Yesus dalam Dunia Kristen-Yahudi

13

a. Yesus dalam Dunia Kristen-Yahudi

Di kalangan umat yang berasal dari bangsa Yahudi asli, Yesus dihormati dengan mengakui-Nya sebagai “Massiakh” bhs. Ibrani atau “Christos” bhs. Yunani. Hal ini karena pada umumnya orang Yahudi tidak menyebut raja mereka dengan sebutan “Kyrios”. Namun demikian, tidak ada bukti bahwa pernah dipakai semacam homologi pengakuan ―Kristuslah Yesus‖. Akan tetapi, suatu pengakuan yang serupa dengan itu pasti pernah ada. Dalam Kis 2: 36, disebut secara bersamaan: ―Allah membuat Yesus menjadi Tuhan dan Kristus‖. Dan ternyata nama ―Yesus Kristus‖ menjadi nama yang paling biasa bagi Yesus dalam Perjanjian Baru. Bahkan seringkali dipakai nama ―Kristus‖ ganti ―Yesus‖. Padahal, kata ―Kristus‖ bukanlah nama diri, melainkan gelar untuk raja Yahudi. Jadi, kalau Yesus disebut ―Kristus‖, maka jelaslah bahwa Ia pernah diakui sebagai ―Kristus‖ atau sebagai raja orang Yahudi. 3 Dalam Perjanjian Baru, nama Yesus seringkali diikuti dengan ‗Kristus‘. Padahal kata ‗Kristus‘ Cristo,j bukanlah berasal dari bahasa ataupun tradisi Yahudi, melainkan berasal dari bahasa Yunani, yang artinya ―Yang Diurapi‖. Pemakaian kata itu sendiri bisa dibilang wajar, karena pada waktu itu budaya Yunani tengah berkembang pesat dan kekristenan sendiri mulai keluar dari daerah Palestina. Namun, kata ―Christos‖ yang artinya ―yang diurapi‖ tersebut ternyata mempunyai kesamaan makna dengan kata ―Messiah‖ dalam tradisi Yahudi. Dalam ‗kasus‘ ini, tampak adanya pengalih bahasan dari ―Messiah‖ menjadi ―Christos‖. Hal ini dikarenakan helenisasi yang berkembang di Palestina pada waktu itu membuat ‗Messiah‘ yang hanya dimengerti oleh orang Yahudi dialih bahasakan menjadi ‗christos‘, agar orang non-Yahudi juga bisa mengerti dan menerima ‗Messiah‘. Jika pada waktu itu Yesus dikenakan gelar ‗Kristus‘ pada diri-Nya, maka dengan kata lain pula Yesus dalam terang tradisi Yahudi diyakini sebagai Mesias. Walaupun bagi para pengikut-Nya – yang notabenenya sebagian besar adalah orang Yahudi – Yesus adalah seorang Mesias, namun untuk menjelaskan dan mewartakan hal tersebut kepada orang-orang Yahudi sendiri bukan berarti tidak menemui masalah. Dalam kitab-kitab Injil banyak dikisahkan bagaimana Yesus bersinggungan dengan tradisi Yahudi. Bahkan, kematian Yesus pun salah satunya disebabkan karena Dia bersinggungan dengan kehidupan religius Yahudi. Berdasarkan kisah penyaliban Yesus yang termuat dalam kitab Injil Mat. 27; Mark. 15; Luk. 23; dan Yoh. 18-19, inisiator penyaliban Yesus adalah orang- 3 Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru Yogyakarta: Kanisius. 1990. Hlm. 42 14 orang Yahudi yang menolak Yesus. Jumlah mereka pun – tersirat – lebih banyak daripada jumlah orang Yahudi yang mengikuti Yesus. Tampak bahwa Yesus tidak diterima dengan baik dalam masyarakat Yahudi. Hanya sedikit yang menerima dan mengikuti-Nya. Sulit dipungkiri bahwa kehidupan religius bangsa Yahudi sangat kental dengan konsep Mesianisme , maka agaknya kurang mungkin jika ‗Yesus adalah Mesias‘ diwartakan tanpa menemui masalah. Yesus yang semula ditolak oleh sebagian besar orang Yahudi kini diwartakan sebagai Mesias. Hal ini tentunya bukan masalah yang sepele bagi para pengikut Yesus dan pemberita Injil pada waktu itu, di mana mereka terlebih dahulu mengalami perubahan iman dan kemudian memberitakan hal tersebut serta berusaha meyakinkan masyarakat di mana ia memberitakan Injil. Ketika p ara pemberita Injil mengatakan bahwa ―Yesus adalah Kristus‖ atau ―Yesus adalah Mesias‖, maka ada sebuah proses yang amat pelik di balik penghayatan iman tersebut. Yesus yang kehadiran-Nya jauh sesudah konsep Mesias lahir dalam kehidupan religius bangsa Yah udi kini mulai memasuki alam pikir Yahudi. Kata ‗Mesias‘ yang artinya adalah ‗yang diurapi‘, pada awalnya menunjuk pada raja yang sedang berkuasa di Israel. Konsep mengenai Mesias banyak terdapat dalam nubuat para nabi antara abad ke-9 hingga abad ke-5 sM. Pada masa itu bangsa Israel telah mengenal pemerintahan dan kekuasaan raja, sehingga para nabi selalu menggambarkan Mesias itu sebagai raja. Ketika masa pembuangan gambaran Mesias berubah, yaitu Mesias yang adalah raja dan sekaligus bertugas sebagai nabi. Sebagai raja, Mesias adalah wakil Allah di dunia, yang membebaskan Israel dari perhambaan, dan yang memimpin bangsa Israel kembali melalui padang gurun dan akhirnya memerintah dengan kemuliaan abadi. Sebagai nabi, Ia merupakan murid Yahweh yang senantiasa mendengar Firman-Nya dan menyampaikan kebenaran dan terang kepada bangsa Israel maupun bangsa-bangsa lain. Perubahan konsep mesianisme tidak hanya berhenti sampai di sini. Mesias yang nabiah tadi akhirnya tergantikan oleh ―Anak Manusia‖ Daniel 7. Pandangan ini akhirnya menghapus kedudukan atau jabatan nabi yang sebelumnya melekat erat pada pengertian Mesias. 4 Konsep mesianis seperti inilah yang agaknya mewarnai kehidupan religius bangsa Yahudi pada zaman Yesus. Mesias yang adalah raja keselamatan dan pembebas secara sosio-politis. Sementara itu, kehidupan Yesus jauh dari gambaran Mesias seperti ini. Oleh karen a itu, pernyataan bahwa ―Yesus adalah 4 S.M. Siahaan. Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1990. Hlm. 3-6 15 KristusMesias‖ bisa dikatakan suatu pernyataan iman yang sulit untuk diterima oleh orang- orang Yahudi pada waktu itu. Betapa pun sulitnya ―Yesus adalah Mesias‖ diterima dan diyakini oleh orang-orang Yahudi pada waktu itu, namun tulisan-tulisan dalam Perjanjian Baru menjadi salah satu bukti bahwa pada akhirnya ada sekelompok orang yang menerima dan meyakini bahwa Yesus adalah Mesias. Ketika iman kepada Yesus berujung pada pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias, maka yang menjadi permasalahan berikutnya adalah bagaimana proses pemikiran orang Yahudi pada waktu itu – khususnya para pengikut Yesus – hingga sampai meyakini bahwa Yesus adalah Mesias? Ada dua kemungkinan dalam hal ini. Pertama, keyakinan masyarakat Yahudi mengenai Mesias berujung pada diri Yesus. Artinya, masyarakat Yahudi yang mempunyai pengharapan begitu besar akan datangnya Mesias melihat bahwa Yesus-lah Mesias yang dijanjikan. Kedua, para pemberita Injil memberitakan Yesus – yang diyakini sebagai Mesias – dalam terang tradisi Yahudi. Kedua kemungkinan di atas memang sama- sama bertujuan memberitakan dan mengajak orang untuk percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Namun, yang menjadi masalah pada kemungkinan yang pertama adalah ternyata Yesus tidak sama dengan gambaran mengenai Mesias dalam tradisi Yahudi, yaitu raja secara politis. Inisiator penyaliban Yesus yang adalah orang Yahudi sendiri menjadi bukti bahwa Yesus ditolak oleh sebagian besar orang Yahudi bnd. Mark. 15: 9-15. Sekalipun dalam penyaliban- Nya Ia ―dianugerahi‖ gelar o` basileu.j twn VIoudai,wn,, Mat 27:37; Mark 15:12; Luk 23:3; Yoh 18:33 namun hal itu adalah sebagai sindiran kepada Yesus. Berdasarkan hal tersebut, sulit kiranya untuk mengatakan bahwa pernyataan iman ―Yesus adalah Mesias‖ oleh karena orang Yahudi melihat adanya Mesias dalam diri Yesus. Memang tidak semua orang Yahudi menolak Yesus, khususnya para murid – mereka mampu ‗melihat‘ adanya Mesias dalam diri Yesus. Mesias yang mereka yakini dalam diri Yesus inipun bukanlah Mesias seperti dalam gambaran tradisi Yahudi, melainkan sudah mengalami perubahan. Sekalipun telah terjadi perubahan konsep Mesias dalam diri para pengikut Yesus, namun tetap yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mereka memberitakan Yesus yang diyakini sebagai Mesias dalam lingkup orang-orang Yahudi yang notabenenya sebagian besar menolak ke- Mesias-an Yesus. Kesadaran untuk memberitakan Yesus sebagai Mesias rupanya telah membuat adanya sintesa antara keyakinan terhadap Yesus sendiri dengan konsep-konsep dalam tradisi Yahudi. 16 Hal ini tampak dari adanya penggunaan konsep dalam Perjanjian Lama untuk menjelaskan kemesiasan Yesus. Dengan kata lain, para pemberita Injil menggunakan tradisi Perjanjian Lama khususnya kitab-kitab kenabian, mis. Yesaya, Daniel, dll sebagai ‗referensi‘ untuk menjelaskan Yesus adalah Mesias. Misalnya saja pandangan Yahudi yang sulit menerima bahwa Mesias harus menderita dan mati. Mesias dalam gambaran Yahudi, di mana ia sebagai raja politis dan mulia, tentunya tidak akan mengalami nasib yang tragis seperti yang dialami oleh Yesus. Ketika mereka diperhadapkan dengan keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias dan kenyataan Yesus yang mati di kayu salib, tentunya kematian seorang ―Mesias‖ yang seperti ini menjadi permasalahan bagi mereka – sekaligus turut menentukan penerimaan mereka terhadap ‗identitas‘ Yesus. 5 Lalu, bagaimana permasalahan mengenai kematian ―Mesias‖ ini terpecahkan? Pola kehidupan religius bangsa Yahudi memang tidak lepas dari hukum Taurat dan kitab para nabi – khususnya yang menubuatkan Mesias. Dalam salah satu tradisi Perjanjian Lama tersebut, yaitu Yesaya 52, tersedia suatu konsep mengenai ―Hamba Tuhan‖. Tema Hamba Tuhan dalam kitab Yesaya mempunyai pesan soteriologis dan eskatologis yang kuat. Penderitaan sekaligus kemuliaan yang dialami oleh Hamba Tuhan jelas mempunyai jangkauan yang mengatasi konsep tradisional tentang Mesias keturunan Daud. 6 Hamba Tuhan adalah representasi dari orang Israel yang benar di mata Allah. Penderitaan yang harus ditanggungnya bukanlah konsekuensi dari misinya tetapi seolah-olah sudah menjadi bagian dari misi itu sendiri. Penebusan yang dilakukannya hanya dapat tercapai melalui penderitaan yang sudah menjadi bagian dari jalan panggilannya dalam menegakkan Kerajaan Allah. Dalam terang tradisi seperti inilah kematian Yesus sebagai Mesias menjadi jelas. Memang ―Hamba Tuhan‖ dalam kitab Yesaya tidak mengarah langsung pada diri Yesus. Namun, keyakinan para pengikut Yesus akan ke-Mesias-an Yesus membuat mereka sampai pada keyakinan bahwa Hamba Tuhan dalam kitab Yesaya tersebut adalah Yesus. 7 Dengan 5 Bandingkan dengan pendapat Groenen yang mengatakan bahwa dalam tradisi Yahudi memang tidak ada pikiran bahwa Mesias akan menderita dan ditolak oleh bangsa-Nya sendiri, sehingga kematian Yesus jelas bagi umat Kristen keturunan Yahudi menjadi suatu problem besar yang mereka gumuli C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 41. 6 A. Hari Kustono, Konsep Mesianis dalam Kitab Yesaya; dalam Konsep Mesianis dalam Kitab Yesaya dan Relevansinya dalam Kehidupan Masyarakat Plural Yogyakarta: Duta Wacana University Press. 2005. Wahju Satrio W. ed. Hlm. 13 7 Bandingkan dengan perkataan Petrus dalam Kisah Para Rasul 3: 18 17 demikian, arti Yesus sebagai Mesias yang harus menderita dan mati sekaligus arti kematian Yesus sendiri dapat menjadi jelas di mata orang Yahudi. Mungkin tidak semua orang Yahudi bisa menerima bahwa Yesus adalah Mesias, sekalipun mereka telah mengalami pewartaan tersebut. Hal ini memang wajar, karena bagaimanapun tradisi atau konsep dalam Perjanjian Lama menerangi keyakinan Yesus adalah Mesias dan berusaha menjelaskannya, masalah penerimaan dan pengakuan itu sendiri bukanlah suatu hal yang mudah. Tentunya orang Yahudi yang mengalami pewartaan itu sendiri juga bergumul antara keyakinan yang selama ini dihidupi dan dipegangnya dengan hal yang baru didengarnya. Lepas dari semua itu, ternyata di dalam memberitakan mengenai siapa diri Yesus di dalam konteks masyarakat Yahudi, para pemberita Injil menggunakan ‗referensi‘ tradisi atau konsep dalam Perjanjian Lama untuk menerangi keyakinan akan Yesus yang adalah Mesias. Untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan seputar keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias, mereka menggunakan konsep-konsep dalam Perjanjian Lama yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Yahudi. Dengan demikian, konsep-konsep tradisional tersebut kini mengalami suatu perubahan makna dan menjadi jelas. Dari sosok Mesias yang masih abstrak, kini menjadi jelas bahwa sosok Mesias tersebut adalah Yesus. Mesias yang bukan seorang raja dunia yang membawa pembebasan dari bangsa Romawi, namun Mesias ilahi. Mesias sang pembawa damai dan sang penyelamat dalam konseppengharapan eskatologis. Keselamatan yang dibawa-Nya pun bukan dalam arti pembebasan dari bangsa Romawi, namun keselamatan dalam arti kehidupan kekal di surga setelah kematian. 8 8 Konsep keselamatan seperti inilah yang membuat sebagian orang Yahudi tidak bisa menerima Yesus sebagai Mesias. Menurut Moltmann, ―The concept of the redeemed soul in the midst of an unredeemed world is alien to the Jew, profoundly alien, inaccessible from the primal ground of his existence. This is the innermost reason for Israels rejection of Jesus, not a merely external, merely national conception of messianism. In Jewish eyes, redemption means redemption from all evil. Evil of body and soul, evil in creation and civilization. So when we say redemption, we mean the whole of redemption ”, lihat The Way of Jesus Christ; Christology in Messianic Dimenssions London: SCM Press. 1990. Hlm. 29. Sebagian orang Yahudi menolak kemesiasan Yesus karena Yesus tidak membawa keselamatan secara menyeluruh dan konkret, misalnya pembebasan dari bangsa Romawi. Sekalipun demikian, konsep keselamatan itu sendiri akhirnya berkembang bahwa keselamatan yang dibawa oleh Yesus selaku Mesias adalah keselamatan kini dan secara eskatologis. 18

b. Yesus dalam Dunia Kristen-Yunani