UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Tujuan Khusus:
1. Mengidentifikasi gambaran
kalangan masyarakat
pengguna obat
antinyeri secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang 2. Mengetahui perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara
umum di Apotek Kabupaten Rembang 3. Mengidentifikasi jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di
apotek Kabupaten Rembang
1.5 Manfaat Penelitian
1. Untuk Masyarakat Penelitian
ini dapat
menambah wawasan,
pengetahuan dan
perilaku mengenai penggunaan obat analgesik sebagai obat swamedikasi.
2. Untuk Apoteker Dengan adanya hasil penelitian ini bisa menjadi pengingat apoteker untuk
melakukan fungsinya sebagai penjamin efikasi obat, keamanan obat, kualitas obat, keterjangkauan dan ketersediaan obat untuk pasien.
3. Untuk Institusi Pendidikan Farmasi Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dalam pengembangan
kurikulum farmasi komunitas serta menjadi dasar untuk farmasi komunitas serta bisa menjadi masukan dalam program pemberian pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku swamedikasi menggunakan obat antinyeri secara aman dan rasional.
4. Untuk Peneliti Penelitian ini memberikan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman selama proses
penelitian dan
diharapkan menjadi
rujukan informasi
untuk peneliti
selanjutnya atau untuk dunia pendidikan terkait perilaku swamedikasi obat antinyeri.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi cross-sectional dan metode pendekatan
kuantitatif. Data
yang digunakan
adalah data
primer yang
bersumber dari kuesioner yang dibagikan langsung kepada pasien yang melakukan swamedikasi di Apotek terpilih di Kabupaten. Rembang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kuesioner berisi identitas karakteristik responden, profil swamedikasi dan perilaku swamedikasi. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang
datang di apotek yang sedang dan akan menggunakan obat antinyeri secara swamedikasi. Penelitian ini dimulai bulan Maret-April 2016 di tiga apotek di
Kabupaten Rembang yang terpilih.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Swamedikasi
2.1.1 Definisi
Swamedikasi atau
sering disebut
self-medication adalah
pemilihan penggunaan obat sendiri untuk mengobati atau mengendalikan penyakit dan
gejala penyakit WHO, 1998. Banyak pendapat lain yang mengemukakan tentang swamedikasi yaitu kegiatan mendapatkan dan mengkonsumsi obat
tanpa nasehat, diagnosis, perawatan, dan pemantaun dari dokter Abdul Nazer Ali et.al, 2012. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi
keluhan-keluhan dan
penyakit ringan
yang sering
terjadi di
kalangan masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag,
cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain BPOM, 2014.
2.1.2 Syarat Swamedikasi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam swamedikasi menurut WHO adalah penyakit yang diderita adalah penyakit dan gejala ringan yang
tidak diperlukan untuk datang ke dokter atau tenaga medis lainnya. Selain itu obat yang dijual adalah obat golongan over-the-counter OTC. WHO, 2000
2.1.3 Penghentian Swamedikasi
Pengobatan swamedikasi menurut BPOM, 2014 harus dihentikan bila: 1. Timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual dan muntah
2. Terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit 3. Salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang salah
2.1.4 Penggolongan obat Swamedikasi
Banyak obat yang biasanya digunakan dalam swamedikasi. Kelas obat yang digunakan swamedikasi adalah obat seperti Parasetamol,
NSAID, antibiotik, sirup batuk, antasida, obat kulit, obat herbal, dan antihelmentik.
Obat yang digunakan dalam swamedikasi adalah obat yang digunkaan untuk 7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati penyakit ringan Shanker, 2002. Menurut SI.Sharif et al 2015, obat yang umumnya dibeli oleh masyarakat di komunitas farmasi di Uni
Emirat Arab adalah obat golongan pereda nyeri, vitamin dan mineral, antihistamin, antasida, dan dekongestan Sulaiman I. Sharif, et.al, 2015
Obat yang beredar di pasaran dikelompokkan menjadi 5 lima golongan. Masing-masing golongan mempunyai kriteria dan mempunyai tanda khusus.
Sedangkan di BPOM disebutkan bahwa tidak semua obat dapat digunakan untuk swamedikasi, hanya golongan obat yang relatif aman yaitu golongan
obat bebas dan obat bebas trerbatas. 1. Obat Bebas
Adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Terdapat ciri yang terlihat di kemasan dan etiket obat yaitu lingkaran hijau TC 396 dengan
garis tepi berwarna hitam contoh obat bebas ini adalah Simetikon . 2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas merupakan obat yang sebenarnya keras tetapi masih bisa dibeli tanpa resep dokter. Obat golongan ini bebas tapi biasanya
ditandai dengan adanya peringatan pada kemasan obat. Logo yang terdapat khusus di kemasan ini adalah logo lingkaran berwarna biru TC
308 dengan garis tepian berwarna hitam. Contoh obatnya seperti CTM Klorfeniramin Maleat
Tanda peringatan obat bebas terbatas selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, bentuknya persegi panjang dengan huruf berwarna putih
dan latar atau dasarnya berwarna hitam, dengan ukuran panjang x lebar adalah 5 cm x 2 cm, tanda peringatan ini ada 6 macam, yaitu P No.1 sd P
no.6, sebagai berikut:
P. No. 1 Awas Obat Keras
Bacalah aturan memakainya P. No. 3
Awas Obat Keras Hanya untuk bagian luar dari
badan P. No. 5
Awas Obat Keras Tidak boleh ditelan
P. No. 1 Awas Obat Keras
Obat wasir, jangan ditelan P. No. 4
Awas Obat Keras Hanya untuk dibakar
P. No. 2 Awas Obat Keras
Hanya untuk kumur, jangan ditelan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Peran Apoteker dalam Swamedikasi
Apoteker memiliki tanggungjawab besar atas keberhasilan pengobatan sendiri yang dilakukan masyarakat. Dalam penelitian menyatakan bahwa
masyarakat hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang pengobatan sendiri dan untuk mencegah dan mengurangi masalah pengobatan ini, maka pasien
bisa bertanya kepada apoteker yang ada dalam farmasi komunitas apotek untuk bisa memberikan informasi dan edukasi terkait penggunaan obat terkait
dan meningkatkan
keamanan pemberian
obat bebas
ke masyarakat.
U.Sushita et.al , 2012 Dijelaskan dalam WHO 1998 bahwa ada beberapa fungsi apoteker
dalam pengobatan swamedikasi adalah sebagai berikut: 1. Sebagai Komunikator
a. apoteker harus memulai dialog dengan pasien terkadang juga dokter pasien jika dibutuhkan untuk mendapatkan riwayat pengobatan yang
cukup b. jika memesan harus menanyakan kondisi tempat tinggal pasien agar
bisa mengetahui kondisi dan informasi yang relevan c. apoteker
harus mempersiapkan
kelengkapan untuk
melakukan scrining untuk kondisi dan penyakit khusus tanpa adanya intervensi
dari obat yang diinginkan pasien d. apoteker harus menyediakan informasi yang objektif tentang obat
e. apoteker harus mampu memberikan tambahan informasi tentang obat untuk meningkatkan kepuasan pasien
f. apoteker harus mampu membantu menjalankan pengobatan pasien ketika dibutuhkan oleh pasien, atau kembali menjelaskan tentang
nasehat pengobatan pasien g. apoteker harus percaya diri dalam mencaritahu kondisi pasien secara
detail 2. Sebagai Supplier Kualitas Obat
a. apoteker harus memastikan bahwa produk yang dia beli adalah berkualitas baik dan memiliki sumber yang baik
b. apoteker harus memastikan penyimpanan yang tepat untuk produk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Sebagai Pelatih dan Pengamat a. memastikan kualitas pelayanan yang up to date, apoteker harus
didorong untuk
berpartisipasi dalam
kegiatan pengembangan
profesional seperti pendidikan yang berkelanjutan b. apoteker yang dibantu oleh staf non-apoteker harus memastikan
bahwa staf yang dimiliki memiliki standar yang sesuai dengan yang ditetapkan
4. Sebagai Kolaborator a. harus bisa berkolaborasi dengan pelayan kesehatan yang lain, asosiasi
profesional lain, industri farmasi, pemerintah lokal dan nasional, pasien dan masyarakat umum.
5. Sebagai Promotor Kesehatan a. ikut serta dalam skrining pasien untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan dan itu bisa menjadi risiko di komunitas masyarakat b. berpartisipasi
dalam kampanye
promosi kesehatan
untuk meningktakan kewaspadaan terkait isu kesehatan dan pencegahan
penyakit c. meningkatkan nasehat secara individu untuk membantu memberikan
informasi pemilihan kesehatan. Selain beberapa tugas apoteker diatas, biasanya dalam beberapa
negara berkembang,
jumlah apoteker
di masyarakat
sangat sedikit
sehingga susah untuk mendapatkan informasi dari apoteker. Untuk itu, apoteker bisa melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk
bisa melakukan pelatihan dan orientasi di masyarakat sehingga bisa mendukung kegiatan dan tugas apoteker dalam kegiatan swamedikasi.
WHO, 1998 2.1.6
Keuntungan Swamedikasi
Menurut WHO Drug Information Vol.14, 2000 keuntungan melakukan swamedikasi sebagai berikut:
a. memberikan fasilitas untuk bisa mendapatkan obat b. mengurangi biaya berobat ke dokter
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. memudahkan masyarakat mendapatkan obat tanpa harus datang ke dokter umum atau spesialis
2.1.7 Kerugian Swamedikasi
Menurut WHO Drug Information Vol.14, 2000 kerugian swamedikasi sebagai berikut:
a. terjadinya interaksi obat swamedikasi dengan obat lainnya b. tidak diperhatikannya kontraindikasi obat dengan kondisi pasien seperti
hamil, menyusui, penggunaan untuk anak-anak, pengemudi, kondisi bekerja, konsumsi alkohol, atau lainnya.
2.1.8 Swamedikasi yang Aman
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan swamedikasi adalah tentang keamanan obat itu sendiri. Dalam melakukan swamedikasi
dengan benar, masyarakat perlu mengetahui informasi yang jelas dan terpercaya mengenai swamedikasi tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan
menurut BPOM 2014 adalah sebagai berikut: 1. Mengenali kondisi ketika akan melakukan swamedikasi
Dalam praktek
swamedikasi, kondisi
pasien harus
diperhatikan dengan baik, beberapa kondisi pasien tersebut adalah kehamilan atau
rencana ingin hamil, menyusui, usia baik lansia atau balita, keadaan diet khusus, konsumsi obat dan suplemen makanan lain, gangguan masalah
kesehatan baru yang berbeda dengan gangguan masalah saat ini serta mendapatkan pengobatan dari dokter.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah kondisi pasien ibu hamil, dalam kondisi hamil pemilihan obat harus dilakukan secara hati-
hati, karena beberapa jenis obat dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan pada janin. Beberapa jenis obat juga disekresikan kedalam air
susu ibu, meskipun kadarnya sedikit namun tetap akan berpengaruh kepada bayi dalam kandungan ibu hamil tersebut. Pemilihan jenis obat
untuk pasien yang sedang melakukan diet khusus juga perlu diperhatikan hal ini berpengaruh pada kandungan zat aktif obat, misalnya obat bentuk
sirup yang umumnya berbahan dasar gula dalam kadar cukup tinggi harus diberikan berhati-hati kepada pasien yang sedang diet gula.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Melihat hal tresebut, sangat diperlukan pengamatan kondisi pasien sebelum dilakukan praktek swamedikasi agar tak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan yaitu dengan membaca peringatan atau perhatian yang tertera pada label atau brosur dalam obat bisa dilakukan untuk
mengetahui cara penggunaan obat yang benar sesuai kondisi pasien. 2. Memahami bahwa ada kemungkinan interaksi obat
Banyak obat dapat berinteraksi dengan obat lainnya atau berinteraksi dengan makanan dan minuman. Untuk menghindari hal tersebut maka
nama obat dan zat aktif obat perlu dikenali ketika hendak dikonsumsi dan ditanyakan langsung kepada apoteker di apotek mengenai ada tidaknya
interaksi obat-obat tersebut. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan maka membaca aturan
pakai dalam kemasan atau label obat sangat penting. 3. Mengetahui obat-obat yang digunakan untuk swamedikasi
Golongan obat yang digunakan untuk swamedikasi hanyalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas ditandai dengan logo warna
hijau dengan garis tepi hitam dan logo obat bebas terbatas adalah logo lingkaran warna biru dengan garis tepi hitam. Logo obat biasanya ada di
kemasan atau etiket obat. 4. Mewaspadai efek samping yang mungkin terjadi
Efek obat tidak hanya memberikan efek farmakologi, tapi terkadang memberikan efek yang tidak diinginkan atau disebut dengan efek
samping obat. Efek samping yang ditimbulkan oleh suatu obat terkadang tidak
perlu dilakukan
tindakan medis
untuk mengatasinya,
namun beberapa obat perlu diperhatikan secara lebih penanganannya. Beberapa
efek yang sering timbul antara lain reaksi alergi, gatal-gatal, ruam, mengantuk, mual, muntah dan sebagainya. Efek samping tidak semua
terjadi pada individu, terkadang ada individu yang bisa mentolelir efek samping obat. Untuk mencegah terjadinya efek samping yang lebih parah
maka sebaiknya dilakukan penghentian obat dan segera dikonsultasikan dengan tenaga medis terkait.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Meneliti obat yang akan dibeli Pada saat pembelian obat, yang perlu diperhatikan lainnya adalah
melihat keadaan sediaan dan kemasan obat. 6. Mengetahui cara penggunaan obat yang benar
Penggunaan obat
bisa dikatakan
benar jika
sebelumnya telah
membaca aturan sesuai dengan petunjuk yang tertera pada label. Tujuan membaca petunjuk pada label ini adalah agar jangka waktu terapi sesuai
anjuran dan memberikan efek yang baik. Apabila tidak timbul efek yang diinginkan maka dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter dan
tenaga medis lainnya. Cara penggunaan obat juga harus diperhatikan bentuk sediaannya, karena jenis obat bermacam-macam.
7. Mengetahui cara penyimpanan obat yang baik Penyimpanan obat akan berpengaruh kepada potensi obat. Sebagai
contoh sediaan oral seperti tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan dalam tempat lembab, karena menimbulkan pertumbuhan bakteri dan
jamur. Dalam
penyimpanan obat
harus diperhatikan
juga tanggal
kadaluarsa obat.
2.2 Obat Analgetika