Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 51-52

25 terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Dan tradisi Yahudi-Yunani dahulu sudah sampai memperorangkan hikmat kebijaksanaan ilahi yang berupa Taurat dan Bait Allah serta ibadat- Nya tampil di bumi. Umat Kristen Yunani meneruskan pemikiran tersebut. Sama seperti hikmat kebjiksanaan Allah yang kadang kala disebut ‗putri Alah‘ Yesus Kristus, Anak Allah dan Tuhan, sudah ada sebelum tampil di muka bumi. Bagi umat Kristen Yunani, mudah saja meneruskan dan mengembangkan pemikran dasar tersebut lebih lanjut, sebagaimana nyatanya terjadi. Kalau Yesus disamakan dengan hikmat kebijaksaan Allah yang diperorangkan, kalau dikatakan bahwa sama seperti hikmat kebijaksanaan itu Ia ada sebelum sekalian zaman Kol 1:15, 17, maka segala apa yang dahulu dikatakan tentang hikmat kebijaksanaan ilahi, khususnya oleh orang Yahudi yang berkebudayaan Yunani, boleh dipindahkan kepada Ye sus juga. Yesus adalah ―Anak Allah‖, seperti hikmat kebijaksaana ilahi adalah putri-Nya. 25 Sama seperti proses masuknya Yesus dalam dunia Yahudi, maka pertemuan dengan budaya Yunani pun tidak terelakan lagi tatkala Injil diberitakan ke dalam lingkungan masyarakat Yunani. Pertemuan budaya Yunani dengan Injil menghasilkan beberapa perubahan, terutama konsep-konsep teologis dalam kekristenan dalam pembahasan ini khususnya mengenai konsep-konsep kristologis pada waktu itu. Masyarakat Yahudi yang dalam tradisi religiusnya berpusat pada pengharapan mesianis tentunya lebih bisa menerima pemberitaan bahwa Yesus adalah Sang Mesias, dengan catatan ada perubahan tentang konsep mesianis dalam proses ini. Tetapi, proses tersebut sepertinya lebih mudah jika dibandingkan dengan pemberitaan ke dalam dunia Yunani. Masyarakat Yunani tidak hidup dalam pengharapan mesianis, sehingga konsep mesianis kurang relevan bagi mereka. Masyarakat Yunani pun juga bisa dibilang berada agak jauh dari ‗lingkaran‘ Yesus – mengingat bahwa Yesus selama hidup kebanyakan berkutat di daerah Palestina, sehingga kemungkinan masyarakat Yunani terdahulu mengalami pengalaman bersama dengan Yesus lebih kecil dibanding orang-orang Yahudi. Masuk ke dalam konteks yang jauh berbeda membuat para pemberita Injil tentunya berpikir ulang mengenai konsep-konsep yang ada. ―Mesias‖ yang sekalipun sudah diterjemahkan menjadi ―Kristus‖, walaupun dalam alam pikir Yunani juga mengenal konsep pengantara, ternyata pada akhirnya gelar tersebut menjadi nama diri dan kehilangan bobotnya sebagaimana mulanya. Gelar ―Anak Allah‖ dan ―Tuhan‖ yang juga 25

C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, hlm. 51-52

26 merupakan gelar tradisi Yahudi masih tetap dikenakan pada diri Yesus, hanya saja isinya juga telah berubah sedemikian rupa sehingga dirasa relevan dan bisa diterima dalam masyarakat Yunani pada waktu itu. Proses perubahan pemberitaan mengenai iman akan Yesus pada waktu itu bisa dikatakan merupakan suatu terobosan yang luar biasa. Para pemberita Injil tidak kaku dalam memberitakan Injil. Ada sebuah kesadaran akan perbedaan budaya dan alam pikir. Satu hal yang pasti adalah para pemberita Injil mempunyai motivasi agar Injil diberitakan dan diterima oleh semua orang dalam latar belakang budaya yang berbeda. Motivasi inilah yang rupanya mendorong mereka sehingga merubah, mengganti isi, dan mengembangkan konsep-konsep kekristenan, khususnya mengenai siapa Yesus sebenarnya, sehingga dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dengan latar belakang budaya tertentu. Terkait dengan permasalahan dalam kepenulisan skripsi ini, di mana Rasul Paulus adalah sosok yang dibahas, maka bagaimanakah metode Rasul Paulus dalam memberitakan Injil, khususnya mengenai siapa Yesus sebenarnya? Jika dalam bagian Pendahuluan Penulis memaparkan soteriologi Rasul Paulus, maka bagaimanakah penghayatan iman Rasul Paulus terhadap Yesus yang diberitakannya tersebut? Jika para pemberita Injil memberitakan ke- Mesias-an Yesus secara kontekstual, maka bagaimana dengan Rasul Paulus? Apakah ia juga memberitakan hal yang serupa secara kontekstual pula? Atau, Rasul Paulus lebih tertarikmenekankan pada hal lain mengenai Yesus? 27

II. Paulus dalam Memberitakan Injil

Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bagaimana penghayatan iman Jemaat Kristen mula-mula dalam dunia Yahudi maupun non-Yahudi, di mana secara tidak langsung hal itu menunjukkan bagaimana dan seperti apa pemberitaan mengenai Yesus. Terkait dengan tokoh yang dibahas dalam kepenulisan skripsi ini, yaitu Rasul Paulus, maka seperti apakah pola Rasul Paulus dalam memberitakan Injil – khususnya mengenai diri Yesus? Apakah Paulus – sama seperti halnya para pemberita Injil lainnya – memberitakan tentang gelar-gelar Yesus atau siapa Yesus bagi Jemaat yang dilayaninya? Atau, Rasul Paulus lebih tertarik pada hal lain dalam diri Yesus?

a. Pemahaman Paulus tentang dirinya – seorang Rasul Kristus

Sebelum menuju pada pembahasan pertanyaan di atas, maka terlebih dahulu perlu diketahui bagaimana Paulus memahami statusnya sebagai seorang Rasul. Awalnya para Rasul lebih dikenal sebagai kedua belas 26 murid Yesus, di mana mereka merupakan saksi- saksi kebangkitan Yesus. Namun seiring perkembangan kekristenan pada waktu itu, maka ada pula orang- orang yang mengaku ‗terpanggil‘ dan mempunyai karunia roh sehingga disebut Rasul. Adalah Paulus Saulus dari Tarsus, yang mengklaim dirinya juga adalah seorang Rasul Kristus, yang berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lainnya untuk membangun komunitas Kristen yang baru dan mengenalkan Kristus pada mereka yang belum mengenalnya bnd. Rom.15:18-21. 27 Paulus yang mengklaim dirinya juga sebagai Rasul Kristus bukan tidak berasalan. Terkait dengan hal ini, Grassi mengatakan bahwa rahasia terbesar Rasul Paulus adalah pada pengalaman pribadinya yang mendalam bersama Kristus dan refleksinya akan kebutaannya. 28 Agaknya dalam hal ini Grassi menunjuk pada pengalaman Paulus tatkala ia ‗bertemu‘ dengan Kristus ketika sedang dalam perjalanan menuju Damsyik Kis. 9. Keterpanggilannya sebagai seorang rasul membuat Paulus memiliki kesadaran bahwa i a selaku rasul Kristus juga adalah utusan Allah. Kata ―rasul‖ yang dipakai oleh Paulus di 26 Ketika Yudas Iskariot meninggal, jumlah Rasul menjadi sebelas. Namun, ada persepakatan untuk menambah jumlah Rasul dan tugas kerasulan Yudas digantikan oleh Matias Kis 1: 15-26 27 Joseph A. Grassi, The Secret of Paul the Apostle Maryknoll, New York: Orbis Book. 1978. Hlm. 66 28 Joseph A. Grassi, The Secret of Paul the Apostle, hlm. 23