Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 50

18

b. Yesus dalam Dunia Kristen-Yunani

Dalam kekristenan Yahudi, kepercayaan akan Mesias berujung pada diri Yesus. Seiring dengan perkembangan kekristenan dalam konteks Palestina dan sekitarnya – di mana di dalamnya juga berkemba ng helenisme, kata ‗Mesias‘ kemudian dibahasakan dengan ‗Kristus‘. 9 Wajar jika „messiakh‟ yang dalam bahasa Ibrani diterjemahkan menjadi „christos‟ dalam bahasa Yunani, agar kekristenan juga dapat diterima ketika diwartakan kepada orang- orang non-Yahudi khususnya orang Yunani. Sekilas tidak tampak masalah dalam pengalihan bahasa tersebut, karena „messiakh‟ dan „christos‟ memiliki arti yang sama, yaitu ‗yang diurapi‘. Seperti halnya pengalihan bahasa „and‟ Inggris menjadi „dan‟ Indonesia atau „saha‟ Jawa. Namun, jika dilihat lebih jauh lagi ternyata ada permasalahan yang cukup pelik di dalam pengalihan bahasa tersebut dan permasalahan itu terkait dengan konsep teologis di dalamnya. Ketika kekristenan masuk ke dalam dunia Yunani, tidak dapat tidak kekristenan terpengaruh oleh alam pikiran Yunani, dan mau tidak mau sedikit banyak menyesuaikan diri, termasuk konsep-konsep teologisnya. Pemikiran Jemaat keturunan Yahudi sekitar Yesus Kristus tentu saja dibawa serta dan diteruskan, tetapi juga ditinjau kembali dan berkembang, kini dalam alam pikiran Yunani. 10 Dengan demikian, maka penghayatan iman akan Yesus pun berubah dari yang semula alam pikir Yahudi masuk ke dalam alam pikir Yunani. Ketika iman akan Yesus diwartakan kepada orang-orang dengan konteks Yunani atau helenisme, apakah mereka bisa memahami sehingga akhirnya menerima bahwa messiakh yang dibahasakan dengan Christos adalah ‗yang diurapi‘? Jika Yesus akhirnya diimani sebagai Mesias dalam dunia Yahudi, hal itu dikarenakan dalam tradisi Yahudi ada konsep mengenai Mesias. Namun, apakah budaya Yunani juga mengenal konsep mengenai ‗yang diurapi‘? Alam pikiran Yunani pada awal tarikh Masehi memang serba sinkretis. Di dalamnya terserap bermacam-macam unsur dari kebudayaan-kebudayaan lain, tetapi secara dasariah alam pikiran itu tetap Yunani. Sinkretisme itu meliputi segala sesuatu dan boleh dikatakan terutama pemikiran religiuslah yang serba sinkretis. Segala apa dicampuradukkan melebur menjadi satu, tetapi sekaligus kabur tidak karuan. Dan di samping sinkretisme populer itu 9 Berdasarkan data yang ada di software Bible Works 6, di dalam Perjanjian B aru kata ‗Mesias‘ dipakai sebanyak 49 kali. Suatu jumlah yang tidak sebanding dengan kata ‗Kristus‘ yang dipakai sebanyak 501. Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa Yesus dalam dunia Yunani lebih dikenal dengan Kristus. 10

C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 50

19 masih ada aliran filsafat bermacam-macam, yang berpangkal pada tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, Epikurus, Zenon Stoa, Diogenes dan sebagainya. Dan filsafat itu sedikit banyak merakyat ke mana-mana dan juga bercampur aduk. Orang-orang Yahudi di Diaspora, yang berkebudayaan Yunani tentu saja tidak terluput dari sinkretisme umum itu. 11 Filsafat Yunani yang berkembang dan mempengaruhi pola pikir orang-orang Yunani jauh sebelum kekristenan muncul membuat kekristenan itu sendiri mencari ‗celah‘ untuk bisa masuk dan menyesuaikan diri dalam dunia Yunani. Alam pikir Yunani memang tidak mengenal konsep Mesias seperti yang ada dalam tradisi keagamaan Yahudi. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada konsep semacam itu. Jika melihat pola kepercayaan bangsa Yahudi terhadap Mesias bahwa Mesias adalah ‗yang diurapi‘, yang membawa tugas ‗suci‘ dari Yahweh berupa keselamatan, maka bisa dikatakan bahwa Mesias merupakan ‗perantara‘ atau ‗jembatan‘ antara Yahweh dengan umatNya. Alam pikir Yunani memang tidak mengenal istilah ‗messiakh‘, tetapi alam pikir Yunani mengenal konsep mengenai ‗perantara‘ tersebut dalam beberapa aliran filsafatnya. Adalah seorang filsuf yang bernama Philo ± 30 SM – 50 M, yang mensintesakan agama Yahudi dengan fisafat Yunani. Warna filsafatnya pun tidak lepas dari pengaruh para filsuf pendahulunya, karena ia mengolah filsafat Plato idea dan Stoa logos kemudian mensintesakannya dengan agama Yahudi. 12 Dalam filsafat Philo ada perbedaan yang mutlak antara Allah dan dunia, sebab Allah adalah roh, sedang dunia adalah benda. Keduanya tidak dapat dipersatukan. Oleh karena itu diperlukan tokoh-tokoh pengantara. Tokoh-tokoh itu dapat disebut dengan bermacam-macam sebutan, yaitu: idea- idea, atau gagasan-gagasan yang dipakai sebagai pola dalam menciptakan dunia; kekuatan- kekuatan ilahi, yang bekerja dalam dunia; malaikat-malaikat, yaitu para utusan Allah yang melaksanakan kehendakNya. Semuanya itu dipersatukan di dalam istilah Logos, pengantara antara Allah dan dunia. Logos adalah idea dari segala idea, yang juga disebut kebijaksanaan, kekuatan dunia yang universal. Sekalipun demikian Logos ini bukanlah Allah, bukan makhluk, bukan tidak dijadikan dan bukan dijadikan seperti para makhluk. Logos adalah Allah kedua, Anak Allah yang sulung, Juru bahasa Allah, Wakil Allah, Parakletos. 13 Memang sulit dikatakan bahwa alam pikir Yunani memahami konsep mesianis seperti halnya 11

C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 35