu, beberapa obat harus diberikan di waktu tertentu pada hari tersebut. Sebagai contoh, diueretik (obat yang diberikan untuk mengurangi kelebihan cairan dari tubuh) biasanya diberikan pagi hari. Pemberian jenis obat ini di malam hari akan mengganggu pasien beristirahat (Vaughans, 2013).

Obat yang dikonsumsi secara berulang lebih berpotensi menimbulkan kesalahan dalam waktu pemberiannya. Misalnya pada kasus gawat darurat henti jantung, epinefrin diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Selain itu, perawat juga perlu memperhatikan dalam pemberian obat berupa injeksi ataupun infus (Wijayaningsih, 2013).

2.2.5. Benar Rute

Rute yang benar perlu untuk absorbsi yang tepat dan memadai. Obat diberikan melalui rute yang berbeda, tergantung keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat obat (kimiawi


(37)

dan fisik obat) serta tempat kerja yang diinginkan. Rute pemberian obat dapat dibagi menjadi:

a) Oral, obat yang masuk melalui mulut, dapat diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal).

b) Topikal, terdiri dari krim, salep, lotion, liniment dan sprei. Obat ini digunakan pada permukaan luar badan untuk melindungi, melumasi, atau sebagai vehikel untuk menyampaikan obat ke daerah tertentu pada kulit atau membran mukosa,

c) Rektal,rute ini dapat diberikan melalui enema atau supositoria. Pemberian obat pada rektal digunakan untuk efek lokal, seperti konstipasi atau hemoroid.

d) Pesarri, obat ini menyerupai supositoria, tetapi bentuknya dirancang khusus untuk vagina

e) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan,

f) Parenteral, pemberian obat diluar usus atau saluran cerna, yaitu melalui vena (Kee dan Hayes, 1996).

Perawat harus memberikan obat sesuai dengan rute yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk pasien. Perawat juga harus mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat (Kozier, et al., 2010).

Rute pemberian obat mempengaruhi tubuh memproses obat. Perawat harus memastikan bahwa rute pemberian obat yang diresepkan sesuai dan memastikan bahwa rute tersebut digunakan jika


(38)

tidak terdapat kontraindikasi untuk memastikan bahwa efek yang diharapkan tercapai. Sebagai contoh, suatu obat yang diresepkan dengan rute mulut dapat kontraindikatif jika pasien baru saja melakukan bedah mulut atau mungkin tidak efektif jika pasien mengalami muntah. Selanjutnya, tidak akan tepat untuk tetap memberikan obat tanpa lebih dahulu berkonsultasi dengan pemberi resep atau mengecek untuk melihat jikalau obat tersebut juga dipesan untuk suatu rute alternatif lain (Vaughans, 2013).

Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk ke dalam tubuh. Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan (Wijayaningsih, 2013).

2.2.6. Benar Dokumentasi

Perawat harus segera mendokumentasi tindakanpemberian obat pada pasien yang meliputi nama, dosis, rute, waktu dan tanggal pemberian obat serta inisial dan tanda tangan perawat. Respon pasien terhadap pengobatan juga perlu didokumentasikan. Penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat pengobatan atau perawat lain memberikan obat yang sama kembali (Kee dan Hayes, 1996).

Dokumentasikan pemberian obat setelah memberikan obat pada pasien bukan sebelum memberikan obat. Apabila waktu


(39)

pemberian obat berbeda dari waktu yang ditentukan ataupun ada perubahan dari pemberian obat yang sudah diresepkan dan yang diberikan pada pasien segera didokumentasikan dan mencantumkan alasannya dengan jelas (Kozier, et al., 2010).

Mendokumentasikan pemberian obat merupakan tambahan atas lima benar pemberian obat, dan ini juga harus benar. Penting bagi anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien untuk mengetahui jumlah, waktu, dan rute medikasi yang diberikan pada pasien. Penting juga bagi anggota tim kesehatan lain untuk mengetahui bagaimana medikasi mempengaruhi pasien (Vaughans, 2013).

Dokumentasi meliputi nama pasien, nama obat, dosis, jalur pemberian, tempat pemberian, alasan kenapa obat diberikan, dan tanda tangan orang yang memberikan. Hal ini diperlukan perawat sebagai pertanggunggugatan secara legal tindakan yang dilakukan (Wijayaningsih, 2013).


(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Perawat bertanggung jawab dalam meningkatkan keamanan pemberian obat pada pasien dengan mematuhi prinsip “enam benar” pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi (Kee dan Hayes, 1996). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa tujuan supervisi adalah terbentuknya staf yang berkualitas yaitu sadar dan mengerti peran serta fungsinya sebagai staf, dan difokuskan pada pemberian asuhan keperawatan.

Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah diuraikan pada tinjauan kepustakaan maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian, antara lain sebagai berikut:

Skema 1. Kerangka Konseptual Penelitian Supervisi kepala ruangan:

1. Langsung 2. Tidak langsung

Pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat :

1. Benar pasien 2. Benar obat 3. Benar waktu 4. Benar dosis 5. Benar rute


(41)

3.2. Kerangka Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur A Independen

Supervisi kepala ruangan

1. Supervisi langsung

2. Supervisi tidak langsung

Kepala ruangan melakukan

pengawasan

terhadap pemberian

obat yang

dilakukan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Kepala ruangan melihat dan mengamati

pemberian obat yang dilakukan perawat pada pasien di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Kepala ruangan mengawasi

pemberian obat yang dilakukan perawat pada pasien melalui buku dokumentasi atau laporan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Kuesioner dengan jumlah pernyataan 21 item dengan pilihan

jawaban selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 12 item dengan pilihan

jawaban selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 9 item dengan pilihan

jawaban selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1

1. Tidak baik 21-53

2. Baik 54-84

1. Tidak baik 12-29 2. Baik 30-48

1. Tidak baik 9-22 2. Baik 23-36

Ordinal

Ordinal

Ordinal

B Dependen Pelaksanaan prinsip “enam benar” dalam

Perawat

memberikan obat kepada pasien sesuai dengan

Kuesioner dengan jumlah pernyataan 34 item dengan

1. Tidak baik 34-84 2. Baik 85- 136


(42)

pemberian obat

1. Benar Pasien

2. Benar Obat

3. Benar Dosis

prinsip “enam benar” pemberian obat yang meliputi benar pasien, benar obat, benar waktu, benar dosis, benar rute, dan benar dokumentasi di RSUD Dr. Pirngadi Perawat

memberikan obat kepada pasien yang benar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat

memberikan obat yang benar kepada pasien di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat

memberikan obat kepada pasien dengan dosis yang benar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1

Kuesioner dengan jumlah pernyataan 4 item dengan pilihan

jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 8 item dengan pilihan

jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 5 item dengan pilihan

jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1

1. Tidak baik 4-9

2. Baik 10-16

1. Tidak baik 4-17

2. Baik 18-32

1. Tidak baik 4-11

2. Baik 12-20

Ordinal

Ordinal


(43)

4. Benar Waktu

5. Benar Rute

6. Benar Dokumentasi

Perawat

memberikan obat pada pasien pada waktu yang tepat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat

memberikan obat pada pasien dengan rute yang benar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat mencatat identitas pasien dan obat yang sudah diberikan pada pasien dibuku dokumentasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Kuesioner dengan jumlah pernyataan 4 item dengan pilihan

jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 4 item dengan pilihan

jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 9 item dengan pilihan

jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1

1. Tidak baik 4-9

2. Baik 10-16

1. Tidak baik 4-9

2. Baik 10-16

1. Tidak baik 4-19

2. Baik 20-36

Ordinal

Ordinal

Ordinal

3.3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa yang dibuktikan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


(44)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang ditetapkan oleh peneliti, sampel adalah sebagian atau wakil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Arikunto, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bertugas di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 285 orang perawat. Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Setiadi, 2007):

n = + N d ²N

dimana :

n: jumlah sampel

N: jumlah populasi

d: tingkat kesalahan yang dipilih (0,1)


(45)

=

+ 85 ,

85

²

= ,8585 n= 74 orang

Dari hasil penghitungan menggunakan rumus slovin diperoleh jumlah sampel yang diteliti sebanyak 74 orang. Proporsi jumlah sampel setelah dilakukan penghitungan pada masing-masing ruangan didapatkan dari:

Tabel 4.1

Populasi dan Jumlah Sampel Penelitian di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

No Nama Ruangan Populasi Jumlah Sampel

1 Rafflesia 21 6

2 Anggrek 1 16 4

3 Anggrek 2 14 4

4 Mawar 1 12 2

5 Mawar 2 10 3

6 E. Terpadu 9 2

7 Dahlia 1 15 4

8 Dahlia 2 25 6

9 Tulip 1 4 1

Jumlah populasi di ruangan x Jumlah total sampel Jumlah total populasi di ruang rawat inap


(46)

10 Tulip 2 17 5

11 Tulip 3 18 5

12 Tanjung 1 0

13 Tanjung 1 - -

14 Tanjung 2 - -

15 Melati 1 13 3

16 Melati 2 12 3

17 Melati 3 11 3

18 Kenanga 1 15 4

19 Asoka 1 18 5

20 Asoka 2 18 5

21 Matahari 16 4

22 Flamboyan 11 3

23 RRG 9 2

Jumlah 285 74

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan probability sampling menggunakan teknik simple random sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel secara acak diantara populasi (Nursalam, 2008). Perawat yang dijadikan sampel diambil secara acak dari setiap ruangan menggunakan teknik undian.


(47)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan diruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan alasan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan yang dapat mendukung penelitian, lokasi rumah sakit yang dapat dijangkau peneliti, dan belum ada penelitian yang terkait dengan judul peneliti di rumah sakit tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2015. 4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara serta persetujuan atau rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan surat izin dari RSUD Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan izin, peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (Informed Consent) kepada perawat sebagai responden. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian kepada responden. Jika responden bersedia, maka responden dipersilahkan menandatangani informed consent. Tetapi jika responden tidak bersedia, maka responden berhak menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung.

Penelitianini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika yang meliputi autonomy, justice, anonimity, maleficience, dan confidentiality. Peneliti melakukan penelitian dengan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta tidak melanggar hak-hak (autonomy) responden, responden


(48)

mempunyai hak untuk tidak bersedia menjadi responden dan peneliti memberi penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek,selanjutnya kepada responden yang diteliti peneliti menjelaskan maksud, tujuan, dan prosedur penelitian secara adil dan jujur (justice).Peneliti tidak mencantumkan nama responden namun hanya mencantumkan inisial nama (anonimity).Penelitian ini tidak mengakibatkan penderitaan kepada subjek penelitian, bebas dari eksploitasi dengan meyakinkan responden bahwa hasil penelitian ini tidak dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan responden (maleficience), peneliti juga menjelaskan kepada responden bahwa data yang diberikan dirahasiakan (confidently).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner. Kuesioner yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian pertama kuesioner data demografi responden yang meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan masa kerja.

Bagian kedua yaitu kuesioner supervisi kepala ruangan. Kuesioner ini dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan isi dari tinjauan pustaka dan jumlah pernyataan 21, 12 supervisi langsung dan 9 supervisi tidak langsung dengan pilihan jawaban yaitu selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, dan tidak pernah = 1.

Bagian ketiga yaitu kuesioner pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat yang dilakukan perawat, kuesioner ini juga dibuat sendiri oleh


(49)

peneliti sesuai dengan isi dari tinjauan pustaka dengan jumlah pernyataan 34 dengan pilihan jawaban yaitu pilihan selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, dan tidak pernah = 1.

Perhitungan data hasil pengukuran berdasarkan rumus statistika (Sudjana, 2005).

Panjang kelas:

supervisikepala ruangan = = = 31,5

Tidak baik : 21-53 Baik : 54-84

pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat = = =

51

Tidak baik : 34-84

Baik : 85-136

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2010). Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Uji validitas instrumen supervisi kepala ruangan dan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat telah divalidasi oleh 3 orang


(50)

expert validity yaitu Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS, Roslina, S.Kep, Ns, M.Kep, dan Roymond H. Simamora, S.Kep, M.Kep. Hasil nilai valid pada kuesioner supervisi kepala ruangan adalah 0,942 dan pada kuesioner pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat adalah 1.

Uji reliabilitas dilakukan untukmengetahuikepercayaan (reliabilitas) instrumen.

Ujireliabilitasadalahsuatukesamaanhasilapabilapengukurandilaksanakanoleh orang yang berbedaataupunwaktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Ujireliabilitasinibertujuanuntukmengetahuiseberapabesarkemampuanalatukur. Alatukur yang baikadalahalatukur yang memberikanhasil yang relatif samabiladigunakanbeberapa kali padakelompoksubjek yang sama (Azwar, 2004).

Uji reliabilitas kuesioner dilakukan di RSUD Deli Serdang terhadap 30 perawat pelaksana dengan menggunakan program komputerisasi yaitu analisaCronbach Alpha. Hasil uji reabilitas yang diperoleh untuk instrumen supervisi kepala ruangan adalah 0,874 dan untuk intrumen pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat adalah 0,889.Polit dan Hungler (1995) menyatakan bahwa apabila diperoleh nilai 0,70 atau lebih maka instrumen dinyatakan reliabel, jadi dapat disimpulkan bahwa kuesioner supervisi kepala ruangan dan kuesioner pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat dalam penelitian ini adalah reliabel.


(51)

4.7 Proses Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian padaInstitusi Pendidikan Program Studi Keperawatan USUyang dilanjutkan dengan mengajukan permohonan izin penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Setelah peneliti mendapatkan izin, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian dengan memperkenalkan diri dan menyampaikan surat ijin penelitian kepada kepala ruangan ruang rawat inap. Peneliti menentukan responden, selanjutnya menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, kemudian responden yang bersedia diminta untuk mengisi data demografi serta menjawab pernyataan penelitian dan diberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya apabila ada yang tidak dimengerti. Waktu untuk pengisian kuesioner yaitu selama 15-20 menit. Setelah kuesioner terisi, peniliti memastikan tidak ada pernyataan yang tidak diisi.

Pemilihan responden dilakukan secara acak dari setiap ruangan dengan menggunakan teknik undian. Nama-nama setiap responden akan ditulis di kertas lalu orang lain (bukan peneliti) yang akan mengambil beberapa kertas sesuai dengan sampel yang dibutuhkan.

4.8 Analisis Data

Setelah data terkumpul maka peneliti melakukan pengolahan data yang secara garis besar meliputi empat langkah yaitu: 1) Persiapan, yaitu mengecek kelengkapan identitas, kelengkapan data, 2) Tabulasi data dengan memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang perlu diberi skor, memberi kode


(52)

terhadap item-item yang tidak diberi skor, 3) Modifikasi data dan disesuaikan dengan tehnik analisa yang digunakan, 4) Memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan pengolahan data dengan menggunakan computer.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Analisis data univariat

Analisis ini dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Karakteristik responden dan juga setiap kategori jawaban pada supervisi kepala ruangan serta pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat akan dipaparkan dalam bentuk distribusi frekuensi denganukuran persentase atau proporsi. b. Analisis data bivariat

Statistik bivariat merupakan suatu prosedur untuk menganalisis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Hubungan antara dua variabel ini dianalisis dengan menguji hipotesa penelitian (Ha), kemudian ditarik kesimpulan dari hasil penelitian. Analisis dilakukan secara komputerisasiuntuk mengkorelasikan supervisi kepala ruangan dan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat dengan menggunakan uji statistik korelasi Spearmanyang akan ditampilkan dalam bentuk tabel hasil uji interpretasi yang terdiri dari nilai r, nilai p, dan arah korelasi. Nilai r menginterpretasikan kekuatan hubungan dengan level 0-1.

Jika, r 0,00-0,19 = kekuatan hubungan sangat lemah r 0,20-0,39 = kekuatan hubungan lemah


(53)

r 0,40-0,59 = kekuatan hubungan sedang r 0,60-0,79 = kekuatan hubungan kuat r 0,80-1,00 = kekuatan hubungan sangat kuat

Nilai p menginterpretasikan nilai signifikan untuk uji satu arah, jika nilai p<0,05 maka terdapat hubungan bermakna antar variabel yang diuji dan jika nilai p>0,05 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antar variabel yang diuji. Arah korelasi diinterpretasikan dengan nilai korelasi positif (+), apabila variasi suatu variabel diikuti sejajar dengan variabel lain dan korelasi negatif (-) jika suatu variabel diikuti terbalik oleh variabel lainnya.


(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Bab ini menerangkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan, melalui pengumpulan data pada 74 responden. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 11 Juni - 6 Juli 2015. Penyajian data meliputi deskriptif karakterisitk responden, supervisi kepala ruangan, pelaksanaan prinip “enam benar” pemberian obat dan hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

5.1.1 Karakteristik Responden

Deskriptif karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan masa kerja dapat dilihat pada tabel 5.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat berjenis kelamin perempuan sebanyak 91,9%, dengan usia paling banyak pada rentang 24-33 tahun sebanyak 43,2%, sebagian besar pendidikan terakhir perawat adalah D3 Keperawatan sebanyak 64,9%, dan sebagian besar masa kerja perawat adalah dari 1-10 tahun sebanyak 64,9%.


(55)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=74)

5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Supervisi Kepala Ruangan Penelitian ini melihat 2 komponen supervisi kepala ruangan yaitu supervisi langsung dan supervisi tidak langsung. Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi yang dilakukan kepala ruangan paling banyak dalam kategori baik sebesar 73%.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Supervisi Kepala Ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=74)

Supervisi Kepala Ruangan Frekuensi (f) Presentase (%) Tidak Baik

Baik 20 54 27 73

Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi langsung kepala ruangan paling banyak dalam kategori baik No Karakteristik Perawat Frekuensi (f) Presentase (%)

1. Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan 68 6 91,9 8,1

2. Usia

24-33 tahun 34-43 tahun 44-53 tahun

32 43,2

36,5 20,3 3. Pendidikan Terakhir

SPK D3 Keperawatan S1 Keperawatan 4 48 22 5,4 64,9 29,7 4. Masa Kerja

1-10 tahun 11-20 tahun 21-30 tahun 48 18 8 64,9 24,3 10,8


(56)

sebesar 78,4% dan pelaksanaan supervisi tidak langsung paling banyak dalam kategori baik sebesar 79,7%.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Supervisi Langsung dan Supervisi Tidak Langsung Kepala Ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=74)

Supervisi Frekuensi (f) Presentase (%)

Supervisi Langsung Tidak Baik

Baik 16 58 21,6 78,4

Supervisi Tidak Langsung Tidak Baik

Baik 15 59 20,3 79,7

5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat

Hasil penelitian pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan paling banyak dalam kategori baik sebesar 91,9%. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Prinsip

“Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=74)

Pelaksanaan Prinsip ‘Enam Benar’ Pemberian

Obat Frekuensi (f) Presentase (%)

Tidak Baik

Baik 68 6 91,9 8,1

Berdasarkan hasil analisis dari setiap komponen pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat ditemui lebih banyak perawat yang melakukan benar obat dengan baik yaitu sebanyak 98,6%. Hasil analisis setiap komponen dapat dilihat pada tabel 5.5.


(57)

Tabel 5.5 Pelaksanaan Komponen Enam Benar Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=74)

Komponen Tidak Baik Baik

f % f %

Benar Pasien 7 9,5 67 90,5

Benar Obat 1 1,4 73 98,6

Benar Dosis 2 2,7 72 97,3

Benar Waktu 2 2,7 72 97,3

Benar Rute 2 2,7 72 97,3

Benar Dokumentasi 2 2,7 72 97,3

5.1.4 Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Analisis hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan diukur dengan menggunakan uji korelasi spearman rank. Analisa data yang dilakukan dengan uji korelasi spearman rankdidapat koefisien korelasi (r) antara hubungansupervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan yaitu 0,488 dengan tingkat signifikan (p) 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan kekuatan hubungannya sedang dan positif.


(58)

Tabel 5.6Hasil Analisa Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip ‘Enam Benar’ Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat Di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=74)

Variabel r p

Supervisi Kepala Ruangan 0,488 0,000

Pelaksanaan Prinsip ‘Enam Benar’ Pemberian Obat

α = 0,01 (2-tailed) 5.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang supervisi kepala ruangan, pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat, dan hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

5.2.1 Supervisi Kepala Ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Kegiatan supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan dan memberikan arahan pada perawat sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti peran serta fungsinya guna meningkatkan kinerja perawat (Arwani dan Supriyatno, 2005).Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung (Suyanto, 2009).


(59)

Berdasarkan analisis data mengenai supervisi kepala ruangan menunjukkan bahwa 73% perawat menyatakan pelaksanaan supervisi kepala ruangan baik. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan olehWibowo (2013) di RST Wijayakusuma Purwokerto yang menyatakan bahwa 53% supervisi kepala ruangan dilakukan dengan baik.Data tersebut menunjukkan bahwa masih ada kepala ruangan yang melakukan supervisi dengan tidak baik.

Hasil lain mengenai supervisi kepala ruangan dilakukan oleh Rumampuk dkk (2013) di ruang rawat inap RSU Gunung Maria Tomohon bahwa 95,2% perawatmenyatakan supervisi kepala ruangan dilakukan dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Supratman dan Sudaryanto (2008) menyimpulkan bahwa pelaksanaan supervisi diberbagai rumah sakit di Indonesiamasih belum optimal. Penelitian Mua (2011) mengemukakan bahwa tidak optimalnya supervisi kepala ruanganharus mendapat perhatian yang serius dari bidangkeperawatan, mengingat resiko dan dampak yangdapat timbul berkaitan dengan supervisi kepala ruangan yang tidak optimal yaitu pelayanankeperawatan yang tidak berkualitas.

Hasil supervisi kepala ruangan yang dilakukan secara langsung menunjukkan 78,4% perawat menyatakan dilakukan dengan baik.Hasil penelitian Muhasidah (2002) menunjukkan teknik supervisi yang baik adalah supervisi secara langsung dan bila dilakukan secara terus menerus dan terprogram dapat memastikan pelaksanaan


(60)

asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik keperawatan. Hasil supervisi kepala ruangan yang dilakukan secara tidak langsung menunjukkan 79,7% perawat menyatakan dilakukan dengan baik.Supervisi tidak langsung memungkinkan terjadinya salah pengertian (misunderstanding) dan salah persepsi (misperception) karena supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan (Arwani dan Supriyatno, 2005).

Hasil pada item kuesioner penelitian tentang kepala ruangan dan perawat pelaksana mendiskusikan hal-hal yang belum dicapai dalam pelaksanaan pemberian obat didapat bahwa 5,4% perawat menyatakan tidak pernah melakukannya. Sesuai dengan pendapat Marquis dan Huston (2010) bahwa dengan dilakukannya penilaian akan membuat perawat mengetahui tingkat kinerja mereka. Sehingga perawat dapat meningkatkan kinerjanya.

Hasil pada item kuesioner lainnya didapat bahwa 47,3% perawat menyatakan kepala ruangan selalu menegur mereka jika pemberian obat yang dikerjakan tidak benar dan 40,5% perawat menyatakan bahwa kepala ruangan selalu memberikan motivasi pada perawat untuk melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar pemberian obat. Sesuai dengan pendapat Tobing dan Napitupulu (2011) bahwa supervisor harus memotivasi orang-orang yang dipimpinnya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya dan memberi kritik yang konstruktif.


(61)

Hasil dari pernyataan kuesioner penelitian tentang kepala ruangan memberi pujian kepada perawat pelaksana apabila melakukan pemberian obat dengan benar didapat 37,8% perawat menjawab kadang-kadang dan 9,5% perawat menjawab tidak pernah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pendapat Arwani dan Supriyatno (2005) bahwa kepala ruangan (supervisor) perlu memberikan reinforcement berupa pujian pada perawat pelaksana apabila melakukan pekerjaannya dengan benar sehingga dapat meningkat motivasi kerja perawat.Penelitian yang dilakukan olehRidwan (2013) menyimpulkan bahwa motivasi ekstrinsik akan mempengaruhi kinerja perawat. Sesuai dengan teori motivasi kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham A.Maslow yang salah satunya adalah kebutuhan akan harga diri yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai.

5.2.2 Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan mayoritas dalam kategori baikyaitu sebanyak 91,9%. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Wardana dkk (2013) di RSUD Dr. H . Soewondo Kendal bahwa 58,2% perawat melakukan pelaksanaan prinsip “enam benar” dengan baik. Data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat di RSUD Dr. Pirngadi Medan sudah baik. Suhaeni (2005) menyatakan bahwa tingkat


(62)

pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan, ia juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan. Sesuai dengan data demografi menunjukkan bahwa 64,9% pendidikan terakhir perawat adalah D3 Keperawatan dan 29,7% adalah S1 Keperawatan.

Benar pasien dilakukan dengan baik sebanyak 90,5%. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Armiyat dkk (2007) di RS Dr. Kariadi Semarang bahwa 60% perawat melakukan benar pasien dengan baik. Data tersebut menunjukkan bahwa masih ada perawat yang melakukan benar pasien dengan tidak baik. Sesuai dengan pernyataan kuesioner tentang perawat menanyakan langsung nama lengkap pasien sebelum memberikan obat terdapat 1,4% perawat menyatakan tidak pernah menanyakannya serta 5,4% perawat menyatakan tidak pernah mengecek identitas pasien berdasarkan papan nama pasien. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik seperti yang dikemukakan oleh Potter dan Perry (2005) bahwa langkah penting dalam pemberian obat adalah meyakinkan obat tersebut diberikan kepada pasien yang tepat.

Benar obat dilakukan dengan baik sebanyak 98,6%. Sebanyak 67,6% perawat menyatakan selalu memastikan obat yang akan diberikan sesuai dengan indikasi pasien namun terdapat 1,4% perawat


(63)

yang tidak pernah menanyakan pasien ada tidaknya alergi terhadap obat yang akan diberikan. Potter dan Perry (2005) menyatakan bahwa perawat yang tidak menanyakan ada tidaknya alergi sebelum memberikan obat berarti melanggar hak pasien dan membahayakan keselamatan pasien.

Benar dosis dilakukan dengan baik sebanyak 97,3%namun terdapat 2,7% pelaksanaannya dengan tidak baik, terdapat 1,4% perawat yang menyatakan tidak pernah memastikan dosis obat yang diresepkan sesuai dengan kebutuhan pasien. Vaughans (2013) menyatakan bahwa peraawat perlu memastikan dosis obat sesuai dengan kebutuhan pasien agar tidak terjadi resistensi obat maupun kematian akibat dosis yang berlebih.

Benar waktu dilakukan dengan baik sebanyak 97,3%. Hal ini dimungkinkan karena 82,4% perawat telah memeriksa waktu pemberian obat pada program terapi dari dokter sebelum memberikan obat. Sementara itu 83,8% perawat memberikan obat pada pasien sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukanoleh peneliti dari Auburn University di 36 rumah sakitdan nursing home di Colorado dan Georgia, USA, padatahun 2002, bahwa dari 3216 jenis pemberian obat, 43%diberikan pada waktu yang salah (JCAHO, 2002).

Benar rute dilakukan dengan baik yaitu sebanyak 97,3%. Perawat harus memberikan obat sesuai dengan rute yang telah


(64)

ditetapkan dan memastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk pasien (Kozier, et al., 2010). Hasil analisis pernyataan kuesioner penelitian sebanyak 79,7% perawat selalu memberikan obat sesuai dengan rute yang telah ditentukan.

Benar dokumentasi dilakukan dengan baik sebanyak 97,3%. Diruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi 74,3% perawat selalu mencatat pendokumentasian dengan segera akan tetapi sebanyak 6,8% perawat tidak pernah mencantumkan nama ataupun inisial dalam pendokumentasian.

Hasil dari analisa setiap komponen prinsip “enam benar” pemberian obat menunjukkan bahwa masih ada beberapa perawat yang melakukan setiap komponennya dengan tidak baik. Hal ini perlu diperhatikan agar perawat dapat meningkatkan kualitas kinerja dalam pelaksanaan pemberian obat sehingga keselamatan pasien lebih terjamin.

5.2.3 Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan berhubungan secara positif dengan kekuatan hubungan sedang, apabilasupervisi kepala ruangan dilakukan dengan baik maka pelaksanaan pemberian obat oleh perawat


(65)

pun akan baik. Supervisi yang dilakukan dengan baik, akan menghasilkan banyak manfaat yaitu meningkatkan efektifitas kerja berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan (Suarli dan Bahtiar, 2009). Hasil tersebut didukung oleh teori yang menyatakan bahwa pemberian obat yang efektif oleh perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh supervisi yang dilakukan kepala ruangan (Searl, 2009).

Supervisi yang dilakukan dengan baik merupakan bentuk dukungan dari lingkungan untuk meningkatkan kualitas kerja perawat sehingga kualitas pemberian obat dapat menjadi lebih baik. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Kuntarti (2005) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat dan salah satunya adalah faktor eksternal yaitu supervisi atasan. Hasil kekuatan hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat berada pada tingkat sedang hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat seperti yang dinyatakan oleh Kuntarti (2005) bahwa faktor internal berupa tingkat pengetahuan serta karakteristik perawat juga mempengaruhi pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat.


(66)

Supervisi memungkinkan seorang kepala ruangan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sehingga dapat diatasi (Arwani dan Supriyatno, 2005). Sesuai dengan pernyataan perawat terkait dengan supervisi yang dilakukan kepala ruangan bahwa 37,8% perawat menyatakan kepala ruangan sering menanyakan kesulitan dalam pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat dan 25,7% perawat menyatakan kepala ruangan selalu selalu mendiskusikan hal-hal yang belum dicapai dalam pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat dengan perawat.

Gillies (1996) bahwa supervisi keperawatan bertujuan untuk melaksanakan inspeksi, evaluasi dan meningkatkan hasil kerja, dengan dilakukannya inspeksi dan evaluasi maka seorang pemimpin dapat mengatasi masalah dengan cepat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur dkk (2013) di ruang rawat inap RS Universitas Hasanuddin bahwasupervisi (p=0.002) berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety. Hasil lain seperti yang dikemukakan oleh Nainggolan (2010) bahwa pelaksanaan supervisi oleh kepala ruangan memiliki pengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.


(67)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

6.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas kepala ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan melakukan supervisi dengan baik. Kepala ruangan masih sering memberikan bimbingan terkait prinsip enam benar pemberian obat maupun memberikan motivasi kepada perawat untuk melaksanakan pemberian obat dengan benar.

Pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat hampir seluruhnya baik. Setiap komponen enam benar pemberian obat dilakukan dengan baik, namun benar pasien merupakan komponen terendah yang dilakukan dengan baik. Mayoritas perawat memastikan obat diberikan pada pasien yang tepat dengan dosis, waktu dan rute yang benar. Setelah melakukan pemberian obat mayoritas perawat langsung mendokumentasikan pemberian obat yang dilakukan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa supervisi kepala ruangan berhubungan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat. 6.2. Saran

6.2.1 Bagi Pendidikan Keperawatan


(68)

pentingnya melaksanakan prinsip “enambenar” pemberian obat sesuai indikasi di rumah sakit. Membiasakan untuk berlatih melakukan prinsip “enam benar” sejak masa pendidikan itu sangat penting, agar dapat menerapkannya ketika sudah berada di lingkungan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya dengan baik.

6.2.2 Bagi Pelayanan Kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan terutama bagi perawat agar mengoptimalkan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat terkhusus pada saat mengidentifikasi pasien baik dari gelang identitas, papan nama ataupun menanyakan langsung nama lengkap pasien.

6.2.3 Bagi Manajemen Rumah Sakit

Pelaksanaan supervisi kepala ruangan harus lebih ditingkatkan dengan melakukan pembinaan atau pelatihan supervisi bagi kepala ruangan guna meningkatkan kompetensi supervisi kepala ruangan sehingga tercapainya pelayanan rumah sakit yang berkualitas

6.2.4 Bagi penelitian keperawatan

Pada penelitian ini peneliti tidak mengobservasi langsung pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat maupun supervisi yang dilakukan perawat dan kepala ruangan, untuk lebih mengoptimalkan hasil penelitian diharapkan peneliti selanjutnya melakukan observasi dalam penelitian supervisi kepala ruangan dan pemberian obat.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1997). Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Armiyat. Yunie, at al. (2007). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja dengan Penerapan Prinsip “Enam Benar” dalam Pemberian Obat di Ruang Rawat Inap RS Dr. Kariadi Semarang. Jurnal UNIMUS 1 oktober 2007.

Arwani dan Supriyanto. (2005).Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bina Upaya Kesehatan Kementerian Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Modul Manajemen dan Pemberian Asuhan di Unit Ruang Rawat Rumah Sakit. Bandung: Depkes.

Dharma, A. (2003). Manajemen Supervisi: Petunjuk Praktis Bagi Para Supervisor. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dwiprahasto (2006). Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer, Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran.

Gillies, D. A. (1996). Nursing Management: A System Approach. 2nd ed. (Terj. Sukmana, Dika dan Rika. 2010). Jakarta: EGC.

Hughes R.G dan Blegen M.A. (2008). Patient Safety and Quality: An Evidence

Based Handbook for Nurse.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2656Diakses pada 28 Januari 2015.

Joint Commission on Accreditation of Health Organization. (2002). Research

shows disturbing drug error

rates.http://www.glencoe.com/ps/health/article.php4?articleId=518. Diakses pada 28 November 2014.

Kee dan Hayes. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.


(1)

MASTER DATA PENELITIAN


(2)

(3)

O


(4)

(5)

JK = Je is Kela i U = Usia

PT = Pe didika Terakhir MK = Masa Kerja

S = Supervisi O = Obat


(6)