Keuntungan lain dari pengelolaan HHBK adalah dapat mengurangi kerusakan hutan alam, selama masyarakat lokal memperoleh pendapatan dari lahan hutan.
2.1.2 Potensi HHBK
Selama ini HHBK hampir tidak tersentuh dalam kegiatan kehutanan yang masih mengandalkan hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun hutan
tanaman. Padahal potensi pemanfaatan yang bernilai ekonomis sangat besar yang perlu digali dan pengelolaan perlu dioptimalkan Suharisno 2009. Menurut
Puslitbang Hasil Hutan 2010 pemanfaatan HHBK pada umumnya masih bersifat tradisional dan masih menghadapi banyak kendala pengembangannya baik pada
aspek budidaya, skala ekonomi, penanganan pasca panen, pengolahannya sederhana, rendahnya daya saing, kualitas produk serta pemasaran lokal.
Pemungutan HHBK lebih banyak dilakukan secara manual non-mekanis yang tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Pemanfaatan HHBK
umumnya dilakukan oleh masyarakat dan mempunyai peranan ekonomis langsung kepada masyarakat.
Pada saat ini, kontribusi pendapatan Perhutani dari Hasil Hutan Bukan Kayu yang sebesar 25 dari total keseluruhan pendapatan berasal dari sepuluh
komoditas unggulan yaitu: gondo terpentin, minyak kayu putih, wisata, madu, air minum dalam kemasan, sutra, seed lak, kopal, dll. Di masa mendatang Perum
Perhutani tidak mungkin hanya menyandarkan pada komoditas hasil hutan kayu. Berdasarkan pada potensi sumber daya dengan kekuatan, kekhasan, keunggulan
hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan yang ada baik berbasis lahan maupun non lahan Anonim 2005.
Pada saat ini HHBK hanya memberikan kontribusi devisa lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu, namun pada masa yang akan datang HHBK
berpeluang memberikan devisa yang lebih besar dari pada hasil hutan kayu. Hal ini disebabkan laju kerusakan hutan semakin bertambah dari 1,6 juta hektar per
tahun pada periode 1985-1997 menjadi 3,8 juta hektar per tahun pada periode 1997-2000, potensi kayu terus menurun yang diakibatkan oleh besarnya tingkat
penjarahan illegal logging dan penebangan hutan yang tidak terkendali. Akibat kerusakan hutan yang terus bertambah maka pemerintah mengeluarkan kebijakan
melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 1985 mengenai larangan ekspor kayu
bulat dan bahan baku serpih serta kebijakan menurunkan Jatah Produksi Tebangan Tahunan JPT oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2003. Semenjak
diberlakukannya kebijakan JPT pada tahun 2003 menyebabkan ketersediaan bahan baku kayu pada industri pengolahan kayu menurun Arimbi 2008.
Lebih lanjut Roadmap Litbang Kehutanan 2010-2025 Anonim 2009 mengemukakan bahwa tantangan yang dihadapi dalam penelitian HHBK adalah
masih terbatasnya pemanfaatan sebagai sumber ekonomi masyarakat dan penerimaan negara , nilai tambah dan daya saing, evaluasi kelayakan usaha,
ketersediaan serta akses teknologi pengolahan yang memadai. Di samping itu, HHBK unggulan daerah belum tersedia dan tercatat dengan baik.
2.2 Sistem dan Model Simulasi 2.2.1 Sistem