Raionalitas Obat Swamedikasi Penghasilan
                                                                                UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
apoteker  serta  mendapatkan  obat  yang  sesuai  permintaan  responden  dan  nilai  54,6 yang  memiliki  kekurangan  dalam  ketepatan  penggunaan  obat  oleh  responden.
Ketepatan responden dalam melakukan perilaku tepat obat ini berkait dengan dikenal tidaknya Apoteker di kalangan masyarakat U.Sushita, 2014
Indikator lain yang dilihat tepat perilaku adalah tepat rute dan hasilnya 100 responden  memberikan  jawaban  bahwa  penggunaan  obat  antinyeri  secara
swamedikasi diberikan tepat rute, yaitu obat digunakan melalui oral dan jenis obatnya ditelan,  karena  memang  obat  swamedikasi  yang  diteliti  adalah  jenis  obat  tablet  dan
sirup  saja,  bukan  jenis  obat  nonparenteral.  Rute  perlu  diperhatikan  dan  menjadi tanggung  jawab  apoteker,  karena  obat  memiliki  cara  kerja  yang  berbeda-beda  dan
rute  akan  bergantung  kepada  efektivitas  obat  di  tubuh  nantinya.  Ada  obat  yang memang  dijaga  untuk  hancur  di  usus  dan  dijaga  agar  tidak  hancur  di  mulut  atau
lambung, namun ada juga obat  yang harus hancur di mulut. Secara keseluruhan obat antinyeri  harus  hancur  di  usus  sehingga  pemberian  rute  obat  ini  melalui  mulut  dan
ditelan. Hal lain kenapa rute harus diperhatikan dalam penggunaan obat adalah untuk menjamin kualitas obat dan ketersediaan hayati obat dalam tubuh sehingga efek yang
ditimbulkan bukanlah efek samping namun efektivitas obat yang diinginkan Godman dan Gilman, 2006
Selain  beberapa  indikator  diatas,  ada  indikator  lain  yang  perlu  diperhatikan dalam  penggunaan  obat  antinyeri  secara  rasional.  Hasil  yang  diperoleh  melalui
kuesioner  menunjukkan  terdapat  56,7  responden  benar  dan  tepat  dosis  sebelum melakukan pengobatan nyeri secara swamedikasi dan bernilai 43,3 responden tidak
tepat  dalam  melihat  dosis  sebelum  penggunaan  obat  antinyeri  secara  swamedikasi. Alasan  responden  yang  mengetahui  dosis  sebelum  pemakaian  obat  karena  terlebih
dahulu  membaca  petunjuk  pemakaian  tentang  pembagian  dosis  baik  pada  anak  atau dewasa  serta  menanyakan  itu  ke  apoteker  yang  berada  di  apotek  saat  itu.  Dosis  ini
perlu  diperhatikan  untuk  menjadikan  obat  itu  sesuai  takarannya  dan  mengantisipasi kelebihan  dosis  atau  overdoses  atau  ketidakefektifan  obat  karena  kekurangan  dosis.
Pertanyaan yang mencakup dosis ini meliputi empat pertanyaan yang diajukan untuk responden,  yaitu  selalu  memperhatikan  dosis,  meminum  dua  tablet  ketika  lupa,
meminum dua kali dengan jarak yang berdekatan  ketika nyeri kambuh dan meminum obat  satu  tablet  sekali  minum.  Hal-hal  tersebut  memang  perlu  ditanyakan  kepada
responden, karena hal inilah yang terjadi di masyarakat sesuai dengan penelitian yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilakukan  oleh  Puji Pratiwi  2014  bahwa  dari  100  responden  di  Surabaya  hanya  80 orang  yang  melakukan  cara  minum  dan  jumlah  minum  obat  yang  tepat  ketika  ingin
mempercepat  penyembuhan,  terdapat  20  responden  menyatakan  mereka  meminum dua  tablet  ketika  ingin  menyembuhkan  nyeri  yang  dialaminya,  dan  ini  berkaitan
dengan bioavaibilitas obat di tubuh serta akumulasi obat yang ditubuh sehingga perlu diperhatikan penggunaan dosis obat antinyeri yang dilakukan secara swamedikasi.
Indikator lainnya adalah ketepatan frekuensi lama pemakaian obat antinyeri secara  swamedikasi,  subindikator  dalam  penilaian  ketepatan  frekuensi  adalah
pertanyaan  menghabiskan  minum  obat,  meminum  ketika  muncul  nyeri  saja  dan meminum  obat  tiga  kali  dalam  sehari.  Hasil  yang  diperoleh  hanya  terdapat  24,7
masyarakat  menggunakan  obat  antinyeri  tepat  secara  frekuensi  dan  ada  75,3 masyarakat yang tidak tepat frekuensi dalam penggunaannya. Ketepatan frekuensi ini
dipantau untuk menjaga waktu paruh obat di tubuh, melihat bagaimana obat bisa tetap berefek  di  waktu  yang  telah  ditentukan  atau  obat  tidak  berefek  lagi.  Kebanyakan
masyarakat  meminum  obat  nyeri  ketika  kambuh  adalah  dua  kali  dalam  waktu  yang berdekatan,  hal  ini  bertujuan  agar  penyakit  yang  diderita  oleh  pasien  tersebut  cepat
sembuh dengan berasumsi bahwa meminum obat penghilang nyeri dalam waktu yang berdekatan akan menghilangkan nyeri dan tidak memperhatikan dosis atau akumulasi
obat yang ada. Dilanjutkan  indikator  ketepatan  perilaku  responden  yang  menggunakan  obat
secara aman dan rasional dilihat dari ketepatan perilaku memperhatikan efek samping. Dari  seluruh  responden  yang  berada  di  Kabupaten  Rembang  melakukan  penanganan
obat  secara  tidak  rasional  di  sub  indikator  tepat  efek  samping,  hanya  sekitar  12,4 masyarakat yang faham dan menjalankan kebiasaan memperhatikan efek samping dan
selebihnya  87,6  masyarakat  tidak  memperhatikan  efek  samping  yang  muncul. Menurut MIMS 2008 efek samping obat antinyeri yang terjual bebas di masyarakat
adalah  munculnya  gangguan  pencernaan  dan  mengantuk.  Efek  samping  yang ditimbulkan  oleh  suatu  obat  terkadang  tidak  perlu  dilakukan  tindakan  medis  untuk
mengatasinya,  namun  beberapa  obat  perlu  diperhatikan  secara  lebih  penanganannya BPOM,  2014.  Efek  samping  tidak  semua  terjadi  pada  individu,  terkadang  ada
individu  yang  bisa  mentolelir  efek  samping  obat.  Untuk  mencegah  terjadinya  efek samping  yang  lebih  parah  maka  sebaiknya  dilakukan  penghentian  obat  dan  segera
dikonsultasikan  dengan  tenaga  medis  terkait.  Beberapa  hal  yang  ditanyakan  untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menilai  ketepatan  efek  samping  adalah  penghentian  minum  obat  ketika  muncul  efek lain,  selalu  melihat  tanggal  kadaluarsa  obat  dan  memperhatikan  bentuk  dan  warna
sediaan  obat  untuk  menghindari  efek  yang  tidak  diinginkan.  Efek  samping  obat golongan  AINS  obat  antinyeri  menurut  Goodman    Gilman  2006  secara  umum
memiliki  efek  samping  perdarahan  lambung,  nefrotoksisitas,  dan  bronskopasme  jika obat tidak tepat digunakan.
Nilai  lainnya  yang  dilihat  adalah  ketepatan  interaksi  obat,  beberapa  hal  yang menjadi  penilaian  ketepatan  interaksi  obat  adalah  obat  lain  yang  dikonsumsi  selain
obat  antinyeri,  membolehkan  meminum  obat  lain,  meminum  obat  dengan  teh,  kopi dan  buah.  Interaksi  obat  terjadi  antara  obat  dengan  obat  dan  obat  dengan  makanan.
Nilai  yang  muncul  untuk  ketepatan  interaksi  obat  adalah  97,9  tepat  interaksi  dan hanya  2,1  tidak  tepat  interaksi  obat.  Ketidaktepatan  interaksi  obat  ini  dikarenakan
cara  minum  obat  masyarakat  ada  yang  sebagian  meminum  obat  dengan  teh  karena responden  yang  tidak  biasa  menelan  obat  dengan  air  putih.  Interaksi  obat  ini  perlu
diperhatikan,  karena  interaksi  obat  dengan  obat  akan  menjadikan  sistem  kompetitor satu  sama  lain  antara  satu  obat  dengan  obat  lain  yang  menjadikan  salah  satu  obat
menjadi tidak aktif Stockley Drug Interaction, 2000. Penilaian  ketepatan  perilaku  yang  terakhir  adalah  ketepatan  kontraindikasi
obat,  nilai  yang  muncul  terkait  ketepatan  kontraindikasi  obat  ini  adalah  97,9 mengetahui tepat kontraindikasi dan 2,1 tidak mengetahui ketepatan kontraindikasi.
Pertanyaan  yang  mendukung  nilai  ketepatan  kontraindiaksi  adalah  pengetahuan tentang informasi obat untuk wanita hamil dan menyusui dan tidak diperbolehkannya
meminum  obat  antinyeri  untuk  pasien  penyakit  asma.  Banyak  dari  responden  sudah mengetahui  dan  melakukan  kebiasaan    memperhatikan  yang  berkaitan  dengan
penyakit  obat  antinyeri.  Hal  ini  karena  sudah  kebiasaan,  bahwa  pasien  yang mengalami  kehamilan  dan  menyusui  serta  penyakit  asma  memiliki  keistimewaan
dalam penggunaan obat  antinyeri atau obat  yang  lainnya. Responden selalu bertanya untuk  penggunaan  pasien  wanita  hamil  dan  menyusui  kepada  petugas  apotek.  Pada
pasien  penyakit  asma  tidak  diperbolehkan  menggunakan  obat  antinyeri  secara  bebas karena efek samping dari nyeri yang menjadikan bronkospasme terutama pada pasien
yang  memiliki  riwayat  penyakit  asma  Ioana  Dana  Alexa,  2014.  Selain  itu, kurangnya  responden  yang  kurang  memperhatikan  informasi  pada  kemasan  primer
obat terkait kontraindikasi yang akan terjadi ISO, 2014.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Secara  keseluruhan  perilaku  penggunaan  obat  tentang  rasionalitas  obat antinyeri secara swamedikasi di daerah Kabupaten Rembang memiliki kategori benar
meskipun bedanya tipis dengan kategori salah  yaitu hampir 6:4, benar: salah dan hal ini  bisa  terjadi  karena  kurang  adanya  penyuluhan  informasi  obat  di  kalangan
masyarakat  di  Kabupaten  Rembang  serta  ini  juga  menjadi  tanggungjawab  apoteker juga  untuk  memastikan  penggunaan  obat  yang  tepat  pada  pasien  terutama  obat
swamedikasi.