Pandangan Ulama Klasik tentang Perkawinan Beda Agama

dari ulama salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut di atas, maka riwayat itu dinilai tidak shahih. 32 Adapun sahabat Umar yang menyuruh beberapa sahabat yang lain agar menceraikan istri-istri mereka yang ahli kitab, maka hal itu dipahami sebagai suatu kekhawatiran beliau. Sebagai Khalifah, beliau khawatir perilaku mereka akan menjadi fitnah bagi umat Islam. Atas dasar inilah, Umar mencegah mereka untuk menikahi ahli kitab, tetapi hal itu bukan berarti beliau mengharamkannya, maksud fitnah disini adalah perilaku mereka itu akan ditiru oleh anak buahnya karena mereka para pemimpin, sehingga nanti wanita-wanita Islam tidak ada yang menikahinya. 33 Meskipun banyak diantara ulama yang membolehkannya, akan tetapi ulama yang melarangnya secara mutlak pun ada. Bahkan dalam konteks Indonesia Majelis Ulama Indonesia MUI telah memfatwakan pada Fatwa MUI No.04MUNAS VIIMUI82005 bahwa haram hukumnya perkawinan antar muslim dan non-muslim baik ahli kitab maupun selainnya. Hal demikian berlandaskan pada firman Allah swt : 32 Lihat: Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni Juz IX, Saudi Arabia, Dar Alam al-Kutub, 1997, h. 545. 33 Ali Mustafa Yaqub, Nikah Beda Agama dalam Al- Qur‟an dan Hadits, h. 29-30 “Artinya : dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sampai mereka beriman. Sungguh hamba sahaya perempuan beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, walaupun dia menaik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang laki-laki musyrik dengan perempuan yang beriman sampai mereka beriman. Sungguh hamba sahaya laki-laki lebih beriman lebih baik dari laki-laki musyrik walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajaka ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat- Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.al-Baqarah : 221 Lalu selain itu, diterangkan-Nya juga dalam surat al-Mumtahanah ayat 10 yang berbunyi : “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu permpuan-perempuan yang beriman, maka hendaknya kamu uji keimanan mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada suami-suami mereka orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang itu tiada hala pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada suami-suami mereka mahar yang mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali pernikahan dengan permpuan-perempuan kafir. Dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar. Demikian hukum Allah yang ditetapkan-Nya diantara kamu. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. al-Mumtahanah : 10 Disamping itu mereka juga mengacu pada perkataan Abdullah bin Umar bahwa tidak ada kemusyrikan yang lebih besar daripada perempuan yang meyakini bahwa Isa bin Maryam adalah Tuhannya. Dengan demikian, perkawinan lelaki muslim dengan wanita non-muslim secara sepenuhnya haram, karena ahli kitab itu kategori kaum musyrikin. Sementara menurut Ibnu Abbas, hukum perkawinan dalam al-Baqarah ayat 221 dan al-Mumtahanah ayat 10 di atas dimana laki-laki muslim haram menikahi wanita non-muslim telah dihapus mansukh oleh surah al-Maidah ayat 5 yang membolehkan laki-laki muslim mengawini wanita ahli kitab. Karenanya yang berlaku adalah hukum dibolehkannya perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab. 34 2. Perkawinan Laki-laki non-Muslim dengan Perempuan Muslimah Sementara perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan muslim diperdebatkan tentang hukum kebolehannya, maka perkawinan laki-laki non-muslim dengan perempuan muslim dalam pandangan ulama secara umum menghukuminya haram dan diantara ulama klasik tesebut tidak tedapat perdebatan terkait hal ini. Meskipun surah al-Mumtahanah ayat 10 telah di nasakh oleh surah al-Maidah ayat 5, namun karena ayat tersebut tidak menjelaskan tentang perkawinan antara laki-laki non-muslim dengan perempuan muslim, sehingga para ulama beranggapan bahwa yang diperbolehkan hanyalah perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan non-muslim tapi tidak sebaliknya. 34 Lihat Ibn Qudamah, Al-Mughni Juz IX, h. 545. Meski demikian, bukan berarti tidak ada yang memperdebatkannya dan berpandangan berbeda. Semisal Cak Nur, diantara ilmuan yang membolehkan terjadinya perkawinan antara laki-laki non-muslim dengan perempuan muslim. Pendapat seperti ini muncul karena anggapan bahwa tidak ada nash yang mengatur secara jelas perkawinan seperti ini, meskipun tidak ada yang memperbolehkan perkawinan seperti itu. Tapi menarik juga untuk dicermati, karena tidak ada larangan yang sharih. 35 35 Nurcholish Madjid dkk, Fiqh Lintas Agama cet-3, h.163

BAB III BIOGRAFI SOSIAL INTELEKUAL NURCHOLISH MADJID DAN ALI

MUSTAFA YAQUB

A. Nurcholish Madjid

1. Biografi Sosial

Nurcholish Madjid selanjutnya dipanggil Cak Nur seperti panggilan akrabnya, lahir pada tanggal 17 Mei 1939 di Mojoanyar Jombang, ditengah keluarga yang sederhana, „alim serta saleh. Ayahnya Abdul Madjid seorang petani di desa kecil tamatan Sekolah Rakyat SR dan salah seorang santri kesayangan Kiyai Hasyim Asy’ari. 1 Abdul Madjid dikenal sebagai kiyai yang lahir dari rahim NU, termasuk orang yang melawan arus utama, dan tidak masuk dalam jaringan ulama NU serta menolak bergabung dengan partai NU. Dia justru bergabung dan menjadi pendukung setia partai Masyumi yang merupakan ibu kandung partai NU sebelum akhirnya berpisah mengambil jalannya masing-masing. 2 Sikap yang diambil oleh Abdul Madjid ini berpengaruh tidak hanya terhadap dirinya, tapi juga terhadap Cak Nur. Pengaruh pandangan Masyumi yang modernis lewat ayahnya 1 Lihat Dedy Amaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia : Pemikiran dan Aksi Politik, Bandung: Zaman wacana mulia, 1998 h.122 2 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia : Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid, Djohan Efendi, Ahmad Wahib dan Abdurahman Wahid, Jakarta: Paramadina, 1999, h. 72 masuk secara sadar ke dalam kehidupan keluarga, dan selanjutnya menyublim ke dalam pemikiran Cak Nur Kecil. 3 Cak Nur mendapatkan pendidikan dasar SR di Mojoanyar bersamaan dengan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar, Jombang. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah SMP di Pesantrren Darul Ulum, Rejoso, Jombang, akan tetapi karena dia berasal dari keluarga NU yang Masyumi, maka dia tidak betah di Pesantren yang afiliansi politiknya adalah NU ini. 4 Sehingga diapun pindah ke pesantren yang modernis, yaitu KMI Kulliyatul Mu‟allimin al- Islamiyyah, Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo. 5 Setelah dinyatakan lulus dari Gontor, Cak Nur kemudian melanjutkan studinya dengan masuk ke IAIN Jakarta sekarang UIN Syarif Hidayatullah dan mengambil Fakultas Adab jurusan Sastra Arab, hingga akhirnya lulus dengan menyandang gelar lulusan terbaik pada tahun 1968. 6 Selanjutnya pada tahun 1973, setelah kelulusannya dari IAIN, nasib mujur menghampirinya seiring kedatangan Fazlur Rahman dan Leonard Binder yang sedang mencari peserta yang tepat untuk program seminar dan lokakarya di University of Chicago yang didanai Ford Fondation. Selesai mengikuti program 3 Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan: Atikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer, Jakarta: Paramadina 1998, h.271 4 Lihat Dedy Amaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia : Pemikiran dan Aksi Politik, h.123 5 Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan, h.271 6 Lihat Budi Hendianto, 50 Tokoh Liberal Indonesia: Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme Agama, Jakarta : Hujjah Press, 2007, h.64 tersebut, Cak Nur meminta kembali kepada Leonard Binder agar ia dapat kembali lagi dengan status mahasiswa, hingga pada bulan Maret 1978, Cak Nur kembali lagi ke Amerika Serikat mengambil program pasca sarjana di University of Chicago. Di sini Fazlur Rahman mengajaknya untuk mengambil penelitian dibidang kajian keislaman di bawah bimbingannya daripada kajian ilmu politik di bawah bimbinga Leonard Binder yang sejak awal direncanakan Cak Nur. 7 Cak Nur menamatkan kuliah di University of Chicago dengan predikat cumlaude tahun 1984, dengan judul disertasi “Ibn Taymiya on Kalam and Falsafah: A Problem of Reason and Revelation in Islam ” Ibnu Taymiyah dalam Ilmu Kalam dan Filsafat: Masalah Akal dan Wahyu dalam Islam. 8 Cak Nur meninggal pada 29 Agustus 2005 akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata meskipun merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada negara. 9

2. Karya-kaya Intelektual

Dalam karya-karya tulis yang telah dipublikasikan oleh Cak Nur jelas sekali dapat kita lihat bagaimana cara pandang Cak Nur tentang suatu fenomena sosial yang menimpa bangsa Indonesia. Sehingga tulisa-tulisannya pun selalu 7 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h.85 8 Lihat Budhy Munawarrahman, Pengantar Ensiklopedi Nurcholish Madjid, 9 http:www.biografitokohblogspot.com diunduh pada tanggal 10 oktober 216 pukul 17.00 wib