11.2 46.8 Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani Hortikultura Di Kawasan Bencana Letusan Gunung Sinabung

Saving Capacity Rumahtangga Petani Hortikultura Kapasitas menabung saving capacity rumahtangga dapat dilihat dari selisih total pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. Saving capacity ini mempengaruhi kemampuan rumahtangga dapat bertahan hidup pada saat terjadi krisis. rumahtangga yang tidak memiliki saving capacity akan lebih rentan dibandingkan rumahtangga yang memiliki saving capacity. Berikut grafik yang menampilkan perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani per tahun. Sumber: Data primer Gambar 14 Perbandingan pendapatan rata-rata dan penegeluaran rata-rata rumahtangga petani per tahun menurut lapisan di Desa Perteguhen dan Desa Jeraya tahun 2014-2015 Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa rumahtangga lapisan atas kedua desa memiliki kapasitas menabung yang cukup tinggi. Begitu juga dengan rumahtangga lapisan menengah pada kedua desa menunjukkan kapasitas menabung yang masuk dalam kategori sedang. Sedangkan rumahtangga lapisan bawah di kedua desa tampak berbeda. Rumahtangga lapisan bawah di Desa Perteguhen memiliki saving capacity meskipun relatif kecil. Sedangkan rumahtangga lapisan bawah di Desa Jeraya tidak memiliki saving capacity dimana total pengeluaran lebih besar dibandingkan dengan total pendapatan rumahtangga. Hal ini dibuktikan dari rata-rata rumahtangga lapisan bawah Desa Jeraya memiliki pinjaman ke bank untuk menutupi pendapatan yang tidak sesuai dengan pengeluaran. Hal ini dikarenakan selama beberapa bulan rumahtangga tidak memiliki penghasilan tetap dan menurunnya pendapatan dikarenakan adanya bencana alam yang menyebabkan mereka harus memulai dari awal usaha pertanian mereka. Berikut pemaparan Bapak USS 55 tahun: Desa Perteguhen Desa Jeraya

57.3 107.5

29.8 46.8

32.4 92.8

49.7 41

79.2 20 40 60 80 100 120 Atas Menengah Bawah Atas Menengah Bawah x R p 1 t a h u n Pendapatan Pengeluaran 106.4

64.3 49.9

“Saya meminjam ke saudara dan ke bank. Kalau ke bank pinjaman dalam jumlah besar untuk modal pertanian saya yang terkenan gagal panen. Kalau ke saudara minjam untuk kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya tanaman yang gagal panen kemaren juga belum balik modal, terus kita tidak ada tabungan sama sekali. Kebutuhan makan dan anak sekolah kan tidak mengenal gunung meletus, mau tidak mau ya kita harus minjam menunggu tanaman kita panen lagi, sementara mengandalkan pendapatan jadi aron yang kelamaan tidak cukup” Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Petani Hortikultura Tingkat kemiskinan dalam suatu rumahtangga dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator. Salah satunya adalah dengan menggunakan indikator World Bank, yakni setara denga USD 2.00 per orang per hari atau kurang lebih Rp20 000. Berdasarkan data mengenai total pendapatan rumahtangga petani hortikultura di kedua desa, maka dapat diketahui tingkat kemiskinannya. 176 303 291 539 81 756 157 186 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 Atas Menengah Bawah Desa Perteguhen Desa Jeraya 136 767 294 520 Sumber : Data primer Gambar 15 Pendapatan per kapita per hari rumahtangga petani per tahun menurut lapisan di Desa Perteguhen dan Desa Jeraya tahun 2014-2015 Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa semua rumahtangga lapisan baik di Desa Perteguhen maupun Di Desa Jeraya masih berada di atas garis kemiskinan yang ditunjukkan dari jumlah pendapatan rumahtangga di atas Rp20 000 000hari. Hal ini dikarenakan gaji buruh masing-masing desa minimal Rp60 000 000hari tergantung jenis pekerjaannya dengan jam bekerja 08.00-14.00 sehingga rumahtangga masih bisa bekerja di lahannya sendiri setelah jam itu ataupun bekerja pada bidang lain. Dapat disimpulkan bahwa semua rumahtangga petani tidak akan berada dalam garis kemiskinan selama ia mampu bekerja minimal sebagai buruh tani. Ikhtisar Kontribusi pendapatan setiap rumahtangga pada kedua desawilayah jelas berbeda. Pendapatan rumahtangga Desa Perteguhen wilayah tidak gagal panen pada kategori lapisan atas lebih besar dari sektor non-pertanian. Sektor non- pertanian merupakan pekerjaan utama rumahtangga lapisan atas, sedangkan sektor pertanian hanya sebagai pendukung pendapatan rumahtangga petani hrtikultura lapisan atas. Pada kategori rumahtangga lapisan menengah dan lapisan bawah, pendapatan rumahtangga lebih besar dari sektor pertanian hortikultura. Sektor pertanian hortikultura ini semakin banyak digeluti setelah letusan Gunung Sinabung karena adanya pertanian hortikultura ini memiliki resiko yang lebih kecil dibandingkan pertanian lainnya. Pendapatan rumahtangga Desa Jeraya wilayah gagal panen baik pada lapisan atas, lapisan menengah dan lapisan bawah di dominasi dari sektor pertanian hortikultura. Sama seperti lapisan menengah dan lapisan bawah di Desa Perteguhen, rumahtangga di Desa Jeraya juga memilih untuk lebih menggeluti sektor pertanian hortikultura karena modal dan resiko yang lebih sedikit. Secara umum rumahtangga di kedua desa memanfaatkan pendapatan yang lebih besar dari sektor pertanian hortikultura. Hal ini membuktikan bahwa pertanian hortikultura merupakan pekerjaan utama rata-rata rumahtangga di kedua desa. Total pengeluaran masing-masing lapisan di kedua desa juga berbeda. Pengeluaran yang paling besar yaitu pengeluaran rumahtangga lapisan atas Desa Jeraya. Besarnya pengeluaran akan menentukan saving capacity setiap lapisan rumahtangga. Besarnya saving capacity dapat digunakan rumahtangga pada saat terjadi kondisi krisis. Tingkat saving capacity yang paling besar adalah pada rumahtangga petani hortikultura lapisan atas Desa Jeraya, sedangkan rumahtangga lapisan bawah tidak memiliki saving capacity. Hal ini dikarenakan rumahtangga memiliki kerugian besar dan belum kembali modal akibat letusan Gunung Sinabung. Total pendapatan per kapita per hari dapat menentukan tingkat kemiskinan rumahtangga. Tingkat kemiskinan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator world bank yaitu setara dengtan USD 2.00. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa tidak rumahtangga yang berada dalam kategori rumahtangga miskin. Hal ini dikarenakan untuk gaji buruh dengan pekerjaan ringan sebesar Rp60 000 dengan jam bekerja 02.00-14.00 WIB yang artinya rumahtangga masih memiliki waktu untuk bekerja di lahannya sendiri atau bekerja di sektor lain. RESILIENSI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI HORTIKULTURA Resiliensi mengacu pada besarnya gangguan yang dapat diserap dan kemampuan untuk kembali kedalam keadaan normal. Resiliensi merupakan kebalikan dari kerentanan vulnerability. Kerentanan adalah keterbukaan sekelompok orang atau individu terhadap stress yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan ataupun keadaan krisis Adger 2000. Konsep resiliensi merupakan konsep yang luas, didalamnya termasuk kapasitas dan kemampuan merespon dalam situasi krisisikonflikdarurat. Pada bab ini akan membahas mengenai cara-cara penyesuaian yang dilakukan rumahtangga pada saat krisis dan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi tersebut. Indikator yang digunakan untuk mengukur resiliensi pada penelitian ini adalah berdasarkan waktu recovery yang dibutuhkan rumahtangga untuk kembali kedalam keadaan normal dan jumlah cara penyesuaian pada saat krisis. Cara Penyesuaian Rumahtangga Pada Saat Terjadi Krisis Penggunaan Tabungan Rata-rata rumahtangga petani hortikultura menggunakan tabungan sebagai alternatif pada saat terjadi krisis. Mayoritas setiap rumahtangga memiliki tabungan dalam jumlah yang berbeda-beda. Biasanya Rumahtangga yang memiliki pekerjaan tetap seperti PNS memiliki tabungan yang lebih besar karena setiap bulannya mereka mendapatkan penghasilan yang tetap. Berbeda dengan rumahtangga yang hanya mengandalkan hasil dari lahan pertanian saja karena harga yang tidak menentu dan ancaman letusan Gunung Sinabung yang bisa menurunkan produktivitas pertanian mereka sehingga mempengaruhi tabungan yang disimpan juga tidak menentu jumlahnya. “Ya namanya kalau ke ladang kan ga menentu. Kadang kena harga kita bisa menyisihkan uang dalam jumlah besar, tapi kalau tidak kena harga ya sedikit l ah yang bisa disisihkan”Ibu FES 38 Tahun Penjualan Barang Berharga Penjualan barang berharga juga banyak dilakukan oleh rumahtangga. Contoh barang tersebut adalah emas. Biasanya emas ini memang dijadikan tabungan oleh rumahtangga yang dapat dijual pada saat terjadi krisis atau pada saat kebutuhan mendadak. Hal ini dikarenakan harga emas memiliki nilai jual yang terus naik sehingga menguntungkan rumahtangga. Selain itu, barang berharga lainnya yang dijual adalah kendaraan. Penjualan kendaraan ini pada umumnya dilakukan oleh rumahtangga yang sudah terancam ekonomi nya pada saat terjadi krisis.